Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH - 3

“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal :


Tumor Tulang”
Dosen Pengampu : Sukarni, S. Kep., M. Kep

DISUSUN OLEH :
Wahyu Maulana (I1031181031)
M. Rizki Farhan (I1031181032)
Arizki Rahman Hakim (I1031181033)
Ersy Aprilya (I1031181034)
Mutiara Tri Handayani Rizaldi (I1031181035)
Suci Kurnia Ningsih (I1031181036)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah-3. Dalam proses menyelesaikan penyusunan tugas kami
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Tumor Tulang”, kami juga mendapat dukungan dan juga bantuan
dari berbagai pihak, maka dari itu kami menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas berkat dan anugrah-Nya yang luar biasa, yang tidak pernah
berkesudahan hingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat
pada waktunya.
2. Sukarni, S. Kep., M. Kep selaku dosen pembimbing.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penulisan dan penyajian materi pada makalah ini. Untuk itu kami menerima saran dan
kritik dari pembaca. Kami berharap makalah ini dapat diterima dengan baik dan
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Pontianak, 23 September 2020

TIM PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
KONSEP PENYAKIT...........................................................................................................4
2.1. Definisi.........................................................................................................................4
2.2. Etiologi.........................................................................................................................6
2.3. Patofisiologi..................................................................................................................7
2.4. Manifestasi Klinik.......................................................................................................9
2.5. Komplikasi.................................................................................................................10
2.6. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan........................................................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................................17
3.1. Pengkajian.................................................................................................................17
3.2. Rumusan Diagnosa Keperawatan............................................................................19
3.3. Perencanaan..............................................................................................................21
3.4. Evaluasi......................................................................................................................27
3.5. Pembahasan evidence based salah satu intervensi yang diberikan........................27
BAB IV..................................................................................................................................28
PENUTUP.............................................................................................................................28
4.1. Kesimpulan................................................................................................................28
4.2. Saran..........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal merupakan system penting yang terdapat pada tubuh
manusia yang terdiri dari sistem lokomotor yaitu, otot, tulang, sendi dan jaringan
terkait seperti tendon dan ligament. Gangguan pada muskuloskeletal sangat bervariasi
mulai dari muncul tiba-tiba dan berumur pendek, seperti patah tulang, keseleo dan
strain, hingga kondisi seumur hidup yang terkait dengan rasa sakit dan kecacatan
yang berkelanjutan (WHO, 2019).
Gangguan muskuloskeletal biasanya ditandai dengan rasa sakit (sering gigih) dan
keterbatasan dalam mobilitas, ketangkasan dan kemampuan fungsional, mengurangi
kemampuan orang untuk bekerja dan berpartisipasi dalam peran sosial dengan
dampak terkait pada kesejahteraan mental, dan pada tingkat yang lebih luas
berdampak pada kemakmuran masyarakat (WHO, 2019).
Tumor tulang merupakan satu diantara gangguan musculoskeletal yang
menyerang tulang. Adapun definisi dari tumor sendiri adalah pertumbuhan sel
abnormal yang terjadi pada tulang manusia. Tumor ini dapat terjadi pada bagian
tulang manapun yang bermula pada sel normal yang berubah dan tumbuh tidak
terkontrol sehingga membentuk sebuah massa. Tumor tulang dapat bersifat jinak
maupun ganas. Tumor jinak tidak bermetastase ke daerah lain dalam tubuh, tetapi,
tetap saja berbahaya karena dapat tumbuh dan mengganggu jaringan tulang yang
sehat. Tumor primer yang berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau tumor sekunder
yang merupakan tumor dari metastasis (infiltrasi) terutama dari tumor tumor ganas
lain ke dalam tulang (Hakim, Pelly, Kulendran dan Caris, 2015).
Kejadian tumor tulang jinak bervariasi tergantung pada jenisnya. Namun, mereka
paling sering muncul pada orang kurang dari 30 tahun, sering dipicu oleh hormon
yang merangsang pertumbuhan normal. Jenis yang paling umum adalah
osteochondroma.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih rinci

1
terkait tumor tulang yang merupakan satu diantara gangguan system musculoskeletal.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep dasar
penyakit dari tumor tulang ini agar menjadi acuan dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan tumor tulang dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan diabetes
mellitus agar dalam melakukan aktivitasnya seperti biasa.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi masalah dalam
makalah “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Tumor Tulang” adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi tumor tulang?
2. Apa etiologi dari tumor tulang?
3. Bagaimana patofisiologi dari tumor tulang?
4. Apa saja manifestasi klinik dari tumor tulang?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien tumor tulang?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tumor tulang?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien tumor tulang?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi tumor tulang
2. Untuk mengetahui etiologi dari tumor tulang
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari tumor tulang
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinik dari tumor tulang
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien tumor tulan
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien tumor tulang
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien tumor tulang
1.4. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini tim penyusun menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan
dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.

