Anda di halaman 1dari 38

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“Luka Arterial dan Venous”


Dosen Pengampu : Sukarni, S,Kep.,Ners.,M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7


Syaifallah Aziz (I1031171037)
Putri Aldila Oktalia (I1031171038)
Zehro Masitoh (I1031171039)
Frananda Rajaki (I1031171040)
Lailatul Badriah (I1031171041)
Rosaldi Millenianto (I1031171042)
Golda Clara Kalagison (I1031171052)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita hantarkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
melimpahkan nikmat yang banyak sehingga kami dapat menyusun makalah
“Asuhan Keperawatan Luka Arterial dan Venous” sesuai waktu yang telah
ditetapkan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan teman-teman yang
sudah mendukung kami terutama dukungan moril yang menjadi penguat dalam
menyusun makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukarni,
S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing, yang tidak bosannya dalam
mengoreksi serta memberi masukan sehingga terciptanya asuhan keperawatan
yang baik dan benar.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu, kami berharap ada kritik
dan saran yang membangun kepada kami agar meningkatnya optimalisasi kami
dalam menyusun sebuah tulisan. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pontianak, 20 November 2020

TIM PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................3
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................3
BAB II KONSEP PENYAKIT ................................................................................4
2.1 Definisi ............................................................................................................4
2.2 Etiologi ............................................................................................................4
2.3 Patofisiologi.....................................................................................................5
2.4 Pathway ...........................................................................................................7
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................8
2.6 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan...............................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................11
3.1 Pengkajian ......................................................................................................11
3.2 Analisa Data ...................................................................................................17
3.3 Diagnosa.........................................................................................................19
3.4 Perencanaan....................................................................................................19
3.5 Evaluasi ..........................................................................................................22
3.6 Evidence Based Practice ................................................................................24
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................32
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................32
4.2 Saran ...............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada
tungkai bawah. Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari
kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus
yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka
terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangren yang pada
penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetic.
Diabetes Melitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang
menjadi penyakit yang bersifat tahunan dan akan menyebabkan komplikasi
seperti timbulnya gangrene (Kirana et al., 2019). Pada tahun 2015 (IDF, 2015)
penduduk Amerika yang berusia kisaran 20-79 tahun yang menderita Diabetes
Melitus sebanyak 44,3 juta orang dan mengalami peningkatan pada tahun
2017 sebanyak 46 juta orang. Disusul oleh negara wilayah Asia, pada tahun
2015 penduduk Asia Tenggara berusia kisaran 20-79 tahun yang menderita
Diabetes Melitus sebanyak 78 juta orang dan juga mengalami peningkatan
pada tahun 2017 sebanyak 82 juta orang. Di India penderita Diabetes Melitus
sebanyak 72,9 juta orang dan merupakan negara dimana rumah bagi jumlah
orang dewasa terbesar kedua yang hidup dengan diabetes di seluruh dunia,
setelah China (114,4 juta orang) (IDF, 2017).
Penyakit mematikan ini masih menjadi persoalan serius dunia,
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di
dunia bagian Asia Tenggara dan mengalami peningkatan jumlah penderita

1
Diabetes Melitus. Di tahun yang sama 2015, Indonesia menempati peringkat
ke tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia
bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko
dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta orang. (WHO,
2015). Pada tahun 2017 terjadi peningkatan dimana jumlah penderita diabetes di
Indonesia menempati peringkat ke-6 dengan prevalensi penderita Diabetes
Melitus usia 20-79 tahun pada tahun 2017 mencapai 10,3 juta orang dan
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045 menjadi 16,7 juta orang, ini setelah
China, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko (IDF, 2017).
Penyakit diabetes dibagi atas 2 tipe, yakni tipe dapat menyebabkan
perubahan patofisiologi pada berbagai sistem organ seperti mata, ginjal,
ekstremitas bawah. Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang
penyakit ini adalah ulkus diabetikum (Rosa, Afriant, & Edward, 2015). Hal yang
sama pun diutarakan oleh (Kirana et al., 2019) dalam penelitiannya Diabetes
Melitus tanpa pengelolaan diri yang baik akan berkembang menjadi penyakit
yang bersifat tahunan dan akan menyebabkan komplikasi seperti timbulnya
gangren. Permasalahan yang timbul di kaki dapat mengakibatkan amputasi hingga
kematian jika tidak dilakukan pencegahan sejak penderita terdiagnosa diabetes
mellitus.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Angriani et al., 2019) menyatakan
bahwa terdapat 3 faktor yang terjadi pada pasien diabetes yang akan
mengakibatkan terjadinya luka diabetes yaitu 1) gangguan neuropati sensori,
antara lain kematian atau kerusakan saraf akibat iskemia menyebabkan gangguan
rasa nyeri, Adanya neuropati otonom pada kaki pasien diabetes mellitus
mengakibatkan peningkatan alairan darah sehingga berdampak pada peningkatan
tekanan vena pada kaki yang akan mempengaruhi oksigen dan nutrisi. Adanya
gangguan atau berkurangnya pasokan darah arteri ke eksteremitas bawah
menyebabkan ulserasi arterial. Arterial ulcer biasa juga disebut ischemic ulcer
merupakan luka pada kakiyang disebabkan oleh tidak adekuatnya perfusi pada
kaki. Hal ini disebabkan olehsumbatan partial atau total artery yang menyuplai
darah ke extrimitas inferior. Penyakit paling umum yaitu arteriosclerosis dimana
dinding arteri menjadi menebal, yang biasanya disertai dengan arteroshclerosis

2
dimana terjadi pembentukan plak pada lapisan terdalam pembuluh darah, 2)
Gangguan neuropati motorik, antara lain ditandai dengan atropi otot permukaan
plantar kaki, meningkatkan risiko luka, 3) Gangguan pembuluh darah arteri atau
vena. Hal ini sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fata et al., 2020)
menyatakan bahwa luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh faktor gangguan
vaskuler dan saraf atau kombinasi keduanya, dimana komplikasi neuropati
sebesar 50-64% merupakan faktor yang paling sering menimbulkan perlukaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang tersebut, maka tim penyusun
menarik rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah asuhan
keperawatan pada klien dengan luka arterial dan venous.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Penyusunan Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka
tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan luka arterial dan venous,
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui definisi dari luka arterial dan venous
1.3.2.2 Untuk mengetahui etiologi dari luka arterial dan venous
1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi dari luka arterial dan venous
1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi dari luka arterial dan venous
1.3.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka arterial dan venous
1.3.2.6 Untuk mengetahui penetalkasanaan dari luka arterial dan venous
1.3.2.7 Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka arterial dan venous
1.3.2.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan luka
arterial dan venous
1.4 Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan
melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan
pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data
dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan.

