BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat
persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,
didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara
duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada
dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi,
manifestasi
klinis,
prosedur
diagnostik
dan
asuhan
keperawatan
yang
universitas kadiri
BAB 2
universitas kadiri
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia ( BPH )
menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter)
dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian
periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra
parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan
Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun
atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa
bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit,
dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan
oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas,
yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat
pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.
universitas kadiri
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
100 ml.
: Apabila sudah terjadi retensi urine total
universitas kadiri
Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos Prostat
dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat dibungkus
oleh capsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal.
Diantara fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat bagian yang berisi
anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari
fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital,
dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum.
Bagian posterior fascia prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang
disebut fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis
dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat ( Purnomo, 2011).
universitas kadiri
Gambar
2.2: Bagian
prostat
Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 3050 kelenjar
yang
terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus
medial. Lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan dibawah duktus
ejakulatorius, lobus lateral yang terletak dikanan uretra, lobus anterior atau
isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus
sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos,
selanjutnya lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius,
banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan
terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus
medial ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada
waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau
buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri
dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga)
dan kapsul/muskuler. Bagian prostat terlihat di gambar 2.2.
universitas kadiri
(Hidayat, 2009)
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik
dari korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan
parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada
otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat
banyak reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran
kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior
dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).
2. Fisiologi
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang
tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini
masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat
membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan
bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan
koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar
prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan
70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan
menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret
vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat
melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma
universitas kadiri
tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5
akibatnya mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain
tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas
sperma ( Wibowo dan Paryana, 2009 ).
2.4 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron ( DHT), teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan
epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron ( DHT )
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron ( DHT ) dalam sel prostad merupakan
factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron) Pada usia
yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar
universitas kadiri
estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan
testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah
sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma
itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju
poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat
sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru
dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa
prostat.
universitas kadiri
10
pada
saan
miksi
sehingga
mengakibatkan
tekanan
universitas kadiri
11
intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien
BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan
tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak
nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi
kronis dan volume residual yang besar.
2.6 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu
miksi pasien harus mengedan.
universitas kadiri
12
universitas kadiri
13
universitas kadiri
14
2.4 Patway
universitas kadiri
15
Prosedur
ini
dilakukan
dengan
anastesi
regional
Blok
universitas kadiri
16
universitas kadiri
17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN BPH dengan TURP
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertuju
an untuk mengumpulan informasi / data tentang klien, agar dapat mengidenti
fikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik
fisik, mental, sosial dan lingkungan ( Nasrul, E,1995: 18).
a. Pengumpulan data
Data yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi :
1) Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama,suku
bangsaras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan da
n alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien adalah laki - laki berusia
lebih dari 50 tahun dan biasanya banyak dijumpai pada ras Caucasia
n
), rasa nyeri
provokative
yang
universitas kadiri
18
adanya
terhadap
buli
memerlukan
penggunaan anti spasmodik sesuai terapi dokter (Marilynn.
E.D, 2000 : 683).
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan
minum sebelum flatus.
c. Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi
urin dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedang
kan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter di lepas
(Sunaryo, H, 1999: 35)
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah da
n terpasang traksi kateter selama 6
dan
universitas kadiri
19
menyebabkan
impotensi
dan
komplikasi
pasca TURP.
Gali
adanya stres pada klien dan mekanisme koping klien terhadap stre
s tersebut.
8) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan didasarkan pada sistem sistem tubuh antara lain :
a. Keadaan umum
Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, k
ecuali bila terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase awal
(
jam
jam dan dicatat. Bila keadaan tetap stabil interval monitoring dapat
diperpanjang misalnya 3 jam sekali .
b. Sistem pernafasan
Klien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami kelump
uhan pernapasan kecuali bila dengan konsentrasi tinggi mencapai
daerah thorakal atau servikal (Oswari, 1989 : 40).
c. Sistem sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat atau menurun
pasca TURP. Lakukan cek Hb untuk mengetahui banyaknya perda
rahan dan observasi cairan (infus, irigasi,
per
universitas kadiri
20
Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat meno
njol, terasa ada ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin
kencing (Sunaryo,
,1999
pasca
TURP
harus
di
cek
kadar
di
periksa
ulang
bila
terjadi
operasi
kreatininnya
meningkat.
TURP.
Bila
terdapat
tanda
septisemia
(Lab
UPF
Ilmu bedah
Adapun masalah yang mungkin terjadi pada klien BPH pasca TURP antara
lain : nyeri, retensi urin, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi kelebihan cairan,
resiko tinggi
universitas kadiri
21
universitas kadiri
22
universitas kadiri
23
Perhari kecuali
jika ada R/
merah.
R/Berguna dalam mengevaluasi kehilangan darah dan kebutuhan
penggantiannya.
universitas kadiri
24
4. Nyeri ( akut ) b.d. iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot
sehubungan dengan prosedur bedah dan/atau tekanan dari balon kandung
kemih.
Data pendukung :
Nyeri spasme kandung kemih
Wajah meringis,gelisah
Hasil yang diharapkan :
- Pasien akan melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Pasien akan menunjukan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
teraupetik sesuai indikasi untuk situasi individu.
- Pasien akan tampak rileks, tidur/istirahat dengan tenang.
Tindakan / intervensi :
- Pertahankan posisi kateter. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan risiko
distensi/ spasme kandung kemih.
- Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi. R/ Menurunkan
iritasi dengan mempertahankan aliran cairan secara tetap ke mukosa kandung
kemih.
- Berikan rendam duduk atau lampu penghangat
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan
penyembuhan.
- Berikan antispamodik.
R/ Merilekskan otot polos, untuk menurunkan spasme.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan b.d. Kurang mengingat, salah interpretasi data ; kurang
terpapar terhadap informasi.
Data Pendukung :
Pasien selalu menanyakan tentang penyakitnya ; Tidak akurat mengikuti instruksi.
Hasil yang diharapkan/ Kriteria evaluasi :
universitas kadiri
25
Pendidikan Kesehatan
1. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake nutrisi; dorong pasien untuk
konsumsi buah-buahan,meningkatkan diet tinggi serat
2. Anjurkan kepada pasien untuk membatasi aktifitas misalnya menghindari
mengangkat beban berat, latihan keras, duduk yang
tangga.
3. Motivasi latihan berkemih
4. Ajarkan tentang cara perawatan kateter
universitas kadiri
26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
universitas kadiri
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
universitas kadiri
28
universitas kadiri