Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

EFUSI PLEURA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Kesimpulan, efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura,
efusi dapat berupa cairan jernih, yang terletak diantara permukaan visceral dan
pariental, yang merupakan penyakit primer yang jarang terjadi.
2. EPIDEMIOLOGI
Efusi puera merupakan penyakit sistem respirasi, yaitu terjadi penumpukan
cairan di dalam ruang pleural, yang berupa cairan bening, yang terletak diantara
permukanan visceral dan parietal, penyakit ini merupakan penyakit primer yang
jarang terjadi.
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila
di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta
org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan
karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura
ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam
cairan pleura.
3. ETIOLOGI
Penyebab efusi pluera :
Infeksi tuberculosis
Infeksi nontuberculosis
Keganasan
Trauma

Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur,


pneumonia atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).
Keganasan paru
Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.
Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru).
Bisa terjadi 3 jenis efusi yang berbeda:
1) Efusi Transudat dapat disebabkan oleh biasanya disebabkan oleh suatu kelainan
pada tekanan normal

di dalam paru-paru. Seperti kegagalan

jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena
sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Efusi Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen. Kanker, tuberkulosis
lainnya, reaksi obat, asbetosis
beberapa contoh penyakit

dan infeksi paru


dan sarkoidosis merupakan

yang

bisa menyebabkan

efusi pleura eksudativa.


3) Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
tuberkulosis.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Gagal jantung
Kadar protein darah
yang rendah
Sirosis

Pneumonia

Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid

infark paru,

Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera
di

dada

Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,


nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena
yang
kurang

baik.

Ada berbagai keganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada
umumnya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain;
karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang
ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah
karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil,
adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling banyak
menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya
terletak di daerah perifer paru. Limfoma dan keganasan lain pada kelenjar limfe di
daerah hilus pare dan mediastinum juga dapat menyebabkan efusi pleura.
Berdasarkan sumber lain, penyebab efusi pleura yaitu:
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral.

Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya. Akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
berikut: Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
a.
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena
cedera
di
dada.
Penyebab lainnya adalah:
pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura
kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah
jarum atau selang.
b.
Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika
pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
Pecahnya kerongkongan
Abses di perut.
c.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan
oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus)
atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
5. PATOFISIOLOGI
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm HO dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10 cm HO.
Cairan pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih besar dari absorbsi
cairan pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia

akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan


vena (gagal jantung).
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
1. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma
2. Terjadi peningkatan:
Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma)
Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis
(kegagalan jantung kiri)
Tekanan negatif intra pleura (atelektasis)
(Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase
limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru
dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) menurunnya tekanan osmotik koloid
plasma yang menyebabkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap
penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang
memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura dapat berupa eksudat dan transudat. Transudat terjadi pada
peningkatan penekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif.
Pada kasus ini, keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh. Penimbunan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan nama
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat daya gravitasi.
Penimbunan eksudat timbul sebagai akibat sekunder dari peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler/ gangguan absorbsi getah
bening. Eksudat dibedakan dengan transudat. Dari kadar protein yang dikandung dan
dari berat jenisnya. Transudat memiliki berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar
proteinnya kurang dari 3% , sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan kadar
protein lebih tinggi karena banyak mengandung sel.
6. MENIFESTASI KLINIS
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

7. KOMPLIKASI
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.Biopsi pleura perlu dipikirkan
setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis keganasan dapat

ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 3060% penderita. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa biopsi yang dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat
meningkatkan diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan jarum.
Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi
lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling
sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam.
Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan
cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,
pH, dan glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya. Pada
foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang cekung atau datar,
dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan
memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah
kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik
biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300
ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat
foto pada posisi dekubitus lateral.
9. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan

elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan
paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

10. PATHWAY

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan

d.

e.

f.

g.

yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya


tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura
keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi
dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran

7)

8)

9)

10)

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan


peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tibatiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
h.

Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)
i.

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari
300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura
sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).

j.

Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat
Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl
<3
>3
Kadar protein dalam effusi
< 0,5
> 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U)
< 200
> 200
Kadar LDH dalam effusi
< 0,6
> 0,6
Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi


Rivalta

< 1,016
Negatif

> 1,016
Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga


cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
- Transudat
- Eksudat
- Hilothorax
- Empiema
- Empiema anaerob
- Mesotelioma

: jernih, kekuningan
: kuning, kuning-kehijauan
: putih seperti susu
: kental dan keruh
: berbau busuk
: sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi


Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil
: pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit
: tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit
: mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
Misotel banyak
: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi
: Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff
Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

2) DIAGNOSA KEPARAWATAN

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi pleura
antara lain :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
ditandai dengan demam.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur
abdomen.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
7. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi pleural, aturan
pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi.

Diagnosa keperawatan post-op


1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase
(WSD))
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.

3) INTERVENSI KEPERAWATAN
Menyusun prioritas :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
ditandai dengan demam.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
Diagnosa keperawatan post-op

1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase


(WSD))
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
Pre-op
1.
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan.
Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta
foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan


mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar- kapiler.


Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pertukaran gas dalam
alveoli adekuat.
Kriteria hasil:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
- Tidak ada gejala disstres pernafasan
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional :
Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum.
b. Awasi frekuensi jantung/irama
Rasional :
Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai respons
terhadap hipoksemia.
c. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis
ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional :
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan kulit
sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Kaji status mental
Rasional :
Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
e. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil.
Rasional :

Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat


meningkatkan kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan menggagu
oksigenasi metabolic.
f. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum
merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat,
gelisah.
Rasional :
Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan
membutuhkan intervensi medic segera.
Kolaborasi
a. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional :
Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
b. Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.
Rasional :
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.


Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
dada klien hilang.
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks.
Intervensi :
a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
tersebut
Rasional :
Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
Rasional :
Membantu mengurangi rasa nyeri.
c. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak


ditandai dengan demam.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
Hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan proses infeksi hilang.
Intervensi :
Mandiri
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat mengetahui
keadaan umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien.
b. Pemberian kompres hangat pada pasien
Rasional :
Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam pasieen.
c. Berikan minum per oral
Rasional :
Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih yang dapat
mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga dengan
memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang serta
menurunkan suhu tubuh.
d. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
Rasional :
Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang berlebihan
sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti untuk mencegah
pasien kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta mencegah perkembangan
jamur dan bakteri.
Kolaborasi :
a. Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.
Rasional :
Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
b. Berikan selimut pendingin
Rasional :

Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria Hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional:
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan,
dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Rasional :
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan
gerakan disfragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
c. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
d. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh.
e. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
f. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat melakukan
aktivitas dengan baik

Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak
adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan
kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Rasional :
Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong pengguanaa manajemen stress dan pengalih yang tepat.
Rasional :
Menentukan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional :
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istiraha dan/ tidur.
Rasional :
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke
depan meja dan bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan
oksigen.
Post-op
1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase
(WSD)
Tujuan :
Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan nyeri hilang .
Kriteria hasil :

Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks
dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terusmenerus,sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang ibtensitas pada skala 0-10.
Rasional :
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri. Penggunan skala nyeri dapat membantu
pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefektifan analdesik, meningkatkan control nyeri.
b. Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien.
Rasional:
Kesesuaian antara petunjuk verbal/nonverbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri.
c. Evaluasi keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar
untuk mengontrol nyeri;ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
Rasional :
Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan pengontrolan nyeri
yang terbaik merupakan keleluasaan pasien. Boila pasien tidak mampu
memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda fisiologis dan
psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.


Tujuan :
Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala gejala
infeksi.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
a. Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Rasional :
Manghindari infeksi
b.Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional :
Mencegah infeksi nosokomial saat pemasangan WSD
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
Tujuan:
Setelah diberi askep 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu memahami dan menerima
keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil :
Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasienJelaskan mengenai
penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktifsangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:


Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC,

1997.

Anda mungkin juga menyukai