3
BAB II
KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Arterial ulcer biasa juga disebut ischemic ulcer merupakan luka pada
kaki yang disebabkan oleh tidak adekuatnya perfusi pad kaki. Hal ini
disebabkan oleh sumbatan parsial atau total arteri yang menyuplai darah
ekstremitas inferior. Penyakit yang paling umum yaitu arteriosclerosis dimana
terjadi pembentukkan plak pada lapisan terdalam dari pembuluh darah. Arteri
ulcer termasuk jenis luka kronis yang sulit sembuh (hard to heal wound),
sebab penyembuhan luka bergantung pada suplay oksigen ke jaringan.
Sedangkan ulkus vena atau venous ulcer merupakan luka yang terjadi
karena gangguan fungsi katub vena yang biasanya terjadi pada kaki. Ulkus
vena adalah kondisi medis yang ditandai dengan luka yang bertahan lama,
tidak menyembuhkan, bentuk tidak kaki beraturan pada tungkai atau kaki
yang memerlukan lebih dari enam minggu untuk sembuh akibat tekanan darah
tinggi yang menetap pasa vena-vena tungkai yang menyebabkan kerusakan
pada kulit. Sekitar 75% ulkus tungkai terjadi karena infsufisiensi vena yang
kronis (Suddarth, 2015)
2. Etiologi
Darah memainkan peran penting dalam kesehatan. Tidak hanya
menyangkut persebaran oksigen dan nutrisi keseluruh tubuh, darah juga
menghasilkan antibody yang berfungsi melawan penyakit dan infeksi. Ketika
sirkulasi darah terganggu, sel-sel tidak dapat bertahan hidup lama dan
mengakibatkan infeksi mudah berkembang dan jaringan mati karena gangrene
(Rudi Haryono, 2019)
Beberapa penyebab terjadinya ulkus arteri, antara lain:
1) Ulkus arteri tungkai disebabkan oleh sirkulasi darah yang buruk akibat
penyempitan arteri.
2) Ulkus ini juga disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil akibat
diabetes yang berlangsung lama.

4
3) Diabetes juga meningkatkan kecenderungan ateroklerosis (penyempitan
arteri).
Luka venous dapat disebabkan meningkatnya tejanan hidrostatik dan
kemudian berkembang yang akan menimbulkan hipertensi vena dan memicu
pula terjadinya vasokontriksi. Adapun penyebab lain adalah thrombus,
kehamilan, postplebitis syndrome, gagal jantung, pembuluh yang tidak
kompeten, kegemukam, adanya regurgitasi pada vena superfisial dan
kelemahan otot karena paralisis atau artritis. Faktor lain yang dapat
mengkontribusi adalah malnutrisi, hypoalbuminemia, imobilisasi dan trauma.
3. Patofisiologi
Ulserasi arteri ( atau ulserasi iskemik) dapat disebabkan oleh salah satu
aterosklerosis progresif atau embolisasi ateri. Keduanya menyebabkan
iskemik dan ulserasi pada kulit. Ulserasi arteri muncul akibat berkuranya
pasokan darah arteri ke ekstremitas bawah. Penyebab paling umum adalah
penyakit ateroklerosis pada arteri berukuran sedang atau besar. Penyebab
lainnya termasuk diabetes, thromboangitis, vasculitis, pyoderma gangrene
osum, thalassemia, dan penyakit sel sabit, beberapa diantaranya mungkin
prediposisi pembentukan atheroma. Kerusakan lebih lanjut pada system arteri
terjadi pada hipertensi bersamaan dengan kerusakan lapisan tunika intima
atreri. Penurunan suplai darah berakibat pada hipoksia dan kerusakan jaringan.
Episode trombolik atau athero embolic dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan pembentukan ulkus.
Dan pada ulcer vernous atau ulkus vena Terdapat dua hipotesis yang
menjelaskan terjadinya ulkus vena. Pertama terjadi distensi pada kapiler
karena statis vena. Hal ini menyebabkan pemecahan fibrinogen dalam lapisan
dermis. Seiring berjalannya waktu akan terbentuk jendalan fibrin perikapiler
yang akan menggangu pengiriman oksigen, nutrient, atau faktor pertumbuhan
ke jaringan yang terkena. Hasilnya terjadi hipoksia yang berakhir dengan
fibrosis dan kemudian ulkus. Selain itu endhotelium juga dirusak selama
terjadinya peningkatan tekanan vena dan terjadi aktivasi leukosit. Enzim
proteolitik dan radikal bebas dibebaskan keluar melalui dinding pembuluh

5
darah yang rusak, kemudian merusak jaringan sekitar, sehingg menyebabkan
injuri dan ulkus.
Salah satu kasus ganggren yang sering ditemui adalah gangrene kaki
pada penderita diabetes. Luka kronik diabetes disebabkan tiga faktor yang
sering disebut trias, yaitu iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah
yang tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer
berupa neuropati sensorik, motoric, dan autonom. Penderita Diabetes juga
menderita kelainan vascular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses
makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang
atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis dan arteri
poplitea; menyebabkan kaki menjafi atrofi, dingin, dan kuku menebal.
Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timnul ulkus yang biasa
dimulai dari ujung kaki atau tungkai (RW, 2017).
Kelainan neurovascular pada penderita diabetes diperberat dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak didalam pembuluh darah. Menebalnya
arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai
darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki
diabetes.

6
4. Pathway

7
5. Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa perbedaan manifestasi klinis luka venous dengan
luka arterial. Karakteristik luka pada venous adalah sebagai berikut:
1) Sekeliling luka tampak kemerahan atau kecoklatan dan kedalamannya
dangkal.
2) Lukanya tidak beraturan.
3) Eksudatnya sedikit dan bisa banyak.
4) Adanya paling edema (tanda yang paling umum).
5) Inflamasi dan selulitis.
6) Adanya granulasi pada jaringan.
7) Nyeri yang minimal.
8) Nadi perifer dapat dipalpasi.
9) Pemeriksaan ABI normal.
10) Pengisian kembali kapiler normal.
11) Lokasinya sedikit dibawah betis (Gaitor area), diatas lateral dan medial
mata kaki
6. Pemeriksaan Penunjangs
Pada luka arterial venous, pemeriksaan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sirkulasi dan atau vaskularisasi adalah dengan diagnostic
sebagai berikut (Rudi Haryono, 2019):
1) Tes darah.
Jumlah sel darah putih yang meningkat secara abnormal sering
menunjukkan adanya infeksi. Tes darah dilakukan untuk mencari
keberadaan bakteri tertentu atau kuman lain.
2) Tes pencitraan.
X-ray, CT scan, atau pemindaian resonasi magnetic (MRI) dapat
digunakan untuk melihat struktur tubuh bagian dalam, seperti organ
internal, pembuluh darah atau tulang, dan menilai sejauh mana gangrene
telah menyebar. Jenis tes ini juga dapat membantu melihat adanya gas
yang ada di bawah kulit.

8
3) Arteriogram
Adalah tes pencitraan yang digunakan untuk memvisualisasikan arteri.
Selama tes ini, pewarna akan disuntikkan kedalam aliran darah dan
gambar X-ray diambil untuk menentukan seberapa baik darah mengalir
melalui arteri. Arteriogram dapat membantu mengetahui apakah arteri
tersumbat.
4) Operasi
Pembedahan dapat dilakukan untuk menentukan sejauh mana gangrene
telah menyebar didalam tubuh.
5) Fluida atau kultur jaringan.
Kultur dan cairan dari lecet pada kulit mungkin diperiksa untuk
menemukan bakteri Clostridium perfringens, penyebab umum gangrene
gas. Selain itu, sampel jaringan diteliti dengan mikroskop untuk melihat
tanda-tanda kematian sel.
7. Penatalaksanaan
Penanganan untuk gangrene melibatkan pengangkatan jaringan mati,
mengobati dan mencegah penyebaran infeksi serta mengobati kondisi yang
menyebabkan gangrene berkembang. Perawat luka perlu mengetahui
penatalaksanaan medis bagi pasien dengan penyakit gangguan arterial venous
ini, agar terjadi kesinambungan dalam tatalaksana terhadap penyakit ini
tersebut antara lain (Rudi Haryono, 2019) :
1) Operasi, disebut juga debridemen yakni pengangkatan jaringan mati
dengan operasi untuk mencegah penyebaran infeksi. Dalam beberapa
situasi, amputasi (pengangkatan anggota tubuh yang terkena) juga
diperlukan.
2) Terapi maggot, proses pengangkatan jaringan mati dengan belatung hidup.
Belatung untuk proses ini dibesarkan secara khusus di laboratorium
sehingga steril. Belatung ditempatkan pada luka, dimana mereka
mengonsumsi jaringan mati dan terinfeksi tanpa merusak jaringan sehat.
Belatung juga membantu melawan infeksi dan mempercepat
penyembuhan dengan melepaskan zat yang membunuh bakteri.

9
3) Antibiotic, digunakan untuk merawat dan mencegah infeksi. Biasanya
diberikan dengan injeksi intravena.
4) Terapi Oksigen. Terapi oksigen hiperbarik dapat digunakan dalam
beberapa kasus gangrene basah yang disebabkan oleh diabetes atau
penyakit arteri perifer. Selama perawatan, pasien dimasukkan kedalam
ruangan yang dirancang khusus diisi dengan oksigen pada tekanan yang
lebih tinggi daripada oksigen diluar ruangan. Tekanan oksigen yang tinggi
dapat menjenuhkan darah dan mendorong penyembuhan jaringan yang
rusak. Terapi oksigen ini juga dapat mengurangi pertumbuhan bakteri
yang tidak dapat berkembang dalam lingkungan dengan kadar oksigen
tinggi.
5) Operasi vascular, digunakan untuk memulihkan aliran darah. Untuk
mencegah gangrene kambuh penyebab penyumbatan aliran darah harus
segera ditangani dan kondisi yang mendasarinya harus dapat diobati. Obat
untuk mencegah pembekuan darah juga dapat digunakan dalam kasus
tertentu.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Riwayat pasien
Wawancara klien seharusnya pertanyaan-pertanyaan mengenai penyakit
terdahulu atau prosedur pembedahan, seperti berikut:
No Riwayat Keterangan
1 Factor resiko a. Riwayat merokok dahulu dan sekarang,
terjadinya termasuk jenis rokok dan jumlahnya
insufisiensi b. Diabetes mellitus meliputi jenis, kejadian,
arterial penatalaksanaan dengan obat-obatan
c. Riwayat hipertensi atau penatalaksanaan
dengan obat-obatan
d. Riwayat kadar kolesterol tinggi dan
penatalaksanaannya
e. Riwayat kadar homocysteine meningkat dan
penatalaksanaannya
f. Riwayat angina pectoris, infark miokard atau
stroke
2 Nyeri a. Lokasi nyeri
Nyeri secara khas terjadi pada satu lipatan
dibawah daerah stenosis/sumbatan, berikut ini
Stenosis arterial/ Lokasi nyeri
tempat sumbatan
Ileofemoral Paha, bokong, betis
Arteri femoralis Betis
superficial
Infrapopliteal kaki
b. Karakteristik nyeri:
1) Intermittent claudication didefinisikan

11
sebagai kram, rasa terbakar, lelah, lemah,
nyeri pada bokong, paha, atau otot-otot
betis (jarang dikaki) terjadi setelah
latihan/berjalan dan secara cepat dapat
dipulihkan dengan istirahat selama 10
menit (Doughty et al, 2007)
2) Penting bagi para praktisi untuk
mengenali penderita ulkus arterial
ekstermitas bawah yang tidak menunjukan
gejala adanya claudication karena
penderita mungkin membatasi diri
berjalan atau beraktivitas untuk
menghindari nyeri kaki atau memiliki
kondisi yang menganggu lainnya seperti
diabetes, neuropati, atau stenosis spinal
yang menggangu jalan
3) Nyeri saat beristirahat
4) Nyeri saat berubah posisi
5) Nyeri pada malam hari
6) Penurunan respon terhadap analgesic
7) Nyeri pada luka
c. Factor-faktor yang meningkatkan nyeri:
peninggian kaki, aktivitas
d. Factor-faktor yang mengurangi nyeri: kaki
mengantung, istirahat
3 Riwayat a. Kejadian
ulkus b. Factor-faktor yang mempercepat
c. Penatalaksanaan dahulu sekarang
d. Kemajuan atau kemunduran dalam
penyembuhan

12
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus meliputi pengkajian komprehensif pada ulkus.
Periksa kaki, jari-jari, dan kulit diantara jari-jari kaki, suhu lingkungan
juga harus diperhatikan:
No Tindakan Keterangan
1 Tentukan a. Indikator umum adanya penyakit ulkus
status perfusi ekstermitas bawah:
pada tiap-tiap 1) Penurunan temperature kulit
ekstermitas 2) Terlambatnya pengisian kapiler (lebih
bawah dari 3 detik)
3) Waktu pengisian vena memanjang/
prolonged vena refill time (lebih dari 20
detik)
4) Perubahan warna
5) paresthesia
b. Auskultasi arteri femoralis dan popliteal
ekstermitas bawah adanya bunyi ‘bruits’
dengan mengunakan bagian bell stetoskop
‘bruits’ merupakan bunyi frekuensi rendah
dan mungkin tidak selalu terdengar
2 Tentukan ada a. Kaji intensitas nadi, dan catat sebagai
atau tidaknya berikut:
nadi pedalis Nilai Keterangan
dengan mem- 0 Tidak ada
palpasi nadi 1 terbatas
dorsalis pedis 2 Normal
dan nadi 3 Bounding/
tibialis melambung
posterior pada

13
masing-masing b. Terbatasnya nadi atau tidak adanya nadi bisa
pergelangan merupakan kecurugaan adanya gangguan
kaki arterial ekstermitas bawah
3. Kaji status a. Periksa adanya kehilangan sensasi
neurosensoris perlindungan pada kaki
b. Lakukan tes/ pemeriksaan dengan
monofilament (5,07/10 g Semmes-
Weinstein)
c. Kaji ada/ tidak adanya sensasi vibrasi pada
garpu tala
d. Periksa reflex tendon dengan reflek hammer

3. Pemeriksaan karakteristik luka


No Karakteristik Hal-hal yang harus diperiksa
luka
1 Nyeri Luka yang disebabkan karena gangguan
arterial ekstermitas bawah menimbulkan nyeri
yang khas
2 Bentuk dan Misalnya:
ukuran luka a. Panjang luka
b. Lebar luka
c. Dalam luka
d. Tunneling/ terowongan
e. Undermining (goa)
3 Dasar luka Misalnya ada atau tidak
a. Nekrotik
b. Slough
c. Granulasi
d. Epitelisasi
4 Tepi luka Misalnya:
a. Tidak rata

14
b. Berlubang
c. Lunak
d. undermining
5 Kulit sekitar Misalnya:
luka a. eritema
b. indurisasi
c. kehangatan kulit sekitar luka meningkat]
d. edema setempat
e. sensitivitas terhadap palpasi
f. jaringan naik-turun (fluctuant)
6 Eksudat Misalnya:
a. warna
b. jumlah
c. bau
d. konsistensi
7 Lokasi luka a. antara jari-jari kaki atau pada ujuang jari-
yang khas jari
b. pada bagian atas phalangeal
c. pada maleoolus samping
d. area-area yang terkena trauma berulang-
ulang atau gesekan sepatu
e. mid-tuba (mengkilat)
8 Gambaran luka a. gambaran luka ‘berlubang’
yang khas: b. dasar luka kering, pucat, nekrotik
c. jaringan granulasi minimal atau tidak ada
d. ukuran luka biasanya kecil dan bisa dlam
e. eksudat minimal
f. gangrene (basah atau kering), nekrosis
umum
g. tanda-tanda infeksi klinis

15
h. edema terlokalisir ( bisa mengindialisis
infeksi)
9 Komplikasi a. selulitis
yang mungkin b. gangrene
terjadi c. osteomielitis

16
3.2 Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
keperawatan
1 DS :
Agens cedera Nyeri akut (Domain
- P : Klien mengatakan
biologis 12 Kelas 1 Kode
sering merasakan
00132 Hlm.445)
nyeri di daerah luka
- Q : Klien
mengatakan nyeri
yang dirasakan
seperti ditusuk tusuk
- R : klien mengeluh
nyeri di bagian luka
- S : Klien mengatakan
nyerinya yang
bervariasi, terkadang
skala 5 terkadang
skala 6. Saat ini
pasien merasakan
nyeri skala 7
- T : klien mengatakan
durasi nyeri yang
dirasakan tak
menentu
DO :
- Klien tampak meringis
kesakitan
2 DS : -
Faktor biologis Kerusakan
DO :
Integritas Jaringan
- Luas luka 25 cm
(Domain 11 Kelas 2

17
- Luka terlihat dalam 1 Kode 00044
cm dengan lapisan Hlm.412)
kulit hilang, terdapat
pus,jaringan mati, bau
khas dan sedikit
granulasi warna
kemerahan.
3 DS : Gangguan Pola
Kesulitan
- Klien mengatakan Tidur (Domain 4
mempertahankan
tidak bisa tidur dengan Kelas 1 Kode 00198
untuk tetap tidur
nyenyak Hlm.214)
- Pasien mengatakan
sering terbangun di
malam hari
DO :
- Klien tampak
mengantuk
- terdapat lingkar hitam
disekitar mata
4. DS :
Kurangnya Resiko Infeksi
- Klien mengeluhkan
pengetahuan untuk (Domain 11 Kelas 1
luka tidak sembuh-
menghindari Kode 00004
sembuh
pemajanan patogen Hlm.382)
DO :
- Luka terdapat Tanda-
tanda infeksi.
- Warna kulit ruam
kemerahan,memar,
kehitaman, ada nanah
purulen

18
3.3 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agens cedera biologis (Domain 12 Kelas 1 Kode 00132
Hlm.445)
2) Kerusakan integritas jaringan b.d faktor biologis (Domain 11 Kelas 2
Kode 00044 Hlm.412)
3) Gangguan pola tidur b.d Kesulitan mempertahankan untuk tetap tidur
(Domain 4 Kelas 1 Kode 00198 Hlm.214)
4) Resiko infeksi b.d Kurangnya pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen (Domain 11 Kelas 1 Kode 00004 Hlm.382)

3.4 Perencanaan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, perbaikan
keperawatan 3x24 jam lokasi intensitas ( Skala 0-5),
diharapkan nyeri pasien dapat Frekuensi, dan waktu. Menandai
berkurang atau hilang dengan gejala nonverbal misalnya
kriteria hasil : gelisah, takikardia, dan meringis
1. Pasien menunjukkan 2. Dorong pegungkapan perasaan
ekspresi wajah rileks 3. Berikan aktivitas hiburan,
2. Pasien dapat tidur atau misalnya : membaca, berkunjung
beristirahat secara adekuat dan lain-lain
3. Pasien menyatakan nyerinya 4. Lakukan tindakan paliatif,
berkurang dari skala 5-3 Misalnya : pengubahan posisi,
4. Pasien tidak mengeluh massase, rentang gerak sendi
kesakitan yang sakit
5. Instruksikan pasien atau dorong
untuk menggunakan
visualisasi/bimbingan iimajinasi.
relaksasi progresif, teknik nafas

19
dalam
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik luka
Integritas keperawatan selama 3x24 jam 2. Ganti balut pada luka
Kulit diharapkan kerusakan integritas 3. Berikan perawatan ulkus pada
kulit dapat teratasi dengan kulit yang diperlukan
kriteria hasil : 4. Oleskan salep yang sesuai
1. Tidak adanya kemerahan dengan kulit atau lesi
atau lesi pada kulit 5. Berikan balutan yang sesuai
2. Balutan luka pasien tampak dengan luka
bersih 6. Anjurkan pasien atau anggota
3. Tidak tampak tanda-tanda keluarga pada prosedur
infeksi pada luka pasien perawatan
7. Ajarkan pasien dan keluarga
untuk mengenal tanda dan gejala
infeksi
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan pola tidur aktivitas
Pola Tidur keperawatan selama 3x24 jam pasien
diharapkan gangguan tidur 2. Bantu meningkatkan jam tidur
pasien menghilang dengan 3. Bantu untuk menghilangkan
kriteria hasil : situasi stress sebelum tidur
1. Pola tidur pasien normal 4. Tentukan efek dari obat terhadap
2. Kualitas tidur pasien baik pola tidur pasien
3. Jumlah jam tidur pasien 5. Sesuaikan lingkungan untuk
cukup meningkatkan jam tidur
6. Monitor pola tidur pasien dan
jumlah jam tidur
7. Identifikasi obat yang
dikonsumsi pasien
Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik, warna,
asuhan keperawatan selama ukuran, cairan dan bau luka

20
3x24 jam diharapkan tidak ada 2. rawat dnegan konsep steril
terlihat tanda-tanda infeksi 3. ajarkan klien dan keluarga untuk
dengan kriteria hasil : melakukan perawatan luka
1. Bebas dari tanda-tanda 4. berikan penjelasakn kepada klien
infeksi ( tidak ada dan keluarga menegnai tanda dan
kemerahan, pus, darah, gejala dari infeksi
bengkak, nyeri, dll ) 5. Bersihkan lingkungan setelah
2. Menunjukkan pemahaman dipakai klien lain
dalam proses perbaikan kulit 6. Instruksikan pengunjung untuk
dan mencegah terjadinya mencuci tangan saat berkunjung
cidera berulang dan setelah berkunjung
3. Menunjukkan terjadinya 7. Cuci tangan sebelum dan sesudah
proses penyembuhan luka tindakan keperawatan
8. Observasi dan laporkan tanda
dan gejala infeksi

21
3.5 Evaluasi

Hari/tanggal Diagnosa Evaluasi


Nyeri akut - S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
- O : Pasien tampak baik, tidak terlihat nyeri
- A : Masalah nyeri akut teratasi dengan kriteria
hasil :
1. Melaporkan adanya nyeri : IR : 2, ER : 5
2. Ekspresi : IR : 3, ER : 5
3. Frekuensi nyeri : IR : 2, ER : 5
- P : Hentikan intervensi
Kerusakan - S : Pasien mengatakan merasa nyaman
Integritas Kulit - O : Pasien tampak nyaman
- A : Masalah teratasi dengan kriteria hasil :
1. Tidak adanya kemerahan atau lesi pada kulit
2. Balutan luka pasien tampak bersih
3. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada luka
pasien
- P : Hentikan Intervensi
Gangguan Pola - S : Pasien mengatakan sudah bisa tidur
tidur - O: Pasien tampak tenang, pasien tampak tidak
banyak bergerak
- A : Masalah gangguan pola tidur sudah teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Pola tidur pasien normal
2. Kualitas tidur pasien baik
3. Jumlah jam tidur pasien cukup
- P : Hentikan Intervensi
Resiko Infeksi - S : Pasien mengatakan tidak ada nyeri diluka
nya

22
- O : Tidak ada kemerahan atau pun tanda-tanda
infeksi lain diluka pasien
- A : Masalah resiko infeksi sudah teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Bebas dari tanda-tanda infeksi ( tidak ada
kemerahan, pus, darah, bengkak, nyeri, dll )
2. Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang
3. Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
- P : Hentikan Intervensi

23
3.6 Evidence Based Practice
Ulkus arteri dapat terjadi akibat oklusi atau sumbatan yang terjadi
pembuluh darah arteri besar, terutama di bagian tungkai bawah.Perubahan
pada arteri kecil dan arteriol dari mikrosirkulasi akibat penyakit diabetes dan
hipertensi menyebabkan kerusakan pada kulit local. Trauma yang terjadi pada
bagian kaki di mana drainase vena melawan gaya gravitasi merupakan faktor
kritis, bahkan pada vena normal. Aliran lambat di kapiler akan menginduksi
adhesi leukosit ke lapisan endotel yang rusak. Ini akan menembus bersama
dengan cairan kaya protein melalui dinding kapiler yang mengakibatkan
pembentukan edema dan peradangan.Terapi kompresi dalam kasus ulkus
arteri telah terbukti dapat mengurangi edema dan peradangan, terutama karena
percepatan aliran kapiler yang mengarah ke peningkatan tegangan geser, yang
pada akan melepaskan mediator antiinflamasi dari sel endotel. Karena
kompresi dalam waktu yang lama tidak menghalangi aliran masuk arteri,
efeknya dapat cukup menguntungkan.Namun perlu diperhatikan untuk
penggunaan kompresi pada pasien yang memiliki keadaan yang sebaiknya
tidak diberikan terapi kompresi tersebut seperti pasien yang didiagnosis
iskemia kronis derajat IV pada ekstremitas kiri bawah. Karena klasifikasi
stadium IV didefinisikan sebagai stadium paling lanjut penyakit oklusi arteri
dengan gangren dan risiko tinggi kehilangan anggota tubuh, sehingga oklusi
arteri multi-level pada pasien diabetes ini, revaskularisasi dianggap tidak
cukup menjanjikan dan pasien dilarang untuk segala jenis terapi kompresi.
Dalam pelaksanaannya, pasien perlu dibimbing melalui periode awal,
di mana tekanan dan waktu pemakaian perban harus disesuaikan dengan
tingkat nyeri, mengatur kunjungan harian pasien.Beberapa mekanisme kerja
dapat pada terapi kompresi yang dapat menjelaskan peningkatan aliran arteri
di bawah kompresi, yaitu:
 Respons autoregulasi terhadap penurunan gradien tekanan transmural dan
relaksasi miogenik di dinding arteri
 Respons refleks akson vasodilatasi, dimediasi oleh sinyal saraf dan
biomekanik

24
 Penurunan gradien tekanan arteriovenous dengan meningkatkan aliran
balik vena, terutama dalam kombinasi dengan latihan berjalan.
Pengurangan edema dengan kompresi akan mengurangi jarak antara
kapiler dan sel jaringan sehingga memperpendek aliran nutrisi untuk mencapai
sel targetnya. Membawa kapiler darah dalam kontak lebih dekat dengan sel
akan mengarah pada peningkatan nutrisi.Kompresi inelastis bersama dengan
aktivitas berjalan menciptakan pijatan ritmis yang menyerupai efek pompa
pneumatik intermiten yang menghasilkan pelepasan mediator vasoaktif dari
sel endotel venular karena denyut peningkatan tegangan geser pada aliran
mikrosirkulasi.
Terapi kompresi merupakan pengobatan standar untuk ulkus vena
dengan cara kerja menurunkan hipertensi vena, mengurangi stasis dan
peradangan vena, serta meningkatlam vaskularisasi jaringan. Beberapa
penelitian sebelumnya telah membuktikan terapi kompresi memiliki tingkat
penyembuhan ulkus yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pengobatan
kompresi. Kompresi telah terbukti dapat mengurangi edema dan
meningkatkan fungsi limfatik kulit superfisial, serta transportasi getah bening
dalam sistem subfasial.Tergantung pada parameter yang diukur, tekanan yang
lebih tinggi disarankan agar lebih efektif daripada tekanan yang lebih
rendah.Tergantung pada posisi tubuh, terapi kompresi meningkatkan aliran
balik vena.Tekanan konsisten yang diterapkan pada pembuluh darah
menghasilkan penurunan diameter pembuluh darah, penurunan tekanan
transmural, dan dalam laju aliran yang hampir dua kali lebih tinggi.Dalam
posisi berbaring, nilai tekanan serendah 15 mmHg cukup untuk menyempitkan
vena dangkal dan dalam, yang selanjutnya menyebabkan percepatan aliran
darah.Untuk mencapai hal ini sambil berdiri, diperlukan nilai tekanan yang
jauh lebih tinggi (60–90 mmHg).Kompresi dengan bahan yang katat dan kaku
memberikan dukungan yang stabil untuk otot-otot kaki, sehingga
meningkatkan efek pompa otot, yang pada sehingga menghasilkan aliran balik
vena yang lebih baik.Terapi kompresi juga memiliki efek menguntungkan
dalam pencegahan kekambuhan.Berkaitan dengan mikrosirkulasi, kompresi

25
menurunkan filtrasi cairan ke dalam jaringan dan meningkatkan drainase
limfatik.Efek lainnyayaitu pelepasan mediator antiinflamasi vasoaktif oleh sel
endotel, yang relevan dengan penyembuhan ulkus.
Tekanan yang diberikan oleh perban kompresi tergantung pada
kekencangan pembalut, kelengkungan atau jari-jari segmen tertentu dari
ekstremitas, dan bahan / kain. Menurut hukum Laplace, tekanan menurun
dengan bertambahnya lingkar tungkai (proporsionalitas terbalik), kecuali jika
ada perubahan pada parameter lain. Dalam terapi kompresi, morfologi
fisiologis kaki memastikan penurunan gradien tekanan.Apabila perban yang
dibungkus terlalu longgar, bahkan oleh pengguna berpengalaman.Akibatnya,
teknik kompresi yang tepat harus dilakukan secara teratur, dalam mengatasi
masalah ini, sensor tekanan atau alat pengaturan tekanan seperti kikuhime
device dapat membantu mengatur tekanan yang memadai. Kekuatan kompresi
yang akan diterapkan harus sesuai dengan tujuan terapeutik dan dengan
demikian disesuaikan menurut tahap pengobatan yang dapat dibedakan
menjadi:
 Fase dekongesti: kontrol CVI, pengurangan edema, dan penyembuhan
ulkus
 Fase pemeliharaan: pencegahan edema dan menghindari kekambuhan.
Pada fase dekongesti, tujuan utamanya adalah pengurangan edema,
perbaikan mikroperfusi, dan/atau penyembuhan ulkus.Oleh karena itu,
kompresi yang diberikan harus dipastikan memiliki tekanan yang dan bahan
yang kuat, yang dapat dicapai dengan hanya menggunakan perban regangan
pendek, serta sistem multikomponen atau perban kompresi adaptif.Pada fase
ini, perban harus lebih sering diganti daripada fase perawatan.Edema yang
muncul dan dekongesti yang cepat dapat menyebabkan pelonggaran perban
dengan cepat, yang apabila menggunakan perban regangan pendek, harus
diganti setiap hari.Ketika menggunakan pembalut luka yang menyerap cairan
luka, beberapa perban harian (sekunder) mungkin diperlukan dalam kasus
individu.Seiring waktu, kompresi yang memadai dan terampil menyebabkan
penurunan eksudat luka serta dekongesti tungkai bawah.Setelah

26
menyelesaikan fase dekongesti awal, selanjutnya memasuki fase
pemeliharaan. Pada fase ini, pengurangan edema telah dimulai, dan ulkus
tungkai vena akan beralih ke proses penyembuhan progresif. Dengan tidak
adanya edema, jaringan akan terdampak oleh tekanan yang diberikan oleh
perban, sehingga menyebabkan tekanan yang lebih besar pada struktur tulang
seperti tibia atau pergelangan kaki. Oleh karena itu, setidaknya pada tepi tibia,
kepala fibula, dan daerah pergelangan kaki harus diberi bantalan.Kompresi
selama fase pemeliharaan harus cukup kuat untuk mencegah pembentukan
edema baru.
Penerapan perban kompresi membutuhkan pengalaman yang
komprehensif dan pelatihan rutin.Penerapan yang benar dapat dipelajari,
misalnya, oleh dokter, perawat, terapis getah bening atau anggota keluarga
dan kerabat pasien dengan diberikan pelatihan yang tepat.Mengingat bahwa
kompresi sendiri yang tepat dalam praktiknya hanya dapat dilakukan oleh
sangat sedikit pasien, sehngga hal ini tidak dianjurkan.Penerapan perban
kompresi adaptif, yang biasanya diterapkan oleh pasien atau kerabat mereka,
merupakan alternatif yang memastikan terapi kompresi yang cukup dan
berkelanjutan dengan partisipasi aktif pasien. Manajemen diri seperti ini dapat
meningkatkan penerimaan dan kerjasama di pihak pasien.Tujuannya adalah
untuk mencapai kompresi yang efektif dan pas tanpa kerusakan tekanan atau
deformasi ekstremitas.Indikasi dan resep terapi kompresi adalah tanggung
jawab dokter, yang juga bertanggung jawab secara medis untuk
mempertimbangkan kemungkinan kontraindikasi.Penerapan yang memadai
dan terampil adalah pekerjaan perawat yang berkualifikasi, yang juga harus
secara kritis mempertimbangkan indikasi dan kontraindikasi.

27
No. Judul Tahun Desain Sample Intervensi Hasil
1. Healing of an 2017 Case Study Kasus pasien Terapi kompresi Setelah 4 bulan
arterial leg wanita berusia menggunakan pemberian terapi, pasien
ulcer by 72 tahun dengan perban inelastis, bebas dari rasa sakit dan
compression hipertensi dan dengan ulkus telah sembuh.
bandaging: a diabetes mellitus peningkatan Indeks tekanan
case tipe II, yang tekanan pada area pergelangan kaki-
report(Sanchez menjalani ulkus dan brakialis (ABPI)
& Partsch, angiografi hipertensi serta meningkat dari 0,54 pada
2017) karena nyeri diabetes awal pengobatan menjadi
ulkus pada terkendali. 0,70.
tulang kering.
2. Kikuhime 2020 Case Study Kasus seorang Pasien dengan  Setelah satu minggu
Device in the pasien wanita ulkus tungkai terapi kompresi,
Management of berusia 61 tahun vena dirawat permulaan proses
Venous Leg dengan ulkus selama empat penyembuhan area luka
jaringan epidermis yang
Ulcers(Karafa & vena sekitar 2,5 minggu dengan
terlihat adalah sekitar
Karafova, 2020) tahun di kaki terapi kompresi 15 cm2. Pada terapi
kirinya akibat menggunakan minggu terakhir, luas
CVI dengan perban kompresi sekitar 5 cm2 dengan
ukuran luka multikomponen terbentuk koreng.
sekitar 20 cm2. inelastic. Setelah  Pada hari pertama
Memiliki empat minggu terapi, setelah lima jam

28
riwayat klinis terapi, ketika memakai perban dalam
menderita ulkus sembuh dan posisi berdiri, tekanan
hipertensi, dia timbul keropeng, turun dari 80 mmHg
menjadi 50 mmHg
didiagnosis pasien
(37,5%), dan hari
dengan diabetes diinstruksikan berikutnya dari 77
tipe 2 dan untuk memakai mmHg hingga 37
sindrom pasca bungkus kompresi mmHg (~ 52%).
trombotik yang dapat  Setelah hari ketiga
(PTS). disesuaikan, balutan, diamati bahwa
sedangkan dalam kehilangan tekanan di
bawah perban antara
fase pencegahan
pukul 08:00 dan 09:00
kekambuhan, dan 13:00 dan 14:00
pasien menjadi stabil saat
mengenakan kaus edema ekstremitas
kaki kompresi di berkurang.
bawah lutut
dengan kaki
terbuka.
3. Supervised 2018 Transversal 25 pasien rawat Pemberian terapi  Tidak ada perbedaan
short-stretch observational inap dengan kompresi signifikan dalam indeks
compression study penyakit oklusi menggunakan tekanan jari kaki yang
therapy in mixed tercatat di bawah
arteri, dengan perban yang
leg perban antara baseline
ulcers(Stansal et ABPI antara diaplikasikan
dan 10 menit setelah
al., 2018) 0,5-0,9 dan setiap. Perban perban diaplikasikan (P

29
tekanan sistolik terdiri dari bahan = 0,62).
pergelangan peregangan  Tidak ada perbedaan
kaki> 70 mmHg pendek yang yang signifikan dalam
dan tekanan dibungkus dari indeks tekanan kaki
atau nilai TcPO2 yang
manset kaki> 50 kaki depan hingga
tercatat di bawah
mmHg. di bawah lutut, di perban antara T0 dan
atas bahan setelah pembalut
bantalan, dengan dilepas setelah 24 jam
tumpang tindih (P = 0,51 dan P = 0,09,
50% dan tekanan masing-masing).
20-30 mmHg.  Selama 24 jam,
Compression Pressure
Jenis balutan
(CP) menurun secara
(balutan berbahan signifikan (P <0,001).
dasar Kehilangan CP
Hidrokoloid, signifikan 10 menit
Busa, Alginat setelah aplikasi perban
atau perak pada (P <0,001).
kasus luka yang  Tidak ada peningkatan
rasa sakit dan tidak ada
terinfeksi secara
kerusakan kulit iskemik
lokal) yang terjadi dengan
diaplikasikan di terapi kompresi.
bawah balutan Hampir semua pasien
untuk sebelum penempatan
mempertahankan dan di bawah perban
regangan pendek

30
tingkat eksudat melaporkan NS ke 0 di
luka yang optimal bawah analgesik level
dan untuk 1, dikonsumsi sesuai
permintaan. Satu pasien
mempercepat
membutuhkan
proses analgesik level 2 untuk
penyembuhan di menghilangkan rasa
bawah terapi sakit sebelum aplikasi
kompresi. perban.

31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Arterial ulcer merupakan luka pada kaki yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya perfusi pada kaki. Hal ini disebabkan oleh sumbatan parsial atau
total arteri yang menyuplai darah ekstremitas inferior Arteri ulcer termasuk
jenis luka kronis yang sulit sembuh (hard to heal wound), sebab penyembuhan
luka bergantung pada suplay oksigen ke jaringan. Tidak hanya menyangkut
persebaran oksigen dan nutrisi keseluruh tubuh, darah juga menghasilkan
antibody yang berfungsi melawan penyakit dan infeksi. Ketika sirkulasi darah
terganggu, sel-sel tidak dapat bertahan hidup lama dan mengakibatkan infeksi
mudah berkembang dan jaringan mati karena gangrene. Sedangkan, ulkus
vena adalah kondisi medis yang ditandai dengan luka yang bertahan lama,
tidak menyembuhkan, bentuk tidak kaki beraturan pada tungkai atau kaki
yang memerlukan lebih dari enam minggu untuk sembuh akibat tekanan darah
tinggi yang menetap pasa vena-vena tungkai yang menyebabkan kerusakan
pada kulit.
Terapi kompresi dalam kasus ulkus arteri telah terbukti dapat
mengurangi edema dan peradangan, terutama karena percepatan aliran kapiler
yang mengarah ke peningkatan tegangan geser, yang pada akan melepaskan
mediator antiinflamasi dari sel endotel. Terapi kompresi juga merupakan
pengobatan standar untuk ulkus vena dengan cara kerja menurunkan
hipertensi vena, mengurangi stasis dan peradangan vena, serta meningkatlam
vaskularisasi jaringan. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terapi
kompresi memiliki tingkat penyembuhan ulkus yang lebih baik dibandingkan
dengan tanpa pengobatan kompresi.
4.2 Saran
4.2.1 Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
klien dengan ulkus arteri dan vena
4.2.2 Bagi pembaca mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan ulkus arteri dan ulkus vena serta

32
mengatasi komplikasinya dengan berbagai evidence base yang telah
dilakukan.

33
DAFTAR PUSTAKA
Andriessen, A., Apelqvist, J., Mosti, G., Partsch, H., Gonska, C., & Abel, M.
(2017). Compression therapy for venous leg ulcers: risk factors for adverse
events and complications, contraindications – a review of present
guidelines. Journal of the European Academy of Dermatology and
Venereology, 31(9), 1562–1568. https://doi.org/10.1111/jdv.14390
Angriani, S., Hariani, H., Dwianti, U., Kesehatan, P., & Makassar, K. (2019).
Efektifitas Perawatan Luka Modern Dressing Dengan Metode Moist
Wound Healing Pada Ulkus Diabetik Di Klinik Perawatan Luka Etn
Centre Makassar. Politeknik Kesehatan Makassar, 10(01), 2087–2122.
Dissemond, J., Assenheimer, B., Bültemann, A., Gerber, V., Gretener, S., Kohler-
von Siebenthal, E., … Partsch, H. (2016). Compression therapy in patients
with venous leg ulcers. JDDG - Journal of the German Society of
Dermatology, 14(11), 1073–1089. https://doi.org/10.1111/ddg.13091
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions
and classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
IDF. (2015). International Diabetes Atlas. (IDF, Ed.), International Diabetes
Federation.
IDF. (2017). Online Version Of DIABETES ATLAS Eight Edition 2017.
Fata, U. H., Wulandari, N., & Triyanti, L. (2020). Pengetahuan Dan Sikap
Tentang Perawatan Kaki Diabetes Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Keperawatan, 12(1), 101–106.
Karafa, M., & Karafova, A. (2020). Kikuhime device in the management of
venous leg ulcers. Clinical Interventions in Aging, 15, 1533–1539.
https://doi.org/10.2147/CIA.S264567
Kirana, S., Rosa, D., Udiyono, A., Kusariana, N., & Dian, L. (2019). Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Timbulnya Gangren Pada Pasien
Diabetes Mellitus Di Rsud K.R.M.T
Rudi Haryono, N. M. (2019). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II.
Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

34
RW, K. (2017). Pengelolaan gangren kaki diabetik. Jakarta: Continuing Medical
Education.
Sanchez, C., & Partsch, H. (2017). Healing of an arterial leg ulcer by compression
bandag
Stansal, A., Tella, E., Yannoutsos, A., Keita, I., Attal, R., Gautier, V., … Priollet,
P. (2018). Supervised short-stretch compression therapy in mixed leg
ulcers. Design Studies, 43(4), 225–230.
https://doi.org/10.1016/j.jdmv.2018.05.006
Suddarth, B. &. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 volume
1. JAKARTA: Goysen Publishing.
Suriadi. 2015. Pengkajian Luka dan Penanganannya edisi 1. Yogyakarta.
Penerbit: Sagung.
WHO. (2015). World Hearth Organization. Epidemiological Situation.

35

Anda mungkin juga menyukai