Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Diajukan Untuk Memenuhi Praktek Klinik Mahasiswa VI

Disusun Oleh :

Nama : Pipit Sapitri

NIM : CKR0160210

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

KUNINGAN

2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa penderita.
Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga
pleura. Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau
karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Price & Wilson 2005).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
2. Epidemiologi
Karena merupakan tanda dari suatu penyakit maka dari segi data kasus tidak ada angka
pasti yang spesifik untuk kasus efusi pleura tetapi yang ada hanyalah angka dari angka kejadian
dari kasus-kasus tertentu seperti sekitar 20-25% efusi pleura disebabkan karena tuberkulosis
khususnya pada negara berkembang termasuk Indonesia. Dari berbagai penyebab ini keganasan
merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-
52%. Namun dipihak lain ada yang mengatakan insidens terjadinya efusi pleura karena
pneumoni sekitar 36-57%. Distibusi seks untuk efusi pleura pada umumnya wanita lebih banyak
dari pria, sebaliknya yang disebabkan oleh tuberkulosis paru pria lebih banyak dari wanita. Umur
terbanyak untuk efusi pleura karena TB adalah 21-30 tahun (30,26%).
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara
barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia
bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah
peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita.
Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas
efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam
cairan pleura.
3. Etiologi
Efusi pleura memiliki banyak penyebab yaitu : hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura,
karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Penyebab lain
dari efusi pleura adalah:
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin, nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm
H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya
pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan
tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
(2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat
tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3)
sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan
yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat
gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit.
Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani,
pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida
arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
5. Klasifikasi
1. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan
dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat
(atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax,
penyebabnya:
a. Payah jantung
b. Penyakiy ginjal (SN)
c. Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang
berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a. Berat jenis > 1.015 %
b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
e. Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
a. Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau
permukaan pleura.
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
Ditemukan literatur yang menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura tetapi ada beberapa jurnal
yang membedakan menjadi efusi pleura non maligna dan efusi pleura maligna.
a. Efusi pleura non maligna

Dalam keadaan fisiologis cairan pleura berkisar antara 10-20cc. Sedangkan tekanan
hidrotatik intra pleura adalah 9 cm H2O. Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan
tekanan hidrostatik lebih besar dari pada tekanan osmotik.
Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari
pada tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan.
b. Efusi pleura maligna

Pada efusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis tersebut tidak lagi dapat diperhitungkan
karena mekanisme pembentukan cairan tidak lagi sesuai dengan keseimbangan yang terjadi pada
efusi pleura non maligna dimana terjadi pembentukan cairan yang begitu cepat.
6. Manifestasi klinik
a. Tidak enak badan
b. Demam
c. Nafas pendek
d. Takipnea
e. Perkusi : pekak
f. Dispneu bervariasi
g. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
h. Trachea menjauhi sisi yang mengalami efusi
i. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
j. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena efusi
k. Perkusi meredup diatas efusi pleura
l. Egofoni diatas paru-paru yang tertekan dekat efusi
m. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
n. Fremitus vokal dan dada berkurang
o. Bunyi pendek dan lemah diarea yang mengalami efusi
p. Nyeri dada pada pleuritis (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita
batuk atau bernafas dalam). Manifestasi klinik lainnya yaitu:
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan Px biasanya dyspneu.
b. Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
c. Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
d. Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas
makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediastinum.
b. CT scan dada, untuk melihat dengan jelas keadaan paru-paru dan cairan serta bisa
menunjukkan adanya pneumoni, abses paru atau tumor.
c. Ultrasonografi dada, membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-
8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau
kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).
e. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase /LDH, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
f. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya dengan cara mengambil contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
g. Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
h. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor
sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan.
9. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia,
sirosis). Berikut beberapa penatalaksanaan untuk klien dengan efusi pleura yaitu:
a. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
b. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
c. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura
untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
d. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
Terapi yang di berikan adalah :
a. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran
nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar
dari pleura (dekortikasi).
b. Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan
cairan lebih lanjut.
c. Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh
cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau
serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan
pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.
d. Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
e. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan
darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
f. Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka
perlu dilakukan tindakan pembedahan.
g. Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening.
h. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat
aliran getah bening
10. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga
pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan
akumulasi nanah dalam rongga pleura.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. B1 (Breath)
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.

isamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit. Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
RR cenderung meningkat dan pasien dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc.

Dmengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis,
dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan
tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi
dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata maka akan terdengar
suara e sengau, yang disebut egofoni. Pada sistim ini terdapat nafas dangkal, pembentukan
mucus yang berlebih, sulit mengelurkan secret, meningkatnya viskositas atau kekentalan secret.
Perlu kita kaji juga jika cairan lebih dari 500cc biasanya akan kita dapati penurunan pergerakan
hemi torak yang sakit, fremitus suara dan suara nafas melemah. Cairan yang lebih dari 1000cc
dapat menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairantidak memenuhi seluruh
rongga pleura). Jika cairan lebih dari 2000 cc, suara
nafas melemah/menurun, mungkin menghilang sama sekali dan mediasinum terdorong ke
arah paru yang sehat.

Tetapi perlu kita ketahui bahwa cairan pleura yang kurang dari 300cc tidak member tanda-tanda
fisik yang nyata
b. B2 Blood
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidapembesaran jantung. Palp


asi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan
arus turbulensi darah. Adakah peningkatan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah
misalnya pada pasien hipoalbuminemi. Apakah terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
misalnya pada keradangan atau neoplasma, tekanan hidrostatis dipembuluh darah ke
jantung/vena pulmonalis misalnya pada kegagalan jantung kiri, tekanan negative intra pleura.

c. B3 Brain
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS adalah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan
refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Faktor usia (sudah tua/usia anak-anak) dapat
menyebabkan atelektasis obstruksi dan kondisi tubuh dengan kesadaran menurun (pengaruh
anastesi) yang mengakibatkan kelemahan otot-otot nafas sehingga tidak dapat mengeluarkan
sumbatan pada jalan nafas atau bisa juga menghambat rangsangan batuk. Dan pada gas-gas
anastesi dan oksigen yang di absorpsi juga bisa dengan cepat akan mempersingkat ventiasi
kolateral.

d. B4 Bladder
Pada pemeriksaan blader perlu diperhatikan adanya retensi urinaria, keseimbangan input dan
output cairan yang seimbang. Adakah nyeri tekan atau lepas pada blast.
e. B5 Bowel
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-
35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor)

f. B6 Bone
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan. Dan perlu kita ketahui juga adakah gangguan
tentang batas kekuatan pasian dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari. Inspeksi
mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan
efusi biasanya akan tampak sianosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi
perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit
(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

g. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjanng


1) Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2) CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3) USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4) Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5) Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6) Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
7) Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan
foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya
harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut
thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi
infeksi bakteri
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan
cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh
faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi
pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia
bakteri, infeksi virus, dan keganasan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Efusi Pleura
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh, kelelahan
dan hiperventilasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura
d. Hipertermia berhubungan dengan pengeluaran endrogen dan pirogen
ditandai dengan demam.
e. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik
f. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif pemasangan WSD
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Gangguan pertukaran gas Tujuan: gangguan a. Kaji dipsnea, a. TB paru
berhubungan dengan Efusi pertukaran gas tidak bunyi nafas, mengakibatkan efek
Pleura terjadi ekspansi thoraks dan luas pada paru dari
Kriteria : Bunyi napas kelemahan bagian kecil sampai
jelas, AGD dalam batas b. Evaluasi inflamasi difus
normal, frekuensi napas perubahan tingkat yang luas, efusi
12-24/menit, frekuensi perubahan tingkat pleura. Efeknya
nadi 60-100x/menit, tdk kesadaran, catat terhadap
ada batuk, meningkatnya sianosis, dan pernapasan
volume respirasi pada perubahan warna bervariasi dari
spirometer insentif. kulit, membran ringan sampai
mukosa dan kuku. depsnea, dan
c. Tingkatkan distress pernafasan.
tirah baring, batasi b. akumulasi sekret
aktivitas, dan bantu dan berkurangnya
kebutuhan jaringan paru yang
perawatan diri sehat dapat
d. Kolaborasi: mengganggu
- Pemeriksaan oksigenasi organ
AGD vital dan jaringan
tubuh
c. menurunkan
konsumsi oksigen
selama periode
pernafassan dan
dapat menurunkan
beratnya gejala.
d. Penurunan kadar
O2 (PO2) atau
saturasi, dan
peningkatan PCO2
menunjukkan
intervensi
perubahan program
terapi.
- Pemberia
Kortikosteroid
:Kortikosteroid
mengurangi
peradangan seperti
pembengkakan.

Ketidakefektifan pola napas Tujuan : a. Identifikasi a. Pemahaman


berhubungan dengan nyeri,
Menignkatkan / etiologi / faktor penyebab kolaps
ansietas, posisi tubuh,
kelelahan dan hiperventilasi mempertahankan pencetus, contoh paru perlu untuk
ekspansi paru untuk kolaps spontan, pemasangan selang
Kriteria Hasil : trauma, keganasan, dada yang tepat dan
- Oksigenasi / ventilasi infeksi, komplikasi memilih tindakan
adekuat. ventilasi mekanik. terpeutik lain.
- Pola pernapasan yang b. Evaluasi b. Distress pernapasan
efektif, ekspansi dada fungsi pernapasan, dan perubahan
normal, dan tidak catat kecepatan / tanda vital dapat
terjadi nyeri. pernapasan terjadi sebagai
serak,dispnea, akibat stress
keluhan “ lapar fisiologis dan nyeri
udara ” terjadinya atau dapat
sianosis, perubahan menunjukkan
tanda vital. terjadinya syok
c. Awasi c. Kesulitan bernapas
kesesuaian pola dengan ventilator
pernapasan bila dan / atau
menggunakan peningkatan
ventilasi mekanik. tekanan jalan napas
Catat perubahan diduga
tekanan udara. memburuknya
d. Awasi pasang- kondisi komplikasi
surutnya air (misalnya rupture
penampung. Catat spontan dari bleb,
apakah perubahan terjadinya
menetap atau pneumotorak)
sementara. d. Botol penampung
e. Posisikan bertindak sebagai
sistem drainase manometer intra
selang untuk fungsi pleural ( ukuran
optimal, contoh koil tekanan
selang ekstra di intrapleural);sehing
tempat tidur, ga fluktuasi (
yakinkan selang pasang surut )
tidak terlipat atau menunjukan
menggantung di perbedaan
bawah saluran tekananantara
masuknya ke wadah inspirasi dan
drainase. Alirkan ekspirasi
akumulasi drainase e. Posisi tak tepat
bila perlu. ataupengumpulan
f. Catat karakter bekuan / cairan
/ jumlah selang dada pada selang
g. Awasi/gambar mengubah tekanan
kan seri GDA dan negativyang
nadi oksimetri. Kaji diinginkan dan
kapasitas membuat evakuasi
vital/pengukuran udara / cairan.
volume tidal. f. Berguna
h. Ajarkan napas dalammengevaluasi
dalam perbaikan kondisi /
i. Latih individu terjadinya
bernapas berlahan komplikasi /
dan efektif perdarahanyang
Kolaborasi : memerlukan upaya
1) Kaji seri foto intervensi.
torak g. Mengkaji status
2) Konsultasi pertukaran gas dan
dengan ahli terapi ventilasi, perlu
pengobatan dan untuk kelanjutan
dokter jika terjadi atau gangguan
gagal bernapas dalam terapi.
dalam proses h. Memungkinkan
pengobatan. pernapasan
terkontrol
i. - Mengawasi
kemajuan perbaikan
hemotorak /
pneumotorak dan
ekspansi paru.
Mengidentifiasi
kesalahan posisi
selang endotrakeal
mempengaruhi
inflasi paru.
- Ahli terapi
pernapasan adalah
spesialis dalam
perawatan
pernapasan dan
biasanya dilakukan
sesuai dengan hasil
pemeriksaan fungsi
paru dan fasilitas
pengobatan yg ada

Nyeri akut berhubungan Tujuan : a. Amati a. Untuk


dengan efusi pleura
Mendemonstrasikan perubahan suhu mengidentifikasi
bebas dari nyeri. setiap 4 jam kemajuan-
Kriteria Hasil : Rasional : kemajuan yang
Tidak terjadi nyeri, b. Amati kultur terjadi maupun
Napsu makan menjadi sputum penyimpangan
normal, ekspresi wajah Rasional : yang terjadi
rileks, dan suhu tubuh c. Berikan b. Untuk
normal. tindakan untuk mengidentifikasi
memberikan rasa kemajuan-
nyaman seperti kemajuan yang
mengelap bagian terjadi maupun
punggung pasien, penyimpangan
mengganti alat yang terjadi
tenun yg kering c. Tindakan tersebut
setelah diaforesis, akan
memberi minim meningkatkan
hangat, lingkungan relaksasi.
yg tenang dgn Pelembab
cahaya yg redup dan membantu
sedatif ringan jika mencegah
dianjurkan berikan kekeringan dan
pelembab pada kulit pecah-pecah di
dan bibir. mulut dan bibir.
d. Lakukan d. Mandi dgn air
tindakan-tindakan hangat dan selimut
untuk mengurangi yg tdk terlalu tebal
demam seperti : memungkinkan
- Mandi air hangat terjadinya
- Kompres air pelepasan panas
hangat secara konduksi
- Selimut yg tidak dan evaporasi
terlalu tebal (penguapan).
- Tingkatkan Cairan membantu
masukan cairan mencegah
e. Kolaborasi : dehidrasi karena
1) Konsul pada meningkatnya
dokter jika nyeri dan metabolisme.
demam tetap ada e. Analgesik
atau mungkin membantu
memburuk. mengontrol nyeri
2) 2) Berikan dengan memblok
antibiotik sesuai jalan rangsang
dengan anjuran dan nyeri. Nyeri
evaluasi pleuritik yg berat
keefektifannya sering kali
memerlukan
analgetik narkotik
untuk mengontrol
nyeri lebih efektif.
Hal tersebut
merupakan tanda
berkembagnya
komplikasi.
Hipertermia berhubungan Tujuan : a. Observasi a. Dengan
dengan peningkatan suhu mengobservasi
Setelah diberikan asuhan tanda-tanda vital.
tubuh tanda-tanda vital
secara mendadak ditandai keperawatan selama b. Pemberian klien perawat
dengan demam. dapat mengetahui
3x24 jam diharapkan kompres hangat
keadaan umum
tidak terjadi peningkatan pada pasien klien, serta dapat
memantau suhu
suhu tubuh. c. Berikan
tubuh klien.
Kriteria hasil : minum per oral b. Dengan pemberian
Hipertermi/peningkatan d. Ganti pakaian kompres hangat
suhu tubuh dapat teratasi yang basah oleh dapat menurunkan
dengan proses infeksi keringat demam pasieen.
hilang. e. Kolaborasi : c. Klien dengan
1) Berikan obat hipertermi akan
penurun panas, memproduksi
misalnya antipiretik. keringat yang
2) Berikan berlebih yang
selimut pendingin dapat
mengakibatkan
tubuh kehilangan
cairan yang
banyak, sehingga
dengan
memberikan
minum peroral
dapat
menggantikan
cairan yang hilang
serta menurunkan
suhu tubuh.
d. Klien dengan
hipertermi akan
mengalami
produksi keringat
yang berlebihan
sehingga
menyebabkan
pakaian basah.
Pakaian basah
diganti untuk
mencegah pasien
kedinginan dan
untuk menjaga
kebersihan serta
mencegah
perkembangan
jamur dan bakteri.
e. - Obat tersebut
digunakan untuk
menurunkan
demam dengan
aksi sentralnya
pada hipotalamus.
- Digunakan untuk
mengurangi
demam umumnya
lebih besar dari
39,5-400C pada
waktu terjadi
kerusakan/ganggua
n pada otak

Gangguan pola tidur dan Tujuan : Tidak terjadi a. Beri posisi a. Posisi semi fowler
istirahat sehubungan dengan
gangguan pola tidur dan senyaman mungkin atau posisi yang
batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik. kebutuhan istirahat bagi pasien. menyenangkan
terpenuhi. b. Tentukan akan
Kriteria hasil : Pasien kebiasaan motivasi memperlancar
tidak sesak nafas, pasien sebelum tidur peredaran O2 dan
dapat tidur dengan malam sesuai CO2.
nyaman tanpa dengan kebiasaan b. Mengubah pola
mengalami gangguan, pasien sebelum yang sudah
pasien dapat tertidur dirawat. menjadi kebiasaan
dengan mudah dalam c. Anjurkan sebelum tidur akan
waktu 30-40 menit dan pasien untuk latihan mengganggu
pasien beristirahat atau relaksasi sebelum proses tidur.
tidur dalam waktu 3-8 tidur. c. Relaksasi dapat
jam per hari. d. Observasi membantu
gejala kardinal dan mengatasi
keadaan umum gangguan tidur.
pasien. d. Observasi gejala
kardinal guna
mengetahui
perubahan
terhadap kondisi
pasien.

Ketidakefektifan bersihan Tujuan : jalan nafas a. Kaji fungsi a. Penurunan bunyi


nafas dapat
jalan napas yang berhubugan efektif pernafasan seperti,
menunjukan
dengan sekret kental, Kriteria hasil : klien bunyi nafas, atelektasis, ronkhi,
mengi
kelemahan dan upaya untuk dapat mengeluarkan kecepatan, irama, menunjukkan
akumulasi sekret /
batuk sekret tanpa bantuan, dan kedalaman
ketidakmampuan
klien dapat penggunaan otot untuk
membersihkan
mempertahankan jalan aksesori.
jalan nafas yang
napas, RR : 16-20X/ b. Catat dapat
menimbulkan
menit kemampuan untuk
penggunaan otot
mengeluarkan aksesori
pernafasan dan
mukosa / batuk
peningkatan kerja
efektif. penafasan.
b. Pengeluaran sulit
c. Berikan klien
jika sekret sangat
posisi semi atau
tebal sputum
fowler tinggi, bantu
berdarah kental
klien untuk batuk
diakbatkan oleh
dan latihan untuk
kerusakan paru
nafas dalam.
atau luka brongkial
d. Bersihkan
dan dapat
sekret dari mulut
memerlukan
dan trakea.
evaluasi lanjut.
e. Pertahanan
c. Posisi membatu
masukan cairan
memaksimalkan
seditnya 2500 ml /
ekspansi paru dan
hari, kecuali ada
men urunkan
kontraindikasi
upaya pernapasan.
f. Berikan obat-
d. meningkatkan
obatan sesuai
gerakan sekret
indikasi : agen
kedalam jalan
mukolitik,
napas bebas untuk
bronkodilator , dan
dilakukan.
kortikosteroid
e. masukan tinggi
cairan membantu
untuk
mengecerkan
sekret
membuatnya
mudah dilakukan.
f. Membantu
pengenceran
sekret,
menurunkan
kekentalan dan
perlengketan paru.

. Resiko infeksi berhubungan Tujuan : pasien tidak a. Identifikasi a. Infeksi yang


diketahui secara
dengan tindakan infasif mengalami infeksi tanda2 terjadi
dini mudah diatasi
pemasangan WSD infeksi sehingga tidak
Kriteria Hasil : Tidak terjadi perluasan
b. Anjurkan klien
infeksi
ada tanda-tanda infeksi
dan keluarga ikut b. Perilaku yang
(dolor, kalor, tumor, diperlukan untuk
menjaga
mencegah
rubor, fungsio laesa),
kebersihan sekitar penyebaran infeksi
TTV normal (TD c. Luka yang terawat
luka dan
120/80mmHg, RR 16- dan bersih dapat
pemasangan alat
24x/menit, N 60- mencegah
serta kebersihan
100x/menit, suhu 36- terjadinya infeksi.
lingkungan serta
37,50 C, Kadar leukosit d. Antibiotic
tekhnik mencuci
5000-10000 mm3 digunkan untuk
tangan sebelum
mencegah infeksi
tindakan.
c. Lakukan
perawatan luka
pada pemasangan
WSD.
d. Berikan terapi
antibiotic bila
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC.


Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistic. Vol.1, Jakarta : EGC.
Purnawan J. dkk.1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Pross Penyakit, Ed4. Jakarta : EGC.
Smeltzer c Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Ed8. Vol.1. Jakarta :
Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2010. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai