Anda di halaman 1dari 13

1.

Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritonium (lapisan membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis (Santosa Budi, 2005).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum) lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut
sebelah dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis, salpingitis),
rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen (Brunner & Suddarth, 2002)

2. Etiologi
Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit
hati yang kronik. SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) terjadi bukan karena infeksi
intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati
kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga
menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium,
kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi bakteremia.
Peritonitis juga biasanya disebabkan oleh:
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan
peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritonium sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak
berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan peritonium cenderung
mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu,
ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri
ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi.

3. Tanda dan Gejala

Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya


penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa
terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam
bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila
peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus
besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum.
Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi
komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang
menyebar.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang
menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini
bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan
kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

4. Kalsifikasi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi:
a. Penyebab Primer (Peritonitis Spontan)
Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di
perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
 Spesifik : misalnya Tuberculosis
 Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Penyebab Sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral)


Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi
bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab
asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan
bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

c. Penyebab Tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat)
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan
berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses
atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering pada
pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang
imunokompromais.

5. Patofisiologi
Terlampir

6. Pemeriksaan Penunjang
I. Pemeriksaan Fisik
- Adanya acites
- Penderita tampak pucat
- Penderita tampak lemah
- Penderita tampak menangis kesakitan
- Membran mukosa kering
- Penderita tampak sesak
- Penderita tampak kurus
II. Pemeriksaan Penunjang
- Tes Darah : untuk melihat apakah ada bakteri yang ada dalam darah
- Sampel cairan dari perut : identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi
- CT scan : mengidentifikasi fluida diperut, atau organ yang terinfeksi
- Laboratorium : ditemukan adanya lekositosis, hemtokrit yang meningkat dan
asidosis metabolik
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih
dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat.
- Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan
usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
- Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP ).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film
ukuran 35 x 43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus
(ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran
radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance),
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari
air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang kemungkinan
gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas
infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya
air fluid level dan step ladder appearance.
Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial,
air fluid level, dan herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang
– kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau
intestinum crassum.
2. Air fluid level
3. Herring bone appearance
Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid
level ada yang pendek –pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon)
karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.2
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto
polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah :
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis
dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.

7. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi


saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan
dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan – tindakan menghilangkan nyeri
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah
besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan
menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi
untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam
menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam
rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan
menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau
masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang
intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

Bedah dan Prosedur Lain


Orang dengan peritonitis sering memerlukan pembedahan untuk menghilangkan
jaringan yang terinfeksi dan memperbaiki organ yang rusak. Pembedahan yang
dapat dilakukan adalah eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus
peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat
biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infuse.

Nutrisi dan Suplemen Diet


Peritonitis adalah darurat medis dan harus ditangani oleh seorang dokter medis.
Jangan mencoba untuk mengobati peritonitis dengan herbal atau suplemen. Namun,
rencana perawatan yang komprehensif untuk memulihkan dari peritonitis dapat
mencakup berbagai terapi komplementer dan alternatif. Selalu mengkoordinasi
dngan tim medis lainya seperti dokter, ahli gizi dan yang lainnya dalam pemberian
diet ataupun suplemen.
Ketika sembuh dari penyakit yang serius, penting untuk mengikuti kebiasaan gizi
yang baik:
 Makan makanan yang tinggi dalam B-vitamin dan kalsium, seperti almond, kacang,
biji-bijian (jika tidak alergi), sayuran hijau gelap (seperti bayam dan kale), dan
sayuran laut.
 Makan antioksidan makanan, termasuk buah-buahan (seperti blueberry, ceri, dan
tomat) dan sayuran (seperti squash dan paprika).
 Hindari makanan olahan, seperti roti putih, pasta, dan terutama gula.
 Makan daging merah dan daging tanpa lemak sedikit lebih, air dingin ikan, tahu
(kedelai, jika ada alergi), atau kacang-kacangan untuk protein.
 Minuman 6-8 gelas air disaring sehari-hari.
 Gunakan minyak sehat dalam makanan, seperti minyak zaitun atau minyak sayur.
 Hindari kafein dan stimulan lainnya, alkohol, dan tembakau.
 Tanyakan kepada dokter Anda tentang mengambil multivitamin sehari-hari,
mengandung antioksidan vitamin A, C, E, vitamin B-kompleks, dan mineral seperti
magnesium, kalsium, seng, dan selenium.
 Suplemen probiotik (Lactobacillus acidophilus berisi antara spesies lain), 5 - 10
billion CFUs (koloni membentuk unit) per hari, untuk kesehatan pencernaan dan
kekebalan tubuh. Probiotik dapat sangat membantu ketika minum antibiotik, karena
probiotik dapat membantu mengembalikan keseimbangan "baik" bakteri di usus.

8. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal
klien
2. Riwayat penyakit sekarang
Peritonitis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal
diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, SLE dan sirosis
hepatis dengan asites
3. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer seperti Tubercolosis, maka kemungkinan diturunkan ada
4. Pemeriksaan Fisik
- Pernafasan
Pola nafas irreguler ( RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan
serta menggunakan otot bantu nafas
- Kardiovaskular
Mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovolemia vaskuler. Irama
jantung irreguler akibat syok.
- Persarafan
Tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran
- Perkemihan
Penurunan produksi urin
- GIT
Mengalami anoreksia dan nausea. Distensi abdomen, BU menurun dan gerakan
peristaltik usus turun (<12x/menit)
- Muskuloskeletal dan Integumen
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan
turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
B. Masalah Keperawatan
PRE OP
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

POST OP
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan
hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC),
antara lain:

Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

NIC : Penatalaksanaan nyeri


1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan,
factor presipitasinya

2. Observasi ketidaknyamanan non verbal

3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru

4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan

5. Anjurkan pasien untuk istirahat

6. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali
normal 370 C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar
pakaian.
4. Berikan cairan intravena

Dx IV. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala
peritonitis.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun
dalam batas normal.
3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan
pemantauan.
NIC : Pengendalian Infeksi
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung
dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya
apendiks.
2. Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara
tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang
menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena
akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan
yang tepat.
3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan
meningkatkan resiko perforasi.
4. Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
6. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan
pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa
lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada
luka bedah.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap
infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi.
4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti
balut yang steril.
5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa
mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,
nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode
istirahat dan aktivitas
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang
berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 1984.
Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes Classification
(NOC). St. Louis : Mosby Inc.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
Hall and Guyton. 1997. Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Noer Sjaifullah H. M. 1999. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai