Anda di halaman 1dari 22

A.

KONSEP DASAR
1. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007).

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2008).

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan (Mochtar, 2008).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin, 2009).

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir (Prambudi, 2013).

Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau Tubuhmerah jambu&kaki, Merah jambu
pucat tangan biru.
Gerakan / tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Refleks(menangis) Tidak ada Lemah / Kuat
lambat
Tabel 1. Nilai APGAR (Ghai, 2010)
A : Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

P : Pulse(denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi


denyut jantung dengan jari.

1
G : Grimace(seringai) gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki bayi
dengan jari.perhatikan reaksi pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender pada
mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender dari mulut dan tenggorokan di hisap.

A : Activity. Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan tanganya atau
tarik salah satu tangan/kakinya.Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak
sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R : Respiratori.(Pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.Perhatikan


pernapasannya.

Dilakukan pemantauan pada nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai
apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis,bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasinya di mulai 30 detiksetelah lahir
bila bayi tidak menangis.( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)

Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :

a. Asfiksia Ringan (Vigorous baby') skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat
dan tidak memerkikan istimewa.
b. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
c. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung
kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak adaAsfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum. (FKUI, 2007).

2. Etiologi

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran

2
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada
aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia(Parer,
2008).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia

2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat.

c. Faktor bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi


vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

3
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2009).

3. Patofisiologi
Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir;
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah
dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,
sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus
arteriosus kemudian masuk ke aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga
aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen
yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang
banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke
seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen
(21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen
meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit.
Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan
mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh(Perinasia, 2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan

4
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi
kemerahan(Perinasia; 2006)

Patofisiologi Asfiksia menurut FKUI 2007:


Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga denyut jantung janin (DJJ) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi, timbullah kini
rangsangan dari nervus simpatikus, sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya
ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intra uterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang (FKUI.2007)
Apabila asfiksia berlajut, gerakan pernapasan akan ganti, denyut jantung akan menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur, dan bayi memasuki
periode apnea primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam
denyut jantung terus menurun. Tekanan darah bayi juga menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea
skunder. (Towwel.2006)

5
4. Pathways

6
5. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis
pada janin atau bayi berikut ini :

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot


jantung atau sel-sel otak

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama
proses persalinan

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas
tidak teratur/megap-megap

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah

i. Penurunan terhadap spinkters

j. Pucat (Depkes RI, 2007)

6. Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus
otot dan reflek
Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi

7
Pengkajian spesifik
Elektrolit garam
USG
Gula darah.
PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah (Septia Sari, 2010)

7. Penatalaksanaan Medis

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan Resusitasi Bayi Baru
Lahir. Tindakan Resusitasi mengikuti tahapan yang dikenal dengan ABC-resusitasi :

a. Memastikan saluran napas terbuka :


1. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2. Menghisap mulut, hidung, kalu perlu trakea
3. Bila perlu masukan Et untuk memastikan napas terbuka
b. Memulai pernapasan :
1. Lakukan rangsangan taktil
2. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankann sirkulasi darah
4. Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.(FKUI.2007)

8
Langkah-langkah resusitasi neonatus
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan:
1. Apakah bayi cukup bulan?
2. Apakah bayi bernapas atau menangis?
3. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

9
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin
dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti
dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu
pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini
secara berurutan:

1. Langkah awal dalam stabilisasi


(a) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang
agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus
mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik
penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi
dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan
adalah alas penghangat.

(b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya


Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar
posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya
udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

(c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan


Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah
satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan
melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun
bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek
yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi
dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak
bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang

10
dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk
mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah
pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan
sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.

(d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkanpada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi
rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil
dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan,
sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan
menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki
atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan
dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna
kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan
untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.

2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP efektif, kecepatan
memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.

b. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.

c. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O.

11
Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance,
membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukuran tekanan.

d. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa
sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu
tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.

e. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi
yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.

f. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.
Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.

Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan
dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang sempurna, arus
udara terhambat, dan tidak cukup tekanan. Apabila dengan tahapan diatas dada bayi
masih tetap kurang berkembang sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi
pipa-balon (Saifuddin, 2009).

3. Kompresi dada

Teknik kompresi dada ada 2 cara:

1) Teknik ibu jari (lebih dipilih)

Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang
punggung

12
Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten

Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner

2) Teknik dua jari

Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan sternum, tangan
lainnya menopang punggung

Tidak tergantung

Lebih mudah untuk pemberian obat

Kedalaman dan tekanan

Kedalaman 1/3 diameter anteroposterior dada

Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimum

4. Koordinasi VTP dan kompresi dada


1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik
Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit)
Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi
mengucapkan satu dua tiga - pompa- (Prambudi, 2013).

5. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru
dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 %
dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan

13
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan
diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus
dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang
belum dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan
kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan
gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2,
ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi
telah dilakukan dengan adekuat (Saifuddin, 2009).

8. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:

14
a. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal
ini juga dapat menimbulkan pendarahan otak.
b. Anuria dan Oliguria
Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir keorgan
seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi
jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. (Hidayat, Aziz
Alimul.(2005).

9. Prognosis

Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Pada
kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang kalau tidak segera ditangani dengan cepat dan
tepat akan menyebabkan terjadinya asfiksia berat. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan
pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental pada masa
mendatang (Mochtar, 2012).

15
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
1. Riwayat Kehamilan Sekarang
2. Riwayat Persalinan ibu
c. Objektif
d. Pemeriksaan Umum
e. Pemeriksaan Fisik
f. Antropometri
g. Eliminasi
Hal-hal yang dikaji pada bayi baru lahir dengan asfiksia setelah tindakan resusitasi
meliputi (Carpenito, 2007 dan Mansjoer, 2000) :
1. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110-180 kali per menit. Tekanan darah 60-80
mmHg sistolik dan 40-45 mmHg diastolik
a. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediasternum pada ruang intercostae III/IV
b. Mur-mur biasanya terjadi pada selama beberapa jam pertama kehidupan
c. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena
2. Eleminasi
Dapat berkemih saat lahir
3. Makanan atau cairan (status nutrisi)
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai dengan gestasi
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma)

16
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemia, atau efek nekrotik)
5. Pernapasan
a. APGAR score optimal : antara 7 s.d. 10
b. Rentang RR normal dari 30-60 kali per menit, pola periodik dapat terlihat
c. Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silidrik thorax :
kertilago xifoid menonjol umum terjadi
6. Keamanan
Suhu normal pada 36,5 s.d. 37,5 0C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi
7. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan kulit pada tangan atau kakai dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor
(misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada kepala
atau wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portuine, telengiektasis ( kelopak mata, antara alis dan mata, atau
pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat
terlihat.Abrasi kulit kepala mungkin ada (penampakan elektroda internal)

2. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas fungsi paru dan neura
muscular
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan-perubahan membrane
alveolar kapiller
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya materi asing pada
jalan nafas
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen

17
3. INTERVENSI

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan 1. Respiratory starus Airway Management
dengan imaturitas fungsi ventilarian 1. Kaji frekuensi dan pola
paru dan neura muscular 2. Respiratory starus pernafasan, perhatikan adanya
Airway Patency apnea dan perubahan fungsi
3. Vital sign status frekuensi jantung
Kriteria Hasil : 2. posisikan bayi pada abdomen
1. Neonatus dapat atau posisi terlentang dengan
mempertahankan pola gulungan popok dibawah bahu
nafas periodic untuk menghasilkan hiperektensi
2. Sianosis 3. Keluarkan secret dengan suction
3. Sumbatan Jalan Nafas 4. Atur intake cairan untuk
4. Dyspnea mengoptimalkan keseimbangan
5. Suara Nafas Tambahan 5. Monitor respirasi dan status
6. TTV dalam batas oksigen therapy
normal 6. pertahankan jalan nafas yang
N : 120-140 x/menit paten
S : 36,5oC 37,2oC 7. Atur perolahan oksigenasi
RR : 40-60x/menit 8. Monitor aliran oksigen
9. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi

Vital Sign Monitoring


1. Monitor tekanan darah, suhu ,
nadi dan pernafasan
2. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
3. Monitor suara paru
4. Monitor pola pernafasan
5. Monitor, suhu, warna, dan
kelambatan kulit
6. Monitor sianosis perifer

2. Gangguan pertukaran gas NOC NIC : Airway management


berhubungan dengan 1. Respiratory gas 1. Berikan bayi posisi pada
perubahan-perubahan exchange abdomen dengan gulungan
membrane alveolar 2. Respiratory status dibawah bahu untuk menghasilkan

18
kapiller 3. Vital sign status hiperektensi
kriteria hasil : 2. Keluarkan secret dengan suction
1. Jalan nafas adekuat 3. Auskultasi suara nafas, catat
2. Sianosis adanya suara nafas tambahan
3. Dipsnea 4. Atur intake untuk cairan
4. Pernafasan labir mengoptimalkan kesumbangan
TTV dalam rentang normal 5. Monitor respirasi dan status 02
:
N : 120-140x/menit Respiratory Monitoring
R : 40-60x/menit 1. Monitor rata-rata , kedalaman
irama , dan usaha respirasi
2. Catat adnaya respirasi otot dada
3. Monitor pola nafas
4. Monitor kelelahan otot
diafragma
5. Auskultasi suara nafas
3. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan nafas Respiratory status : Airway Suction
berhubungan dengan ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral
adanya materi asing pada respiratory status : airway suctioning
jalan nafas patency 2. Informasikan pada pasien dan
kriteria hasil : keluarga tentang suctioning
1. Nafas tambahan 3. Berikan O2 melalui nasal
2. Sumbatan jalan nafas 4. Monitor status oksigen pasien
3. sianosis
4. Dypsneu Airway management :
5. Frekuensi nafas 1. Posisikan pasien dengan
meletakkan gulungan popok
dibawah bahu untuk mendapatkan
hiperektensi
2. Auskultasi suara nafas catat
adanya suara nafas tambahan
3. Monitor repirasi dan status O2
4. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan

19
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda dan gejala infeksi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 2. Pertahankan teknik aseptif
kurang pengetahuan jam tidak terjadi infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
untuk menghindari Kriteria Hasil : 4. Cuci tangan setiap sebelum dan
pemajanan patogen 1. Klien bebas dari tanda sesudah tindakan keperawatan
dan gejala infeksi 5. Gunakan alat pelindung diri
2. Menunjukkan sebagai alat pelindung
kemampuan untuk 6. Ganti letak IV perifer dan
mencegah timbulnya dressing sesuai dengan
infeksi petunjuk umum
3. Jumlah leukosit dalam 7. Monitor tanda dan gejala
batas normal infeksi sistemik dan local
4. Menunjukkan perilaku 8. Pertahankan teknik isolasi
hidup sehat 9. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
10. Monitor KU
11. Monitor TTV
12. Beri Nutrisi
13. Beri terapi sesuai advis dokter

20
4. IMPLEMENTASI
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencanan tindakan keperawatan. (Aziz Alimul, 2009)

5. EVALUASI
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas fungsi paru
dan neura muscular dapat teratasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan-perubahan
membrane alveolar kapiller dapat teratasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya materi
asing pada jalan nafas dapat teratasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen dapat teratasi

21
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba


Medika

Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan
Anak Balita, Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta

Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media,
Jakarta

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta :


EGC
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit
Buku Kedokteran ECG.

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 -


2017. Jakarta: EGC.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG.

http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM di
unduh pada tanggal 24 Oktober 2017 pukul 17.00 WIB

http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/ di unduh pada


tanggal 24 Oktober 2017 pukul 17.00 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai