Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN CASE STUDY

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM PROFESI NERS
SEMESTER I

NUZLIE RIZKY BRILLIANITA

I4B019062

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO infeksi saluran nafas bawah masih menjadi peyebab
kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5 juta kematian pertahun
(WHO 2016). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi saluran nafas bawah
merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam penanganannya. Salah satu infeksi
saluran nafas yang memiliki angka kematian yang tinggi adalah pneumonia.
Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2%. Angka tersebut
merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan angka sebelumnya pada
tahun 2013 yaitu 1,8% (Riskesdas 201AD). Pada tahun 2010, pneumonia di
Indonesia menempati peringkat 10 besar penyakit rawat inap dengan Crude
Fatality Rate sebesar 7,6%.
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan parenkim paru yang
meliputi distal dari bronkiolus terminalis hingga jaringan alveoli sehingga
menimbulkan konsolidasi paru dan gangguan pada sistem pernafasan
(Imanuella et al. 2019). Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yang pertama secara klinis dan yang
kedua menurut sifat akuisisinya. Klasifikasi pneumonia secara klinis terdiri
dari pneumonia lobaris, bronchopneumonia, dan atypical pneumonia.
Sedangkan klasifikasi pneumonia menurut sifat akuisisinya terdiri atas CAP
(Community-associated Pneumonia), HCAP (Health Care-associated
Pneumonia), VAP (Ventilator-associated Pneumonia), HAP (Hospital-
associated Pneumonia).
Penyakit HAP (Hospital-Acquired Pneumonia) merupakan penyakit yang
cukup sering terjadi dan merupakan suatu infeksi perenkim paru yang terjadi
pada pasien ketika sedang dirawat di rumah sakit (Deni & Pangalila 2019).
Infeksi pada pneumonia nosocomial tidak timbul atau tidak sedang dalam
masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit, tetapi biasanya terjadi > 48 jam
setelah masuk rumah sakit. Hasil penelitian Efrida menjelaskan bahwa
pneumonia nosokomial menepati peringkat kedua penyebab paling umum dari
infeksi diantara pasien di rumah sakit terlebih pada pasien yang membutuhkan
perawatan di ICU dan penyebab utama dari kematian akibat infeksi dengan
rasio mortalitas 30-70%. Oleh karena itu, pneumonia nosokomial atau HAP
perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat, mengingat penyakit ini
masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu:
a. Mengetahui istilah dari pneumonia nosokomial
b. Mengetahui Web of Cause dari pneumonia nosokomial
c. Mengetahui asuhan keperawatan dari pneumonia nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus
1. Istilah
Pneumonia adalah kondisi parenkim paru mengalami inflamasi yang
dimulai dari bagian alveoli sampai bronchus hingga bronchiolus yang
mana bagian tersebut terisi dengan campuran eksudat inflamatori seperti
bakteri dan sel darah putih (Warganegara 2017). Pneumonia
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yang pertama secara klinis dan yang
kedua menurut sifat akuisisinya. Klasifikasi pneumonia secara klinis
terdiri dari pneumonia lobaris, bronchopneumonia, dan atypical
pneumonia. Sedangkan klasifikasi pneumonia menurut sifat akuisisinya
terdiri atas CAP (Community-associated Pneumonia), HAP (Hospital-
associated Pneumonia), HCAP (Health Care-associated Pneumonia), VAP
(Ventilator-associated Pneumonia). Pneumonia terjadi karena terdapat
ketidakseimbangan antara pertahanan host dengan kemampuan kolonisasi
bakteri, virus, atau jamur yang menginvasi saluran pernafasan bagian
bawah. Proses invasi bakteri ini disebut dengan infeksi. Bakteri paling
umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, sedangkan bakteri lainnya adalah Chlamydophila pneumonia.
Pneumonia juga dapat diakibatkan oleh virus, contohnya Adenovirus,
Corona, virus Influenza, dan Hantavirus. Penyebaran infeksi pneumonia
dapat melalui percikan droplet penderita ketika batuk atau bersin yang
terhirup orang lain. Penyebaran infeksi pneumonia ini dapat terjadi di
rumah sakit, baik dari pasien pneumonia ke tenaga kesehatan ataupun
antar pasien. Infeksi yang didapatkan pasien pada saat menjalani
perawatan di rumah sakit disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial merupakan suatu infeksi yang diperoleh atau
dialami pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit dengan
menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah
sakit namun infeksi yang didapatkan tersebut tidak ditemukan atau
diderita pasien ketika masuk rumah sakit (Hastuti et al. 2020). Infeksi
nosokomial sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang
meningkatkan angka morbidita dan mortalitas pada pasien yang dirawat di
rumah sakit. Menurut penelitian Ronald Tikuali pada tahun 2017 infeksi
nosokomial terbanyak di ICU rumah sakit di India Timur adalah
pneumonia nosokomial, yaitu sekitar 62,07% (Sulakanan, Zulfariansyah &
Sitanggang 2018). Pneumonia nosokomial sendiri merupakan pneumonia
yang baru diderita oleh pasien yang baru masuk rumah sakit setelah 48
jam atau lebih menjalani rawat inap. Menurut Efrida pada penelitiannya
yang membahas pneumonia nosokomial, menjelaskan bahwa pneumonia
nosokomial menepati peringkat kedua penyebab paling umum dari infeksi
diantara pasien di rumah sakit terlebih pada pasien yang membutuhkan
perawatan di ICU dan penyebab utama dari kematian akibat infeksi
dengan rasio mortalitas 30-70% (Warganegara 2017). Faktor risiko dari
pneumonia nosokomial adalah usia lebih dari 70 tahun, malnutrisi,
penurunan kesadaran, durasi tinggal di rumah sakit yang lama, dan
penyakit obstruksi paru kronis (Deni & Pangalila 2019).
2. Hasil Pengkajian
a. Identitas Pasien
i. Nama : Tn. T
ii. Usia : 68 tahun
iii. Jenis Kelamin : Laki-laki
iv. Pendidikan : SD
v. Pekerjaan : Buruh
vi. Alamat : Sokaraja Tengah RT 004/001 Sokaraja
vii. No RM : KLMNOP
viii. Diagnosa Medis : Pneumonia nosokomial
b. Riwayat Kesehatan
i. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sesak nafas dan ketika batuk merasa
dahaknya sulit dikeluarkan. Pasien juga mengeluh merasa
kelelahan sehingga badan menjadi lemas.
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD rumah sakit RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo pada tanggal 27 September 2019 pukul
09.09 WIB dengan keluhan sesak nafas dan batuk berdahak
sejak 2 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien sudah pernah
rawat inap di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo selama satu
minggu, kemudian pulang selama tiga hari sebelum akhirnya
masuk kembali ke rumah sakit. Keadaan umum pasien saat
datang yaitu tekanan darah 141 / 94 mmHg, RR 24 x/menit,
suhu 36oC, Nadi 94 x/menit, GCS E4 V6 M5. Hasil pengkajian
pada pasien tanggal 1 Oktober 2019 didapatkan bahwa pasien
mengalami sesak nafas serta terpasang nasal kanul dengan
oksigen 4 liter.
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah masuk ke rumah sakit
sebelumnya dan tidak pernah memeriksakan kesehatannya ke
pelayanan kesehatan. Berdasarkan dari hasil pemeriksaan awal
masuk pasien memiliki penyakit hipertensi dengan tekanan
darah 141/94 mmHg. Pasien terkena tuberkulosis pada tahun
2015 dan menganjalani pengobatan selama satu tahun.
iv. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit dari
keluarga.
Genogram

60 68
42 39 35 22

Keterangan :
: Laki-laki : tinggal serumah : pasien
: Perempuan : hubungan keluarga :Meninggal

v. Pola Kesehatan Fungsional


a) Pola Manajemen Kesehatan dan Pola Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan bila ia tidak pernah memeriksakan
kesehatannya ke pelayanan kesehatan. Pasien mulai
merokok sejak usia 15 tahun dan berhenti merokok sejak
tahun 1965. Saat merokok pasien dapat menghabiskan 1
bungkus rokok dalam sehari. Selama ini pasien menjaga
kesehatannya dengan berjalan-jalan pagi selama 10 menit
dan berjemur. Pasien tidak mengetahui penyebab dari
penyakit yang dideritanya, namun upaya yang telah
dilakukan yaitu memeriksakan dirinya ke rumah sakit.
b) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Diet pasien
yaitu makanan lunak tinggi protein. Saat sakit pasien
makan 3 kali sehari namun dengan porsi sedikit yaitu
setengah porsi atau kurang dari setengah porsi. Pasien
mengatakan mengkonsumsi susu sekitar 350 ml namun
tidak sering dan minum air putih sebanyak 500 ml/hari.
Pasien mengatakan sedikit mengalami kesulitan dalam
menelan, namun tidak nyeri saat menelan. Riwayat
penurunan bera badan tidak diketahui karena pasien tidak
pernah memeriksakan kesehatan sebelumnya. Pasien tidak
pernah memeriksakan giginya, terdapat beberapa gigi yang
sudah tanggal, gigi berlubang, dan pasien tidak memakai
gigi palsu.
c) Pola Eliminasi
Sebelum sakit: Pasien mengatakan kebiasaan BAK dan
BAB pasien tidak mengalami masalah. Pasien BAK kurang
lebih 3 kali sampai 4 kali dalam sehari tanpa adanya
gangguan atau keluhan dengan warna BAK yaitu
kekuningan. Pasien mengatakan bila pola BAB yaitu 2
kali/hari dengan konsentrasi feses lunak, berwarna
kecoklatan dan tidak sakit saat BAB dan pasien tidak
mengejan saat BAB.
Selama sakit: Pasien mengatakan selama sakit BAB 1
kali/hari dengan konsentrasi feses lunak, berwarna
kecoklatan, tidak sakit saat BAB dan pasien tidak mengejan
saat BAB. Pasien mengatakan selama sakit pasien dapat
BAK sebanyak 6 sampai 8 kali dengan jumlah sedikit
dengan warna urin kuning jernih. Pasien menjadi nokturia
dan dapat terbangun untuk BAK sebanyak 4 sampai 6 kali
dalam satu malam.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit: Pasien mengatakan bila ia berolahraga jalan
pagi selama 10 menit dan berjemur di bawah sinar matahari
sebanyak 4 hingga 5 kali dalam seminggu. Waktu luang
paisen di pergunakan untuk menonton TV atau bermain
dengan cucu.
Selama sakit: Pasien mengatakan bahwa terdapat beberapa
kegiatan untuk kebutuhan ADLs yang dibantu oleh
keluarga hal ini dikarenakan pasien merasa lemas.
Kemampuan
Perawatan 0 1 2 3 4
Diri
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di √
tempat tidur
Ambulasi/ROM √
Keterangan: 0 : mandiri, 1: alat bantu, 2 : dibantu orang
lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total.
Kesimpulannya yaitu aktivitas pasien dan pemenuhan
ADLS sebagian memerlukan bantuan dari orang lain yaitu
anggota keluarga.
e) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit: Pasien mempunyai kebiasaan tidur yang
teratur sekitar 6-7 jam pada malam hari serta tidur siang
selama 1 jam/hari. Pasien biasa tidur pukul 10 malam dan
bangun pukul 5 pagi. Pasien mengatakan bila biasa tidur
dengan lampu menyala dan tidak pernah mengalami
gangguan tidur seperti insomnia (sulit tidur). Saat bangun
pasien merasa segar dan tidak lemas. Pasien juga
mengatakan jika tidak dapat tidur, maka pasien akan
menonton tv.
Selama sakit: Selama dirumah sakit kebiasaan tidur pasien
berubah. Pasien biasa tidur pukul 10 malam atau 11 malam
dan terbangun beberapa kali untuk BAK. Pasien
mengatakan saat sakit pasien biasa tidur pada siang dan
sore hari dengan durasi waktu 1 jam. Pasien juga
mengatakan bila saat bangun ia masih merasa mengantuk,
lemas, serta tidur dirasa kurang cukup.
f) Pola Persepsi Kognitif
Sebelum sakit: Pasien tidak mengalami penurunan
penglihatan, pendengaran, dan daya ingat. Pasien tidak
memakai kacamata dan tidak pernah memeriksakan
matanya ke dokter. Pasien mengatakan bahwa pasien
mampu mengambil keputusan sendiri dengan sebelumnya
dimusyawarahkan dengan anggota keluarga yang lain.
Selama sakit: Pasien tidak mengalami penurunan
penglihatan, pendengaran, dan daya ingat. Pasien juga tidak
mengalami gangguan orientasi waktu, tempat dan ruang.
Pengambilan keputusan sepenuhnya diserahkan kepada
anak dan istrinya.
g) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien memahami dirinya dan menerima diri apa
adanya. Pasien mengatakan bila ia terkadang merasa cemas
bila sakitnya tidak kunjung sembuh. Akan tetapi, pasien
lebih serng merasa pasrah dengan penyakitkan, namun
tetap berdoa untuk kesembuhannya. Pasien juga
mengatakan bila perubahan-perubahan yang terjadi selama
sakit yaitu lebih kepada pola berkemih, kurangnya nafsu
makan, serta sering merasa lemas.
h) Pola Peran Hubungan
Pasien mengatakan bila sebelum sakit, pasien selalu
mengikuti kegiatan pengajian. Pasien mengatakan bila ia
adalah seorang ayah dari 4 anak-anaknya. Pasien tinggal
bersama istri, anak ke-3 dan 4 serta cucu-cucunya.
Hubungan pasien dan keluarga maupun tetangga baik.
Keluarga tampak memberikan dukungan kepada pasien
saat pasien terbaring lemas di rumah sakit dan selalu
menemani pasien. Pasien mengatakan bila penghasilan
yang didapat terkadang cukup dan terkadang tidak cukup.
Pasien mengatakan bila secara umum segala hal yang dapat
berjalan dengan lancar meskipun terdapat beberapa
kendala.
i) Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan sudah mempunyai
4 orang anak. Pasien tidak pernah memiliki penyakit
kelamin sebelumnya.
j) Pola Koping dan Toleransi Stres
Pasien mengatakan apabila mempunyai masalah
biasanya pasien bercerita kepada istrinya untuk bertukar
fikiran dan meminta pendapat dari pemecahan masalah
yang ada. Orang yang paling penting membantu pasien
dalam mengatasi masalah yang sedang di hadapi dalah
istrinya. Saat sakit, pasien semua pengambilan keputusan
diserahkan kepada anak dan istrinya. Pasien mengatakan
akhir-akhir ini merasa cemas dengan penyakitnya, yang
dilakukan bila cemas yaitu berdoa dan mempasrahkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga membuat pasien
tidak cemas lagi.
k) Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien mengatakan beragama islam. Sebelum sakit
pasien rutin melaksanakan kewajibanya seperti sholat dan
mengaji. Selama sakit pasien merasa kesulitan dalam
beribadah terutama sholat. Pasien berasal dari suku jawa.
vi. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : keadaan umum cukup
2. Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4 M6 V5
Tanda-tanda Vital
a. Nadi: 90 x/menit
b. Suhu tubuh : 37,1 ˚ C
c. Tekanan darah : 100/ 60 mmHg
d. Respirasi : 24 x/menit
3. TB/BB : 151 cm / 32 Kg
4. IMT : 14,03 (Berat badan kurang)
Keterangan
< 18,5 (kurang)
18,5 – 25 (normal)
25 – 30 (lebih)
>30 (obesitas)
5. Kepala:
a) Kepala: bentuk kepala normal (mesochepal), tidak ada
benjolan, rambut agak rontok, rambut berminyak, dan
terdapat beberapa rambut yang sudah beruban, tidak
terdapat lesi di kepala.
b) Mata: Bola mata simetris, pupil isokor diameter 2/2,
reflek cahaya positif, reflek kedip positif, conjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba keras.
c) Hidung : Bentuk simetris, lubang hidung bersih, tidak
ada sekret atau polip, nafas tidak menggunakan otot
tambahan, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa,
nafas hidung bilateral, pasien terpasang oksigen 4 liter
melalui nasal kanul.
d) Telinga : Pendengaran sedikit menurun, bentuk telinga
simetris, terdapag sedikit serumen pada kedua lubang
telinga, tidak ada perdangan atau benda asing pada
kedua lubang telinga, tidak ada nyeri tekan, kartilago
lentur.
e) Mulut dan faring : Tidak terdapat bibir sumbing,
mukosa mulut lembab, warna bibir merah muda sedikit
kehitaman, tidak ada lesi atau pembengkakan pada
bibir, komposisi gigi tidak lengkap, terdapat gigi yang
berlubang dan tedapat karang gigi, lidah bersih, tidak
terdapat stomatisis pada lidah dan mukosa mulut, gusi
tidsk berdarah, tidak terlihat adanya peradangan tongsil.
f) Leher :Leher simetris, tidak ada deviasi trakea, tidak
terdapat pembengkakan tiroid, tidak terdapat
pembengkakan trakea, tidak terlihat adanya massa di
sekitar leher, tidak terdapat jejas, pasien mengatakan
sedikit sulit menelan, tidak ada peningkatan JVP.
6. Thorak
a) Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, ekspansi paru
simetris, irama pernafasan normal dengan respirasi
24x/menit. Terdapat jaringan parut bekas luka pada
bagian sinistra dada atas, tidak terlihat adanya lesi.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, fremitus
taktil kurang teraba pada kedua lapang paru.
Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Terdengar suara vesikuler lemah pada
kedua lapang paru, suara nafas terdengar ronkhi
b) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, point of
maximum teraba
Perkusi : Terdengar bunyi dullness pada saat di
perkusi
Auskultasi :Detak jantung terdengar S1 Lub, S2
Dub reguler, tidak terdengar suara jantung tambahan.
Heart rate 90x/menit
7. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, tidak asites, warna kulit tidak
ikterik, tidak terlihat lesi, tidak ada massa atau benjolan, tidak
terlihat adanya spider nervi
Auskultasi : Bising usus 12 x/ menit
Perkusi :Terdengar suara timpani pada bagian lambung dan
dullness pada bagian hati
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan di seluruh bagian abdomen,
tidak teraba hepar, limpa, serta ginjal, abdomen tidak teraba
adanya distensi.
8. Ekstremitas
Inspeksi : Ekstremitas dan bawah atas simetris.
Terpasang infus di tangan kanan, tugor kulit lembab, tidak
terlihat adanya deformitas, tidak terlihat adanya lesi, tidak
terlihat adanya kemerahan, tidak ikterik,tidak terdapat sianosis
dan clubbing finger.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan edema pada
extermitas atas dan bawah. Nyeri tekan tidak ada, kapiler refill
<2 detik, kulit teraba hangat.
kekuatan motorik :
Tangan kanan Tangan kiri
5,5,5,5 5,5,5,5
Kaki kanan Kaki kiri
5,5,5,5 5,5,5,5
9. Genetalia: Jenis kelamin laki-laki, tidak terdapat
hemoroid dan tidak terpasang dower kateter (DC).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan darah tanggal 26 September 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi Nilai normal

Eritrosit 6,2 10˄6µl Tinggi 4,4-5,9

Leukosit 16.540 U/L Tinggi 35-47

Hemoglobin 16,8 g/dl Normal 13,2-17,3

Trombosit 288 103/ µl Normal 150-440

Eosinofil 0,0 % Rendah 2-4

Limfosit 2,3 % Rendah 25-40

Monosit 11,1 % Tinggi 2-8

Natrium 148 mEq/L Tinggi 134-146

Albumin 3,13 g/dL Rendah 3,4-5

Ureum darah 131,70 mg/dL Tinggi 14,98-38,52

GDS 162 mg/dL Normal ˂=200

c. Pemeriksaan Mikrobiologi
Hasil pembiakan sputum dan kultur darah menunjukkan bahwa pasien
positif terdapat S. pneumonia.
d. Rontgen thorax
Hasil yaitu terdapat gambaran TB lesi luas disertai giant bullae
pada lapang tengah paru kanan dan lapang bawah paru kiri differential
diagnosis emfisema paru. Opasitas bentuk tringular pada lapang atas
paru kanan cenderung fibrosis differential diagnosis atelektasis suspek
efusi pleura dupleks.
B. WoC Pneumonia Nosokomial

Etiologi Pneumonia Nosokomial Insiden


- Alat medis Peradangan sel parenkim paru karena invasi - Pasien usia >70
terkontaminasi bakteri yang didapatkan pada saat menjalani thn
- Pencegahan dan perawatan di rumah sakit selama lebih dari 72 - Riwayat PPOK
Penanggulangan jam - Pasien pengguna
Infeksi tidak alat bantu
Agen Infeksi
memadai pernafasan
- Minimnya alat Bakteri: Streptococcus pneumonia, Clamydophila pneumonia, dll - Pasien perawatan
pelindung diri ICU
Virus: Influenza, Corona, Hantavirus
Pemeriksaan
Tanda Gejala Umum
Masuk ke saluran Diagnostik
- Batuk berdahak pernafasan
- Pemeriksaan Lab
- Sesak nafas
- Pemeriksaan
- Demam Peningkatan akumulasi Invasi membran Menembus pembuluh Mikrobiologi
- Nyeri pada bagian sekret mukosa darah - Rontgen thorax
dada
- Lemas
Obstruksi saluran Mengalir bersama darah
pernafasan lalu tiba di alveolar

Suara nafas ronchi


Iritasi dinding alveoli
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Peningkatan cairan
interstisial

Kadar oksigen Luas permukaan Peningkatan cairan Intoleransi aktivitas


menurun alveoli berkurang eksudat

RR meningkat Peningkatan Peningkatan Produksi asam


kebutuhan oksigen Kelelahan
metabolism anaerob laktat meningkat
Pola nafas tidak
efektif
C. Nursing Care Plan

No Data Problem Etiologi


1 DO: Suara nafas ronchi, Ketidakefektifan Peningkatan
auskultasi paru vesikuler bersihan jalan akumulasi sekret
lemah, pasien terlihat batuk nafas
DS: Pasien merasa dahak
tertahan di jalan nafas dan
tidak dapat dikeluarkan
2 DO: Respirasi 24x/menit, Pola nafas tidak Obstruksi
Pasien terpasang terapi efektif saluran
oksigen nasal kanul oksigen pernafasan
4 liter, auskultasi paru
vesikuler lemah
DS: Pasien merasa sesak
nafas
3 DO: TD 100/60, RR Intoleransi Penurunan kadar
24x/menit. aktivitas oksigen untuk
DS: Pasien merasa lemas, kebutuhan
Pasien mengatakan ADL metabolik
dibantu oleh keluarga

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan Manajement Jalan
Nafas
n bersihan jalan perawatan selama 2x24 jam,  Auskultasi bunyi
nafas b.d diharapkan jalan nafas pasien napas tambahan,
seperti ronchi,
peningkatan menjadi efektif dengan
wheezing.
akumulasi indikator  Berikan posisi yang
sekret 1. Status Pernfasan: nyaman yaitu semi
fowler untuk
Kepatentan Jalan Nafas membuka jalan nafas.
- Frekuensi pernafasan  Instruksikan untuk
dari ringan menjadi pasien bernafas pelan
dan dalam.
normal
 Ajarkan teknik batuk
- Suara ronchi efektif
menghilang  Kolaborasi obat
bronkodilator
- Ketidakmampuan
mengeluarkan sekret
dari tinggi menjadi
hilang karena pasien
sudah mampu
mengeluarkan sekret.
- Akumulasi sekret dari
tinggi menjadi rendah
Pola nafas tidak Setelah dilakukan perawatan Monitor Pernafasan
 Monitor kecepatan,
efektif b.d selama 2x24 jam diharapkan
Irma, kedalaman dan
obstruksi jalan masalah pola nafas klien kesulitan bernafas
nafas teratasi dengan indikator:  Monitor suara nafas
tambahan
1. Status Pernafasan  Monitor keluhan
- Frekuensi pernafasan sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
dari deviasi ringan yang meningkatkan
menjadi tidak ada atau memperburuk
sesak nafas
deviasi atau pada
 Ajarkan teknik nafas
kisaran normal. dalam
- Auskultasi paru dari  Monitor hasil rotgen
thoraks
vesikuler lemah
 Kolaborasi terapi
menjadi vesikuler yang oksigen
adekuat
Intoleransi Setelah dilakukan perawatan Bantuan Perawatan
Diri
aktivitas b.d selama 2x24 jam diharapkan  Kaji kemampuan
penurunan kadar intoleransi aktivita pasien pasien dalam
melakukan perawatan
oksigen untuk dapat teratasi dengan indikator:
diri.
kebutuhan 1. Status Perawatan Diri  Kaji kebutuhan pasien
dalam perawatan diri
metabolik - Kemampuan ADL
seperti: kebutuhan
pasien dari cukup kebersihan diri,
terganggu mengalami pakaian, makanan, dan
kebutuhan toileting.
kemajuan menjadi tidak  Ajarkan pada keluarga
terganggu. agar membantu pasien
bila pasien memang
2. Tanda-tanda Vital
benar-benar tidak
- Frekuensi nafas dari mampu melakukan
deviasi sedang menjadi aktivitas secara
mandiri.
normal
Monitoring TTV
 Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
respirasi.
 Monitor vital sign
sebelum, selama, dan
sesudah beraktivitas.

