Anda di halaman 1dari 34

ASKEP

MIOMA UTERI

A. Pengertian

Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat

sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001)

Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. (www.

Infomedika. Htm,2004)

Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu

pertumbuhan jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,

neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling

sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar, biasanya mioma uteri

banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

Sedangkan miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan

uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses

selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi dikerjakan

karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan terjadinya

kehamilan setelah miomektomi berkisar ± 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005)


B. Klasifikasi

Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang terkena :

1. Lokasi

Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2

%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corpiral (91 %),

merupakan lokasi paling enzim, dan seringkali tanpa gejala. (www. Infomedika. Htm,

2004)

2. Lapisan uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis

yaitu :

Gambar.2.1 Mioma Uteri (Yatim, Faisal, 2005)

a. Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat

pula sebagai satu masa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut

sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga

peritonial sebagai suatu masa. Perlengketan dengan usus, omentum atau

mensenterium disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih

dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,


sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam

rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

b. Mioma Uteri Intramural

Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak

enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala

tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang – kadang sebagai mioma

submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, dapat (jaringan ikat dominan),

lunak (jaringan otot rahim dominan).

c. Mioma Uteri Submukosa

Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma

bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini

mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim.

Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting

dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun

intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan

keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya

kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit

berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. (Sarwono, 2005)

C. Anatomi Dan Fisiologi

Anatomi organ reproduksi wanita

Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas organ eksterna dan interna. Organ

interna yang terletak didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan ginetal

eksterna yang terletak di perineum.


Organ reproduksi wanita terdiri dari 2 bagian yaitu organ ektremitas dan organ

interna:

1. Organ Eksterna

a. Mons veneris / mons pubis

Adalah bantalan berisi lemak subkutan bulat yang lunak dan padat

yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Mons pubis

mengandung banyak kelenjar. Sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal

pada waktu melakukan hubungan seks.

b. Labiya mayora

Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lunak yang ditutupi

kulit dari rectum. Panjang labia mayora 7 - 8 cm, lebar 2-3 cm dan agak

meruncing pada ujung bawah. Labia mayora melindungi memanjang ke

bawah dan ke belakang dari mons pubis sampai sekitar satu inci labia

minora, meatus urinalius, dan introitus vagina (muara vagina)

c. Labia minora

Labia minora terletak diantara dua labia minora, merupakan lipatan

kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang kearah

bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, sementara

bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan

medial labia minora sama dengan mukosa vagina : merah muda dan basah.

Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah

kemerahan dan memungkinkan labia minora membengkak.

d. Klitoris

Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silinder,

erektik dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol ke
bawah diantara ujung labia minora. Fungsi utama klitoris adalah

menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.

e. Vulva

Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dan

dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh ke dua bibir kecil, dan

dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Di

vulva 1-1,5 cm dibawah klitoris ditemukan orifisium uretra ekstrenum

(lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak jarang sukar

ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan – lipatan selaput vagina.

f. Vestibulum

Merupakan daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak

diantara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara

uretra, kelenjar parauretra, vagian, dan kelenjar paravagina. Permukaan

vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia

(deodoran semprot, garam – garaman, busa sabun), panas, dan fiksi (celana

jins yang ketat).

g. Perineum

Merupakan daerah muskulus yang ditutupi kulit antara introitus vagina

dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum. Penggunaan istilah

vulva dan perineum kadang – kadang tertukar, tatapi secara tidak tepat.

h. Fourchette

Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak

pada permukaan ujung bawah labia mayora dan labia minora digaris tengah

dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis

terletak diantara fourchette dan himen.


2. Organ Interna

c. Tuba falopi
d. Ovarium

b. Uterus

a. Vagina

Gambar 2. Organ Interna wanita (Bobak, Lowdermilk, 2004)

a. Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak didepan rectum dan

dibelakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara

eksterna divestibulum diantara labia minora vulva) sampai serviks.

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu

meregang secara luas. Karena tonjolan servik ke bagian atas vagina,

panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang

dinding posterior 9 cm. Ceruk yang berbentuk disekeliling serviks yang

menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior, dan posterior.

Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan

progesterone. Sel – sel mukosa tunggal terutama selama siklus menstruasi

dan selama masa hamil. Sel – sel yang diambil dari mukosa vagina dapat

digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.


Cairan vagina berasal dari traktus ginetalia atas atau bawah. Cairan sedikit

asam. Interaksi antara laktobasilus vagian dan glikogen mempertahankan

keasaman. Apabila PH naik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat.

b. Uterus

Uterus merupakan organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang

tampak mirip buah pir terbaik. Pada wanita dewasa yang belum pernah

hamil, beratuterus adalah 60 gram (2 ons). Uterus normal memiliki bentuk

simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Derajat kepadatan ini

bervariasi bergantung kepada beberapa faktor. Misalnya, uterus lebih

banyak mengandung rongga selama fase sekresi, siklus menstruasi, lebih

lunak selama masa hamil, dan lebih padat setelah menopause.

Uterus terdiri dari tiga bagian : fundus yang merupakan tonjolan bulat

dibagian atas dan terletak diatas insersi tuba valopi, korpus yang

merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri, dan instmus

merupakan bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan

serviks dan dikenal sebagai segmen uterus bagian bawah pada masa hamil.

Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan

endometrium, kehamilan dan persalinan. Fungsi – fungsi ini esensial untuk

reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk kelangsungan fisiologis wanita.

c. Tuba fallopi

Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine

hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai

rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh

peritonium dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa.


Tuba fallopi terdiri atas :

1). Pars intersisialis

Bagian yang terdapat di dinding uterus.

2). Pars ismika

Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.

3). Pars ampularis

Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi

4). Pars infundibulum

Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai

fimbria

d. Ovarium

Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,

fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum. Serta sintesis dan

sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, labar 1,5-3

cm, dan tebal 0,6-1 cm.

Ovarium terletak disetiap sisi uterus, dibawah dan dibelakang tuba fallopi.

Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium

ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis

lateral kira – kira setinggi kristal iliaka antero superior, dan ligamentum

ovarii proprium. (Bobak, 2004)

D. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit

multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal yang

dihasilkan dari sebuah neoplastik tunggal. Sel – sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor – faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron

dan human growth hormone.

1. Estrogen.

Mioma uteri dijumpai setelah manarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor

yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan

mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan

kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan

fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5 %) dan hiperplasia

endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan barsamaan dengan anovulasi

ovarium dan wanita denagn sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah

estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktif enzim ini

berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen

yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2. Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron

menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B

hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3. Hormon pertumbuhan

Level hormon peryumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang

mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,

memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan

mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya

mioma uteri, yaitu :

a. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar

10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan

gejala klinis antara 35-45 tahun.

b. Paritas

Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi

sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau

sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua

keadaan ini saling mempengaruhi.

c. Faktor ras dan ginetik

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian

mioma uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada

wanita dengan riwayat keluarga, ada yang menderita mioma. (Bobak, 2004)

Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel – sel otot yang

belum matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi

dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen

pada nulipara, faktor keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos

dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.

Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif

karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi

atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak.


d. Fungsi ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan

mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan

epidermal dan insulin – like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah

menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi

hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada

pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi dengan oleh

estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti

peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor – faktor yang distimulasi oleh

estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang

distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miomatrium

normal mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih

kurang menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna

setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini

kadang – kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah oforektomi

bilateral pada usia dini. (Mansjoer, 2001)

E. Patofisiologi

Mioma uteri terjadi karena adanya sel – sel yang belum matang dan pengaruh

estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh

darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan perdarahan pervaginan

lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi

resiko kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya

nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A, 2005)
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan pada

jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan kulit

mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola

aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang

mempengaruhi resiko tinggi infeksi.

Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang mengakibatkan depresi

pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif. (Sarwono,

2005)

F. Manifestasi Klinik

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan

pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa – apa dan tidak sadar

bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.

Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :

1. Besarnya mioma uteri

2. Lokalisasi mioma uteri

3. Perubahan – perubahan pada mioma uteri

Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena. Adanya

gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :

1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk

perdarahan yang ditemukan berupa : menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea.

Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat

dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endomertium yang

menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh

darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.


2. Penekanan rahim membesar :

a. Terasa berat di abdomen bagian bawah

b. Gejala traktus urinarius : urine frekuensi, retensi urine, obstruksi ureter dan

hidronefrosis.

c. Gejala intertinal : konstipasi dan obstruksi intestinal.

d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.

3. Nyeri dapat disebabkan oleh :

a. Penekanan saraf.

b. Torsi bertangkai

c. Submukosa mioma terlahir

d. Infeksi pada mioma

4. Infertilitasi, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu.

Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghilang

implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien

dengan mioma intramural dan submukosa.

5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema

ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.

6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling memepengaruhi :

1. Kehamilan dapat mempengaruhi keguguran

2. Persalinan prematurnitas.

3. Gangguan proses persalinan.

4. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas

5. Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan pendarahan.
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran. Pengaruh

kehamilan dan persalinan pada mioma uteri :

1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat

dalam kehamilan.

2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah

bentuk, dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi

pendarahan.

3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah

bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan

sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut

(abdomen akut).

4. Kehamilan dapat mengalami keguguran.

5. Persalinan prematuritas.

6. Gangguan proses persalinan.

7. Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.

8. Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.

9. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan

terjadi inkaserasi.

Pegaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :

1. Subfertil (agak mandul) fertile (mandul) dan kadang – kadang punya anak satu.

Terutama pada mioma uteri submucosa.

2. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.

3. Terjadi kelainan letak janin dan rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak

subserusa.
4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya

diservik.

5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.

6. Atonia uteri terutama paksa persalinan : perdarahan banyak, terutama pada mioma

yang letaknya di dalam dinding rahim.

7. Kelainan letak plasenta.

8. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang submukosa

dengan intramural. (Price, Sylivia A, 2005)

Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan

torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetric, maka :

1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan.

2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.

3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan dibawah 20 minggu harus diberikan

substitusi progesteron :

a. Beberapa sebelum operasi.

b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat

bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.

4. operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut.

5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan,

penanganan yang dilakukan :

a. Bila reposisi, kalau perlu dalam narkosa.

b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan section cesaria dan jangan lupa,

tumor sekaligus diangkat. (Achadiat, 2004)


G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara

konservatif dan penanganan secara operatif.

1. Penanganan konservatif sebagai berikut :

a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

b) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.

c) Pemberian zat besi.

d) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3 menstruasi setiap

minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan

menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan

keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode

postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi

dalam 12 minggu. Tetapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum

pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan

akan tranfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang

meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)

2. Penanganan operatif, bila :

a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu

b) Pertumbuhan tumor cepat

c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.

e) Hipermenorea pada mioma submukosa.

f) Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah :

a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan anak atau

mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,

efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan

bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,

juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor

dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila

miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan

endometrium, kehamilan berikutnya dengan seksio sesarea.

Kriteria pre operasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists

(ACOG) adalah sebagai berikut :

1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.

2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.

3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan

keguguran yang berulang.

b) Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada penderita yang

memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.

Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :

1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari

luar dan dikeluhkan oleh pasien.

2) Perdarahan uterus berlebihan :

a. Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau berulang – ulang

selama lebih dari 8 hari.

b. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.

3) Rasa tidak nyaman dipelvis akibat mioma meliputi :


a. Nyeri hebat dan akut

b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis

c. Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang – ulang dan tidak

disebabkan infeksi saluran kemih.

c) Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus.

Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30

– 50 %. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi

harus dilanjutkan histerektomi.

Lama perawatan :

1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan

2) 7 hari pasca histerektomi / miomektomi

Masa pemulihan :

1) 2 minggu pasca diagnosa perawatan

2) 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi

d) Penanganan radioterapi

1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

3) Bukan jenis submukosa.

4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. (Achadiat,

2004)
H. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada penderita mioma uteri adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan sampai terjadi anemia.

2. Torsi tangkai mioma dari :

a. Mioma uteri subserosa.

b. Mioma uteri submukosa.

3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.

4. Pengaruh timbal balik mioma dan kahamilan.

a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan

1) Infertilitas

2) Abortus

3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak

4) Inersia uteri

5) Gangguan jalan partum

6) perdarahan post partum.

7) Retensi plasenta.

b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri.

1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.

2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

(Sarwono,2005)
I. Pengkajian Fokus

Pengkajian

Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian

merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. (Nikmatur, 2009)

Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah

kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status

kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan,

dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik

yang efektif maupun yang bermasalah. (Nikmatur, 2009)

Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Data dasar

ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan, pola fungsi kesehatan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Riwayat Kesehatan :

a. Keluhan utama

Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena

terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah

biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri

tersebut adalah :

1. Lokasi nyeri

2. Intensitas nyeri

3. Waktu dan durasi

4. Kwalitas nyeri

b. Riwayat penyakit sekarang (atau masalah kesehatan sekarang)

c. Riwayat kesehatan dahulu

d. Riwayat keluarga
Pola fungsional kesehatan menurut Gordon :

a. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.

Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan, kesehatan, maupun

menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.

b. Pola Nurtisi –Metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit.

Nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan

menelan, mual / muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah / penyembuhan

kulit, makanan kesukaan.

c. Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.

Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi

(oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi.

Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah

bau badan, perspirasi berlebih, dll

d. Pola Latihan-Aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.

Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan

kesehatan berhubungan satu sama lain.

Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1:

dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang dan alat 4: tergantung

dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit

jantung, frekuensi, irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e. Pola Kognitif Perseptual

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.

Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,

perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif

didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang

telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap

waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain).

Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk

mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,

kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,

adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman

dll.

f. Pola Istirahat-Tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energy.

Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau

mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.

g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.

Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas

dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian

manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system

terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan

dalam pandangan secara holistik.


Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit

terhadap diri, kontak mata, asetif atau pasive, isyarat non verbal, ekspresi wajah,

merasa tak berdaya, gugup / relaks.

h. Pola Peran dan Hubungan

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota

keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien

Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang pasive / agresif

teradap orang lain, masalah keuangan dll.

i. Pola Reproduksi/Seksual

Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan dengan

seksualitas.

Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri,

riwayat penyakit hub sex, pemeriksaan genital.

j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )

Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system

pendukung.

Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan orang terdekat,

menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit

terhadap tingkat stress.

k. Pola Keyakinan Dan Nilai

Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.

Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang

dipeluk dan konsekuensinya.


Agama, kegiatan keagamaan dan buadaya, berbagi denga orang lain, bukti

melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan

dalam agama selama sakit.

Pemeriksaan Fisik

a) Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.

b) Pemeriksaan ginekologik dengan rahim pemeriksaan bimanual didapatkan

tumor tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum douglasi.

c) Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.

d) Pemeriksaan Luar

Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat

terbatas atau bebas.

e) Pemeriksaan Dalam

Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau

bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.

Pemeriksaan Penunjang

1. USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium

dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan

CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak

memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang

karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya

membutuhkan diagnosa jaringan.

2. Dalam sebagian besar kasus, mioma sudah dikenal karena pola gunanya pada

beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus,

lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tidak teratur.


3. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga pelvis

serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.

4. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai

dengan infertilitas.

5. Laporaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.

6. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula arah, tes fungsi hati, ureum,

kreatinin darah.

7. Tes kehamilan.

8. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk

menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau

adenokarsioma endometrium).

(Nikmatur, 2009)
J. Pathway Keperawatan
(Carpenito, Lynda Juall, 2001 & Price, Sylvia A, 2005)

Sel-sel yang belum matang Pengaruh ekstrogen

Mioma Uteri

Submukosa Intramural Subserosa

Pecahnya pembuluh Gangguan kontraksi Pembesaran urat


darah otot uterus

Perdarahan pervagina Penekanan


lama dan banyak organ lain

Resiko tinggi
kekurangan cairan

operasi
Pre operasi Post operasi

Informasi tidak adekuat


Pengaruh obat
anestesi
Terputusnya
Kurangnya jaringan kulit
supprot sistem

Gastrointestinal Ekspansi rongga


Terpapar agen dada menurun
Kurang Pengetahuan infeksius
Paristaltik
Resiko tinggi menurun Pengembangan
cemas paru tidak
infeksi
maksimal
Mual, muntah
Proses epitelisasi
nyeri Pernafasan menurunn
Nafsu makan
Sesak nafas
Pembatasan aktifitas menurun

Gangguan
Gangguan nutrisi pola nafas
Perubahan pola aktivitas
K. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan

muntah.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan

operasi.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan

sekunder.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi.

5. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.

7. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress

emosional, ketetihan, control nyeri buruk


L. Intervensi Dan Rasional.

1. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan

muntah.

Tujuan :

-Keseimbangan cairan yang adekuat

-Turgor kulit baik

Kriteria Hasil :

- Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat,

misal : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda

vital stabil.

a) Intervensi : Hitung balance cairan

Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien

b. Intervensi : Pantau tanda – tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien

c. Intervensi : Kolaborasi pemberian cairan parenteral

Rasional : Untuk meminimalkan tingkat dehidrasi

pasien

d. Intervensi : Berikan anti ametik sesuai kebutuhan

Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada

lambung

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan.

Tujuan :

- Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi.

- Cemas berkurang.

Kriteria Hasil :

- Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai.

- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.


- Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan pemecahan masalah.

a) Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien.

Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan

masalah.

b) Intervensi : Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran sesuai keadaan.

Rasional : Untuk mengetahui sumber teori.

c) Intervensi : Pengajaran pra operasi secara individu tentang pembatasan

dan prosedur pra operasi.

Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien.

d) Intervensi : Informasi kepada pasien keluarga atau orang dekat tentang

rencana prosedur tindakan.

Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan

sekunder.

Tujuan :

- Ekpresi wajah pasien rilek.

- Mengungkapkan penurunan

nyeri. Kriteria Hasil :

- Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol

- Mendemonstrasikan pengguanaan teknik relaksasi

- Menunjukkan penurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.

a) Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, perhatikan lokasi, lamanya dan

intensitas nyeri

Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri dengan pengkajian PQRST.


b) Intervensi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri

sesuai indikasi (analgetik).

Rasional : Analgetik dapat mencegah atau mengurangi intensitas nyeri.

c) Intervensi : Berikan posisi dan tindakan kenyamanan dasar (reposisi,

gosok punggung dan aktivitas hiburan) pada klien.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali

perhatian.

d) Intervensi : Ajarkan teknik relaksasi dengan cara tarik nafas dalam dan

hembuskan lewat mulut secara pelan – pelan sampai pasien tenang.

Rasional : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan

meningkatkan control.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi.

Tujuan : Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak terjadi

Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis,

dengan GDA dalam batas normal pasien.

a) Intervensi : Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai sesuai kebutuhan untuk

mempertahankan ventilasi.

Rasional : Untuk melancar jalan nafas.

b) Intervensi : Bantuan untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.

Rasional : Untuk mengefektifan jalan nafas.

c) Intervensi : Kaji ada hipoksia.

Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas.

d) Intervensi : Monitor respiration rate.

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas.

5. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.


Tujuan :

- Melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

- Kebutuhan tubuh pasien

terpenuhi. Kriteria Hasil :

- Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri

sendiri.

- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh

menurunnya kelemahan dan kelelahan.

a) Intervensi : Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien.

b) Intervensi : Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas

sesuai kemampuan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas.

c) Intervensi : Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Rasioanal : Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.

Tujuan :

- Penyembuhan luka tepat waktu.

- Tidak ada tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

- Dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi.

- Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang

nyaman.

a) Intervensi : Monitor luka operasi.

Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien.


b) Intervensi : Rawat luka sesuai prinsip.

Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.

c) Intervensi : pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit.

d) Intervensi : Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien.

e) Intervensi : Kolaborasi pemberian anti biotik sesuai

indikasi Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi.

7. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Distress

emosional, ketetihan, control nyeri buruk

Tujuan : - Pola nutrisi terpenuhi (porsi yang disediakan habis)

KH :

- Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat

- Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan atau

meningkatkan masukan diet.

a) Intervensi : Pantau masukan makanan setiap hari

Rasioanal : Mengindetifikasi kekuatan / defisiensi

nutrisi

b) Intervensi : Ukur tinggi berat badan, dan kelembaban lipatan kulit trisep

(atau pengukuran antropometri lain sesuai indikasi)

Rasional : Membantu dalam indetifikasi malnutrisi protein – kalori,

khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometri kurang dari

normal

c) Intervensi : Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrisi

dengan masukan cairan adekuat


Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan

(untuk menghilangkan produk sisa)

(Doenges, 2000)

Anda mungkin juga menyukai