Disusun oleh:
NAMA: IRAWATI MARINI
a. Faktor internal
b. Faktor eksternal
2) Progesteron
E. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat
laun membesar, karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma dapat menonjol
kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehinggasering
menimbulkan keluhan buang air kecil (Aspiani, 2017).
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi berkurangnya pemberian darah pada mioma
uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehinggamenimbulkan rasa nyeri dan mual.
Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang
berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik,
kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu
dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan
volume cairan dan timbulnya resiko infeksi. Dan jika dilakukan operasi atau
pembedahan maka akan terjadi perlukaan sehingga dapat menimbulkan kerusakan
jaringan integritas kulit.
Pada post operasi mioma uteri akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan
robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas
jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi
perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius
yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat
anestesi yang mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran
sehingga pola nafas tidak efektif.
F. Pathway
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri diantaranya adalah :
1. Perdarahan sampai dengan anemia
2. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya berkisar sekitar
0,32-0,6% dari seluruh mioma. Keganasan biasanya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologis dari uterus yang telah diangkat. Kecurigaan terjadinya
keganasan apabila didapatkan mioma menjadi cepat sekali membesar,
apalagi pembesaran tersebut justru terjadi setelah wanita tersebut masuk ke
dalam masa menopause. (Supriyatiningsih, 2017)
3. Torsi (putaran tangkai)
Bila terjadi torsi akan timbul gangguan sirkulasi akut sehingga tumor
mengalami nekrosis. Tumor yang mengalami nekrosis, terutama jika
subserosum akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat, terjadilah sindroma
abdonem akut (Supriyatiningsih, 2017)
H. Pemeriksaan penunjang
Hanya sekitar 35% mioma uteri yang menimbulkan gejala klinis, dan kebanyakan
terdeteksi dengan pemeriksaan yang seksama meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium (USG, CT-Scan atau MRI).
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Dilakukan bila mioma tidak terlalu besar, tidak mengganggu dan pada wanita
menopause. Walaupun demikian tetap dilakukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Terapi Hormonal (dengan Gn RH Agonis). Terapi ini dilakukan dengan dasar
bahwa leiomioma terdiri atas sel-sel otot yang dipengaruhi oleh estrogen. Gn
RH agonis selama 16 minggu menghasilkan degenerasi hialin di miometrium.
Akan tetapi bila dihentikan maka leiomioma itu akan tumbuh kembali akibat
pengaruh estrogen
2. Terapi Operatif
Tindakan operatif mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan
gejala yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan operatif, tindakan
operatif yang dilakukan antara lain :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Miomektomi dilakukan pada wanita yang
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara
ekstirpasi lewat vagina
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus yang umumnya
merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan
perabdomen atau pervaginum. Adanya prolapsus uteri akan
mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
serviks uteri.Tindakan ini terbaik untuk wanita berumur lebih dari
40 tahun dan tidak menghendaki anak lagi atau tumor yang lebih
besar dari kehamilan 12 minggu disertai adanya gangguan
penekanan atau tumor yang cepat membesar.
J. Diagnosa keperawatan
Diagnosis Tujuan khusus, tujuan umum, kriteria
No Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan evaluasi
1 Nyeri akut b.d SLKI : Kontrol nyeri (L.08063) SIKI : Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Untuk
Agen Obsevasi :
Tupan : mengidentifikasi
Pencedera Indentifikasi lokasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x
Fisik karakteristik, durasi, frekuensi, keluhan nyeri pasien
24 jam Diharapkan nyeri menjadi terkontrol
kualitas, intensitas nyeri. 2. Untuk
Identifikasi skala nyeri.
Tupen : Identifikasi faktor yang mengidentifikasi
Kriteria Hasil : memperberat dan memperingan skala nyeri pasien
Indikator A T nyeri.
3. Untuk mengurangi
Melaporkan nyeri 5 Terapeutik :
terkontrol Berikan teknik non farmakologis rasa nyeri selain dari
4 Retrensi urine SLKI: Status Cairan (L.03208) Agar urin dapat keluar
SIKI : Kateterisasi Urin (I.04148) dengan normal dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x tidak terjadi gangguan
24 jam Diharapkan pengosongan kandung eliminasi bak
Observasi
kemih membaik
Periksa kondisi pasien (mis,
kesadarn, tanda tanda vital,
Indikator A T
Distensi 5 daerah perineal, distensi
kandung kemih kandung kemih, inkontenesua
urine, reflex berkemih).
Edukasi
Aspiani, Reni Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Trans
Info Media
Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta
Supriyatiningsih. (2017). Buku Ajar Pengetahuan Obstetri dan Ginekologi untuk Pendidikan
Profesi Dokter.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP