Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak
hal diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis,
penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti
tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut
mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi
pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu
penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan
tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi
pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat
dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura,
maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak
penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar
50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita
keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan
kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita.
Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting,
gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu

1
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta
asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah
ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan definisi efusi pleura.
b. Untuk menyebutkan etiologi efusi pleura
c. Untuk menyebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura
d. Untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura.
e. Untuk menjelaskan pathway epusi pleura.
f. Untuk menjelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien
dengan efusi pleura.
g. Untuk menjelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien
dengan efusi pleura.
h. Untuk menjelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura.
i. Untuk menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat
mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya
cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di
sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal
jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,
2008).

B. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi,
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura
disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara
lain: tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam
penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:

3
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila
terjadi jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja.
Jenis-jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia,
Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang
melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
1) Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri,
Saphylococcus aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella,
Pseudomonas spp.
2) Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat
eksudat. Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis
paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga
hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang
dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis
adalah : aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus
diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena

4
parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping
ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang cairannya berwarna
khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi
dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding abses
amuba pada hati ke arah rongga pleura.
2) Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara
lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor
ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa,
gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi
pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1) Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab
terbanyak timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru
meningkat.
2) Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.
Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis,
sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan
memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah).
Di samping itu, permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura
akan meningkat sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak
banyak, dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli

5
pulmonal lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah cairan
efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga lebih lama.
3) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia
seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites
serta anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein
cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi yang
terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah
adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada
neoplasma, yakni :
1) Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
2) Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein.
3) Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.
b. Efusi pleura karena sebab lain
1) Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,
luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau
karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2) Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi
diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas

6
jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi pleura
karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas,
sakit dada, atau batuk.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama.
Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi
tinggi.
4) Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka,
tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada
beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-
kuningan.
5) Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura
berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6) Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostik secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan
diagnostik yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi
pleura idiopatik (Asril Bahar, 2001).
c. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri
tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya
cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui saluran
getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-kadang
juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam

7
pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi
intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1) Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan
efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui
saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2) Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada
ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis
terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium
tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya
massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura sering
dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
3) Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya
dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat

C. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.

8
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di
bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk


membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan
ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini
mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi
bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada
hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia),
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya
tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya
rendah.

9
E. Pathway

Infeksi paru Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan


sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
TB,pneumonitis, abses bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
paru konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Reaksi Ag-Ab
Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor
Merangsang mediator inflamasi

Tersumbatnya pembuluh darah vena


Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin dan getah bening

Vasoaktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan

Gangguan keseimbangan
tekanan Hidrostatik dan Onkotik Akumulasi cairan di rongga pleura

Meningkatkan permeabilitas membran


Inefektif bersihan jalan napas

Perpindahan cairan Efusi Pleura

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan


Rangsangan serabut inadekuat
saraf sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat Torakosintesis
Sesak napas WSD
Nyeri
Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya
kontinuitas jaringan

Perubahan nutrisi Kesulitan tidur

kurang dari kebutuhan Perlukaan


Gangguan pola
tidur kurang dari Port de entry
Intoleransi aktivitas
kebutuhan
Resiko tinggi
Nyeri
terhadap infeksi

10
F. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
1. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik.
2. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
3. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema
akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh
pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
1) Gagal jantung kiri (terbanyak)
2) Sindrom nefrotik
3) Obstruksi vena cava superior
4) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya

11
perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada
pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit
yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit
dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis). (Hadi
Halim, 2001).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.

12
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi
lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling
tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi
AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila
efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian
cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis.
Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glukosa.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis.
Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan.

13
H. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu
punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi
restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah
cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu
pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan
aspirasi :
a. Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat
mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek
pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran
cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat
menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan
negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat
menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya
gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer
yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai
gangguan elektrolit dalam tubuh.

14
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan
pleura yang lebih banyak.
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini
dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya
yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan 
pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh
darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat
lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan
hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi
dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat
pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis
yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4. Thorakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-
ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40
mmHg. Indikasi untuk melakukan thorasintesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc
karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah
yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk
dan sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.
1) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada

15
dalam cairan pleura.
2) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
3) Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura disebabkan
oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa
publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor
mediastinum.

I. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
4. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.

16
5. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.

17
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. 
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca
paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
6. Riwayat Psikososial
7. Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
8. Pengkajian Pola Fungsi
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

18
b. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
c. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
d. Pola nutrisi dan metabolisme
e. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
f. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
g. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
9. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
10. Pola aktivitas dan latihan
a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.

19
11. Pola tidur dan istirahat
a. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
b. Sistem Respirasi
1) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya
dyspneu.
2) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
3) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

20
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovasculer
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
2) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
2) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5 – 35 kali per menit.
3) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
4) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).

21
e. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen
atau comma.Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu,
palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada
palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

B. Analisa Data
No Kelompok Data Etiologi Masalah
1. DS Ekspansi paru Ketidakefektifan
klien mengatakan sesak pola pernapasan
napas.
DO : Sesak nafas
 Dispnea,
 perubahan frekuensi napas
 Pernapasan sukar, Ketidakefektifan
 Ortopnea, pola nafas
 Takipna, hiperpnea,
 pernafasan disritmik
 Nadi: 112x/mnt, RR:
28x/mnt
 Dada simetris,cembung
pada sisi kiri pergerakan
dada menurun pada sisi
kiri

22
 Diafragma kiri sulit dinilai
2. DS : Drainase Nyeri resiko
Klien mengatakan sesak infeksi.
dan dada terasa nyeri pada
bagian kiri (skala nyeri 5 ) Resiko tinggi
DO : terhadap
gangguan kosentrasi, tindakan
 Agitasi drainase dada
 menggosok bagian yang
nyeri
 Imobilitas Nyeri Resiko
 Gangguan kosentrasi Infeksi
 Mengatupkan
rahang/mengepalkan  
tangan.
 Terdapat nyeri tekan pada
dada kiri

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. Nyeri akut b/d gangguan pernafasan ditandai dengan sesak dan nyeri pada
dada bagian kiri.

23
C. Intervensi
No DIAGNOSA TUJUAN KRITER INTERVENSI RASIONAL
IA
STANDA
RT
1 Ketidak Pasien mampu -    Irama: 1. Mengkaji dan identivikasi 1. Dengan mengkaji
efektifan pola mempertahank Reguler penyebab ke tidak pernafasan,kita dapat tahu
pernafasan an fungsi paru -    Frekuens efektifan pola nafas. sejauh mana perubahan kondisi
berhubungan secara normal. i : 20- 2. Melakukan observasi pasien dan mengidentifikasi
dengan Dalam jangka 24x/mnt TTV. penyebab, kita dapat
menurunnya waktu …. x24 -    Tidak 3. Menetapkan klien pada menentukan jenis effusi
ekspansi paru jam ada posisi semifollar. pleurasehingga dapat
sekunder dispnea 4. Lakukan aukultasi suara mengambil tindakan.
 terhadap -    Pernapas nafas tiap 2-4 jam 2. Pening katan RR dan tachcardi
penumpukan an ritmik 5. Memberikan HE tentang merupakan medikasi adanya
cairan dalam -   Pada pem tehnik pengontrolan nafas. penurunan fungsi pan.
rongga pleura. eriksaan 6. Baringkan pasien dalam 3. .memudahkan pertukaran gas
sinar X posisi yang nyaman, agar tidak mengalami
dadatidak dalam posisi duduk, kesusahan pada pola nafas.
ditemukan dengan kepala tempat 4. Aukultasi dapat menentukan
adanya tidur ditinggikan 60-90 kelainan suara nafas pada
akumulasi derajat. bagian paru-paru
cairan 7. Bantu dan ajarkan pasien 5. pasien mampu berlatih tentang
-    Bunyi untuk batuk dan nafas tehnik pengontrolan nafas yang
nafas dalam yang efektif. di anjurkan.
terdengar   8. Kolaborasi dengan tim 6. Penurunan diafragma
jelas. medis lain untuk memperluas daerah dada
pemberian O2 dan obat- sehingga ekspansi pun biasa

24
obatan serta frothorax maksimal.
7. .Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau nafas
dalam,penekanan otot otot dada
serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
8. Pemberian oksigen dapat
menurunkan beban pernafasan
dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia dengan
photo toraks dapat di monitor
kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya
kembang paru.

25
2 Nyeri akut b/d Nyeri hilang -    Pasien 1. Mengkaji terhadap 1. Nyeri dada
gangguan atau berkurang mengataka adanya nyeri. biasanya ada dalam beberapa
pernafasan Dalam jangka n nyeri 2. Ajarkan pada klien tentang derajat pada pneumonia, juga
ditandai dengan waktu …. x24 berkurang manajement nyeri dengan dapat timbul komplikasi
sesak dan nyeri jam atau dapat distraksi dan relaksasi. pericarditis dan endocarditis.
pada dada dikontrol, 3. Anjurkan dan bantu pasien 2. Agar
bagian kiri -    Pasien dalam menekan dada menurunkan ketegangan otot
tampak selama episode batuk. rangka, yang dapat menurunkan
tenang 4. Menentukaan karakteristik intensitas nyeri.
-    Wajah nyeri 3. Alat untuk
pasien 5. kolaborasi dengan dokter mengontrol ketidaknyamanan
tampak untuk pemberian analgetik dada sementara meningkatkan
membaik sesuai indikasi. keefektifan upaya batuk.
-    Kondisi 4. Nyeri dada
pasien biasanya ada dalam beberapa
tidak derajat pada efusi plura.
terlihat 5. Obat dapat
lemah. digunakan untuk menekan
batuk nonproduktif/paroksimal
atau menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/ istirahat umum.

D. Implementasi

26
No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Implementasi
1 Ketidak …. ……, 2020 1. Kaji dan identivikasi penyebab ke tidak
efektifan pola pernafasan efektifan pola nafas.
berhubungan dengan 2. Lakukan observasi TTV.
menurunnya ekspansi paru 3. Tetapkan klien pada posisi
sekunder semifollar.Lakukan aukultasi suara
 terhadap penumpukan nafas tiap 2-4 jam
cairan dalam rongga pleura. 2. Berikan HE tentang tehnik
pengontrolan nafas.
3. Baringkan pasien dalam posisi yang
nyaman,dalam posisi duduk,dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90
derajat.
4. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk
dan nafas dalam yang efektif.
5. Lakukan kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian O2 dan obat-
obatan serta frothorax
2 Nyeri akut b/d gangguan … ……., 2020 1. Kaji terhadap adanya nyeri.
pernafasan ditandai dengan 2. Ajarkan pada klien tentang manajement
sesak dan nyeri pada dada nyeri dengan distraksi dan relaksasi.
bagian kiri 3. Anjurkan dan bantu pasien dalam
menekan dada selama episode batuk.
4. Tentukaan karakteristik nyeri.
5. Lakukan kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik sesuai
indikasi

27
E. Evaluasi
No Diagnosa Tanggal Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola pernafasan …. …., 2020 S : klien mengatakan sesak napas sudah berkurang.
berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap O O: Dispnea, perubahan frekuensi napas,
penumpukan cairan dalam rongga pernapasan mulai nyaman.
pleura. Nadi : 93x/menit, RR: 24x/menit.

A : Masalah terarasi

P : Intervensi dihentikan.
 
2 Nyeri akut b/d gangguan …….., 2020 S : - Klien mengatakan sesak dan nyeri mulai
pernafasan ditandai dengan sesak berkurang.
dan nyeri pada dada bagian kiri
O : - mulai kosentrasi, sesak nafas berkurang, batuk,
- Imobilitas
- Sudah tidak mengatupkan rahang / mengepalkan
tangan.
- nyeri tekan pada dada kiri berkurang.
  A : Masalah teratasi

28
P P : Intervensi dihentikan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 11 April 2016 pada
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2016/04/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html
Blackwell, Wiley.2014. Nursing Diagnoses. USA : ISBN
Moorhead, dkk.2013. Nursing Outcome Classification (NOC). USA : ISBN
Bulechek, dkk.2013. Nursing Intervensions Classification (NIC). USA : ISBN

30

Anda mungkin juga menyukai