Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MYOMA UTERI

Oleh :

CHOTAMULLAILIYAH NAMIROH

(NIM : 2114901001 )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2021
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian
Mioma Uteri Mioma Uteri yang disebut juga fibromioma uterus, leiomioma
uterus, atau uterin fibroid adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding
uterus (Achadiat, Chrisdiono M , 2004).
2. Anatomi Uterus
Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, bcrbentuk buah pir, yang
sedikit gepeng kearah muka beiakang, terletak di dalam pelvis antara rektum di beiakang
dan kandung kemih di depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan mcmpunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 3 inci (8 cm) lebar 2
inci (5 cm), dan tebal 1 inci (2,5 cm) (Sneii, Richard S, 2006).
Bagian pada uterus adalah sebagai berikut:
a. Fundus Uteri : Merupakan bagian uterus yang terletak di atas muara tuba
ulerina.
b. Korpus Uteri : Merupakan bagian uterus yang terletak di bawah muara
tuba uterina. Bagian bawah corpus menyempil, yang akan berlanjut
sebagai serviks uteri.
c. Serviks Uteri : Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio,
hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina.
Bagian dinding uterus adalah sebagai berikut:
a. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.
Endometrium terdiri alas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Dalam
masa haid endometrium untuk sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian
tumbuh mcncbal dalam masa reproduksi pada kehamilan dan pembuluh
darah bertambah banyak yang dipcrlukan untuk memberi makanan
padajanin.
b. Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam bcrbentuk sirkuler, dan
disebelah luar bcrbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan ini terdapat
lapisan otot oblik, bcrbentuk anyaman. Lapisan otot polos yang paling
penting pada persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir berkontraksi
kuat dan mcnjcplt pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat itu dan
yang terbuka.
c. Lapisan serosa (peritoneum viscral) terdiri dari lima ligamentum yang
memfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:
1) Ligamentum kardinalc kiri dan kanan yakni ligamentum yang
terpenting. mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas
jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina
kearah lateral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah, antara lain vena dan artcri uterina.
2) Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks
bagian beiakang kiri dan kanan kearah sakrum kiri dan kanan.
3) Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus agar tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri
cepat karena uterus berkontraksi kuat.
4) Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung
jaringan ikat.
5) Ligamentum infundibulo pclvikum yakni ligamentum yang
menahan tuba fallopi, berjalan dari arah inlundibulum ke dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran
limfe, arteria dan vena ovarika{Sncll, Richard S, 2006).
B. Klasifikasi Mioma
Mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena (Setiati.
2009. Hal 89) :
1. Berdasarkan Lokasi
a. Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina dan menyebabkan infeksi.
b. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinaria.
c. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan sering kali tanpa gejala.

2. Berdasarkan Lapisan Uterus


a. Mioma Uteri Subserosum
Tumor yang muncul tepat dari bawah permukaan peritonium (serosa)
uterus, tampak sebagai masa kecil sampai besar atau benjolan yang menonjol dari
permukaan uterus. Tumor ini dapat bertangkai. Tumor subserosum dapat
memperoleh pendarahan tambahan dari omentum yang melekat dipermukaan
uterus. Jika demikian, tumor memberikan gambaran seolah-olah berasal dari
omentum. Tumor jenis ini dapat menjadi tumor parasitik, yang bergerak sesuai
aliran darah yang memasoknya (Norman F.Gant & F.Gary
Cunningham,2010:24).

b. Mioma Uteri Intramural


Tumor didalam dinding uterus disebut sebagai tumor intramural atau
interstisial. Jika kecil, tumor ini mungkin tidak menyebabkan perubahan bentuk
uterus. Namun, jika membesar bentuk uterus menjadi asimetrik dan nodular. Jika
menjadi sangat besar tumor ini akan menjadi atau akan tampak sebagai tumor
subserosum dan submukosum sekaligus. Misalnya tumor berada tepat dibawah
peritonium serosa dan endometrium untuk masing-masing jenis tumor (Norman
F.Gant & F.Gary Cunningham, 2010:25).

c. Mioma Uteri Submukosum


Mioma submukosum jenis yang paling jarang ditemukan, tapi secara klinis
paling penting karena paling sering menimbulkan gejala. Walaupun tumor
mukosum kecil, sering menyebabkan perdarahan uterus abnormal, baik akibat
pergeseran maupun penekanan pembuluh darah yang memperdarahi
endometrium di atasnya atau akibat kontak dengan endometrium didekatnya.
Kadang-kadang tumor submukosum dapat membentuk sebuah tangkai panjang
dan dilahirkan melalui servik. Gejala-gejala terkait walaupun berlangsung dalam
jangka waktu lama adalah gejala persalinan, yaitu kontraksi uterus yang
menyebabkan kram di abdomen bawah atau panggul, biasanya disertai
hipermenorhea. Jika menonjol melalui servik tumor ini tidak jarang mengalami
ulserasi atau terinfeksi sehingga juga menyebabkan perdarahan tumor (Norman
F.Gant & F.Gary Cunningham,2010:25).

d. Mioma servical
Mioma servical paling sering timbul di bagian posterior dan biasanya
asimtomik. Mioma servical anterior sering menimbulkan gejala dini karena
penekanannya pada kandung kemih. Gejala yang paling sering dilaporkan adalah
poliuria, dan sebagian perempuan mengeluhkan adanya inkontinensia stres. Jika
tumor terlalu besar, dapat terjadi retensi urin (Norman F.Gant & F.Gary
Cunningham, 2010:26).
C. Etiologi
Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi dan hanya manifestasi selama
usia reproduktif (Anwar dkk, 2011).
Tumor ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Apapun asalnya
tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium.
Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun) dalam hitungan bulan di
bawah pengaruh estrogen (Llewellyn,2009).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma, disamping
faktor predisposisi genetik :
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali, pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen. Mioma uteri mengecil
pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal
(Setiati, 2009: 87).

2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor (Setiati, 2009: 87).

3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)


Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL (Human Placenta
Lactogen), terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat
dari leymioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
HPL dan Estrogen (Setiati, 2009: 87).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat laun
membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun semacam
pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu
mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma dapat menonjol kedepan
sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani 2017).
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri
yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu
masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan
sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume
cairan dan timbulnya resiko infeksi. Dan jika dilakukan operasi atau pembedahan maka akan
terjadi perlukaan sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan integritas kulit (Price,
2009).
Pada post operasi mioma uteri akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan
robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas
jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi
perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius
yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat
anestesi yang mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga
pola nafas tidak efektif (Sarwono, 2010)
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Setiap jenis tindakan histerektomi akan menimbulkan bermacam-macam gejala pada
pasien. Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan yaitu :

1. Nyeri Kronis
Setelah histerektomi terjadi nyeri kronis yaitu nyeri neuropati, yang berasal dari
ujung saraf yang mengirimkan sinyal rasa sakit. Menyentuh bagian ini dapat
menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit seperti ini dapat diobati dengan mengurangi sinyal
saraf yang abnormal yang menjadi penyebab awal.

2. Pendarahan Vagina
Pada pasien dengan riwayat histerektomi total, maka adanya pendarahan ini
kemungkinan disebabkan oleh iritasi pada vagina atau infeksi pada vagina. Sedangkan
pada partial histerektomi, kemungkinan pendarahan ini dapat berasal dari vagina,
ataupun dari serviks. Histerektomi partial dilakukan dengan ovarium dan serviks tetap
bertahan. Kemungkinan karena adanya pendarahan karena adanya selaput lendir dari
serviks, sehingga dengan ovarium dan hormon kewanitaan masih menjalankan
fungsinya, maka kemungkinan adanya respon menstruasi dapat menjadi pertimbangan
juga. Kondisi ini juga dapat dipicu oleh kelelahan fisik, stres yang mungkin dialami.

3. Gangguan Kandung Kemih dan Kerusakan Usus


Gangguan kandung kemih juga terjadi setelah proses histerektomi dan hal
semacam ini biasanya akan terus meningkat secara bertahap selama beberapa minggu
pertama setelah operasi. Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan
diseksi untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak dilakukan pada
bidang avaskular yang tepat.

4. Gejala-Gejala Menopause
Kedua ovarium diangkat maka akan segera memasuki periode menopause tanpa
memperhatikan usia saat ini. Menopuse adalah masa dimana berhentinya periode
menstruasi seorang wanita. Hal ini umumnya terjadi pada wanita sekitar usia 40-45
tahun dengan riwayat histerektomi. Normalnya menopause terjadi ketika seorang wanita
berusia 45-65 tahun. Ovarium adalah organ yang menghasilkan hormon seks perempuan
termasuk estrogen dan progestin.
5. Apabila dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi) tanpa pengangkatan
indung telur maka gejala menopause dini tidak akan terjadi karena indung telur masih
mampu menghasilkan hormon.
Wanita yang mengalami menopause dini memiliki gejala yang sama dengan
menopausepada umumnya seperti hot flashes (perasaan hangat di seluruh tubuh yang
terutama terasa pada dada dan kepala), gangguan emosi, kekeringan pada vagina, dan
menurunnya keinginan berhubungan seksual. Wanita yang mengalami menopause dini
memiliki kejadian keropos tulang lebih besar dari mereka yang mengalami menopause
lebih lama. Kejadian ini meningkatkan angka kejadian osteoporosis dan patah tulang.
Menopause dini adalah menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun.
6. Penyempitan Vagina yang Luas Penyempitan vagina yang luas disebabkan oleh
pemotongan mukosa vagina yang berlebihan. Lebih baik keliru meninggalkan mukosa
vagina terlalu banyak daripada terlalu sedikit (Afiyah, 2010).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma uteri meliputi :
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis
akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukan
adanya kehilangan darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin Sering membantu dalam evaluasi suatu
pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersamaan dengan
kehamilan.
3. Ultrasonografi Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
4. Pielogram intravena
a. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
b. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Menurut (Marmi, 2010) deteksi mioma uteri dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemeriksaan darah lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun atau
meningkat, Eritrosit turun.
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal toucher (VT) : didapatkan perdrahan pervaginam, teraba massa, konsistensi
dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi
6. ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.

Menurut (Setyorini, 2014) pemeriksaan fisik mioma uteri meliputi :


1. Pemeriksan abdomen : teraba massa didaerah pubis atau abdomen bagian bawah
dengan konsistensi kenyal, bulat, berbatas tegas, sering berbenjol atau bertangkai,
mudah digerakan, tidak nyeri.
2. Pemeriksaan bimanual : didapatkan tumor tersebut menyatu atau berhubungan
dengan uterus, ikut bergerak pada pergerakan serviks.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian agonis Gonadotropin-releasing Hormone (GnRH)
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma
uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Efek maksimal pemberian GnRH agonis
baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume
mioma secara bermakna. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan
tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak dapat
mengurangi ukuran dari mioma.

2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2) Sangkaan adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena okulasi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi


1) Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Ini adalah beberapa pilihan tindakan untuk melakukan
miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparatomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi.
2) Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi),
vaginal, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila
didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu
(Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardhi, 2015)

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Hal yang berkaitan dengan identitas klien untuk penderita myoma uteri yang
perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien, karena kasus myoma uteri
banyak terjadi pada wanita dengan usia 35 - 45 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk masalah post
operasi myoma uteri yang paling banyak adalah nyeri di sekitar luka .
b. Riwayat kesehatan sekarang Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan
usaha apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini. Kaji dengan
pendekatan PQRST. P adalah paliatif (faktor pencetus), Q adalah quality of pain
(kualitas nyeri), R adalah region (lokasi), S adalah skala of pain (skala nyeri), T
adalah time (waktu).
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa
hari, lama haid, warna darah haid, HPHT tidak teratur, terdapat sakit
waktu haid atau tidak. Pada riwayat haid ini perlu dikaji karena pada
kasus myoma uteri, perdarahan yang terjadi kebanyakan perdarahan diluar
siklus haid. Maka dengan kita mengetahui siklus haid klien, maka kita
dapat membedakan dengan jenis perdarahan yang lain sebagai akibat
perjalanan myoma uteri.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau
tidak, penolong siapa, nifas normal atau tidak. Pada riwayat ini perlu
dikaji karena myoma uteri lebih sering terjadi pada wanita nulipara.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai oleh klien apakah menggunakan
KB hormonal. Jika memakai KB jenis hormonal khususnya estrogen
mempengaruhi perkembangan myoma tersebut menjadi lebih berbahaya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri
submukosum yang perlu dikaji adalah keluarga yang pernah atau sedang
menderita penyakit yang sama (myoma), karena kasus myoma uteri
submukosum dapat terjadi karena faktor keturunan.

5) Faktor Psikososial
a) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas
dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
b) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien
mioma uteri, mekanisme pertahanan diri dan interaksi sosial
pasien mioma uteri dengan orang lain.
6) Pola Kebiasaan sehari-hari

Pola-Pola Sebelum Sakit Saat Sakit


Nutrisi
Makan Makan 3x sehari habis Makan 2x sehari setengah
dengan komposisi nasi, sayur porsi dengan komposisi nasi,
dan lauk sayur dan lauk.
Minum Minum sehari 8 gelas atau Minum sehari 4 gelas atau
1800cc 960cc
Eliminasi
BAK Sehari 3-4x atau 1080cc Saat sakit pasien mengalami
dengan warna kuning jernih, poliuria/retensi urine.
bau khas urine.
BAB Pasien BAB 1x sehari pada Selama di rumah sakit pasien
pagi hari. Konsitensi lembek mengalami konstipasi.
dan bau khas feses.
Personal hygiene Pasien mandi 2x sehari, Pasien mandi 1x sehari
keramas seminggu 3x, gosok dengan disabun, belum
gigi 2x yaitu setelah mandi, keramas selama dirumah
ganti baju 2x sehari. sakit, gosok gigi tidak pernah,
ganti baju 2x sehari.
Istirahat tidur Sebelum sakit pasien tidur 8 Saat sakit pasien hanya tidur
jam sehari 5jam sehari.
Aktifitas Pasien melakukan aktifitas Pasien melakukan aktifitas
dirumah secara mandiri. dirumah sakit terkadang
dilakukan sendiri jika mampu
dan kadang juga dibantu oleh
keluarga atau perawat.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan rahim pemeriksaan bimanual didapatkan tumor
tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum douglasi.
c. Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.
d. Pemeriksaan Luar Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.
e. Pemeriksaan Dalam Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor
dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma sudah dikenal karena pola gunanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus,
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tidak teratur.
c. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
e. Laporaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula arah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
h. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau
adenokarsioma endometrium). (Nikmatur, 2009)

5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan
muntah.
b. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan
operasi.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus
jaringan sekunder.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi.
e. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah
operasi.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
g. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk

6. Intervensi Dan Rasional.


a. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan
muntah.
Tujuan :
 Keseimbangan cairan yang adekuat
 Turgor kulit baik
Kriteria Hasil :
 Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang
tepat, misal : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler cepat, tanda vital stabil.
1) Intervensi : Hitung balance cairan
Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien
2) Intervensi : Pantau tanda – tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
3) Intervensi : Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Untuk meminimalkan tingkat dehidrasi pasien
4) Intervensi : Berikan anti ametik sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada lambung

b. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan.


Tujuan :
 Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi.
 Cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
 Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai.
 Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
 Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan pemecahan masalah.
1) Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan
pengetahuan masalah.
2) Intervensi : Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran sesuai
keadaan. Rasional : Untuk mengetahui sumber teori.
3) Intervensi : Pengajaran pra operasi secara individu tentang
pembatasan dan prosedur pra operasi.
Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien.
4) Intervensi : Informasi kepada pasien keluarga atau orang dekat
tentang rencana prosedur tindakan.
Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus
jaringan sekunder.
Tujuan :
 Ekpresi wajah pasien rilek.
 Mengungkapkan penurunan nyeri.
Kriteria Hasil :
 Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol
 Mendemonstrasikan pengguanaan teknik relaksasi
 Menunjukkan penurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
1) Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, perhatikan lokasi, lamanya dan
intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri dengan pengkajian
PQRST.
2) Intervensi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti
nyeri sesuai indikasi (analgetik).
Rasional : Analgetik dapat mencegah atau mengurangi intensitas
nyeri.
3) Intervensi : Berikan posisi dan tindakan kenyamanan dasar
(reposisi, gosok punggung dan aktivitas hiburan) pada klien.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan
kembali perhatian.
4) Intervensi : Ajarkan teknik relaksasi dengan cara tarik nafas dalam
dan hembuskan lewat mulut secara pelan – pelan sampai pasien
tenang.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif
dan meningkatkan control.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi.
Tujuan :
 Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak terjadi
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan
GDA dalam batas normal pasien.
1) Intervensi : Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi.
Rasional : Untuk melancar jalan nafas.
2) Intervensi : Bantuan untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.
Rasional : Untuk mengefektifan jalan nafas.
3) Intervensi : Kaji ada hipoksia.
Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas.
4) Intervensi : Monitor respiration rate.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas.

e. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah


operasi.
Tujuan :
 Melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
 Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
 Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri.
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
1) Intervensi : Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien.
2) Intervensi : Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan
aktivitas sesuai kemampuan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas.
3) Intervensi : Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasioanal : Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien.

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
Tujuan :
 Penyembuhan luka tepat waktu.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
 Dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko
infeksi.
 Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang nyaman.
1) Intervensi : Monitor luka operasi.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien.
2) Intervensi : Rawat luka sesuai prinsip.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.
3) Intervensi : pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan.
Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit.
4) Intervensi : Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5) Intervensi : Kolaborasi pemberian anti biotik sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi.
g. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk
Tujuan :
 Pola nutrisi terpenuhi (porsi yang disediakan habis)
Kriteria Hasil :
 Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat
 Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
atau meningkatkan masukan diet.
1) Intervensi : Pantau masukan makanan setiap hari
Rasioanal : Mengindetifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi
2) Intervensi : Ukur tinggi berat badan, dan kelembaban lipatan kulit
trisep (atau pengukuran antropometri lain sesuai indikasi)
Rasional : Membantu dalam indetifikasi malnutrisi protein –
kalori, khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometri
kurang dari normal
3) Intervensi : Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya
nutrisi dengan masukan cairan adekuat
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga
cairan (untuk menghilangkan produk sisa) (Doenges, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Parker, W.H. 2007. Etiology, Symtomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Department o
f Obstetrics and Gynecology UCLA School of Medicine. California: American Society for
Reproductive Medicine. Hal. 725 - 733.

Prawihardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan; " Mioma Uteri ". Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Jakarta. Indonesia. Hal. 891-894
Yatim, Faisal. 2005. Penatalaksanaan Mioma Uteri. Jakarta. Pustaka Populer Obor.

Kumiasari, Tri. 2010. Karekteristik Mioma Uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
(http://eprints.uns.ac.id/4595/view. Diakses tanggal 4 agustus 2014)

Apriyani, Yosi. . Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Mioma Uteri di
RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2 No. 5

Anda mungkin juga menyukai