Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN BEDAH


ANGKATAN XXVIII

Oleh:
Nama : Afni Nahdhiya Damayanti, S.Kep
NIM : 212311101005
Kelompok : D3
Pembimbing : Ns. Mulia Hakam, M.Kep.Sp.Kep.MB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(BPH)

Disususn guna melengkapi tugas Stase Keperawatan Bedah dengan Dosen


Pembimbing Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Oleh
Afni Nahdhiya Damayanti, S. Kep
NIM 212311101005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Review Anatomi Fisiologi


Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang memiliki empat
lobus dan terdapat di bawah orifisium uretra interna juga sekeliling
permukaan uretra, melekat di bawah vesika urinaria dalam rongga pelvis
di bawah simfisis pubis posterior. Basis prostat menghadap ke atas
berhubungan dengan permukaan inferior vesika urinaria. Uretra
menembus kelenjar prostat tepi anterior dan posterior. Apeks prostat
mengarah ke bawah berhubungan dengan diafragma urogenitalis.

Prostat posisinya dipertahankan oleh ligamentum puboprostatika,


lapisan dalam diafragma urogenitalis, otot levani ani pars anterior, otot
levator prostat bagian dari otot levator ani. Pembuluh darah dan saraf pada
kelenjar prostat yaitu arteri pudenda interna, arteri sesikalis inferior, arteri
haemoroidalis medialis, vena akan membentuk fleksus di sekitar sisi dan
basis kelenjar prostat dan berakhir di vena hipogastrika.
Kelnjar prostat memiliki fungsi yaitu menghasilkan cairan encer
yang mengandung fosfat enzim pembeku dan profibrinolisin. Selama
pengisian kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas
diferens dimana mengeluarkan cairan encer dan menambah lebih banyak
jumlah semen. Cairan encar yang dikleuarkan oleh kelenjar prostat besifat
basa yang memungkinkan fertilisasi ovum berhasil. Cairan prostat
membantu menetralisir cairan lain yang bersifat asam setelah ejakulasi
(Syaifuddin, 2011).
2. Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat
yang mengenai uretra dan menyebabkan gejala urtikaria. BPH merupakan
kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya
ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. Benign
prostate hyperplasia (BPH) merupakan keadaan hiperplasi sel stroma dan
epitel kelenjar prostat yang terjadi pada usia tua dan memiliki testis yang
masih menghasilkan testosteron. Biasanya pembesaran prostat jinak
terserin mengenai orang tua ditas usia 50 tahun (Nuari dan Widayati,
2018).
3. Epidemiologi
Sekitar 50% pria berusia >50 tahun akan memiliki bukti patologis
BPH, dengan jumlah ini meningkat menjadi>80% saat pria mencapai dekade
kedelapan kehidupan dan lebih tua. Selanjutnya, seiring bertambahnya usia
pria, kemungkinan mengembangkan LUTS terkait meningkat secara linier. ,
sebuah studi berbasis komunitas dari Belanda melaporkan prevalensi 19%
untuk BPH dan LUTS pada pria berusia 55-74 tahun ketika hanya
menghitung volume prostat >30 ml dan International Prostate Symptom Score
(IPSS) >7 (Chughtai dkk., 2016).
Benigna prostat hiperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering
kedua di klinik urologi di Indonesia. Prevalensi histologi BPH meningkat dari
20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki-laki usia 51-60 tahun
hingga lebih dari 90% pada laki-laki berusia di atas 80 tahun (Adelia dkk.,
2017). Penelitian terbaru di Jawa Barat menunjukkan mengenai kasus kanker
prostat di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2018 menunjukkkan
jumlah kasus BPH sebanyak 2.560 kasus (97,2%) (Mulyadi dan Sugiarto, 2020).

4. Etiologi
Etiologi BPH dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko selain efek
hormonal langsung testosteron pada jaringan prostat. Meskipun tidak
menyebabkan BPH secara langsung, androgen testis diperlukan dalam
perkembangan BPH dengan dihidrotestosteron (DHT) berinteraksi
langsung dengan epitel prostat dan stroma. Testosteron yang diproduksi di
testis diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh 5-alpha-reductase 2 di
sel stroma prostat dan menyumbang 90% dari total androgen prostat. DHT
memiliki efek langsung pada sel stroma di prostat, efek parakrin pada sel
prostat yang berdekatan, dan efek endokrin dalam aliran darah, yang
mempengaruhi proliferasi sel dan apoptosis (kematian sel). BPH muncul
sebagai akibat dari hilangnya homeostasis antara proliferasi sel dan
kematian sel, menghasilkan ketidakseimbangan yang mendukung
proliferasi sel. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah sel epitel dan
stroma di daerah periuretra prostat dan dapat dilihat secara histopatologi
(Baradhi dan Ng, 2021).
5. Klasifikasi
1. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak
enak saat BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan. Urine menetes
secara periodik (Nuari dan Widayati, 2018).
6. Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari perkembangan BPH terlalu rumit dan
kurang untuk dipahami. Banyak faktor risiko yang dapat dimodifikasi
maupun yang tidak dapat dimodifikasi dapat meningkatkan risiko
perkembangan dan progresi BPH dan LUTS(Chughtai dkk., 2016).
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pad usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan.
Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasi jaringan penyangga stromal
dan elemen glandular pada prostat. Proses pembesaran prostat terjadi
secara berlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara berlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
retensi urine pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlajut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin dan selajutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas (Nuari dan Widayati, 2018).
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
 Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan retensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yang terjadi pada prostat yang membesar
 Hestitancy, terjadi karena destrusor membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat melawan retensi uretra
 Intermittency (kencing putus-putus), terjadi karena destrusor tidak dapat
mengatasi retensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbing dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak
dalam buli-buli.
 Nocturi miksi pada malam hari dan frekuensi terjadi pada karena
pengosongan yang tidak lengkap pda tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek
 Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur
 Urgensi dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang terjadi. Jika ada
disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi
involunter
 Hematuri biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar
 Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit
atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan
ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal
 Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat statis urin, dimana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media
untuk organisme infektif
 Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehinggan lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia dan hemoroid(Nuari dan Widayati, 2018).
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari BPH disebut Syndrome Protatisme, dimana
dibedakan menjadi 2, yaitu Gejala Obstruktif dan gejala iritasi. Pada gejala
obstruktif yang terjadi adalah hesitansi dimana seseorang akan mengalami
kencing lama dan seringkali mengejan yang disebabkan karena otot
destruksor buli-buli memerlukan waktu yang ama untuk meningkatkan
tekanan intravesikel; intermittency yaitu terputusnya aliran kencing akibat
ketidak mampan otot dalam mempertahankan tekanan intravesikel sampai
akhir miksi; terminal dribbling yaitu menetesnya urin saat akhir
kencing;pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk melampaui tekanan di uretra; dan rasa
tidak puas setelah buang air kecil.
Pada gejala iritasi yanga akan dirasakan seperti urgency yaitu perasaan
buang air kecil yang sulit ditahan; frequency yaiu miksi lebih sering dari
biasanya dan terjadi dimalam hari ataupun siang hari; dysuria yaitu nyeri
saat kencing (Nuari dan Widayati, 2018).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Salah satu panduan untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate
Symptom Score (IPSS).
b. Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, di samping pemeriksaan
fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya
distensi buli- buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan
adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.
c. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah urinalisis,
pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan Prostate Spesific Antigen
(PSA), dan pencitraan (foto polos abdomen, pielografi intravena atau
PIV, pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS, atau
ultrasonografi transabdominal). Pemeriksaan derajat obstruksi prostat
dapat diperkirakan dengan cara mengukur residual urine dan pancaran
urine (Bimandama dan Kurniawaty, 2018)
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Rencana pengobatam tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi
dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia
tidak berkemih maka katerisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat
mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik.
Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitosomi supra
publik) untuk drainase yang adekut.
Jenis terapi pada BPH antara lain :
1. Obserbavasi (Watchfull waiting)
Bisa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah dengan mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Setiap 3 bulan sekali dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing
dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
 Penghambat adrenergika (prazosin, terazosin): menghambat
reseptor pada otot polos dileher vesika, prostat sehingga terjadi rileksasi.
Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang
 Penghambatan enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan
DHT sehingga prostat yan membesar akan mengecil
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f.Ada batu saluran kemih

Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi:


1. prostatektomi suprapublik adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat kedalam kandung kemih,
dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Teknik demikian dapat dilakuka
untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi
ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan
metode lain,kerugian lain yang dapat terjadi ialah insisi abdomen akan
disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
2. prostatektomi perineal adalah suatu tindakan dengan mengangkat
kelenjar melalui insisi daam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat
berguna untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi lukabedah
mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat rectum. Komplikasi
yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi,
cedera rectal. (Smeltzer dan Bare, 2002)
3. prostatektomi retropublik adalahSuatu tindakan dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan
kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat
untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah
darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih
mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruanh retropubik.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
4. Insisi Prostat Transuretral (TUIP) yaitu suatu prosedur dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat
pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada
uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika
kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/ kurang) dan efektif dalam
mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat
jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah dibanding cara
lainnya (Nuari dan Widayati, 2017).
5. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) adalah suatu operasi
pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop,
dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter
yang disambungkan dengan arus listrik. Indkaan ini memerlukan
pembiusan umum ataupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang
masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal. Operasi ini
dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-
menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasidan reepitelisasi uretra pars
prostatika. (Nuari dan Widayati, 2017)
6. Terapi invasif minimal seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum
transurethral. (Nuari dan Widayati, 2017)
10. Clinical Pathway

RETENSI URIN
11. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Assessment/ Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua
langkah : pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analis data sebagai dasar untuk
diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005)
1. Identitas Klien
Penyakit BPH menyerang pada pria dengan usia diatas 50 tahun.
Pekerjaan memiliki pengaruh pengaruh terserang penyakit ini, orang
yang pekerjaannya mengangkat barang-barang berat beresiko lebih
tinggi terkena BPH.
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang dialami pasien BPH diantarnya nokturia, urgensi, rasa
tidak puas sehabis kencing, sulit kencing, kencing terputus-putus, disuria
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah pasien memiliki riwayat penyakit infeksi aluran
kemih (ISK), kanker prostat, pernah menjalani pembedahan prostat
sebelumnya
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji apakah memiliki keturunan yang menderita penyakit BPH
3. Pola Fungsional
1) Sirkulasi: Peningkatan TD (efek pembesaran prostat)
2) Eliminasi
Tanda :
Penurunan Kekuatan/ dorongan aliran urin; tetesan, keragu-raguan
pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung
berkemi dengan lengkap; dorongan dan frekuensi berkemih, nokturia,
disuria, hematuria, duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batu
(Statis urinaria)
Konstipasi (Protusip prostat kedalam rektum)
Tanda :Massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis; hemoroid
(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung mengatasi tahanan)
3) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia; mual, muntah. Penurunan berat badan
4) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubis, atau punggung; tajam, kuat (pada
prostatitis akut), nyeri punggung bawah
5) Keamanan
Gejala : Demam
6) Seksualitas
Gejala : Masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan
seksual
Takut inkontinensia/ menetes selama hubungan intim
Tanda :Pembesaran, nyeri tekan prostat
7) Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit
ginjalPenggunaan antihipersensitif atau antidepresan, antibiotik urinaria
atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/ alergi obat
mengandung simpatomimetik
4. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit, rambut, dan kuku
 Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
 Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya
abnormalitas
 Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur
(halus/kasar)edema, dan massa
2) Kepala:
 Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
 Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah
dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk
kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
3) Mata
 Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
 Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan
lunak dibawah bidang orbital.
 Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
 Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri
disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
 Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung.
Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus
okulomotorius
 Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
 Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan
kemerahan.
 Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen
card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus
optikus).
 Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari
pemeriksa.
 Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan
menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius,
nervus trokhlearis, nervus abduscen)
4) Hidung
 Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan,
adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
 Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri,
massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus
hidung.
 Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang
hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara
neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus
olfaktorius).
 Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat
kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan,
massa, dan pembengkakan.
5) Telinga
 Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
 Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
 Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan
tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan
akan nyeri).
 Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
 Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada
anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga
adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
 Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan
dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
6) Mulut dan faring
 Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
 Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan
sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
 Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna,
mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
 Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
 Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus
fasialis)
 Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah
(nervus glosofaringeal).
 Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
7) Leher
 Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
 Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
 Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat
dilihat)
 Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
 Palpasi kelenjar tiroid
8) Thorak dan tulang belakang
 Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel
chest).
 Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis,
lordosis).
 Palpasi adanya krepitus pada kosta
 Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara:
bentuk, ukuran.
9) Paru posterior, lateral, anterior
 Inspeksi kesimetrisan paru
 Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka
atau huruf yang bergetar Bandingkan paru kanan dan kiri.
 Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari
tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur
pergeseran kedua ibu jari.
 Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari
pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
 Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi,
krekles.
10) Jantung dan pembuluh darah
 Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
 Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada
interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah
trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari
mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
 Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
 Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung),
dan adanya bunyi jantung tambahan.
 Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
11) Abdomen
 Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran,
datar, cekung, kebersihan umbilikus)
 Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising
usus)
 Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
 Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
 Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
 Mengukur lingkar perut
12) Genitourinari
 Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan
tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran
prostat).
 Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan,
bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan
prepusium dan gland penis.
 Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
13) Ekstremitas
 Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
 Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
 Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time,
danedema
 Kaji kemampuan pergerakan sendi
 Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
 Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
b. Pemeriksaan Diagnostik
1 Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuri.
2 Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup
Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal
c. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan standar diagnosis keperawatan Indonesia, masalah
keperawatan yang muncul dengan BPH yaitu :
Pre Operasi
1) Retensi Urin (D.0050)
Definisi : pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Gejala : sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, distensi
kandung kemih, driblling,inkontinensia berlebih, residu urin 150ml
atau lebih
2) Gangguan pola tidur (D.0055)
Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
Gejala : mengeluh sulit tidur, sering terjaga, tidak puas tidur,pola tidur
berubah,istirahat tidak cukup,kemampuan beraktivitas menurun
3) Risiko Infeksi (D.0142)
Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
Faktor Risiko : peningkatan paparan organisme patogen
4) Nyeri akut (D.0077)
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Gejala : mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah.
Post Operasi
5) Ansietas (D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat anisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman
Gejala : merasa bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, tapak gelisah,
tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak
berdaya, RR meningkat, nadi meningkat, TD eningkat, diaforesis,
tremor, tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering
berkemih,beroientasi terhadap masa lalu.
6) Risiko Syok (D.0039)
Definisi : berisiko mengalami ketidak cukupan aliran darah ke
jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa
Faktor risiko : perdarahan
7) Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
Definisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi
fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
Gejala : mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak nyaman, mengeluh
mual, tidakmampu rileks, merasa gatal, mengeluh lelah, gelisah,
menunjukkan gejala distress, tampah menrintih/menangis, pola
eliminasi berubah, iritabilitas.
d. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No.
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Retensi Urin (D.0050) b.d Eliminasi Urin (L.04034) Kateterisasi Urine (I.04148)
peningkatan tekanan uretra d.d 1. Distensi kandung kemih cukup Observasi
sensasi penuh pada kandung menurun (skala 4) 1. Periksa kondisi pasien (ttv, kesadaran, distensi kandung
kemih, disuria/anuria, distensi 2. Berkemih tidak tuntas kemih)
kandung kemih, driblling, (hesitency) cukup menurun Terapeutik
inkontinensia berlebih, residu (skala 4) 2. Siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah dan
urin 150ml atau lebih 3. Urin menetes (dribbling) cukup posisikan dorsal rekumben (wanita) atau supine (pria)
menurun (skala 4) 3. Pasang sarung tangan
4. Nokturia cukup menurun (skala 4. Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan
4) cairan NaCl atau aquades
5. Frekuensi BAK cukup 5. Lakukan Insersi kateter urine dengn menerapkan
membaik (skala 4) prinsip aseptik
6. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
8. Anjurkan menarik napas saat insersi kateter urine
Perawatan Retensi Urine (I.04165)
Observasi
9. Identifikasi penyebab retensi urine
10. Monitor ntake dan output cairan
11. Monitor tingkat distensi kandung kemih dengan
palpasi/perkusi
Terapeutik
12. Lakukan Manuver Crede, jika perlu
13. Berikan rangsangan berkemih
Edukasi
14. Anjurkan pasien atau keluarga mencatat output urine
15. Ajarkan melakukan rangsangan berkemih
2. Gangguan pola tidur (D.0055) Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
b.d kurang kontrol tidur d.d 1. Keluhan sulit tidur cukup Observasi
mengeluh sulit tidur, sering menuun (skala 2) 1. Identifikasi faktor penggangggu tidur (fisik dan/atau
terjaga, tidak puas tidur,pola 2. Keluhan tidak puas tidur cukup psikologis)
tidur berubah,istirahat tidak menurun (skala 2) Terapeutik
cukup,kemampuan beraktivitas 3. Keluhan istirahat tidak cukup, 2. Modifikasi Lingkungan
menurun cukup menurun (skala 2) 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
Edukasi
5. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
3. Risiko Infeksi (D.0142) b.d Tingkat Infeksi (L.14137) Perawatan Selang (I.14568)
peningkatan paparan organisme 1. Nyeri cukup menurun (skala 4) Observasi
patogen 2. Piuria cukup menurun (skala 4) 1. Monitor kepatenan Selang
3. Kultur urine cukup membaik 2. Monitor jumlah, warna dan konsistensi drainase selang
(skala 4) 3. Monitor kulit disekitar insersi selang (kemerahan dan
kerusakan kulit)
Terapeutik
4. Kosongkan kantong penampung, sesuai indikasi
5. Lakukan perawatan kulit pada daerah insersi selang
Edukasi
6. Ajarkan cara perawatan selang
7. Ajarkan mengenali tanda-tanda infeksi
4. Nyeri akut (D.0077) b.d agen Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis 1. Keluhan nyeri cukup Observasi
(neoplasma) d.d mengeluh menurun (skala 4) 1. Identifikasi Skala Nyeri
nyeri, tampak meringis, 2. Sikap protektif cukup Terapeutik
bersikap protektif, gelisah, nadi menurun (skala 4) 2. Berikan Teknik Nonfarmakologis Untuk Mengurangi
meningkat, sulit tidur, TD 3. Kesulitan tidur cukup Rasa Nyeri
meningkat, pola napas berubah, menurun (skala 4) 3. Fasilitasi Istirahat Dan Tidur
nafsu makan berubah 4. Fekuensi nadi cukup Edukasi
membaik (skala 4) 4. Anjurkan Teknik Non Farmakologis Untuk
5. Fungsi berkemih cukup Mengurangi Rasa Nyeri
membaik (skala 4) Terapi Relaksasi (I.09326)
6. Tekanan darah cukup Edukasi
membaik (skala 4) 5. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
7. Pola napas cukup membaik yang tersedia (napas dalam)
(skala 4) 6. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
7. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
8. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (napas
dalam)
Ansietas (D.0080) b.d kurang Tingkat Ansietas (L.09093) Persiapan Pembedahan (I.14573)
terpapar informasi d.d merasa 1. Kegelisahan klien Observasi
bingung, khawatir, sulit berkurang (skala 4) 1. Identifikasi keadaan umu pasien (kesadaran, jenis
berkonsentrasi, tapak gelisah, 2. Ketegangan klien berkurang operasi, jenis anastesi, penyakit penyerta)
tegang, sulit tidur, mengeluh (skala 4) 2. Monitor TD, Nadi, RR, Suhu tubuh, BB dan EKG
pusing, anoreksia, palpitasi, 3. Keluhan pusing berkurang Terapeutik
merasa tidak berdaya, RR (skala 4) 3. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan kimia darah
meningkat, nadi meningkat, TD 4. Nadi mulai membaik (skala 4. Puasakan minimal 6 jam
eningkat, diaforesis, tremor, 4) 5. Pastikan kelengkapan dokumen preoperasi
tampak pucat, suara bergetar, 5. RR mulai membaik (skala 6. Transfer ke kamar operasi dengan alat transfer yang
kontak mata buruk, sering 4) sesuai
berkemih,beroientasi terhadap 6. TD mulai membaik (skala Edukasi
masa lalu. 4) 7. Jelaskan tentang prosedur, waktu dan lamanya operasi
8. Latih teknik mengurangi nyeri pascaoperasi
Kolaborasi
9. Kolaborasikan pemberian obat sebelum pembedahan
sesuai indikasi
10. Koordinasikan dengan petugas gizi tentang jadwal
puasa dan diet pasien
11. Kolaborasi dengan dokter bedah jika mengalami
peningkatan suhu tubuh, hiperglikemi, hipoglikemi
atau kondisi buruk lainnya
12. Koordinasikan dengan perawat bedah.
Risiko Syok (D.0039) d.d Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan Perdarahan (I.02067)
perdarahan 1. Tekanan darah membaik Observasi
(skala 5) 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Tekanan nadi mulai normal Terapeutik
(skala 4) 2. Batasi tindakan invasif
3. RR normal (skala 5) Kolaborasi
3. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
Gangguan Rasa Nyaman Status Kenyamanan (L.08064) Perawatan Kenyamanan (I.08245)
(D.0074) b.d Kurangnya privasi 1. Kesejahteraan fisik Observasi
d.d mengeluh sulit tidur, membaik (skala 4) 1. Identifikasi gejala tidak menyenangkan
mengeluh tidak nyaman, 2. Kesejahteraan psikologis 2. Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan
mengeluh mual, tidakmampu membaik (skala 4) perasaannya
rileks, merasa gatal, mengeluh 3. Kesulitan tidur menurun Terapeutik
lelah, gelisah, menunjukkan (skala 5) 3. Berikan posisi yang nyaman
gejala distress, tampah 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
menrintih/menangis, pola 5. Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam
eliminasi berubah, iritabilitas terapi/pengobatan
Edukasi
6. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapi/pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Adelia, F., A. Monoarfa, dan A. Wagiu. 2017. Gambaran benigna prostat


hiperplasia di rsup prof. dr. r. d. kandou manado periode januari 2014 – juli
2017. E-CliniC. 5(2):2014–2016.
Baradhi, K. M. dan M. Ng. 2021. Benign Prostatic Hyperplasia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558920/ [Diakses pada October
17, 2021].
Bimandama, M. A. dan E. Kurniawaty. 2018. Benign prostatic hyperplasia dengan
retensi urin dan vesicolithiasis benign prostatic hyperplasia with urine
retention and vesicolithiasis. Jurnal Agromedicine Unila. 5(2):655–661.
Chughtai, B., J. C. Forde, D. D. M. Thomas, L. Laor, T. Hossack, H. H. Woo, A.
E. Te, dan S. A. Kaplan. 2016. Benign prostatic hyperplasia. Nature Reviews
Disease Primers. 2:1–15.
Mulyadi, H. T. S. dan S. Sugiarto. 2020. Prevalensi hiperplasia prostat dan
adenokarsinoma prostat secara histopatologi di laboratorium patologi
anatomi rumah sakit umum daerah cibinong. Muhammadiyah Journal of
Geriatric. 1(1):12.
Nuari, N. A. dan D. Widayati. 2018. Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Krikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan Dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA (BPH)

Disususn guna melengkapi tugas Stase Keperawatan Bedah dengan Dosen


Pembimbing Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Oleh

Afni Nahdhiya Damayanti, S. Kep

NIM 212311101005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN . M DENGAN BENIGHT UTAMA
DAHLIA RSUD H . HANAFIE MUARA BUNGO TAHUN 2019
(Wulandari, 2019)
2.1 KASUS
I. Identitas Klien
Nama : Tn. M No. RM :-
Tanggal Lahir : 15-02-1955
Umur : 63 Pekerjaan : tidak bekerja
Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan :
Agama : Islam Tanggal MRS :
Pendidikan : SD Tanggal Pengkajian :
Alamat : Pulau Kerakap Batim 11, Pelayang
Sumber Informasi : primer dan sekunder

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medik :
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) + DM Tipe II
2. Keluhan Utama:
Klien datang ke rumah sakit “IGD” pada tanggal 10-10-2018 pukul 21:43
WIB, klien mengeluh nyeri perut bagian bawah, sakit dan nyeri saat BAK,
klien juga mengatakan mual, muntah dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, dan dirasakan saat
miring kanan maupun kiri, susah dan nyeri saat BAK, badannya lemas,
Klien juga mengatakan tidak nyaman dengan kondisi yang dialaminya,
nyeri timbul disebabkansaat BAK, Nyeri dirasakan di pagi hari, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda tajam, nyeri dirasakan sampai
kepinggang bagian belakang, Skala nyeri 7, nyeri dirasakan saat melakukan
aktivitas berat, Klien tampak lemah, Klien tampak gelisah.
P : nyeri dirasakan saat melakukan aktivitas berat dan saat BAK
Q : klien mengatakan nyeri seperti ditusuk benda tajam
R : Klien mengatakan nyeri perut bagian bawah
S : klien mengatakan skala nyeri 7
T : Klien mengatakan nyeri hilang timbul saat merasa ingin kencing
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan pernah dirawat dengan penyakit DM karena gulanya
naik dan badan nya lemas pada tanggal 07-05-2016
b. Alergi : klien mengatakan tidak ada alergi
c. Imunisasi : tidak terkaji
d. Kebiasaan/Pola Hidup/Life Style:
Klien mengatakan sudah tidak bekerja lagi . Klien mengatakan sudah
jarang melakukan olah raga, Klien mengatakan waktu luang hanya
menonton TV dirumah. Klien mengatakan tidak ada kesulitan apapun.
Klien mengatakan tidak merokok dan minum alkohol lagi, tapi dulu
pernah merokok dengan frekuensi 3-4 X / hari
e. Obat-obatan yang digunakan :
klien mengatakan tidak pernah pake ramuan-ramuan hanya berpbat ke
klinik terdekat
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti klien .
Genogram:

Keterangan :

: Meninggal
: Klien

: Pria

: perempuan

: tinggal didalam 1 rumah

III. Pengkajian Keperawatan


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan tidak mengetahui apa penyakitnya dan klien pasrah
dengan semua perawatannya. Klien mengatakan setiap hari ia bekerja
menjadi petani dan sering mengangkat karung berisi pupuk.
Interpretasi: klien mengalami ketidakefektifan manajemen kesehatan
2. Pola nutrisi/metabolik
- Antropometri
BB : 74 Kg
TB : 163 cm
IMT : BB (Kg) / TB2 (meter) = 27,8
Kategori : Kurus/Normal/Overweight/Obesitas
Interpretasi : klien mengalami kelebihan berat badan.
- Biomedical Sign
Hemoglobin : 12.0 gr/dL
Hematokrit : 37 %
SGOT : 28 U/L
SGPT : 16 U/L
- Clinical Sign
Konjungtiva tidak anemis,, mukosa bibir lembab,
- Diet Pattern
Sebelum MRS klien mengatakan bahwa klien makan 2x/hari, dengan
jenis makanan bersantan, pedas dan gorengan.
Saat di RS klien mengatakan makan 3x/hari dengan jenis makanan
biasa dengan prosi setengah makanan yang diberikan.
Klien juga mndapatkan terapi Infus RL 20 TPM
- Balance Kalori :
BB ideal = (TB-100) – 10%
= (163 – 100) – 10%
= 63 – 6,3 = 56,7
BMR BB Aktual
BB aktual = 88,362+(13,397×BB aktual)+(4,799×TB)–(5,677×Usia)
= 88,362+(13,397×74)+(4,799×163)-(5,677×63)
= 1.024,426 kkal.
Keb. Kalori Harian = BMR × Aktivitas Fisik
= 1.024,426 × 1,2
= 1.229,3112 kkal = 1.229 kkal
BMR BB Ideal
BB Ideal = 88,362+(13,397×BB Ideal)+(4,799×TB)–(5,677×Usia)
= 88,362+(13,397×56,7)+(4,799×163)-(5,677×63)
= 1.272,558 kkal.
Keb. Kalori Harian = BMR × Aktivitas Fisik
= 1.272,558 × 1,2
= 1.527,07 kkal = 1.527 kkal.
Intepretasi : jika dilihat dari hasil IMT klien mengalami overweight atau
kelebihan berat badan, namun jika dilihat dari hasil BMR klien mengalami
kekurangan kalori.
3. Pola eliminasi
BAK :
 Frekuensi : 3-4 kali/hari
 Jumlah : ±2500 cc
 Warna : kuning
 Bau : bau khas urin
 Karakter :-
 BJ :-
 Alat Bantu : kateter
 Kemandirian : Mandiri / Dibantu
 Lain :

BAB :
 Frekuensi : belum BAB
 Konsistensi : Belum BAB
 Jumlah :-
 Warna : Belum BAB
 Bau : Belum BAB
 Karakter :-
 BJ :-
 Alat Bantu :
 Kemandirian : Mandiri / Dibantu
 Lain :
Balance Cairan = Input – Output
= (intake+Terapi Intravena+WM) – (Urine Product+IWL)
= (2000+610+315) – (2500+39,38)
= 385,62
Interpretasi: Klien memiliki kelebihan cairan (hipervolemi)
4. Pola aktivitas & latihan
Klien selama ini bekerja sebagai petani dan kegiatan sehari hari selama
sakit tidak bisa dilakukan. kegiatan dilakukan waktu luang digunakan untuk
menonton tv dan berkumpul dengan teman dan keluarga, kesulitan/keluhan
dalam hal yang lain adalah klien merasa nyeri di selangkangan setelah
beraktivitas.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi/ ROM √

Keterangan:
0 = mandiri
1= dibantu sebagian oleh alat
2= dibantu sebagian oleh orang
3= dibantu alat dan orang lain
4= ketergantungan penuh
Interpretasi:
Klien mengalami gangguan mobilitas fisik
5. Pola Istirahat-Tidur
Klien mengatakan tidurnya ± 5 jam. Klien mengatakan bahwa susah tidur
karena nyeri dan sering terbangun di malam hari.
Interpretasi : klien memiliki gangguan pola tidur
6. Pola kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
Klien mengatakan bahwa selama ini tidak mengetahui mengenai penyakit
prostat dan penyebabnya. Klien juga masih ingat saat berkumpul bersama
anak-anaknya
Fungsi dan keadaan indera :
Klien mengatakan bahwa tidak mengalami gangguann pada inderanya
Interpretasi:
Klien tidak memiliki gangguan kognitif dan perceptual.
7. Pola persepsi diri
- Gambaran Diri : Klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya
karena tubuhnya masih dapat melakukan aktivtinya sehari-hari
- Identitas Diri : Klien mengatakan dirinya seorang laki-laki berusia 63
tahun
- Harga Diri : Klien mengatakan merasa sedih dengan kondisinya saat ini
karena meninggalkan anaknya di rumah
- Ideal Diri : Klien mengatakan berharap kondisinya segera membaik
setelah mendapat perawatan di rumah sakit, agar dapat merawat ibunya.
- Peran Diri : Klien mengatakan di rumah dirinya berperan sebagai
kepala rumah tangga
Interpretasi : klien tidak memiliki gangguan pada pola persepsi
8. Pola seksualitas & reproduksi
Pola seksualitas :
Klien mengatakan tidak melakukan lagi hubungan seksual karena faktor
umur
Fungsi reproduksi
Tidak terkaji
Interpretasi : klien memiliki gangguan pola seksualitas yaitu disfungsi
seksual
9. Pola peran & hubungan
Bahasa yang digunakan klien sehari-hari bahasa daerah bahasa klien bisa
dimengerti orang lain. Klien tinggal dengan anak nomor 4 bersama
istrinya, aanak klien sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak.
Kehidupan klien dan keluarga baik, klien selalu melibatkan istri dan anak
untuk mengambil keputusan. Klien mengatakan tidak mengelami kesulitan
apapun
Interpretasi : klien tidak memiliki gangguan pada peran dan hubungan
10. Pola manajemen koping-stres
Klien mengatakan sudah cukup bahagian melihat anak-anak dan cucu.
Klien mengatakan jika stres klien melakukan pemecahan masalah dengan
keluarga. klien selalu melibatkan istri dan anak untuk mengambil
keputusan. Klien mengatakan tidak mengelami kesulitan apapun

Interpretasi:
11. Sistem nilai & keyakinan
klien mengatakan kepercayaan nya ialah allah SWT, klien beragama islam
Interpretasi:

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum:
Klien terlihat lemah, dengan tingkat kesadaran compos mentis, GCS
E4,V5,M6.
Tanda vital:
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,2°C

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala
Inspeksi :
- Bentuk kepala simetris, tampak lembab, warna rambut hitam, lurus,
penyebaran merata
- Tidak ada benjolan kepala, nyeri tekan (-)
- Wajah tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada benjolan dan lesi
2. Mata
Pupil isokor,bulu mata melengkung keluar,warna hitam dan persebaran
merata, bagian kelopak dalam mata bersih, mata simetris, iris berwarna
hitam, reflek cahaya (+), konjungtiva anemis (-), palpebral tidak ada
edema, sclera tidak ikterik, penggunaan alat bantu (-), alis kanan kiri
simetris, tebal dan persebaran merata, tidak ada nyeri tekan
3. Telinga
Bagian luar telinga kanan dan kiri bersih dan tidak terdapat serumen, tidak
ada kelainan bentuk, pendengan klien normal, warna kulit telinga sama
dengan warna kulit sekitarnya, tidak ada nyeri tekan, dan tidak
menggunakan alat bantu
4. Hidung
Tidak terdapat kelainan bentuk, tulang hidung simetris, lubang hidung
normal, tidak ada lesi maupun jejas, tidak ada massa, warna kulit hidung
sama dengan warna di sekitarnya.
5. Mulut
Mukosa bibir lembab, tidak ada luka, gigi utuh, carises gigi, tidak ada
pendarahan gusi dan bau mulut
6. Leher
Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, tidak ada luka, kemerahan (-),
rabas(-), pendarahan (-), dan pendarahan (-), pembesaran tyroid (-)
7. Dada
a. Paru-Paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas
 Palpasi : masa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan/kiri
sama
 Perkusi : paru sonor
 Auskultasi : tidak ada suara tambahan
b. Jantung
 Inspeksi : ictus kordis tidak nampak
 Palpasi : ictus kordis teraba di ics 5
 Perkusi : pekak
 Auskultasi : tidak ada suara tambahan
8. Abdomen
 Inspeksi : warna kulit sama dengan kulit sekitar, luka(-), rabas (-),
pembengkakan (-), kemerahan (-), dan perut datar
 Auskultasi : bising usus 17x/menit
 Perkusi : Timpani (+)
 Palpasi : distensi abdomen (-), nyeri tekan pada perut bagian bawah
(hipogastrium) (+), hepatomegali (-)
9. Urogenital
 Klien menggunakan kateter 3 jalur ukuran 22, jalur satu ke urobag dan
jalur lain untuk spolling
 Kateter di fiksasi pada simpisis pubis
 prostat teraba membesar, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan
licin, dan nyeri tekan ada pada bagian prostat.
10. Ekstremitas
a. Atas : terpasang Infus RL 24 TPM pada tangan sebelah kiri, pergerakan
ekstremitas baik, capilary refill < 3 detik, akral hangat
b. Bawah : Kedua kaki klien baik, capillary refill < 3 detik, tidak teraba
adanya massa
c. Kekuatan Otot

5555 5555

5555 5555

11. Kulit dan kuku


Kulit : warna sama dengan kulit sekitar, turgor kulit baik, kulit dingin
terutama pada tangan dan kaki, luka (-), kemerahan (-), terdapat luka
tusikan sheat pada paha kanan atas.
Kuku : polidaktili (-), sindaktili (-), CRT < 2 detik, warna kuku pucat.
12. Keadaan lokal
Klien terlihat lemah, GCS= 4-5-6 (kesadaran compos metis), klien
terbaring di tempat tidur
V. Terapi
Nama obat /
Dosis Jenis Indikasi Kontra indikasi Mekanisme Efek samping
cairan infus
Infus Ringer 20 tpm IV Cairan infus Klien dengan Penyakit ginjal Farmakodinamik Nyeri dada,
Laktat golongan dehidrasi yang kronis, gagal Ringer laktat merupakan abnormal detak
kristaloid mengalami jantung kongestif, larutan kristaloid jantung,
gangguan hati, isotonik yang terdiri dari penurunan TD,
elektrolit di dalam hipoalbuminemia. natrium laktat, kalium kesulitan
tubuh klorida, kasium klorida bernapas, batuk,
yang memliki bersin-bersin,
Osmolaritas 273 ruam, sakit
mOsm/L. kepala, trombosis
Farmakokinetik vena, phlebitis,
Ringer laktat dapat hipervolemia
meninduksi diuresis,
memiliki efek alkali
dimana ion laktat akan
dimetabolisme menjadi
karbon dioksida dan air
yang membutuhkan
katio hidrogen. Absorpsi
berlangsung secara
langsung dan sistemik.
Waktu paruh 20-30
menit. Distribusi
terdapat pada
kompartemen
ekstraseluler.
Metablismenya
termasuk lambat yang
membutuhkn waktu 1-2
jam. Eliminasi melalui
ginjal.
Cefoperazon 2 x 1 gr IV Antibiotik Infeksi saluran Hipersensitif Farmakodinamik Diare, muntah,
sefalosporin napas (atas dan terhadap antibiotik Obat ini bekerja kolitis
bawah), infeksi sulbactam menghambat enzim pseudomembran,
saluran kemih, yang dibutuhkan untuk hepatitis,
peritonitis, ikatan silang peningkatan
kolesistitis, peptidoglikan di dinding transminase hati,
kolangitis, dan sel bakteri. Yang perubahan
infeksi inra melibatkan penautan aktivitas aliran
abdominal lain. silang di situs D-Ala-D- darah perifer,
Ala. flebitis, gatal,
Farmakokinetik ruam, gangguan
Tingkat sistesis protein pembekuan
obat di dalam plasma darah.
adalah 85%. Setelah
penetrasi ke dalam
tubuh, substansi
didistribusikan di dalam
cairan dengan jaringan.
Tingkat Cmax pada
empedu dicatata setelah
1-2 jam.
Ranitidine 2 x 50 mg Anti histamin H2- Pengobatan tukak Riwayat porfiria Farmakodinamik Mual, muntahm
IV receptor lambung dan akut dan Pada pemberian IM/IV sakt kepala,
antagonist duodenum akut, hipersensitivitas kadar dalam serum yang insomnia, ruam,
refluks esofagitis, terhadap ranitidine diperlukan untuk konstipasi, diare,
hipersekresi asam menghambat 50% nyeri perut, urine
lambung pasca perangsangan sekresi tampak keruh,
bedah. asam lambung adalah nadi meningkat
36-94 mg/mL. atau menurun,
Farmakokinetik halusinasi,
Ranitidine HCI kebingungan,
diekskresi melalui urin nafsu makan
menurun.
Lantidex 3 x 30 mg OAINS Nyeri pasca Serangan asma, Dexlansoprazole kapsul Mual, muntah,
PO operasi bronkospasme, pelepasan tertunda Pencernaan yang
rinitis akut atau adalah Proton Pump terganggu, Sakit
polip hidung, tukak Inhibitor (PPI), yang perut, Diare,
lambung, urtikaria, menghambat sekresi Lambung, Tukak
perdarahan asam lambung. Ini peptik,
lambung adalah R-enansiomer Perdarahan
dari lansoprazole saluran
(Campuran rasemat dari pencernaan,
R- dan S-enansiomer). Mulut kering,
Ini disediakan sebagai Perut kembung,
formulasi Dual Delayed Sakit kepala.
Release (DDR) dalam
kapsul untuk pemberian
oral. Kapsul
Dexlansoprazole
mengandung campuran
dua jenis granula salut
enterik dengan profil
disolusi yang
bergantung pada pH
yang berbeda.
Dexlansoprazole adalah
PPI yang menekan
sekresi asam lambung
dengan penghambatan
spesifik (H+/K+)-
ATPase di sel parietal
lambung. Dengan
bertindak secara khusus
pada pompa proton,
Dexlansoprazole
memblokir langkah
terakhir produksi asam
Ezelin 1 x 10 unit Insulin Glargine Pengobatan Hipersensitif Insulin glargine adalah Hipoglikemia,
SC Diabetes Mellitus terhadap insulin analog insulin manusia pada umumnya
glargine dirancang untuk merupakan efek
memiliki kelarutan yang samping yang
rendah pada pH netral. paling sering
Insulin glargine benar- terjadi dalam
benar larut pada pH terapi insulin,
asam dari larutan injeksi dapat terjadi jika
insulin glargine (pH 4). dosis insulin
Setelah injeksi ke dalam lebih tinggi dari
jaringan subkutan, kebutuhannya,
larutan yang bersifat Gangguan
asam tersebut metabolisme dan
dinetralkan di mana gizi, Gangguan
nantinya mengarah pada sistem imun,
pembentukan mikro- Gangguan mata,
endapan yang darimana Gangguan kulit
jumlah kecil insulin dan jaringan
glargine terus subkutan,
dilepaskan, Gangguan umum
menghasilkan suatu dan kondisi area
profil yang halus, tanpa injeksi.
puncak/ peakless,
konsentrasi/ waktu yang
dapat diprediksi dengan
durasi kerja yang
panjang. Penempelan
reseptor insulin: insulin
glargine sangat mirip
dengan insulin manusia
sehubungan dengan
kinetik penempelan
reseptor insulin. Oleh
karena itu, hal ini dapat
dianggap memediasi
jenis efek yang sama
melalui reseptor insulin
sebagai insulin.
Novarafid 3 x 6 unit Insulin Aspart Diabetes tipe 1 anak umur dibawah Hipoglikemia Hipoglikemia
SC dan Diabetes tipe 6-9 tahun, memiliki (Penurunan glukosa (Penurunan
2 masalah dengan dalam darah) dan Reaksi glukosa dalam
ginjal atau hati, anafilaksi (suatu reaksi darah) dan
atau dengan alergi berat yang terjadi Reaksi anafilaksi
adrenal, hipofisis secara tiba-tiba dan (suatu reaksi
atau kelenjar tiroid dapat menyebabkan alergi berat yang
dan mengubah pola kematian) terjadi secara
diet secara tiba-tiba tiba-tiba dan
dapat
menyebabkan
kematian)
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi


Hemoglobin 12.0 gr/dL Lk2 : 13-18 gr/dL Menurun
Wanita : 12-16 gr/dL
Leukosit 7.900 sel/mm3 5000 – 10000 Normal
sel/mm3
LED 1 jam 92 mm/jam 0-15 mm/jam Meningkat

Hematokrit 37% 40-48% Menurun


Trombosit 327000 150000-400000 normal
sel/mm3 sel/mm3
PT 12,2 detik 12-18 detik Normal
APPT 22,3 detik 20-35 detik Normal
Kreatinin 1,2 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL Tinggi
SGOT 28 U/L < 38 U/L Normal
SGPT 16 U/L < 41 U/L Normal
GDS 492 mg/dL < 180 mg/dL Tinggi
2.2 ANALISA DATA
NAMA
HARI /
DATA ETIOLOGI MASALAH &
TANGGAL
PARAF
Selasa / 19 DO : Kontraksi otot Nyeri Akut
Oktober - Nyeri tekan suprapubik (D.0077)
2021 pada perut
bagian bawah
(hipogastrium) Tekanan mekanis
(+)
- prostat teraba
membesar Merangsang
- nyeri tekan ada nosiseptor
pada bagian
prostat
- klien tampak Dihantarkan
meringis karena serabut tipe A dan
menahan nyeri tipe C

- Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
- Nadi : 82 Medulla Spinalis

x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,2°C Sistem aktivasi

- Klien tampak retikular

gelisah
- Nafsu makan
Hipotalamus dan
menurun
sistem limbik

DS :
P : nyeri dirasakan
Otak
saat melakukan
aktivitas berat dan
saat BAK
Persepsi nyeri
Q : klien
mengatakan nyeri
seperti ditusuk
Nyeri akut
benda tajam
R : Klien
mengatakan nyeri
perut bagian bawah
S : klien
mengatakan skala
nyeri 7
T : Klien
mengatakan nyeri
hilang timbul saat
merasa ingin
kencing
- Klien
mengatakan
sulit tidur

Selasa / 19 DS : BPH Gangguan


Oktober - Klien Pola Tidur
2021 mengatakan Penyempitan (D.0055)
tidurnya ± 5 lumen uretra pars
jam. prostatika
- Klien
mengatakan Menghambat
bahwa susah aliran urin
tidur karena
nyeri Peningkatan
- Klien tekanan intra
mengatakan vesikal
sering
terbangun di Hiperirritable
malam hari blader

Peningkatan
kontraksi otot
destusor dari buli-
buli

Hipertropi otot
destrusor

Terbentuk selula,
sekula, buli-buli

LUTS

Nokturia

Gangguan pola
tidur
Selasa / 19 DO : BPH Retensi Urin
Oktober - Klien terpasang (D.0050)
2021 kateter dan Penyempitan
terfiksasi pada lumen uretra pars
simfisis pubis prostatika
- Klien tampak
meringis Menghambat
- Klien tampak aliran urin
gelisah
DS : Peningkatan
- klien tekanan intra
mengatakan vesikal
nyeri saat BAK
- klien Hiperirritable
mengatakan blader
nyeri pada
selangkangan Peningkatan
kontraksi otot
destusor dari buli-
buli

Hipertropi otot
destrusor

Terbentuk selula,
sekula, buli-buli

LUTS

Gejala Obstruktif
& gejala Iritatif

Retensi Urine

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (neoplasma) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, sulit tidur, TD meningkat,
nafsu makan berubah
2) Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur,
sering terjaga, tidak puas tidur,pola tidur berubah,istirahat tidak
cukup,kemampuan beraktivitas menurun
3) Retensi Urine b.d peningkatan tekanan uretra d.d klien mengatakan nyeri
saat BAK, klien mengatakan nyeri pada selangkangan, Klien terpasang
kateter dan terfiksasi pada simfisis pubis, Klien tampak meringis, Klien
tampak gelisah
2.4 INTERVENSI
HARI/ DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
NO TANGGAL KEPERAWATAN
(SLKI) (SIKI)
/JAM (SDKI)
1 Selasa / 19 Nyeri Akut Setelah diakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
Oktober (D.0077) keperawatan selama 1 x 6 jam. Observasi
2021/22.15 Keluhan nyeri berkurang dengan 1. Identifikasi Skala Nyeri
kriteria hasil : Terapeutik
Tingkat Nyeri (L.08066) 2. Berikan Teknik Nonfarmakologis Untuk
1. Keluhan nyeri berkurang (skala 4) Mengurangi Rasa Nyeri
2. Kesulitan tidur berkurang (skala 3. Fasilitasi Istirahat Dan Tidur
4) Edukasi
3. Fungsi berkemih mulai membaik 4. Anjurkan Teknik Non Farmakologis Untuk
(skala 4) Mengurangi Rasa Nyeri
4. Tekanan darah mulai membaik Kolaborasi
(skala 4) 5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Terapi Relaksasi (I.09326)
Edukasi
6. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (napas dalam)
7. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
8. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
9. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(napas dalam)
2 Selasa / 19 Gangguan Pola Setelah diakukan asuhan Dukungan Tidur (I.05174)
Oktober 2021 Tidur (D.0055) keperawatan selama 1 x 6 jam. Observasi
/ 22.40 Keluhan Sulit tidur berkurang 1. Identifikasi faktor penggangggu tidur (fisik
dengan kriteria hasil : dan/atau psikologis)
Pola Tidur (L.05045) Terapeutik
1. Keluhan sulit tidur cukup menuun 2. Modifikasi Lingkungan
(skala 2) 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
2. Keluhan tidak puas tidur cukup 4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
menurun (skala 2) kenyamanan
3. Keluhan istirahat tidak cukup, Edukasi
cukup menurun (skala 2) 5. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
3 Selasa / 19 Retensi Urin Setelah diakukan asuhan Irigasi Kandung Kemih (I.04145)
Oktober 2021 (D.0050) keperawatan selama 1 x 2 jam. Observasi
/ 23.00 Keluhan retensi urine berkurang 1. Monitor keseimbangan cairan
dengan kriteria hasil : 2. Periksa aktivitas dan mobilitas (posisi
Eliminasi Urin (L.04034) kateter)
1. Distensi kandung kemih cukup 3. Monitor cairan irigasi yang keluar (bekuan
menurun (skala 4) darah/bend asing lainnya)
2. Berkemih tidak tuntas (hesitency) 4. Monitor respon klien selama dan setelah
cukup menurun (skala 4) irigasi kandung kemih
3. Urin menetes (dribbling) cukup Terapeutik
menurun (skala 4) 5. Gunakan caian isotonis untuk irigasi
4. Nokturia cukup menurun (skala 4) 6. Jaga privasi
5. Frekuensi BAK cukup membaik 7. Kosongkan kantong urine
(skala 4) 8. Lakukan SOP dengan teknik aseptik
9. Atur tetesan cairan irigasi sesua kebutuhan
10. Berikan posisi nyaman
Edukasi
11. Anjurkan melapor jika mengalami keluhan
nyeri saat BAK, urine merah, dan tidak
dapat BAK
2.5 IMPLEMENTASI

NAMA
HARI EVALUASI
JAM NO DX IMPLEMENTASI &
/TANGGAL (HASIL/RESPON)
PARAF
Rabu / 20 08.00 1 1. Mengidentifikasi Skala Nyeri S:
Oktober 08.10 2. Memberikan Teknik Nonfarmakologis  Klien mengatakan nyeri saat
2021 Untuk Mengurangi Rasa Nyeri BAK
08.23 3. Menganjurkan Teknik Non  Klien mengatakan nyeri pada
Farmakologis Untuk Mengurangi Rasa perut bagian bawah dan
Nyeri selangkangan
08.30 4. Menjelaskan tujuan, manfaat, batasan,  Klien merasakan nyeri seperti
dan jenis relaksasi yang tersedia (napas ditusuk-tusuk
dalam) O:
08.44 5. Menjelaskan secara rinci intervensi  Skala nyeri 7
relaksasi yang dipilih  Nyeri dirasakan saat pagi hari
08.46 6. Menganjurkan rileks dan merasakan  Nadi : 82 x/menit
sensasi relaksasi  RR : 20 x/menit
08.55 7. Mendemonstrasikan dan latih teknik  Klien terlihat gelisah
relaksasi (napas dalam) A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Rabu / 20 09.10 3 1. Memonitor keseimbangan cairan S:
Oktober 09.15 2. Memeriksa aktivitas dan mobilitas  Klien mengatakan sulit BAK
2021 (posisi kateter) dan nyeri ketika BAK
09.24 3. Memonitor cairan irigasi yang keluar  Klien mengatakan sulit tidur
(bekuan darah/bend asing lainnya) O:
09. 28 4. Memonitor respon klien selama dan  Klien terpasang kateter dan
setelah irigasi kandung kemih difiksasi pada simfisis pubis
09.30 5. Menggunakan caian isotonis untuk  Output cairan klien ±2500
irigasi  Klien terlihat lemas
6. Menjaga privasi  Warna Urine kuning, tidak ada
09.37 7. Mengosongkan kantong urine hematuria
09.40 8. Melakukan SOP dengan teknik aseptik  Balance cairan : 385,62
9. Mengatur tetesan cairan irigasi sesua  Tidak ada edema ekstremitas
kebutuhan  TD : 130/80 mmHg
09.55 10. Memberikan posisi nyaman A : Masalah belum Teratasi
11. Menganjurkan melapor jika mengalami P : Lanjutkan Intervensi
keluhan nyeri saat BAK, urine merah,
dan tidak dapat BAK
Rabu / 20 11.30 2 1. Mengidentifikasi faktor penggangggu S :
Oktober tidur (fisik dan/atau psikologis)  Klien mengatakan susah untuk
2021 11.35 2. Memodifikasi Lingkungan tidur
11.40 3. Memfasilitasi menghilangkan stres  Klien sering terbangun saat tidur
sebelum tidur karena nyeri
11.45 4. Melakukan prosedur untuk  Klien mengatakan tidur hanya
meningkatkan kenyamanan ±5 jam perhari
11.55 5. Mengajarkan relaksasi otot autogenik  Klien mengeluh jadwal tidurnya
atau cara nonfarmakologi lainnya tidak menentu
O:
 TD : 130/80 mmHg
 Klien terlihat lemas
 Klien terlihat gelisah
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2.6 EVALUASI

Hari/ No Evaluasi Nama &


Tanggal/Jam Dx paraf
Rabu / 20 1 S:
Oktober 2021 /  Klien mengatakan nyeri saat BAK
08.00 WIB  Klien mengatakan nyeri pada perut bagian
bawah dan selangkangan
 Klien merasakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
O:
 Skala nyeri 7
 Nyeri dirasakan saat pagi hari
 Nadi : 82 x/menit
 RR : 20 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
I:
 Menganjurkan klien melakukan teknik
relaksasi napas dalam
E : Klien bersedia melakukan teknik relkasasi
napas dalam saat nyeri timbul.
Rabu / 20 3 S:
Oktober 2021 /  Klien mengatakan sulit BAK dan nyeri
09.10 WIB ketika BAK
 Klien mengatakan sulit tidur
O:
 Klien terpasang kateter dan difiksasi pada
simfisis pubis
 Output cairan klien ±2500
 Klien terlihat lemas
 Warna Urine kuning
 Balance cairan : 385,62
 Tidak ada edema ekstremitas
 TD : 130/80 mmHg
A : Masalah belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
I:
 Memonitor keseimbangan cairan klien
 Memberi rangsangan berkemih (kompres
dingin pada abdomen)
E : Klien mulai mampu berkemih
Rabu / 20 2 S:
Oktober 2021 /  Klien mengatakan susah untuk tidur
11.30 WIB  Klien sering terbangun saat tidur karena
nyeri
 Klien mengatakan tidur hanya ±5 jam
perhari
 Klien mengeluh jadwal tidurnya tidak
menentu
O:
 TD : 130/80 mmHg
 Klien terlihat lemas
 Klien terlihat gelisah
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
I:
 Memodifikasi linkungan
 Mengatur prosedur kenyamanan
 Memberikan terapi musik untuk
mengurangi stress sebelum tidur.
E : Klien berusaha untuk mendistraksi diri
untuk tidak terfokus dengan nyeri.

Anda mungkin juga menyukai