D. Fokus Intervensi
Berdasarkan kasus diatas, pasien memiliki diagnosa medis berupa
pneumonia nosokomial. Tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien terdiri dari
sesak nafas, dahak yang tidak bisa dikeluarkan, dan badan terasa lemas. Sesak
nafas yang dirasakan oleh pasien salah satunya disebabkan oleh akumulasi
sekret berlebihan yang menyumbat saluran jalan nafas sehingga pasien
kesulitan untuk bernafas. Kesulitan bernafas inilah yang mengakibatkan badan
pasien terasa lemas karena kurangnya pasokan oksigen yang masuk ke dalam
paru-paru.
Kondisi tersebut harus segera diselesaikan untuk membersihkan jalan nafas
yang mana merupakan prioritas utama untuk mengoptimalkan proses
kesembuhan pasien. Oleh karena itu, fokus intervensi yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang dialami
pasien adalah metode batuk efektif. Batuk efektif adalah metode batuk yang
tepat untuk memaksimalkan pengeluaran dahak (Fatimah & Syamsudin 2019).
Batuk efektif dilakukan untuk menggerakkan sekret yang tertahan di jalan
nafas sehingga dapat mengurangi penumpukan sekret berlebih. Menurut
penelitian Potter dan Perry pada 2005 menyebutkan bahwa metode batuk
dalam dan produktif lebih menguntungkan daripada tindakan membersihkan
tenggorokan menggunakan suction (Potter & Perry 2005).
Indikasi dilakukannya batuk efektif antara lain penderita obstruksi jalan
nafas yang diakibatkan oleh produksi sekret berlebihan, pasien yang akan
menjalani tindakan bedah, dan pasien paska mendapat tindakan bedah.
Sedangkan kontraindikasi dari batuk efektif terdiri dari tension
pneumothoraks, hemoptysis, gangguan sistem kardiovaskuler, edema paru,
dan efusi pleura yang meluas. Sedangkan tujuan dari metode batuk efektif itu
sendiri adalah untuk melatih otot-otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi
dengan baik, mengeluarkan dahak atau sputum yang terdapat di saluran
pernafasan, dan melatih pasien agar terbiasa melakukan cara pernafasan yang
baik (Fauzi, Nuraeni & Solechan 2014).
Hal-hal yang perlu disiapkan untuk melakukan intervensi ini antara lain
tisu/sapu tangan, gelas yang berisi air hangat, tempat untuk membuang dahak
(Kementrian Kesehatan RI 2018). Cara mempersiapkan tempat pembuangan
dahak harus diperhatikan untuk mecegah penyebaran transmisi bakteri/virus
yang akan keluar bersama dahak. Oleh karena itu, perawat harus menyiapkan
tempat pembuangan yang berupa kaleng berisi cairan desinfektan yang
dicampur dengan air. Cairan desinfektan dapat disubstitusi menggunakan
detergen atau bahan kimia pembersih lainnya. Kemudian cairan desinfektan
yang telah disiapkan tersebut dituang ke wadah sebanyak sepertiga dari volum
wadah yang digunakan. Tempat pembuangan ini harus selalu dibersihkan
setiap 2 sampai 3 kali sehari tergantung intensitas dari dahak yang
dikeluarkan. Apabila isi dari tempat pembuangan hendak diganti dengan yang
baru, maka buang isi tersebut dengan cara menuang di lubang kloset lalu
disiram. Tempat pembuangan wajib untuk dibersihkan dengan sabun sebelum
digunakan kembali.
Setelah tempat pembuangan telah tersedia, perawat memposisikan pasien
posisi fowler dan sedikit mencondongkan badan ke depan agar memudahkan
gerak dahak keluar melalui saluran pernafasan. Pertama, pastikan pasien telah
meminum obat pengencer dahak atau obat bronkodilator sebelumnya untuk
mempermudah proses pengeluaran dahak. Kedua, perawat kemudian
menganjurkan pasien untuk meminum air hangat terlebih dahulu agar dapat
membantu pengenceran dahak (Marwansyah et al. 2019). Ketiga, perawat
mengajarkan pasien teknik nafas dalam sebanyak 4-5 kali. Nafas dalam
dilakukan untuk meningkatkan volum paru pada klien sehingga memperlancar
jalannya pernafasan agar dapat membantu mempercepat pengeluaran sisa
sekret yang tertimbun dalam saluran pernafasan (Septiani 2020). Kemudian,
pada saat tarikan nafas dalam yang terakhir pasien dianjurkan untuk menahan
nafas selama 1-2 detik. Keempat, didetik ke dua setelah menahan nafas,
perawat mengajarkan pasien untuk batuk dengan kuat dan spontan. Teknik
batuk kuat spontan adalah batuk yang menggunakan otot perut dan otot
aksesoris pernafasan dengan mulut sedikit terbuka. Batuk dilakukan sebanyak
3 kali. Batuk pertama bertujuan untuk melepaskan dahak yang tertahan, lalu
disusul batuk kedua dan ketiga yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak.
Keluarkan dahak dengan bunyi “ha..ha…ha” dan “huf…huf…huf”. Lakukan
berulang kali sesuai dengan kebutuhan. Perawat juga harus menghimbau agar
pasien tidak bernafas cepat melalui mulut seusai terapi batuk efektif, hal ini
agar dahak tidak kembali masuk ke dalam saluran pernafasan.

Gambar 2.1. Tahapan Fisiologis Teknik Batuk Efektif


Capaian dari intervensi batuk efektif diantaranya pasien dapat
mengeluarkan dahak yang tertahan di saluran pernafasan pasien agar

mempermudah upaya pasien untuk bernafas (Rondhianto, Kurniawati &


Vidiany 2016). Batuk efektif dinyatakan dapat menyelesaikan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien apabila setelah dilakukan
intervensi ini selama dua hari frekuensi pernafasan pasien dapat kembali
normal, tidak terdapat dispnea, suara nafas tidak terdengar ronchi, auskultasi
dada menunjukkan kedua paru-paru vesikuler normal, dan pasien merasa lega
akibat dahak yang tertahan dapat dikeluarkan. Pada saat melakukan teknik
batuk efektif pada pasien lebih baik bila keluarga pasien juga berada di
ruangan. Hal ini untuk mempermudah proses edukasi teknik batuk efektif
sehingga diharapkan keluarga dan pasien mampu secara mandiri melakukan
teknik batuk efektif. Tujuan dari intervensi batuk efektif untuk menyelesaikan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat dikatakan
tercapai apabila pasien telah mampu mencapai capaian tersebut.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Deni, J. & Pangalila, F.J. V 2019, ‘Hubungan Keberhasilan Terapi Pneumonia


Nosokomial Resisten Pseudomonas Aeruginosa dan Acinetobacter baumannii
dengan Dosis Karbapenem di ICU RS Royal Taruma Periode 2012-2017’,
Tarumanegara Medical Journal, vol. 2, no. 1, pp. 65–76.

Fatimah, S. & Syamsudin 2019, ‘Penerapan Teknik Batuk Efektif Mengatasi


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Tn. M Dengan Tuberkulosis’,
Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, vol. 5, pp. 26–30.

Fauzi, I., Nuraeni, A. & Solechan, A. 2014, ‘Pengaruh Batuk Efektif dengan
Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sputum pada Balita Usia 3-5 Tahun
Dengan Ispa di Puskesmas Wirosari 1’, Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
(JIKK), pp. 1–9.

Hastuti, P., S, N.A., Aisah, N.N., Antika, L. & D, O.S. 2020, ‘Pendayagunaan
Partisipasi Pasien dan Keluarga Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Melalui
Pelaksanaan Cuci Tangan’, Jurnal Pengabdian Kesehatan, vol. 3, no. 1, pp. 91–
9.

Imanuella, N., Hasmono, D., Kasih, E. & Ramdani, D. 2019, Studi Penggunaan
Sefalosporin Generasi Ketiga pada Pasien Pneumonia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Fakultas Farmasi , Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya , Surabaya , Indonesia Fakultas Farmasi ,
Universitas Airlangga Suraba, vol. 6, no. 1, pp. 66–73.

Kementrian Kesehatan RI 2018, ‘Teknik Batuk Efektif’, Berita Artikel, viewed 3


April 2020, <http://www.yankes.kemkes.go.id/read-teknik-batuk-efektif-
4229.html>.
Marwansyah, Maswansyah, Mulyani & Yeni 2019, ‘Pengaruh Pemberian Cairan
Hangat Peroral Sebelum Latihan Batuk Efektif Dalam Upaya Pengeluaran
Sputum Pasien Chronic Obstructive Pulmonary Disease di RSUD Wilayah
Banjarbaru Kalimantan Selatan’, Jurnal Keperawatan STIKES Suaka Insan, vol.
4, no. 2.

Potter, P.. & Perry, A.. 2005, Fundamental of Nursing 6th Edition, 6th edn, Elsevier
Ltd, Singapore.

Riskesdas 201AD, ‘Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


RI’, Riset Kesehatan Dasar, viewed
<https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf>.

Rondhianto, Kurniawati, D. & Vidiany, A.K. 2016, ‘Batuk Efektif Dan Napas Dalam
Untuk Menurunkan Kolonisasi Staphylococcus aureus Dalam Sekret Pasien
Pasca Operasi Dengan Ansatesi Umum di RSD Dr. Soebandi Jember’,
NurseLine Journal, vol. 1, no. 1, pp. 151–8.

Septiani, E.P. 2020, ‘Hubungan Nafas Dalam Dan Batuk Efektif Dalam Pengeluaran
Sputum Pada Pasien TB Paru di Ruang Flamboyan di RSUD Dr. Piringadi
Medan’, Jurnal Poltekkes Kemenkes Medan, vol. 1, no. 1.

Sulakanan, R.T., Zulfariansyah, A. & Sitanggang, R. 2018, ‘Pola Pneumonia


Nosokomial di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan
Sadikin Bandung Periode Januari-Desember 2017’, Jurnal Anestesi Perioperatif,
vol. 8, no. 2, pp. 436–42.

Warganegara, E. 2017, ‘Pneumonia Nosokomial: Hospital-Acquired, Ventilator-


Associated, dan Health Care-Associated’, Jurnal Kedokteran Unila, vol. 1, no.
3, pp. 612–8.

WHO 2016, ‘Pneumonia’, World Health Organization, viewed


<https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia>.

Anda mungkin juga menyukai