Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

ILMU ANESTESI
POST-INTENSIVE CARE SYNDROME

Disusun oleh:
Patrick Putra Lukito

Pembimbing:
dr. Tjangeta Liempy, Sp. An.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
PERIODE 4 MARET – 7 APRIL 2019
JAKARTA

i
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


BAB II. INTENSIVE CARE UNIT .............................................................................. 2
2.1. Definisi ............................................................................................................... 2
2.2. Lingkup Kerja .................................................................................................... 2
2.3. Tipe ICU ............................................................................................................. 2
2.4. Penanganan pada ICU ........................................................................................ 3
2.5. Peralatan pada ICU ............................................................................................. 4
BAB III. POST-INTENSIVE CARE SYNDROME ........................................................ 5
3.1. Pendahuluan ....................................................................................................... 5
3.2. Epidemiologi ...................................................................................................... 5
3.3. Gejala ................................................................................................................. 6
3.4. Faktor Risiko ...................................................................................................... 7
3.5. Etiologi dan Patofisiologi ................................................................................... 8
3.6. Pencegahan dan Penanganan .............................................................................. 9
3.7. Prognosis .......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11

i
BAB I.

PENDAHULUAN

Intensive care unit (ICU) adalah sebuah departemen khusus pada sebuah rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan intensive treatment medicine.
Intensive treatment medicine sendiri adalah sebuah cabang ilmu kedokteran yang
berfokus terhadap diagnosis dan pengobatan penyakit yang membahayakan nyawa
serta memerlukan life support dan pengawasan intensif.

Post-intensive care syndrome (PICS) adalah sebuah kumpulan dari gangguan


kesehatan yang seringkali diderita oleh pasien setelah sembuh dari keadaan kritis dan
penanganan intensif1. Gejala daripada PICS jatuh ke dalam tiga kategori utama yaitu:
penurunan kemampuan fisik, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatri2. Tingkat
kejadian PICS cukup tinggi yaitu berkisar antara 25% sampai dengan 75%1. PICS
memiliki dampak yang buruk bagi penderitanya dan secara signifikan mengganggu
aktivitas sehari-hari mereka1.

Meskipun PICS memiliki dampak yang buruk serta tingkat kejadian yang tinggi,
belum banyak penelitian mengenai PICS. PICS sebagai sebuah sindroma juga
berumur relatif masih muda yaitu 9 tahun. Tingkat kesadaran terhadap PICS juga
dirasa masih cukup rendah.

Karya tulis ini bertujuan untuk membahas mengenai PICS yang seringkali muncul
setelah pasien menjalani perawatan di ICU. Diharapkan karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi peningkatan kesadaran dan kemudian pencegahan serta penanganan
PICS.

1
BAB II.

INTENSIVE CARE UNIT

2.1. Definisi

Intensive care unit (ICU) adalah sebuah departemen khusus pada sebuah rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan intensive treatment medicine1.

Intensive treatment medicine sendiri adalah sebuah cabang ilmu kedokteran yang
berfokus terhadap diagnosis dan pengobatan penyakit yang membahayakan nyawa
serta memerlukan life support dan pengawasan intensif1.

2.2. Lingkup Kerja

Pasien yang diterima ke dalam ICU adalah mereka yang1:

 Membutuhkan pengawasan terhadap ketidakseimbangan kardiovaskuler


(hipotensi/hipertensi).
 Memiliki aritmia yang berat.
 Membutuhkan ventilator.
 Menderita gagal ginjal akut.
 Menderita multiple organ dysfunction syndrome.

2.3. Tipe ICU

Selain daripada ICU yang umum, terdapat beberapa tipe ICU yang lebih spesifik
yaitu:

 Neonatal intensive care unit (NICU)

2
NICU memberikan pelayanan kepada neonates yang setelah dilahirkan tidak
dipulangkan dari rumah sakit. Kondisi yang biasa menjadi indikasi untuk
masuk ke NICU adalah kelahiran premature dan kelainan kongenital.
 Pediatric intensive care unit (PICU)
PICU memberikan pelayanan kepada pasien pediatric. Indikasinya antara lain
adalah asthma, influenza, diabetic ketoacidosis, atau trauma neurologis.
Pasien setelah menjalani operasi juga dapat dimasukkan ke PICU bila
membutuhkan pengawasan yang intensif.
 Psychiatric intensive care unit (PICU)
Berbeda dengan sebelumnya, PICU memberikan pengawasan kepada mereka
yang memiliki risiko yang tinggi untuk melukai dirinya sendiri.
 Coronary care unit (CCU)
CCU memberikan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan pengawasan
intensif atas kondisi jantung yang mereka derita. Pasien biasanya menderita
kelainan jantung kongenital atau serangan jantung sebelumnya.
 Neurological intensive care unit (NeuroICU)
Pasien yang menderita penyakit neurologis yang berat seperti aneurisma otak,
tumor otak, serta stroke akan dilayani oleh NeuroICU sampai kondisi mereka
stabil. Setelah stabil, pasien dapat dipindahkan ke neurological care unit.
 Post-anesthesia care unit (PACU)
PACU, yang sering juga dikenal sebagai ruang pemulihan, memberikan
pengawasan dan stabilisasi pada pasien yang baru saja menjalani operasi dan
tindakan anestesi.

2.4. Penanganan pada ICU

Secara umum, penanganan pada ICU mengambil pendekatan per-sistem. Kondisi


daripada setiap sistem organ pasien akan diawasi dan menjadi dasar untuk menyusun
rencana harian2. Terdapat sembilan sistem utama yaitu: sistem kardiovaskuler, sistem

3
saraf pusat, sistem endokrin, sistem gastrointestinal, sistem pernafasan, sistem
integumen, hematologi, ginjal, dan mikrobiologi.

2.5. Peralatan pada ICU

Beberapa peralatan yang seringkali ada pada ICU adalah:

 Ventilator mekanis.
 Monitor kardiovaskuler.
 Nasogastric tube
 Endotracheal tube
 Kateter urin.
 Suction pump
 Intravenous line

Selain dari peralatan tersebut, disediakan pula obat-obatan baik untuk tindakan
kegawatdaruratan atau untuk anelgesi dan sedasi.

4
BAB III.

POST-INTENSIVE CARE SYNDROME

3.1. Pendahuluan

Post-intensive care syndrome (PICS) adalah sebuah kumpulan dari gangguan


kesehatan yang seringkali diderita oleh pasien setelah sembuh dari keadaan kritis dan
penanganan intensif3. Gejala daripada PICS jatuh ke dalam tiga kategori utama yaitu:
penurunan kemampuan fisik, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatri4.

PICS dikemukakan pada tahun 2010 dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan
kewaspadaan terhadap disfungsi jangka panjang pada pasien setelah menjalani
perawatan di ICU3. Karena riset yang ada sejauh ini lebih berfokus untuk menangangi
disabilitas jangka pendek, maka penelitian mengenai PICS belum banyak dilakukan5.
Untungnya setelah semakin banyak yang sadar akan pentingnya PICS terhadap
keadaan pasien, banyak penelitian mulai dilakukan untuk mencari tahu prevensi dan
penanganan PICS yang paling baik3.

3.2. Epidemiologi

Meskipun telah dilakukan beberapa penelitian mengenai PICS, insidensi yang akurat
masih belum dapat ditemukan3.

Beberapa data epidemiologi yang dapat ditemukan untuk setiap gangguan utama
adalah:

 Gangguan fisik.
Gangguan fisik yang paling sering ditemukan adalah ICU-acquired weakness
(ICU-AW). Beberapa penelitian memperkirakan 25% pasien yang selamat
dari ICU akan menderita ICU-AW6-8.

5
 Gangguan kognitif.
Diperkirakan bahwa kejadian gangguan kognitif pada pasien penyintas ICU
mencapai 25%3. Beberapa penelitian lain memperkirakan angka yang lebih
tinggi yaitu mencapai 75% daripada pasien9-11.
 Gangguan psikiatri.
Diperkirakan risiko memiliki gangguan psikiatri bagi pasien penyintas ICU
berkisar antara 28 sampai dengan 44%15.

3.3. Gejala

Gejala daripada PICS dibagi menjadi tiga kategori utama. Karakteristik utama dari
gejala-gejala tersebut adalah muncul atau bertambah buruk setelah penanganan
intensif selesai3.

3.3.1. Gangguan Fisik

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ICU-AW adalah gangguan yang paling
sering ditemukan dan dipahami3. Pasien mengalami kelemahan umum dan penurunan
mobilitas3. ICU-AW dibagi menjadi critical illness polyneuropathy (CIP) dan critical
illness myopathy (CIM)15. CIP dikarakterisasikan oleh adanya polineuropati aksonal
sedangkan CIM oleh adanya miopati15. Keduanya seringkali muncul bersamaan dan
disebut dengan criticall illness neuromyopathy15. Dapat terjadi atrofi dan kelemahan
otot, penurunan reflex, glove and stocking sensory loss, hiperestesia, dan foot drop13.
Selain itu, dikarenakan imobilitas yang lama saat menjalani penanganan intensif,
dapat muncul kontraktur sendi12. Penelitian tersebut menemukan bahwa 39% pasien
yang dirawat di ICU selama 2 minggu atau lebih menderita kontraktur sendi,
seringkali pada lebih dari 1 sendi12. Sendi yang paling sering terkena dampaknya
adalah siku dan pergelangan kaki diikuti dengan pinggul serta lutut12. Gangguan paru
juga sering muncul pada pasien ICU yang menderita acute respiratory distress

6
syndrome dan yang menggunakan ventilator13. Para pasien tersebut menunjukkan
gejala restriktif dan obstruktif serta penurunan kualitas hidup13.

3.3.2. Gangguan Kognitif

Gangguan kognitif yang biasa muncul adalah defisit ingatan, atensi, kecepatan proses
pikiran, dan kemampuan memecahkan masalah3. Gangguan kognitif memiliki
dampak yang besar terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Satu dari empat pasien
ditemukan menderita gangguan kognitif dengan derajat keparahan yang mirip dengan
Alzheimer’s disease dan satu dari tiga pasien ditemukan dengan derajat keparahan
yang mirip dengan trauma otak sedang14.

3.3.3. Gangguan Psikiatri

Gejala yang paling sering muncul adalah afek depresi dan kecemasan15. Selain dari
dua gangguan tersebut, pasien penyintas ICU juga dapat menderita demensia, post-
traumatic stress disorder (PTSD), dan gangguan delusional15.

3.4. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk gangguan fisik adalah15:

 Penggunaan ventilator.
 Sepsis.
 Gagal organ multisistem.
 Sedasi yang lama.

Sedangkan untuk faktor risiko gangguan kognitif dan psikiatri adalah sama yaitu15:

 Hipoksia.
 Hipotensi.
 Disfungsi otak akut, contohnya stroke.
 Disregulasi kadar glukosa.

7
 ARDS.
 Gangguan kognitif sebelumnya.
 Jenis kelamin wanita.

3.5. Etiologi dan Patofisiologi

3.5.1. Gangguan Fisik

ICU-AW muncul karena imobilitas jangka panjang dan juga sedasi dalam yang
dialami oleh para pasien ICU5. Beberapa mekanisme penyebabnya adalah inflamasi
akson, kerusakan otot, dan penurunan eksitabilitas saraf akibat dari kerusakan sodium
channel15. Imobilitas jangka panjang juga dapat menyebabkan kontraktur sendi12.
Kontraktur sendi dapat disebabkan oleh fibrosis, penipisan sinovium, dan penurunan
proliferasi sinoviosit12. Malnutrisi adalah salah satu penyebab lain daripada gangguan
fisik pada PICS15. Pasien ICU seringkali mengalami malnutrisi meskipun diberikan
nutrisi parenteral atau melalui NGT16. Hal ini dapat disebabkan oleh penundaan
pemberian nutrisi untuk tindakan medis tertentu atau karena ketidakmampuan sistem
gastrointestinal16.

3.5.2. Gangguan Kognitif

Banyak faktor dikemukakan dapat mencetuskan gangguan kognitif pada PICS. Sepsis
dapat mengurangi pasokan oksigen ke otak dan hal ini dapat menyebabkan gangguan
kognitif17. Gangguan pernafasan juga dapat mengurangi pasokan oksigen ke otak18.
Faktor lain adalah inflamasi pada otak dan kerusakan sawar darah otak pada bagian
yang mengatur fungsi kognitif17.

3.5.3. Gangguan Psikiatri

Gangguan psikiatri yang muncul pada penderita PICS seringkali dicetuskan oleh
ingatan delusional selama mereka berada di ICU, daripada ingatan kejadian yang
sebenarnya terjadi19. Gangguan pola tidur juga ditemukan dapat menyebabkan

8
gangguan psikiatri3. Sebuah penelitian lain menemukan hipoksia, inflamasi, atau
hipoglikemi dapat menyebabkan depresi sedangkan penyebab PTSD ditemukan
disebabkan oleh faktor-faktor yang berada di ICU sendiri15.

3.6. Pencegahan dan Penanganan

Pencegahan adalah fokus utama dalam penanganan PICS. Baru ketika pencegahan
tidak berhasil, penanganan dapat diberikan.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengikuti rumus ABCDE20:

 Awakening: menggunakan sesedikit mungkin sedasi dan memberikan


pencahayaan yang cukup.
 Breathing: pasien diuji apakah bisa bernafas dengan spontan untuk
mengevaluasi penggunaan ventilator.
 Coordination of care: penanganan harus terkoordinasi dengan baik antara
dokter spesialis, dokter jaga, perawat, dan petugas medis lainnya.
 Delirium monitoring and management: delirium yang muncul sebaiknya
diobati dengan terapi farmakologis yang sesuai.
 Early ambulation in the ICU: pasien diminta untuk melakukan aktifitas ringan
seperti duduk, berdiri, dan berjalan.

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk gangguan psikiatri adalah meminta pasien
untuk menulis buku harian selama berada di ICU3.

Penanganan untuk gangguan fisik pada pasien PICS meliputi program olahraga,
fisioterapi, terapi okupasional, dan penanganan gejala3. Sedangkan untuk menangani
gangguan kognitif dan psikiatri dapat diberikan terapi farmakologis, cognitive
behavioral therapy (CBT), dan psikoterapi3. Terapi farmakologis yang dapat
diberikan untuk mengatasi depresi adalah golongan SSRI seperti citalopram3. Untuk
mengatasi PTSD dapat diberikan fluoxetine3.

9
3.7. Prognosis

Mortalitas bagi penyintas ICU dalam setahun pertama berkisar antara 26% sampai
dengan 63%21. Sebuah penelitian lain juga menemukan bahwa dalam 3 sampai 15
tahun, penyintas ICU 2 sampai 5 kali lebih berisiko untuk meninggal15.

Untuk gangguan fisik, ditemukan bahwa 84% sampai dengan 95% menderita
abnormalitas neuromuskular dalam 5 tahun pertama15. Gangguan pernafasan
ditemukan membaik dalam 3 sampai 6 bulan15. Ditemukan pula penurunan fungsi
fisik pada para penyintas ICU sampai 2 tahun kedepan15. Gangguan kognitif biasanya
membaik setelah 1 tahun. Ditemukan bahwa 73% penyintas ICU memiliki gangguan
kognitif saat dipulangkan dan angka ini menurun menjadi 46% dalam 1 tahun15.
Namun, sebuah penelitian menemukan bahwa 24% pasien masih memiliki gangguan
kognitif 6 tahun setelah dirawat di ICU22. Gangguan depresi juga ditemukan dapat
membaik setelah 1 tahun15. Berbeda dengan depresi, PTSD dapat tetap ada bahkan
sampai 8 tahun setelahnya23.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Halpern, Neil A.; Pastores, Stephen M.; Greenstein, Robert J. Critical care
medicine in the United States 1985–2000: An analysis of bed numbers, use,
and costs. Crit Care Med. 2002;32(6):1254–59.
2. Pronovost P, Berenholtz S, Dorman T, Lipsett P, Simmonds T, Haraden C.
Improving communication in the ICU using daily goals. Journal of Critical
Care. 2003;18(2):71-75.
3. Rawal G, Yadav S, Kumar R. Post-intensive care syndrome: An overview.
Journal of Translational Internal Medicine. 2017;5(2):90-92.
4. Needham DM et al. Improving long-term outcomes after discharge from
intensive care unit: report from a stakeholders' conference. Crit. Care Med.
2012;40(2):502–9.
5. Kress JP. Sedation and mobility: changing the paradigm. Critical care clinics.
2013;29(1):67-75.
6. Fan E et al. Physical complications in acute lung injury survivors: a two-year
longitudinal prospective study. Crit Care Med. 2014;42(4):849–59.
7. Hermans G, Van Mechelen H, Clerckx B, Vanhullebusch T, Mesotten D,
Wilmer A et al. Acute Outcomes and 1-Year Mortality of Intensive Care
Unit–acquired Weakness. A Cohort Study and Propensity-matched Analysis.
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
2014;190(4):410-420.. Acute outcomes and 1-year mortality of intensive care
unit-acquired weakness: A cohort study and propensity-matched analysis. Am
J Respir Crit Care Med. 2014;190(4):410–20.
8. Fan E, Cheek F, Chlan L, Gosselink R, Hart N, Herridge MS. An official
American Thoracic Society Clinical Practice guideline: the diagnosis of
intensive care unit-acquired weakness in adults. Am J Respir Crit Care Med.
2014;190(12):1437–46.

11
9. Needham DM, Dinglas VD, Morris PE, Jackson JC, Hough CL, Mendez-
Tellez PA. et al. Physical and cognitive performance of patients with acute
lung injury 1 year after initial trophic versus full enteral feeding. EDEN trial
follow-up. Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(5):567–76.
10. Pandharipande PP, Girard TD, Jackson JC, Morandi A, Thompson JL, Pun
BT. et al. Long-term cognitive impairment after critical illness. N Engl J Med.
2013;369(14):1306–16.
11. Davydow DS, Zatzick D, Hough CL, Katon WJ. In-hospital acute stress
symptoms are associated with impairment in cognition 1 year after intensive
care unit admission. Ann Am Thorac Soc. 2013;10(5):450–57.
12. Clavet H, Hebert P, Fergusson D, Doucette S, Trudel G. Joint contracture
following prolonged stay in the intensive care unit. CMAJ. 2008;178(6):691-
697.
13. Orme J, Romney JS, Hopkins RO, Pope D, Chan KJ, Thomsen G, Crapo RO,
Weaver LK. Pulmonary function and health-related quality of life in survivors
of acute respiratory distress syndrome. Am J Respir Crit Care Med.
2003;167(5): 690–4.
14. Pandharipande P, Girard T, Jackson J, Morandi A, Thompson J, Pun B et al.
Long-Term Cognitive Impairment after Critical Illness. N Engl J Med.
2013;369(14):1306-1316.
15. Desai SV, Law TJ, Needham DM. Long-term complications of critical care.
Crit Care Med. 2011;39(2):371–9.
16. Heyland DK, Schroter-Noppe D, Drover JW, Jain M, Keefe L, Dhaliwal R,
Day A. Nutrition support in the critical care setting: current practice in
canadian ICUs--opportunities for improvement?. JPEN J Parenter Enteral
Nutr. 2003;27(1): 74–83.
17. Annane D, Sharshar T. Cognitive decline after sepsis. Lancet Respir Med.
2015;3(1):61–9.

12
18. Mikkelsen ME, Christie JD, Lanken PN, Biester RC, Thompson BT, Bellamy
SL et al. The adult respiratory distress syndrome cognitive outcomes study:
long-term neuropsychological function in survivors of acute lung injury. Am J
Respir Crit. Care Med. 2012;185(12):1307–15.
19. Jones C, Griffiths RD, Humphris G, Skirrow PM. Memory, delusions, and the
development of acute posttraumatic stress disorder-related symptoms after
intensive care. Crit. Care Med. 2001;29(3):573–80.
20. Morandi A, Brummel NE, Ely EW. Sedation, delirium and mechanical
ventilation: the ‘ABCDE’ approach. Curr Opin Crit Care. 2011;17(1):43–9.
21. Williams TA, Dobb GJ, Finn JC, et al: Longterm survival from intensive care:
A review. Intensive Care Med. 2005;31(10):1306 –15
22. Rothenhausler HB, Ehrentraut S, Stoll C, et al. The relationship between
cognitive performance and employment and health status in long-term
survivors of the acute respiratory distress syndrome: Results of an exploratory
study. Gen Hosp Psychiatry. 2001;23(2):90 –96.
23. Kapfhammer HP, Rothenhausler HB, Krauseneck T, et al. Posttraumatic
stress disorder and health-related quality of life in long-term survivors of
acute respiratory distress syndrome. Am J Psychiatry 2004;161(1):45–52.

13

Anda mungkin juga menyukai