BATUK DARAH
4.1 Definisi
Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal dari saluran nafas
di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah hemoptoe atau hemoptisis.(8) Batuk darah lebih
sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus
dicari melalui pemeriksaan yang seksama.(9)
Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling sering terjadi
diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh 3
faktor:
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran pernapasan.
Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi
ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien takut
dengan perdarahan yang terjadi.
b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan yang terjadi cukup banyak, maka
hemoptisis tersebut digolongkan ke dalam hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa
kriteria, antara lain:
1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah
perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam.
2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah
perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.
c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari
setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat, oleh karena baik bagian
jalan napas maupun bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
akibat terjadinya obstruksi total.(10)
4.2 Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : (8)
19
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan
sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
1.
c. Stenosis mitral
d. Tuberkulosis
2. Umur 20 40 tahun:
a. Tuberkulosis
b. Bronkiektasis
c. Stenosis mitral
3. Umur lebih dari 40 tahun:
a. Karsinoma bronkogen
b. Tuberkulosis
c. Bronkiektasis
4.3
Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabangcabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru,juga bila
terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.(10)
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut : (11,12)
1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena:
a. Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah.
Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama dianut, tetapi
beberapa laporan otopsi lebih membuktikan terdapat hipervaskularisasi bronkus yang
merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan. Setelah
proses paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan
memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri pulmonalis dalam
melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen
aneurisma pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan.
b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil tuberkulosa yang
menginfeksi parenkim paru.
2. Batuk darah pada karsinoma paru.
Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus
jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area tumor
atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.
3. Batuk darah pada bronkiektasis:
a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk menyebabkan
perdarahan.
21
b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga terjadi
aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan.
c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus yang mengalami
ektasis.
4. Batuk darah pada bronchitis kronis:
Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh mekanisme batuk.
5. Batuk darah pada abses paru:
Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka pembuluh
darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk.
6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:
a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam
vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture vena pulmonalis atau distensi kapiler
sehingga butir darah merah masuk ke alveoli.
b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di mukosa bronkus.
c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkialis yang hebat
sehingga tampak seperti varises.
7. Batuk darah pada infark paru:
Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi anastomose. Selain itu juga
terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana
butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah.
8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:
Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu terbentuknya antibody to
glomerular basement membrane (anti GBM Ab) lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada
paru sehingga membuat hilangnya keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan
memudahkan masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli.
9. Batuk darah pada infeksi jamur:
Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan antikoagulan serta enzim
proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur.
10. Batuk darah pada batuk keras:
Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak bercampur di dalamnya.
a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus yang
berdekatan.
b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya.
c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.
11. Cedera dada
22
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
4.4 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Pusel: (14)
+
++
+++
++++
Massiv
dalam sputum
batuk dengan perdarahan 1 30 ml
batuk dengan perdarahan 30 150 ml
batuk dengan perdarahan 150-500 ml
batuk dengan perdarahan 500-1000 ml atau lebih
e
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.(8)
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada kanker
paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari
saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar menjadi: (14)
1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.
2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan interval 2
sampai 3 hari.
3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis selain terjadi
vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu
23
memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Kriteria dari jumlah darah yang
dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai kelemahan oleh karena: (12,13)
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan
lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut
terhitung.
c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh: (15)
a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik.
b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya
iskemia miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik jantung, maupun
aliran darah serebral.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap: (16)
a.
b.
c.
d.
tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau
gastrointestinal. Dengan prkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darahdan
bukanmuntah darah (8). Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah (13)
N
o
1
2
3
Keadaan
Prodromal
Batuk Darah
Muntah Darah
Darah dimuntahkan
Onset
(Stomach Distress)
Darah dimuntahkan, dapat
Tampilan
4
5
6
7
Warna
Isi
Merah segar
Lekosit, mikroorganisme,
Merah tua
Sisa makanan
Ph
Riwayat
hemosiderin, makrofag
Alkalis
Penyakit paru
Asam
Peminum alkohol, ulcus
penyakit dahulu
8
9
(RPD)
Anemis
Tinja
25
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
Wheezing
Perdarahan di tempat lain bersamaan dengan batuk darah
Perokok berat dan telah berlangsung lama
Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
(8)
Pemeriksaan sputum
yang dapat dilakukan adalah untuk pemeriksaan bakteri pewarnaan gram, basil tahan asam
(BTA). Pemeriksaan dahak sitologi dilakukan apabila penderita berusia >40 tahun dan
perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan terutama untuk BTA dan jamur.(17)
26
d. Laboratorium(16)
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap
i. Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut
ii. Leukosit meningkat infeksi
iii. Trombositopenia koagulopati
iv. Trombositosis kanker paru
b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau pasien menerima
warfarain/heparin
c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas dan sianosis.
e. Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk
penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum
perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.(8,14)
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :(8)
1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2) Batuk darah yang berulang
3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasiperdarahan,
maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untukmelakukannya merupakan pendapat
yang masih kontroversial, mengingatbahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan
menimbulkan
batuk
yanglebih
impulsif,
sehingga
dapat
memperhebat
perdarahan
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya
perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapilebih dari 250 cc
/ 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkanbatuk darahnya masih terus
berlangsung.
27
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapilebih dari 250 cc
/ 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selamapengamatan 48 jam yang disertai
dengan perawatan konservatif batuk darahtersebut tidak berhenti.
4.7 Penatalaksanaan
Tujuan pokok terapi ialah: (13)
1. Mencegah asfiksia.
2. Menghentikan perdarahan.
3. Mengobati penyebab utama perdarahan.
Langkah-langkah: (13)
1. Pemantauan menunjang fungsi vital
a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps kardiovaskuler.
b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah dipertimbangkan sejak awal.
c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support kardiopulmoner
danmengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebabutama
kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.(12,13)
Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napasyang
menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis palingtinggi dan
menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam jumlahkecil dengan refleks
batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlahbanyak dapat menimbukan
renjatan hipovolemik.(12,13)
28
29
(Adona Decynone) intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas,
paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi pasien dan dokter yang merawat.
d. Mengobati penyakit yang mendasarinya(underlyingdisease)
Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu diberikan secara
bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga antibiotika yang sesuai.
2. Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif yang sumber
perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah.
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini
dilakukan atas pertimbangan:
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian padaperdarahan
yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakanoperasi.
Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang berulang
dapat dicegah.
Tindakan bedah meliputi: (17)
1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi
Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat penyakit dasarnya.
Macam reseksi:
-
Pneumonektomi:
reseksi satu paru seluruhnya
Bilobektomi :
reseksi dua lobus
Lobektomi
:
reseksi satu lobus
Wedgeresection:
reseksi sebagian kecil jaringan paru
Enukleasi
:
bila kelainan patologis kecil dan jinak
Segmentektomi:
reseksi segmen bronkopulmonal
Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya operasi dapat
ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah mempertahankan sebanyak
mungkin jaringan paru yang dianggap sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi,
30
Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang sakit dengan cara
membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut. Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk
kavitas, tetapi cara ini banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak.
Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps:
-
Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga pleura kemudian secara
bertahap ditambahkan udara sehingga teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila
paru kolaps maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses
penyembuhan.
Bila
terdapat
adhesi
dan
paru
tidak
dapat
kolaps
dilakukan
dilakukan lagi.
Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga peritoneum dengan tujuan
menaikkan diafragma agar terjadi kolaps pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal
akan menyembuh.
Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus phrenicus dibebaskan dari
perlekatannya di M. scalenus anterior, kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul
paralise diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan diharapkan apeks paru
foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi
31
mengalami
hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis : (8,10,11)
1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih
baik.
2. Jenis penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah
yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
a. Hemoptisis <200ml/24jam prognosa baik
b. Profuse masif >600cc/24jamprognosa jelek 85% meninggal
32