Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hambatan reasorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal,
tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan
pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan
cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu
fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi
pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih
kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari
rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih
banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan
jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah
bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini
seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan
dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada
kematian. Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan
keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi efusi pleura ?
2. Bagaimana etiologi efusi pleura ?
3. Apa saja klasifikasi dari efusi pleura ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari efusi pleura ?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya efusi pleura ?
6. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan efusi pleura ?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan efusi pleura ?
8. Apa saja komplikasi dari penyakit efusi pleura ?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura?

C. Tujuan
1. Untuk memahami definisi efusi pleura
2. Untuk mengetahui etiologi efusi pleura
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari efusi pleura
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari efusi pleura
5. Untuk memahami patofisiologi terjadinya efusi pleura
6. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan efusi
pleura
8. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit efusi pleura
9. Untuk memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam


pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan
gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin, 2008).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam
jiwa penderita. Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi
virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder.
Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer
intrapleura dan tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan
oleh kondisi :
1. Hambatan reasorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah :
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis
peritoneal, dan atelektasis akut.
2. Eksudat
Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses), Neoplasma (Ca.
paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu
dari empat mekanisme dasar :
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
1. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik.
2. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
3. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema
akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terdapat pada :
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya
perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada
pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit
yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan
jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

D. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di
bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

E. Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10/20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan
tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru (alsagaf, 1995).
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi
akibat beberapa proses yang meliputi (Guyton dan Hall, 1997) :
1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura
3. Menurunnya tekanan osmotik plasma juga memungkinkan terjadinya
transudasi cairan yang berlebihan
4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan
ke dalam rongga secara cepat
Pathway

Infeksi paru Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan


sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
TB,pneumonitis, abses bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
paru konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Reaksi Ag-Ab

Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor


Merangsang mediator inflamasi

Tersumbatnya pembuluh darah vena


Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin dan getah bening

Vasoaktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan

Gangguan keseimbangan
tekanan Hidrostatik dan Onkotik Akumulasi cairan di rongga pleura

Meningkatkan permeabilitas membran


Inefektif bersihan jalan napas

Perpindahan cairan Efusi Pleura

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan


Rangsangan serabut inadekuat
saraf sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat Torakosintesis
Sesak napas WSD
Nyeri
Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya
kontinuitas jaringan

Perubahan nutrisi Kesulitan tidur

kurang dari kebutuhan Perlukaan

Gangguan pola
tidur kurang dari Port de entry
Intoleransi aktivitas
kebutuhan
Resiko tinggi
Nyeri terhadap infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral dekubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50
ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan
antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan
gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada
Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan.

G. Penatalaksanaan
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi
ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif
paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang
boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi
dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan
pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi
yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai
pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura
parietalis yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan
pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan
bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang
berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal
kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada
hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer
yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai
gangguan elektrolit dalam tubuh.
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan
pleura yang lebih banyak.
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan
maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan
cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu
penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard,
dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage
tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor
patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang
berulang kali, dikenal pula berbagai cara lainnya yaitu :
1. Thorakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.
Indikasi untuk melakukan thorasintesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.
a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang
berada dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) Dapat terjadi pneumothoraks.
2. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura disebabkan oleh
karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa
publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor
mediastinum.

H. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
4. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
5. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
5. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena menurunnya
resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
3. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
e. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
f. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
g. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
h. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui
saluran getah bening
4. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane
adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik
radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

Anda mungkin juga menyukai