Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN MIOMA UTERI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:

1. NEHEMIA MUTIARA SARAGI P031914401062


2. NURUL DINDA HASANAH P031914401063
3. NURUL FAZILA YUMRA P031914401064
4. PUSPA SARI P031914401066

PEMBIMBING:

Magdalena, SST., M. Kes.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

TINGKAT II B

TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan penting bagi
kelanjutan generasi penerus bangsa, karena itu masalah kesehatan reproduksi wanita
menjadi salah satu agenda internasional. Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita
adalah penyakit kewanitaan atau ginekologi, dan salah satu masalah kesehatan reproduksi
wanita tersebut adalah mioma uteri.
Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Saat ini
masih banyak yang mengalami gangguan reproduksi, salah satunya yaitu tumor. Tumor
memiliki nilai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu 90% - 91% (Arnila, Dewi, & Triwani,
2019). Penyakit ini memberikan risiko hampir dua kali menimbulkan gangguan mental.
Berdasarkan jenis kelamin risiko penyakit tumor lebih banyak pada perempuan daripada
laki-laki (Ratih Oemiati, Ekowati Rahajeng, & Antonius Yudi Kristanto, 2011). Nugroho
& Utama (2014) menyatakan bahwa mioma uteri merupakan salah satu tumor jinak pada
dinding rahim wanita.
Mioma uteri merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini merupakan neoplasma jinak yang
sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif atau
menopouse (Aspiani, 2017).
Mioma uteri dapat mengakibatkan permukaan endometrium yang lebih luas dari
pada biasanya. Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu hamil dan penderita
mioma uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak berupa abortus spontan,
persalinan prematur, dan malpresentasi. Pada penderita mioma uteri akan mengalami
perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat terjadi
pada pencernaan karena perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga pasien mioma
uteri tidak hanya dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat dilakukan operasi
pencernaan (colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri mengalami komplikasih yang
berat dan dapat memperburuk kesehatan dan tidak jarang pasien tersebut mengalami
penurunan kesehatan karena terjadi gangguan pada nutrisi dan tubuh mengalami
kelemahan hingga menjadi syok dan pada akhirnya menimbulkan kematian (Aspiani,
2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik di RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 6 April 2017 didapatkan penderita mioma uteri yang menjalani
perawatan yang memiliki kartu BPJS pada tahun 2016 sebanyak 30 orang. Data registrasi
pasien di ruang Ginekologi Kebidanan mulai dari Januari sampai Maret 2017 didapatkan
kasus mioma uteri 16 orang. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Ruang
Ginekologi Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 6 April 2017
ditemukan adanya pasien menderita mioma uteri sedang menjalani perawatan sebanyak
satu orang. Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat di ruangan mengatakan
bahwa pasien dirawat sudah satu hari dan sudah dilakukan asuhan keperawatan seperti
memberikan obat analgetik dan sudah dilakukan menajemen nyeri seperti
nonfarmakologi. Berdasarkan wawancara dengan pasien diruangan, pasien mengatakan
sudah mendapatkan tindakan untuk mengatasi keluhannya seperti mendapatkan terapi
obat analgesik untuk menghilangkan nyeri, dan pasien sudah mendapatkan penyuluhan
tentang kesehatan seperti menajemen (nonfarmakologi) nyeri yang dirasakan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa defenisi Mioma Uteri?
b. Apa etiologi Mioma Uteri?
c. Bagaimana klasifikasi Mioma Uteri?
d. Bagaimana tanda dan gejala Mioma Uteri?
e. Bagaimana patofisiologi Mioma Uteri?
f. bagaimana pemeriksaan penunjang Mioma Uteri?
g. Bagaimana penatalaksanaan Mioma Uteri?
h. Apa komplikasi Mioma Uteri?
i. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan Mioma Uteri?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui defenisi Mioma Uteri.
b. Untuk mengetahui etiologi Mioma Uteri.
c. Untuk mengetahui klasifikasi Mioma Uteri.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala Mioma Uteri.
e. Untuk mengetahui patofisiologi Mioma Uteri.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Mioma Uteri.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Mioma Uteri.
h. Untuk mengetahui komplikasi Mioma Uteri.
i. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Mioma uteri.

1.4 Manfaat
Diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan maternitas pada
pasien dengan kasus Mioma Uteri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Mioma Uteri


Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse).
Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri merupakan penyakit tumor jinak pada otot rahim yang disertai
jaringan ikatnya. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan,
yaitu satu dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Gejala terjadinya mioma
uteri sukar dideteksi karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan
memperlukan tindakan operatif. Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala,
tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis (Setiati,
2018).

2.2 Etiologi Mioma Uteri


Menurut Setiati (2018) Penyebab pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti,
tetapi tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di
dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Mioma
tumbuh mulai dari benih – benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada
miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif.

Faktor-faktor yang mempengarui pertumbuhan mioma uteri:


1) Esterogen
Estrogen memegang peranan penting untuk terjadinya mioma uteri, hal ini
dikaitkan dengan: mioma tidak pernah ditemukan sebelum menarche, banyak
ditemukan pada masa reproduksi, pertumbuhan mioma lebih cepat pada wanita hamil
dan akan mengecil pada masa menopause. Ada terori menyatakan bahwa untuk
terjadinya mioma uteri harus terdapat dua komponen 9 penting yaitu: sel nest (sel
muda yang terangsang) dan estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus).
Hormon estrogen dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi hormonal (Pil KB,
Suntikan KB dan susuk KB). Alat kontrsepsi hormonal mengandung estrogen,
progesteron dan kombinasi estrogen dan progesteron.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3) Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode
ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

2.3 Klasifikasi Mioma Uteri


Menurut Setiati (2018) mioma uteri dapat diklasifikasikan menurut letaknya, yaitu:
1) Mioma uteri subserosum
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut
sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan omentum di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.
Akibatnya tangkai semakin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari
uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini
dikenal sebagai mioma jenis parasitik
2) Mioma uteri intramural
Mioma uteri intramural disebut juga sebagai mioma intra epitalial, biasanya
multiple. Apabila masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Mioma ini sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa
tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah.
3) Mioma uteri submukosum
Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa
uterus/endometrium dan tumbuh kearah kavum uteri.
Hal ini 8 menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan
besar kavum uteri. Bila tumor ini tumbuh dan
bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk ke
dalam vagina yang disebut mioma geburt. Mioma
submukosum walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit dihentikan, sehingga sebagai terapinya dilakukan
histerektomi.

2.4 Tanda dan Gejala Mioma Uteri


Menurut Padila (2015) gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya,
perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan
sebagai berikut:
1) Perdarahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi.
2) Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis
dan peradangan.
3) Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4) Abortus spontan karena disoroti rongga uterus pada mioma submukosum.
5) Infertilasi bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

2.5 Patofisiologi Mioma Uteri


Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin
terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang
tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi
padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga
menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang
khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar
dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang
lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa
(subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya,
dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari
uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik,
dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi
(Robbins, 2007).

2.6 Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri


1) Tes Laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh
nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit
menunjukanadanya kehilangan darah yang kronik.
2) Ultrasonografi
Pemeriksaan PenunjangUltrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling direkomendasikan untuk diagnosis mioma uteri. Dibanding USG abdominal,
USG transvaginal lebih sensitive namun kurang direkomendasikan jika pasien belum
menikah dan mengalami miomasubmukosa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan
penggunaan histeroskop. Selain USG, diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
untuk menentukan status anemia. Untuk menyingkirkan potensi maligna, dianjurkan
biopsi endometrium dan MRI.
3) Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterusyang simetrik
menyerupai kehamilan atau terdpat bersama-sama dengan kehamilan.

2.7 Penatalaksanaan Mioma Uteri


Penatalaksaaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup
observasi,medikamentosa, atau pembedahan.
1) Observasi
Observasi dilakukan jika pasien tidakmengeluh gejala apapun karena
diharapkansaat menopause, volume tumor akan mengecil.
2) Medikamentosa
Diberikan untuk mengurangi perdarahan,mengecilkan volume tumor, dan sebagai
prosedur pre-operatif.
3) Agonis Gonadotropine Releasing Hormone(GnRH)
Mekanisme kerjanya adalah melalui down regulation reseptor GnRH, sehingga
terjadi penurunan produksi FSH dan LH yangakan menurunkan produksi estrogen.
Obat ini direkomendasikan pada mioma jenis submukosa. Durasi pemberian yang
dianjurkan adalah selama 3-6 bulan; pemberian jangka panjang >6 bulan harus
dikombinasi dengan progesteron dengan atau tanpa estrogen. Pada pemberian awal
bisa terjadi perburukan keluhan akibat efek samping obat.1 Analog GnRH juga dapat
digunakan pre-operatif selama 3-4 bulan sebelum pembedahan.
4) Preparat progesteron
Preparat progesteron antara lain antagonis progesteron atau selective progesteron
ereceptor modulator (SPRM). Suatu studi prospektif acak menyimpulkan bahwa
pemberian mifepristone 25 mg sehari selama 3bulan akan menurunkan ukuran tumor
sebesar40%. Ukuran tumor menurun jauh lebih besar,sebesar 50%, pada pemberian
ulipristal 10mg dengan durasi pengobatan yang sama. Berdasarkan
farmakodinamikanya, golonganobat ini juga digunakan pre-operatif. Kemudian,
setelah 2-4 siklus pengobatan dianjurkan menggunakan levonorgestrel-intrauterine
devices (LNG IUS) untuk mencegah relaps. IUD jenis ini juga direkomendasikan
sebagai terapi mioma intramural.
5) Aromatase inhibitor
Aromatase inhibitor terbagi dua jenis,yaitu aromatase inhibitor kompetitif
yaknianastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane. Kerja
keduanya hampir sama yakni menghambat prosesar omatisasi yang merupakan dasar
patogenesis mioma. Kelebihan obat ini adalah tidak ada efek trombo emboli yang
dapat menjadi kausa mortalitas
6) Asam traneksamat
Asam traneksamat berfungsi membantu mengatasi perdarahan. Durasi pemberian
adalah selama 3-4 hari dalam sebulan.
7) NSAID
Golongan NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan perdarahan.
8) Pembedahan
Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan operasi
disesuaikandengan kondisi dan keinginan pasien.
9) Histerektomi
Direkomendasikan untuk pasien berusia diatas 40 tahun dan tidak berencana
memilikianak lagi. Histerektomi dapat dilakukan dengan metode laparotomi, mini
laparotomi,dan laparoskopi. Histerektomi vagina lebih dipilih karena komplikasi
lebih rendah serta durasi hospitalisasi lebih singkat.
10) Miomektomi
Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan fertility sparing.
Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi, dan
histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini laparotomi adalah tindakan yang paling
sering dilakukan, sedangkan laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih sulit.
Histeroskopi direkomendasikan pada mioma submukosa dengan ukuran tumor <3 cm
yang 50%-nya berada dalam rongga rahim dan pada miomamultipel. Akan tetapi,
komplikasi perdarahan pada teknik ini lebih besar dibanding histerektomi.

Selain pembedahan, juga digunakan tekniknon-invasif radioterapi, yakni embolisasi dan


miolisis:

1) Embolisasi Arteri Uterina


Metode ini dilakukan dengan embolisasi melalui arteri femoral komunis untuk
menghambat aliran darah ke rahim. Efek yang diharapkan adalah iskemia dan
nekrosis yang secara perlahan membuat sel mengecil. Teknik ini direkomendasikan
pada pasien yang menginginkan anak dan menolak transfusi, memiliki penyakit
komorbid, atau terdapat kontraindikasi operasi. Di sisi lain, teknik ini
dikontraindikasikan pada kehamilan, jika terdapat infeksi arteri atau adneksa dan
alergi terhadap bahan kontras.
2) Miolisis/Ablasi Tumor
Teknik ini bekerja langsung menghancurkan sel tumor dengan media radio
frekuensi, laser,atau Magnetic Resonance Guided Focused Ultrasound Surgery
(MRgFUS). Metode terakhir menggunakan gelombang ultasonik intensitas tinggi
yang diarahkan langsung kesel tumor. Gelombang ini akan menembus jaringan lunak
dan menyebabkan denaturasi protein, iskemia, dan nekrosis koagulatif. Teknik ini
tidak direkomendasikan pada mioma uteri saat kehamilan.

2.8 Komplikasi Mioma Uteri


Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas. Berdasarkan data
di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi pada 2-3% kasus mioma uteri. Pada
kehamilan, tumor akan memicu keguguran, gangguan plasenta dan presentasi anin,
prematuritas serta perdarahan pasca-persalinan. Komplikasi pembedahan meliputi
perdarahan, infeksi, dan trauma pada organ sekitar. Akibat embolisasi dapat terjadi
sindrom pasca-embolisasi yang ditandai dengan keluhan nyeri, demam, dan ekspulsi
tumor dari vagina. Setelah miolisis dapat terjadi nyeri dan perdarahan.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pada pasien mioma uteri


2.10.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya
timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang
disertai gangguan haid.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan
organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada
rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta
kualitas nyeri.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan
obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan
dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah
dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah:
a. Keadaan haid Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir,
sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan Kehamilan mempengaruhi
pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada
masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ini
dihasilkan dalam jumlah yang besar.

c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktorfaktor
budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien
mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang
pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap
orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien
mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola kebiasaan sehari-hari.


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji
adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
e. Pola Eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.

f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain


Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi.

g. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam
hari, masalah yang ada waktu tidur.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya pembesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Inpeksi : bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : timpani, pekak
Auskultasi : bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas
atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.
2.10.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada pasien mioma uteri menurut 3S adalah sebagai
berikut:
1) Risiko perdarahan dibuktikan dengan kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen .
3) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
5) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia).

2.10.3 Intervensi
1) Risiko perdarahan dibuktikan dengan kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan.
Tujuan : Diharapkan Tingkat perdarahan pasien menurun.
Intervensi :
a) Observasi
 Monitor tanda dan gejala perdarahan.
 Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah.
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik.
 Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
platelet).
b) Terapeutik
 Pertahankan bed rest selama perdarahan.
 Batasi tindakan invasif, jika perlu.
 Gunakan kasur pencegah dikubitus.
 Hindari pengukuran suhu rektal.
c) Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
 Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
 Anjrkan segera melapor jika terjadi perdarahan
d) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika perlu.
 Kolaborasi pemberian prodok darah, jika perlu.
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
Tujuan : Diharapkan Tingkat Nyeri pasien menurun.
Intervensi :
a) Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c) Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

3) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.


Tujuan : Diharapkan Status Cairan pasien membaik.
Intervensi :
a) Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah).
 Monitor intake dan output cairan.
b) Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan.
 Berikan posisi modified trendelenburg.
 Berikan asupan cairan oral.
c) Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
d) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL).
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%).
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate).
 Kolaborasi pemberian produk darah.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.


Tujuan : Diharapkan Toleransi Aktivitas pasien meningkat.
Intervensi :
a) Observasi
 Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
 Monitor kelelahan fisik dan emosional.
 Monitor pola dan jam tidur.
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.
b) Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan).
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan.
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
c) Edukasi
 Anjurkan tirah baring.
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang.
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
d) Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

5) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia).


Tujuan : Diharapkan Tingkat Keletihan pasien membaik.
Intervensi :
a) Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Terapeutik
 Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
 Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
c) Edukasi
 Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara
rutin.
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya.
 Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat.
 Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas).
 Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan.

2.10.4 Implementasi
1) Risiko perdarahan dibuktikan dengan kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan.
Implementasi :
a) Observasi
 Memonitor tanda dan gejala perdarahan.
 Memonitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah.
 Memonitor tanda-tanda vital ortostatik.
 Memonitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
platelet).
b) Terapeutik
 Mempertahankan bed rest selama perdarahan.
 Membatasi tindakan invasif, jika perlu.
 Menggunakan kasur pencegah dikubitus.
 Menghindari pengukuran suhu rektal.
c) Edukasi
 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Menganjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
 Menganjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
 Menganjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
 Menganjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
 Menganjrkan segera melapor jika terjadi perdarahan
d) Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika
perlu.
 Berkolaborasi pemberian prodok darah, jika perlu.
 Berkolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
Implementasi :
a) Observasi
 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri.
 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal.
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
 Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
 Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
 Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
 Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan.
 Memonitor efek samping penggunaan analgetik.
b) Terapeutik
 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Memfasilitasi istirahat dan tidur
 Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
 Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Menjelaskan strategi meredakan nyeri
 Menganjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d) Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

3) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.


Implementasi :
a) Observasi
 Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah).
 Memonitor intake dan output cairan.
b) Terapeutik
 Menghitung kebutuhan cairan.
 Memberikan posisi modified trendelenburg.
 Memberikan asupan cairan oral.
c) Edukasi
 Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
 Menganjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
d) Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl,
RL).
 Berkolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%).
 Berkolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate).
 Berkolaborasi pemberian produk darah.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.


Implementasi :
a) Observasi
 Mengidentifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan.
 Memonitor kelelahan fisik dan emosional.
 Memonitor pola dan jam tidur.
 Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas.
b) Terapeutik
 Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan).
 Melakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
 Memberikan aktivitas distraksi yang menyenangkan.
 Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan.
c) Edukasi
 Menganjurkan tirah baring.
 Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
 Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
 Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
d) Kolaborasi
 Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

5) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia).


Implementasi :
a) Observasi
 Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Terapeutik
 Menyediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
 Menjadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
bertanya
c) Edukasi
 Menjelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara
rutin.
 Menganjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain
atau aktivitas lainnya.
 Menganjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat.
 Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis.
kelelahan, sesak nafas saat aktivitas).
 Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan.

2.10.5 Evaluasi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang berasal dari otot polos dan jaringan
ikat fibrous serta sering ditemukan pada traktus genitalia wanita terutama di lapisan
miometrium (Aspiani, 2017).
Mioma uteri merupakan penyakit tumor jinak pada otot rahim yang disertai
jaringan ikatnya. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan,
yaitu satu dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Gejala terjadinya mioma
uteri sukar dideteksi karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan
memperlukan tindakan operatif. Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala,
tetapi sekitar 60% ditemukan secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis (Setiati,
2018).
3.2 Saran
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun dengan pasien
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Selain itu,
diharapkan Rumasakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang
dapat mendukung kesembuhan pasien dengan memberikan pelayanan yang lebih
maksimal terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien mioma uteri
sehingga tidak memperpanjang hari rawatan dan tujuan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Armantius. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MIOMA UTERI DI RUANG GINEKOLOGI
KEBIDANAN RSUP DR. M. JAMIL PADANG. Padang: Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

Criswardhani, Liestyaningsih;. (2020). Studi dokumentasi gambaran keletihan pada pasien post op total
abdominal hysterektomy dan bilateral salpingo oophorectomy atas indikasi mioma uteri.
Yogyakarta: Yayasan Keperawatan Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai