Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR SERVIKAL

1. Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal.
Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi
servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal
adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari
klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut:

A - Lengkap: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam
segmen sacral S4-S5.
B - lengkap: Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas
melalui segmen sakral S4-S5.
C - lengkap: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari
3.
D - lengkap: fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari
atau sama dengan 3.
E - Normal: Fungsi sensorik dan motorik yang normal.

Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :

- Cedera fleksi
- Cedera Fleksi-rotasi
- Cedera ekstensi
- Cedera compresi axial

2. Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai
tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang
dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung
tersebut dapat berupa :
- Kecelakaan lalulintas
- Kecelakaan olahraga
- Kecelakaan industry
- Jatuh dari pohon/bangunan
- Luka tusuk
- Luka tembak
- Kejatuhan benda keras

3. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut:
1) Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada
gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut.
Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan
beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom
tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan,
mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator
mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien
biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2) Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak
sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung
dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah
luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena
tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut,
refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular
anterior dari daerah lengan atas.
3) Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis
intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan
lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari
deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
4) Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis
yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja
refleks kembali.

2. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1) Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
2) CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3) MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4) Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya
tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
5) Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
6) GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

4. Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan
konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit
walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera
yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,
bradikardi dan hipertensi.

5. Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1) Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2) Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip,
jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3) Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4) Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member
lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5) Menyediakan oksigen tambahan.
6) Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
7) Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8) Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.
9) Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10) Berikan antiemboli
11) Tinggikan ekstremitas bawah
12) Gunakan baju antisyok.
13) Meningkatkan tekanan darah
14) Monitor volume infus.
15) Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16) Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala bradikardi.
17) Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18) Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19) Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal
cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai
dari 8 jam setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan
aspirasi jika ada indikasi.
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

6. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi
medulla spinalis.
2) Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis
3) Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan
4) Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat
kerusakan persarafan usus & rectum.
5) Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

Pengkajian Teoritis
Menurut ENA, (2000) pengkajian pada pasien trauma servikal adalah:
a) Pengkajian primer
Data Subyektif
1) Riwayat Penyakit Sekarang
a. Mekanisme Cedera
b. Kemampuan Neurologi
c. Status Neurologi
d. Kestabilan Bergerak
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Keadaan Jantung dan pernapasan
b. Penyakit Kronis
Data Obyektif
1. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga
mengganggu jalan napas
2. Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada
3. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat
dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu
tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
4. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan
sensasi, kelemahan otot.
5. Exposure
Adanya deformitas tulang belakang

b) Pengkajian Sekunder
1) Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT
Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi
kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru, sinar –
X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
2) Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
3) Head to Toe
a. Leher :Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
b. Dada :Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
c. Pelvis dan Perineum :Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
d. Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
e. Inspeksi Back / Posterior Surface
f. Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang.

c) Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi
medulla spinalis.
2) Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis
3) Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan
4) Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat
kerusakan persarafan usus & rectum.
5) Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

d) Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot
pernapasan
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda
sianosis
Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk
mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan
sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.

3. Kaji fungsi pernapasan.


Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara
partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.

4. Auskultasi suara napas.


Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang
berakibat pnemonia.

5. Observasi warna kulit.


Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan
segera

6. Kaji distensi perut dan spasme otot.


Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.


Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai
ekspektoran.
8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk
mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.

9. Pantau analisa gas darah.


Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan
isufisiensi pernapasan.

11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan

Diagnosa 2: Nyeri berhubungan dengan adanya cedera


Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan
pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi keperawatan :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.
Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.


Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih dan berbaring lama.

3. Berikan tindakan kenyamanan.


Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.


Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.


Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat.
Diagnosa 3: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi
sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu
beraktifitas kembali secara bertahap.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional


memberikan rasa aman

3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif

4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop

5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui
adanya hipotensi ortostatik

6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko
tinggi kerusakan integritas kulit.

7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk
membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

Diagnosa 4: Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan gangguan persarafan


pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi
alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan :
1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus
mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan
gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces

5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

Diagnosa 5: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat


perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Intervensi keperawatan:
1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui
fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu


mempertahankan fungsi ginjal.

4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine


DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta :
EGC
2. Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika
3. Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika
4. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien,
EGC, Jakarta.
5. Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
6. Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika.
PDF Jurnal. Diakses tanggal 27 Februari 2012.
WOC

Anda mungkin juga menyukai