3
BAB II
KONSEP PENYAKIT

2.1. Definisi
Tumor tulang yaitu pertumbuhan sel baru yang abnormal (neoplasma), progresif
dimana sel-sel tidak pernah berkembang. Neoplasma merupakan masa abnormal dari
jaringan, yang pertumbuhannya pesat dan tidak terkoordinasi dari pada jaringan
normal, berlangsung lama serta berlebihan setelah terjadi perhentian stimulus yang
menimbulkan perubahan.
Tumor tulang istilah yang dapat di gunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama, seperti
osteosarkoma, kondrosarkoma, sarkoma dan lainnya (LoCicero, 2018).
Klasifikasi Tumor Tulang (Franchi,2012):
1. Tumor Tulang Jinak (benigna)
a) Osteoid Osteoma
Tumor jinak tidak akan menyerang jaringan disekitarnya dan tidak menyebar
ke bagian tubuh lain, secara umum tumor jinak tidaklah berbahaya dan tubuh
dengan lambat, namun ada juga yang pertumbuhannya sangat cepat.
Tumor jinak bisa tumbuh hingga berukuran cukup besar dan sering di
temukan dekat denga pembuluh darah otak, saraf atau organ lain.
b) Osteoblastoma
Tumor ini sama dengan osteoid, tetapi lebih besar. Penatalaksanaan bedah
tumor ini berbeda karena lesi harus dieksisi secara keseluruhan,jika tidak akan
terjadi kekambuhan.
Tumor tersebut dapat agresif, tetapi tidak bermetasasis. Sekitar 50% terjadi
pada spons, menimbulkan risiko komplikasi yang lebih besar dari medulla
spinalis yang terkena perubahan motorik atau sensorik.
c) Osteokondroma
Merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi, terkadang disebut
eksostosis, yang biasanya mulai tumbuh pada usia remaja.

4
Tumor ini terdiri dari sekumpulan proliferasi tulang dengan kartilago yakin
sebagai penutupnya dan tidak ada daerah transisi antara osteochodroma dan
jaringan tulang normal (Teuku Ahmad Arbi, 2016).
d) Kondroma
Merupakan tumor jinak yang muncul dari elemen tulang kartilago yang
sedang tumbuh. Jika kondroma muncul sebagai lesi tunggal pada tulang kecil
tangan dan kaki dinamakan kondroma kistik, kondroma yang muncul di tempat
lain di kenal sebagai endokondroma. Endokondroma multiple, yang biasanya
dikenal sebagai penyakit ollier (Teuku Ahmad Arbi, 2016).
2. Tumor Tulang Ganas (maligna)
a) Osteosarkoma
Merupakan kanker tulang primer yang paling sering terjadi pada usia 30
tahun dan sering terjadi pada anak laki-laki dari pada wanita dengan rasio 1:5:1.
Ada 5 jenis osteosarkoma yang paling utama yaitu osteoblasti, kondroblastik,
fibroblastik, campuran dan telangiektatik. Osteosarkoma sebagai neoplasma
dimana jaringan osteoid disintesis oleh sel ganas. Penyakit ini termasuk
keganasan sistem skeletal nonhematopoetik yang tersering dengan distribusi usia.
Penyebab osteosarkoma tidak diketahui, namun berbagai agen dan status
penyakit dihubungkan dengan perkembangan penyakit. Osteoblas maligna yang
memproduksi matriks osteoid merupakan gambaran diagnostik (Rudyanto
Wiharjo seger, 2014).
b) Sarkoma Ewing
Merupakan tumor tulang ganas paling sering terjadi pada usia muda, 75%
terjadi pada pasien dibawah usia 20 tahun, dengan rasio laki-laki pada
perempuan 3:2.
Tumor ini lebih sering terjadi pada femur, tibia, fibulla, humerus dan pelvis.
Biasanya tumor tersebut menyebar lebih cepat ke jaringan lunak dan lebih
ekstensif dari pada osteosarcoma (Ozaki,2015).
c) Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas primer paling sering terjadi. Tumor ini terjadi pada

5
tulang matur. Dengan insiden puncak bagi pasien yang berusia 40-60 tahun.
Tumor berasal dari Sel kartilago atau kondrosit (I Ketut Suryasa.et. al, (2019).

2.2. Etiologi
1. Tumor Tulang Jinak ( benigna)
Tumor tulang biasanya muncul pada area yang sedang mengalami pertumbuhan
yang cepat. Tetapi pada penelitian biomokuler lebih lanjut ditemukan beberapa
mekanisme terjadinya neoplasma tulang, yaitu melalui identifikasi mutasi genetik
yang spesifik dan penyimpanan kromosom pada tumor. Keabnormalan dari gen
supresor tumor dan gen pencetus onkogen. Terjadinya mutasi kromosom P53 dan Rb
juga dapat menjadi penyebab terjadinya tumor. Penyebabnya bisa karena adanya
trauma dan infeksi misalnya bone infarct, osteomyelitis chronic paget disease. Faktor
lingkungan berupa paparan radiasi dan zat karsinogenik (Muttaqin, 2008).
2. Tumor Tulang Ganas (Maligna)
Faktor penyebab tumor maligna yaitu :
a. Faktor genetik atau keturunan dimana bisa diturunkan dari embrionik
mesoderm.
b. Virus dapat dianggap bisa meyantukan diri dalam sel sehingga mengganggu
generasi mendatang dari populasi sel.
c. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi
berulang ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit
d. Agens hormonal, pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya
gangguan dalam keseimbangan hormon baik dalam pembentukan hormon
tubuh sendiri (endogenus) atau pemberian hormon tersebut.
e. Kegagalan sistem imun untuk merespon dengan tepat terhadap sel-sel maligna
memungkinkan tumor tumbuh.
f. Agent kimia, kebanyakan zat kimia yang membahayakan menghasilkan efek-
efek toksik dengan menggunakan struktur DNA pada bagian-bagian tubuh
(zat warna amino aromatik, Aniiin, nikel, seng, polifillin clorida).

6
2.3. Patofisiologi
Adanya tumor tulang menyebabkan jaringan lunak bervariasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik. Karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dengan lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.
Kelainan kongenital, genetik, gender/jenis kelamin, usia, hormon, infeksi, gaya
hidup, karsinogen/ bahan kimia, virus, radiasi dapat menimbulkan tumbuh
perkembangan sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau sifat manigna
(ganas). Sel tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umunya
cepat membesar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya.
Adapun siklus tumbuh sel kanker ada membelah diri, membentuk RNA,
berdiforensiasi/poliferasi, membentuk DNA baru di duplikasi kromosom sel, di
duplikasi DNA dari sel normal, mengalami fase mitosis, fase istirahat pada saat sel
tidak melakukan pembelahan (Brunner and Suddart,2001).

7
Pathway

Genetik Radiasi Bahan Kimia Trauma Limfedema Infeksi


Kronis

Tumor
Tumbuh dan berkembangnya sel tumor

Menginvasi Jaringan Lunak

Respon
Respon Osteolitik
Osteoblastik

Terjadi Destruksi
Penimbunan
Tulang
Periosteum terbaru

Pertumbuhan
Rongga tulang
sendi
yang abortif
sempit, terjadi
erosi

Adanya masa pada


tulang

Nyeri
Massa Akut
membesar

Dapat menjadi kanker


Gangguan
Mobilitas Fisik

Menyerang jaringan
normal

Metastase

Kematian
Ansietas

8
2.4. Manifestasi Klinik
Secara umum manifestasi klinis tumor tulang
1. Nyeri tulang
Nyeri pada tulang yaitu gejala yang paling sering didapatkan pada proses
metastasis ke tulang dan biasanya merupakan gejala awal yang disadari oleh pasien.
Nyeri timbul akibat pergangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum dari
tumor. Nyeri dapat hilang timbul dan lebih terasa pada saat di malam hari atau pada
saat istirahat.
2. Fraktur
Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang menjadi lebih
rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur. Fraktur timbul sebelum gejala-gejala
lainnya. Daerah yang sering mengalami fraktur pada tulang-tulang panjang di
ekstremitas atas dan bawah serta vertebra.
3. Penekanan medula spinalis
Ketika terjadi proses metastasis ke vetrebra, maka medulla spinalis menjadi
terdesak. Pendesakan medulla spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi parase
atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar abdomen.
4. Peninggian kadar kalsium dalam darah disebabkan karena tingginya pelepasan
cadangan kalsium dari tulang.
Peninggian kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, mual, haus,
konstipasi, kelelahan dan bahkan gangguan kesadaran.
5. Gejala lainnya
Apabila terjadi metastasis sampai ke sum-sum tulang, gejala yang timbul sesuai
dengan tipe sel darah putih yang terkena, maka pasien dapat dengan mudah terjangkit
infeksi. Sedangkan gangguan pada platelet, dapat menyebabkan perdarahan (Brunner
and Suddart,2001).

a) Manifestasi klinis Tumor Tulang Banigna


Pasien umunya memiliki riwayat nyeri berulang. Memburuk pada malam hari dan
biasanya tidak sanggup beraktivitas. Massa dan pembengkakan mungkin dapat

9
diketahui dengan palpasi, tetapi gejala pokok (Kehilangan berat badan, demam,
berkeringat pada malam hari, lemas) biasanya tidak di temukan kecuali pada
kasus tumor metastasise lesi yang berdekatan bergabung dan dapat menyebabkan
tumor tidak terkendali bernodul dan nyeri tumor jaringan lunak seringkali di
rasakan kurang nyeri bahkan tidak nyeri – nyeri di sebabkan tertekannya saraf
-saraf nyeri oleh massa.
b) Manifestasi klinis Tumor Tulang Maligna
Beberapa jenis tumor tulang maligna sebagai berikut :
 Nyeri
Merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, sekitar 75% pasien dengan
tumor tulang maligna merasa nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung
pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang
bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri
berlangsung lama dan memburuk pada malam hari.
 Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
 Massa yang teraba akibat penonjolan tulang.
 Frekuensi miksi meningkat.

2.5. Komplikasi
Risiko-risiko utama yang berhubungan dengan operasi termasuk infeksi,
kekambuhan dari kanker, dan luka pada jaringan-jaringan yang mengelilinginya.
Dalam rangka untuk mengangkat seluruh kanker dan mengurangi risiko kekambuhan,
beberapa jaringan normal yang mengelilinginya harus juga diangkat. Tergantung
pada lokasi dari kanker, ini mungkin memerlukan pengangkatan dari porsi-porsi dari
tulang, otot, syaraf-syaraf, atau pembuluh-pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan
kelemahan, kehilangan sensasi, dan risiko dari patah tulang atau patah tulang dari
tulang yang tersisa [ CITATION Mah17 \l 1033 ].
a. Efek proses kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obat yang sangat kuat untuk mencoba
membunuh sel-sel kanker. Tetapi sebagai akibatnya beberapa sel-sel normal juga

10
terbunuh dalam prosesnya. Obat-obat dirancang untuk membunuh sel-sel yang
membelah atau tumbuh secara cepat. Sel-sel normal yang terpengaruh seringkali
termasuk rambut, sel-sel pembentuk darah, dan sel-sel pelapis sistim pencernaan.
Efek sampingan kemoterapi yaitu mual dan muntah, kehilangan rambut, kelelahan,
infeksi, kehilangan nafsu makan, kerusakan kulit dan jaringan lunak. Nutrisi yang
baik adalah penting untuk tubuh untuk melawan kanker. mungkin dirujuk pada ahli
nutrisi untuk membantu dengan ini, terutama jika mengalami mual dan kehilangan
nafsu makan [ CITATION Mah17 \l 1033 ].
b. Kecacatan
Apabila dilakukan proses pengangkatan kanker melalui penghilangan organ,
maka kecacatan pasien tidak akan bisa dihindari. kanker tulang bisanya juga dapat
menimbulkan patah tulang yang disebut fraktur patologis [ CITATION Mah17 \l 1033 ].
c. Kematian
Fakta penyebab kematian akibat kanker:
 Kesulitan diagnosis oleh dokter patologi tulang. Minimnya peralatan
diagnosis yang tersedia dan sulitnya mendeteksi sel-sel kanker yang diderita
pasien apakah tergolong jinak atau ganas.
 Umumnya pasien datang ketika penyakit sudah berada pada stadium akhir.
Pengobatannya akan menjadi sulit, dan angka harapan hidup semakin kecil.
 Masalah sosial ekonomi. Penyakit kanker memang tergolong masih sulit
diobati, belum lagi biaya pengobatan sangat mahal. Masalah biaya sering
menjadi alasan pasien untuk tidak berobat. Bahkan, banyak pasien yang
menolak dioperasi karena tidak memiliki biaya.
 Pengobatan dengan kemoterapi memiliki efek samping yang menyakitkan,
sehingga membuat pasien menyerah dan menghentikan terapi.
 Kurangnya pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya, membuat
banyak orang memutuskan untuk memilih pengobatan alternatif yang
biayanya relatif lebih murah, meskipun kenyataannya itu malah
membahayakan kehidupan pasien.

11
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mahyudin (2017), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
1. Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam
membantumenegakkan diagnosis tumor. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
meliputi:
 Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
haemoglobin, fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum, fosfatase
asam serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor ganas tulang.
 Urine. Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-
Jones
2. Radiologi
 Radiografi Konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus osteosarkoma.
a. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau
permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif
(segi tiga Codman, sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan
formasi matriks (osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid).
b. Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan
kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang
disertai gambaran string sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan
massa jaringan lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi
kortikal, dan penebalan korteks
c. High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas
tinggi, reaksi periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga
ditemukan invasi intramedular.
d. Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan
pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks
osteoid minimal.

12
e. Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, mdestruksi
korteks, massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks
osteoid.
f. Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif
ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.
 X-ray
Merupakan pemeriksaan penunjang utama pada tumor tulang. Foto sinar-X
bisa membedakan apakah tumor berasal dari tulang ataupun jaringan lunak.
Evaluasi foto sinar-X pertama adalah lokasi tumor.
 CT Scan
Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks
dan mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk
mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi
tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi
adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.
 MRI
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai.MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. MRI digunakan untuk menilai ekstensi
massa dan penambahan komponen nekrotik intramassa. Dynamic MRI juga
dapat digunakan untuk menilai respon pasca kemoterapi.
MRI adalah keterlibatan jaringan lunak di sekitarnya terutama struktur penting
seperti neurovaskular, infiltrasi tumor pada medulla tulang.
 Kedokteran Nuklir
Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau
suatu osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik.

13
 Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum halus
(fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB
inkonklusif. FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90% (Kemenkes,
2017).
Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons
kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe.
Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan membanding kan luasnya area
nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
Grade 4 : nekrosis 100 %

2.7. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes (2017), penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pembedahan
A. Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan yang
dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan tujuan untuk
menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari
pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan
rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan megaprostesis (endoprostesis),
biological reconstruction (massive bone graft baik auto maupun allograft) atau
kombinasi megaprostesis dan bone graft [CITATION Kem171 \l 1033 ].
 Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan
lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing.10 Dalam dua minggu pasca

14
operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam
periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai dengan
toleransi pasien (Kemenkes, 2017).
 Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai dengan
integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo
pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi
ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu: 1). transplantasi tulang yang vital-vascularized atau non-vascularized
autograft, 2). implantasi tulang non-vital berupa extracorporeal devitalized
autograft (allograft), dan 3). sintesis tulang secara de novo dengan distraction
osteogenesis. Pendekatan LSS dengan metode biological reconstruction dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik rotational plasty, free microvascular
bone transfer, extracorporeal irradiation autograft, pasteurized autograft, serta
dengan allograft.
 Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya
Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma yang mengenai tulang
expandable seperti fibula proksimal, ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic
resection tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi. Pada
ekstremitas dengan defek tulang massif yang tidak memungkinakan dilakukan
rekonstruksi dengan megaprostesis atau biological reconstruction, seperti defek
tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat dilakukan dengan IM nail
atau plate dengan bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di
RS setempat.
B. Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi.
Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan
pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor
dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih
dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.

15
2. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi berguna untuk mengontrol mikrometastasis,
memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons kemoterapi (Huvos),
memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta memudahkan tindakan
reseksi tumor pada saat tindakan LSS [ CITATION Kem171 \l 1033 ].
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor
primer dan lesi metastasis. Pilihan Radiasi pada tumor primer berupa radiasi eksterna
dengan kriteria untuk dilakukan pada kasus batas sayatan positif pasca operasi,
reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat dioperasi. Radiasi juga dapat diberikan
sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat atau perdarahan
[ CITATION Kem171 \l 1033 ].
4. Localized disease
Menurut rekomendasi guidelines, eksisi luas merupakan terapi primer pada
pasien dengan derajat rendah (intramedular dan permukaan) oteosarkoma dan lesi
pariosteal. Pada periosteal osteosarcoma penatalaksanaan disesuaikan dengan derajat
tinggi osteosarkoma lainnya. Setelah derajat luas maka dilanjutkan dengan
kemoterapi setelah operasi. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu
dipertimbangkan untuk pasien dengan margin jaringan positif [ CITATION Kem171 \l
1033 ].
5. Tatalaksana Nyeri
Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:
Apabila nyeri ringan maka diberikan analgetik sederhana seperti NSAID atau
paracetamol, nyeri sedang diberikan opioid lemah dan analgetik sederhana dan pada
nyeri beratdiberikan kombinasi opioid kuat dan analgetik sederhana [ CITATION
ESM12 \l 1033 ].
Terapi nyeri adjuvan seperti kortikosteroid (deksamatason), antikonvulsan
(gabapentin) atau antidepresan (amitriptilin) juga dapat diberikan sebagai tambahan.
Nyeri breakthrough dapat ditangani dengan opioid kerja cepat seperti morfin lepas
cepat, morfin intravena atau fentanyl intravena [ CITATION ESM12 \l 1033 ].

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Seorang laki laki berusia 20 tahun dirawat di ruang perawatan bedah dengan diagnosis tumor
tulang. Pasien mengeluhkan nyeri di daerah kaki yang mengalami pembengkakan, kaki sulit
digerakkan sehingga sulit beraktivitas, dan pasien takut dengan pembengkakan pada kakinya.
Hasil pengkajian terjadi pembengkakan dan teraba benjolam di daerah tulang rawan, adanya
nyeri tekan, klien tampak meringis, skala nyeri 8, klien tampak sulit untuk menggerakkan
kaki, aktifitas klien terlihat terhambat, klien terlihat cemas/gelisah, klien selalu bertanya-
tanya perihal penyakitnya, mukosa bibir kering & berwarna pucat.
Hasil pemeriksaan Tanda-tanda vitas: TD: 120 / 80 mmHg, Nadi : 90 x / menit, Suhu:
38° C

3.1. Pengkajian
A. Identitas
1. Jenis kelamin
Dari beberapa kasus yang ada laki-laki lebih sering terkena tumor tulang
dibangkan dengan perempuan. Hal itu tergambarkan dengan perbandingannya
yaitu 2 : 1
2. Usia
Biasanya usia yang terkena tumor tulang sekitar umur 10-20 tahun dengan
presentase sekitar 75% dan untuk usia diatas 25 tahun dengan persentase
sebesar 25%
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau
tangan yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di
daerah tulang panjang.
2. Riwayat tumbuh kembang
Dalam pengkajian ini, yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang
berhubungan dengan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak
sesuai dengan anak usia sekarang yang meliputi motoric kasar, motoric halus,
perkembangan kognitif atau bahasa, personal social.
3. Riwayat Psikososial
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi orang terdekat klien,

17
hubungan dengan klien, hubungan dengan saudara kandung, serta pendidikan
orang tua mengenai penyakit yang diserita klien.
4. Riwayat Hospitalisasi
Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang perasaan orang terdekat pasien
terhadap pasien yang sedang di rawat di rumah sakit serta harapan orang
terdekat terhadap kondisi kesehatan pasiem saat ini dan untuk kedepannya.
5. Riwayat Aktifitas Sehari-hari
Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang pola makan dan minum, jenis
makanan dan minuman yang disukai, porsi makan dan minum setiap hari serta
pantangan masalah makanan dan minuman terhadap, waktu istirahat selama di
rumah, kebersihan setiap hari, pola eliminasi setiap harinya serta waktu
bermain dan rekreasi setiap hari libur, dan biasanya lemas serta tidak bisa
beraktivitas sehari-hari.
C. Pengkajian Fisik
a. ROS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS
Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
 Nadi : 90 x / menit
 Suhu : 38o C
 Respirasi : Normal
b. Sistem Pernapasan
Sesak napas : Tidak ada
Bentuk dada : Simetris
Sekresi batuk : Tidak ada
Pola napas : Normal
Bunyi napas : Vesikuler
Retraksi otot bantu napas : Tidak ada

18
c. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat nyeri dada : Tidak ada
Suara jantung : S1 S2 Tunggal
Irama jantung : Normal
d. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : Normal
Mata : Normal
Hidung : Normal
Telinga : Normal
e. Sistem Pencernaan
Bibir : Mukosa bibir kering, berwarna pucat
Rongga mulut : Tidak ada gangguan, tidak terjadi stomatitis
Tenggorokan : Tidak ada gangguan menelan
Abdomen : Tidak ada gangguan
Mual : Tidak ada
Muntah :Tidak ada
Pola makan : teratur
f. Sistem Perkemihan
Produksi urin : Normal
g. Sistem otot, tulang dan integumen
ROM : Pasif, karena penurunan dan kelemahan otot
Kulit : Terabanya benjolan atau pembengkakan akibat
dari adanya massa yang tumbuh di tulang
h. Sistem endokrin
Perbesaran kelenjar tyroid: Tidak ada perbesaran kelenjar tyroid
Hiperglikemia : Tidak ada
Hipoglikemia : Tidak ada

19
3.2. Rumusan Diagnosa Keperawatan

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Agen cidera Nyeri akut
- Klien mengatakan merasakan nyeri biologis
di daerah kaki
- Klien mengatakan kesulitan untuk
beraktifitas karena nyeri
- Do :
Terjadi pembengkakan di daerah
tulang rawan
Adanya nyeri tekan
Klien tampak meringis
Skala nyeri 8
2. Ds : Kerusakan Gangguan
Klien mengatakan kaki susah integritas mobilitas fisik
digerakan struktur tulang
Klien mengatakan susah untuk
beraktifitas
Do :
- Klien tampak sulit untuk
menggerakkan kaki
- Aktifitas klien terlihat terhambat
3. Ds : Perubahan status Ansietas
- Klien mengatakan takut dengan kesehatan
pembengkakan pada kaki
- Klien mengatakan cemas akan
penyakitnya
Do :
- Klien terlihat cemas/gelisah
- Klien selalu bertanya-tanya perihal

20
penyakitnya

Diganosa :
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis d.d adanya massa pada tulang
2. Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan integritas struktur tulang
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

3.3. Perencanaan
No Diagnosa NOC NIC
. keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen NOC Pain management
cidera biologis d.d 1. Pain level - Lakukan pengkajian
terjadinya 2. Pain control nyeri secara
pembengkakan di 3. Comfort level komprehensif
daerah tulang rawan termasuk lokasi,
Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
tindakan keperawatan frekuensi, kualitas
3x24 jam diharapkan dan faktor presipitasi
masalah nyeri akut - Observasi reaksi
dapat teratasi dengan nonverbal dari
kriteria hasil : ketidaknyamanan
1. Mampu - Kaji kultur yang
mengontrol nyeri mempengaruhi
(tahu penyebab respon nyeri
nyeri, mampu - Gunakan teknik
menggunakan komunikasi
teknik terapeutik untuk
nonfarmakologi mengetahui
untuk mengurangi pengalaman nyeri
nyeri, mencari pasien

21
bantuan) - Bantu pasien dan
2. Melaporkan bahwa keluarga untuk
nyeri berkurang mencari dan
dengan menemukan
menggunakan dukungan
manajemen nyeri - Pilih dan lakukan
3. Mampu mengenali penanganan nyeri
nyeri (skala, (farmakologi,
intensitas, nonfarmakologi dan
frekuensi dan interpersonal)
tanda nyeri) - Kontrol lingkungan
4. Menyatakan rasa yang dapat
nyaman setelah mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
- Berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
- Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesik
administration
- Tentukan lokasi,

22
karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
- Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
anlgesik pertama
kali
- Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Jelaskan efek
samping obat dan
efek terapi
- Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
2. Gangguan mobilitas NOC Exercise therapy :
fisik b.d Kerusakan 1. Joint movement : ambulation
integritas struktur active - Monitoring vital
tulang 2. Mobility level sign
3. Self care :ADLs sebelum/sesudah
4. Transfer latihan dan lihat
perfomance respon pasien saat
latihan
Setelah dilakukan - Kaji kemampuan
tindakan keperawatan pasien dalam

23
3x24 jam diharapkan mobilisasi
masalah gangguan - Bantu klien untuk
mobilitas fisik dapat menggunakan
teratasi dengan kriteria tongkat saat
hasil : berjalan dan cegah
1. Klien meningkat terhadap cedera
dalam aktivitas - Dampingi dan bantu
fisik pasien saat
2. Mengerti tujuan mobilisasi dan
dari peningkatan bantu penuhi
mobilitas kebutuhan ADLs ps
3. Memverbalisasika - Latih pasien dalam
n perasaan dalam pemenuhan
meningkatkan kebutuhan ADLs
kemampuan dan secara mandiri
kekuatan sesuai kemampuan
berpindah - Berikan alat bantu
4. Memperagakan jika klien
penggunaan alat memerlukan
bantu untuk - Ajarkan pasien
mobilisasi tentang teknik
ambulasi
- Ajarkan pasien
bagaimana
mengubah posisi
dan berikan bantuan
jika diperlukan
- Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana

24
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3. Ansietas b.d NOC Anxiety reduction
perubahan status 1. Anxiety level (penurunan
kesehatan 2. Sosial anxiety kecemasan)
level - Identifikasi tingkat
kecemasan
Setelah dilakukan - Pahami prespektif
tindakan keperawatan pasien terhadap
2x24 jam diharapkan situasi stress
masalah keperawatan - Temani pasien untuk
ansietas dapat teratasi memberikan
dengan kriteria hasil : keamanan dan
1. Klien mampu mengurangi takut
mengidentifikasi - Dorong pasien untuk
dan mengungkapkan
mengungkapkan perasaan, kekuatan
gejala cemas dan persepsi
2. Mengidentifikasi, - Bantu pasien
mengungkapkan mengenai situasi
dan menunjukkan yang menimbulkan
teknik untuk kecemasan
mengontrol cemas - Lakukan back/neck
3. Vital sign dalam rub
batas normal - Gunakan pendekatan
4. Postur tubuh, yang menenangkan
ekspresi wajah, - Instruksikan pasien
bahasa tubuh dan menggunakan teknik
tingkat aktivitas relaksasi napas dalam
menunjukkan - Berikan obat untuk

25
berkurangnya mengurangi
kecemasan kecemasan

Relaxation therapy
- Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
- Menciptakan
lingkungan yang
tenang dengan cahaya
redup dan suhu yang
senyaman mungkin
- Ajak pasien untuk
bersantai dan
membiarkan sensasi
terjadi
- Jelaskan alasan untuk
relaksasi dan
manfaat, batas dan
jenis relaksasi yang
tersedia
- Menunjukkan dan
berlatih teknik
relaksasi dengan
pasien

3.4. Evaluasi
Masalah Tanggal,
CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
Keperawatan Jam
Nyeri akut b.d 26-09-2020, Setalah diberikan asuhan keperawatan

26
agen cidera 10.00 selama 3 x 24 jam di dapatkan hasil,
biologis d.d bahwa:
terjadinya S: Klien masih mengeluhkan nyeri
pembengkaka dengan skala 6
n di daerah O: Klien tampak meringis, kaki masi
tulang rawan bengkak
A: Nyeri akut masih berlanjut
P: Tindakan intervensi dilanjutkan, dan
meningkatkan relaksasi
Gangguan 26-09-2020, Setalah diberikan asuhan keperawatan
mobilitas fisik 10.00 selama 3 x 24 jam di dapatkan hasil,
b.d Kerusakan bahwa:
integritas S: Klien masih mengeluhkan susah
struktur tulang menggerakan kakinya
O: Klien tampak susah bergerak, kaki
klien masi bengkak
A: Gangguan mobilitas fisik masih
berlanjut
P: Tindakan intervensi dilanjutkan, dan
berikan terapi ambulasi kursi roda
Ansietas b.d 25-09-2020, Setalah diberikan asuhan keperawatan
perubahan 14.00 selama 2 x 24 jam di dapatkan hasil,
status bahwa:
kesehatan S: Klien masih cemas dengan keadaan
dirinya
O: Klien tampak gelisah
A: Ansietas masih berlanjut
P: Tindakan intervensi dilanjutkan, dan
berikan terapi non farmokologi seperti
terapi music

27
3.5. Pembahasan evidence based salah satu intervensi yang diberikan
Tumor tulang istilah yang dapat di gunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal dan tidak terkoordinasi pada jaringan normal serta bersifat progresif. Salah
satu gejala yang timbul dari tumor tulang adalah nyeri.
Nyeri timbul akibat pergangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum
dari tumor. Nyeri dapat hilang timbul dan lebih terasa pada saat di malam hari atau
pada saat istirahat.
Pada pasien kanker, nyeri adalah salah satu gejala yang paling ditakuti dan
memberatkan. Dari beberapa penelitian, prevalensi nyeri pada pasien kanker menarik
perhatian dengan besaran berkisar antara 52% sampai 77%. Penelitian yang lebih baru
tentang prevalensi nyeri pada pasien kanker menunjukkan angka berkisar 24% sampai 60%
pada pasien aktif pengobatan antikanker dan 62%-86% pada pasien dengan kanker stadium
lanjut serta metastasis, yang menggambarkan bahwa masalah ini belum terselesaikan
(Mihardja & Agung, 2016).
Penanganan nyeri tulang merupakan masalah yang sulit diatasi. Berbagai multimodal
digunakan untuk penanganan nyeri tersebut. Kebanyakan pasien akan membutuhkan
intervensi farmakologis dan non-farmakologis untuk mengatasi masalah ini. Penggunaan
analgesik pada nyeri kanker mengikuti panduan yang diuraikan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) berupa The WHO Analgesic Ladder. The WHO Analgesic Ladder
mendefinisikan pengobatan bertahap dalam penggunaan obat analgesik yang semakin kuat.
Pendekatan ini memungkinkan eskalasi bertahap pada obat analgesik berdasarkan potensinya
hingga rasa nyeri menghilang tercapai. Namun, efek samping dari obat-obatan analgesik
sering dijumpai akibat penggunaan dosis yang maksimum dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan nyeri yang komprehensif, tidak hanya terfokus pada
pengobatan farmakologis, namun juga non-farmakologis seperti akupunktur (Mihardja &
Agung, 2016).
Panduan National Cancer Institute (NCI) merekomendasikan akupunktur sebagai terapi
tambahan pada pasien nyeri kanker, terutama pada pasien yang mengalami efek samping dari
pemberian obat analgesik. NCI juga menjelaskan bahwa akupunktur, selain untuk
penanganan nyeri kanker, juga bermanfaat untuk mengatasi berbagai gejala yang ditimbulkan
oleh kanker seperti mengontrol mual muntah, keletihan, hot flashes, xerostomia, neuropati,

28
kecemasan, depresi, dan dapat meningkatkan aktivitas natural killer (NK) sel, juga
meningkatkan limfosit (Mihardja & Agung, 2016).
Metode akupunktur yang digunakan untuk menangani nyeri tulang adalah akupunktur
penetrating needling. Berdasarkan beberapa penelitian, tinjauan sistematis dan metaanalisis
menunjukkan bahwa akupunktur efektif dalam mengatasi nyeri yang disebabkan oleh kanker.
Penetrating needling merupakan suatu teknik rangsang akupunktur di mana jarum
akupunktur ditusukkan pada satu titik akupunktur dengan ujung jarum yang mengarah pada
titik akupunktur lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa akupunktur bekerja melalui tiga
mekanisme, yaitu lokal, segmental, dan sentral. Mekanisme lokal penusukan titik akupunktur
merupakan mikrotrauma yang menyebabkan pelepasan substance P, calcitonin gene related
peptide (CGRP), dan β-endorfin. Melalui regulasi NO, mast cell akan melepaskan serotonin,
histamin, dan sitokin. Mekanisme segmental titik akupunktur akan merangsang serabut saraf
berdiameter besar Aδ. Rangsang ini akan dihantarkan ke sel marginal di medulla spinalis
yang kemudian diteruskan melalui serabut serotonergik (5HT) ke stalk cell. Sel ini
menghambat substansia gelatinosa dengan mekanisme enkephalinergik untuk menghambat
rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh serabut aferen C untuk ditransmisikan ke wide
dynamic range (WDR) yang mengirim akson ke retikularis formasio (RF) melalui tractus
spinoretikularis. Mekanisme sentral dari sel marginal rangsang penusukan ditransmisikan ke
nucleus ventroposterior thalamus, lalu diproyeksikan ke korteks serebri. Pada midbrain
terdapat cabang kolateral ke periaquaductal grey matter (PAG). PAG memproyeksikan ke
bawah ke nucleus raphe magnus dan nucleus retikularis paragigantoselularis di medulla
oblongata yang akan merangsang serabut serotonergik dan noradrenergik ke stalk cell yang
selanjutnya akan melalukan penghambatan pada substansia gelatinosa (Mihardja & Agung,
2016).
Akupunktur merangsang serabut saraf Aδ di otot dan kulit yang akan menekan aktivitas
kornu dorsalis di medulla spinalis. Hal ini menyebabkan pelepasan neuromodulators yang
bersifat inhibisi seperti enkefalin yang menekan aktivitas spesifik nosiseptif dan wide
dynamic range (WDR). Mediator kimia seperti IL-1 menyebabkan hiperalgesia pada pasien
kanker.14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zhang, dkk., menunjukkan bahwa
elektroakupunktur dapat menurunkan ekspresi mRNA IL-1 pada hewan coba yang
mengalami nyeri tulang akibat kanker.15 Penelitian yang dilakukan oleh Zhaodi Zhang, dkk.,
pada hewan coba yang mengalami nyeri tulang kanker menunjukkan bahwa terapi

29
elektroakupunktur pada titik ST36 dapat menurunkan ekpresi TRPV 1 sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri pada pada pasien kanker (Mihardja & Agung, 2016).

30
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Tumor tulang istilah yang dapat di gunakan untuk pertumbuhan tulang yang tidak
normal dan tidak terkoordinasi pada jaringan normal serta bersifat progresif. Tumor
tulang diklasifikasikan menjadi tumor jinak dan tumor ganas.
Penyebab dari tumor tulang adalah mutasi genetik yang spesifik dan
penyimpanan kromosom pada tumor. Penyebab lainnya bisa karena adanya trauma
dan infeksi misalnya bone infarct, osteomyelitis chronic paget disease, faktor
lingkungan berupa paparan radiasi dan zat karsinogenik juga cukup berperan.
Manifestasi klinis tumor tulang dari tumor tulang adalah nyeri pada tulang,
terjadinya fraktur, penekanan medulla spinalis, peninggian kadar kalsium dalam
darah dan gejala lainnya apabila terjadi metastasis sampai ke sum-sum tulang, gejala
yang timbul sesuai dengan tipe sel darah putih yang terkena, maka pasien dapat
dengan mudah terjangkit infeksi. Sedangkan gangguan pada platelet, dapat
menyebabkan perdarahan.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin diangkat pada pasien dengan tumor
tulang adalah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik dan ansietas disesuaikan dengan
gejal ayang dialami oleh pasien saat itu.

4.2. Saran
Berbagai upaya dalam hal mengembangkan suatu pengobatan bagi pasien tumor
tulang dapat saja dilakukan oleh tenaga kesehatan. Kita sebagai tenaga kesehatan
khususnya sebagai perawat untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam
masalah kesehatan disarankan untuk mendalami, memahami dan mengetahui teori
asuhan keperawatan tumor tulang dan mempelajari bagaimana menentukan diagnosa
keperawatan bagi pasien dengan tumor tulang.
Saran bagi pembaca diharapkan untuk lebih dapat memeperhatikan
kesehatannya, dengan mengetahui bagaimana manifestasi klinis dan penyebab dari

31
tumor tulang, diharapkan kepada kita semua agar menghindari atau mencegah dari
faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit tumor tulang ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (2001).Keperawatan Medial Bedah.Vol 3.Edisi 8.EGC.Jakarta.


ESMO . (2012). Management of cancer pain: ESMO Clinical Practice Guideline.
Annals of Oncology, 139-154.
Franchi, A. (2012). Epidemiology and Classification of Bone Tumors. Journal of
Clinical Cases in Mineral and Bone Metabolism. 9 (2), pp.92-95.
Hakim, David N., Pelly, Theo., Kulendran, Myutan., Caris, Jochem A. (2015).
Benign Tumours of The Bone : A Review. Journal of Bone Oncology. 4(2): 37–
41 doi: 10.1016/j.jbo.2015.02.001
I Ketut Suyasa & Gede Ketut. A. S. (2019) Primary Malignant Bone Tumor
Chondrosarcoma of the Sternum. Jurnal Medical Undayana, Vol. 8.10.
Kemenkes. (2017). Panduan Penatalaksanaann Osteosarkoma. Jakarta: Kemenkes
RI.
Kemenkes. (2017). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Osteosarkoma.
Jakarta: Kemenkes RI.
LoCicero, R. (2018). Bone Tumor. MedlinePlus
Mahyudin, F. (2017). Diagnosis dan Terapi Tumor Muskuloskeletal. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Mihardja & Agung. (2016). Peran Terapi Akupunktur pada Nyeri Tulang Metastasis.
Indonesian Journal of Cancer. 10(2).
Muttaqin, A (2008). Asuhan Keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal :
buku ajaran. Jakarta : EGC
Ozaki, T. (2015). Diagnosis and Treatment of Ewing Sarcoma of the Bone: A Review
Article. Journal of Orthopaedic Science. 20 (2), pp.250-263.
Rudyanto Wiharjo S. (2014).Kemotrapi Konfresional Osteosarkoma. Jurnal Widya
Medika Surabaya Vol.2.No2.
Smeltzer dan Bare (2012). Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah. Brunner dan
suddarth Vol 2. Edisi 8. Jakarta:EGC
Teuku Ahmad. A. (2016). Osteosarcoma Mandibular Simphisis. Journal of

33
Syiahkuala Destistny Society.
WHO. (2019). Muskuloskeletal Conditions. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/musculoskeletal-conditions. Diakses pada : 28 September 2020

34

Anda mungkin juga menyukai