Halaman Judul
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART
FAILURE DI RS RADEN MATTAHER
PO.71.20.22.1.00
1. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal jantung
dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal jantung
kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan gejala yang
memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi ejeksi bisa normal
atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau tekanan darah dalam batas
normal. ( Yuniadi,Y, 2017)
Pasien gagal jantung mengeluhkan berbagai jenis gejala, salah satunya yang
tersering adalah sesak nafas (dyspnea) yang semakin berat dan biasanya tidak hanya
dikaitkan dengan peningkatan tekanan pengisian jantung, tetapi juga mempresentasikan
keterbatasan curah jantung (Yuniadi,Y, 2017). Pasien tidur dengan kepala yang dielevasi
untuk mengurangi dyspnea yang muncul secara spesifik dalam keadaan terlentang,
terlebih lagi dyspnea yang muncul dalam keadaan telentang pada sisi kiri (trepopnea),
paroxysmal nocturnal dyspnea adalah salah satu indicator yang paling dapat dipercaya
dari gagal jantung (Yuniadi,Y, 2017).
2. Etiologi
e. Infeksi
j. Insufisiensi valvular.
3. Pathofisiologi
tekanan akhir diastolic dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis .
Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada
waktu melakukan
kegiatan fisik.
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit yang terkait (Natrium,Kalium) : Mungkin berubah karena perpindahan
cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik
g. Oksimetri : Saturasi oksigen (SaO2) mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan
Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan kondisi. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kerja otot
jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan perfusi adekuat pada
organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan merubah gaya hidup
(Black & Hawks, 2017). Penatalaksanaan dasar pada pasien gagal jantung meliputi
dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung, pemberian terapi farmakologis
untuk meningkatkan kekuatan dan efisien kontraksi jantung, dan pemberian terapi
diuretik untuk menghilangkan penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer,
2016).
menyebabkan hiponatremi dan pemberian dalam dosis besar dan berulang dapat
mengakibatkan hipokalemia (Smeltzer, 2016). Hipokalemia menjadi efek samping
berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black & Hawks, 2017).
Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan kerja miokardial
dengan menurunkan preload dan afterload sehingga meningkatkan cardiac output
(Black & Hawks, 2017). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk menghambat
efek system saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung (Black &
Hawks, 2017).
Pemberian terapi diatas diharapkan dapat menurunkan kerja otot jantung sekaligus.
b. Elevasi Kepala
Pemberian posisi fowler/semi fowler bertujuan untuk mengurangi kongesti pulmonal
dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap diposisikan dependen
atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema, karena elevasi kaki dapat
meningkatkan venous return yang akan memperberat beban awal jantung (Black &
Hawks, 2017).
yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan pompa ventrikel jantung. Obat-
obatan ini akan meningkatkan kontraktilitas miokard sehingga meningkatkan volume
sekuncup. Salah satu inotropik yang sering digunakan adalah dobutamin. Dobutamin
memproduksi reseptor beta yang kuat dan mampu meningkatkan curah jantung tanpa
meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung atau menurunkan aliran darah koroner.
Pemberian kombinasi dobutamin dan dopamin dapat mengatasi sindroma low cardiac
output dan bendungan paru (Black & Hawks, 2017).
e. Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanul bertujuan untuk mengurangi hipoksia,
sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigenasi yang
baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung, salah satunya aritmia.
Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien gagal jantung adalah atrial fibrilasi
(AF) dengan respon ventrikel cepat. Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara,
yakni mengontrol rate dan rhythm (Black & Hawks, 2017).
f. Mencegah Miokardial Remodelling
Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE inhibitor terbukti dapat
memperlambat proses remodeling pada gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan
afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga meningkatkan aliran darah ke ginjal dan
menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan cardiac output sehingga mencegah remodeling jantung
yang biasanya disebabkan oleh bendungan di jantung dan tahanan vaskular. Efek lain
yang ditimbulkan ACE inhibitor adalah menurunkan kebutuhan oksigen dan
meningkatkan oksigen otot jantung (Black & Hawks, 2017).
1. Pengkajian Primary
a) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
b) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat
di palpasi teraba pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji
adanya suara nafas tambahan.
c) Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status
hemodinamik,.
d) Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis
(E4M6V5) GCS 15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas
dan bawah normal, tidak ada gangguan menelan.
e) Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan
cidera yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus
tetap dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah
terjadinya hipotermi.
f) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur
uretra jika ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter
dipasang untuk memantau produksi urin yang keluar.
g) Gastric tube
10
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung
dan mengurangi resiko muntah
h) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut
jantung.
11
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang
menderita penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.
h) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara Head Toe To
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai SDKI antara lain :
12
C. Intervensi
13
l Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan sesudah
14
aktifitas
l Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
2. Terapeutik
l Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
l Berikan diet jantung
yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
l Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
l Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
l Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
l
Berikan dukungan emosional
dan spiritual
l Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
l Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
l Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
l Anjurkan berhenti merokok
l Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
l
Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan
harian
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
l Rujuk ke program rehabilitasi
Bersihan Setelah dilakukan tindakan
jantung
jalan nafas keperawatan diharapkan jalan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
nafas efektif dengan kriteria 1. Obserνasi
tidak efektif
l Identifikasi kemampuan
batuk
(D.0001) hasil: l sputum
15
Monitor adanya retensi
1. Produksi sputum menurun l Monitor tanda dan gejala
16
2. Mengi/wheezing berkurang infeksi saluran napas
3. Dispnea menurun l Monitor input dan output
cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
4. Frekuensi nafas membaik
2. Terapeutik
5. Pola nafas membaik l Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler
l Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
l Buang sekret pada tempat
sputum
3. Edukasi
l Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
l Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
l Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
l
Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen Jalan Nafas (I.
01011)
1. Obserνasi
l Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas)
l Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
l
Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Terapeutik
l Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma
cervical)
l Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
l Berikan minum hangat
l Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
l Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
17
l Lakukan hiperoksigenasi
18
sebelum
l Penghisapan endotrakeal
l Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
l Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
l
ml/hari, jAiknajutirdkakn
kaosunptranincdaikrasni.2000
l Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan diharapkan Observasi:
pertukaran
Monitor pola nafas, monitor saturasi
gas (D.0003) pertukaran gas membaik dengan
oksigen
kriteria hasil : Monitor frekuensi, irama, kedalaman
1. Tingkat kesadaran meingkat dan upaya napas
19
Hypervolemi Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypervolemia
20
a (D.0022) keperawatan diharapkan 1. Observasi
keseimbangan cairan membaik l Periksa tanda dan gejala
hypervolemia
dengan kriteria hasil :
l Identifikasi penyebab
1. Haluaran urin meningkat hypervolemia
2. Membran mukosa baik l Monitor status hemodinamik,
21
hemokonse Anjurkan melapor
ntrasi jika haluaran urine
( kadar <0.5 ml/kg/jam dalam
Natrium, 6 jam
BUN, l Anjurkan melapor jika BB
hematocrit, bertambah > 1 kg dalam
berat jenis sehari
urine) l Ajarkan cara mengukur
l
l
M o n i t o r kelelahan
em os i o n a l
Timban fisik dan
g berat
bada
setiap
hari
pada
waktu
yang
sama
l Batasi
asupa
n
cairan
dan
gara
m
l
Tinggikan
kepala
tempat tidur
30-40
derajat
3. Edukasi
l
22
2. Kemudahan melakukan Edukasi
aktivitas sehari-hari Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas secara
3. Perasaan lemah menurun
bertahap
4. Sianosis menurun Terapeutik:
5. Warna kulit membaik Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
6. Frekensi nafas membaik
Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
23
DAFTAR PUSTAKA
Isrofah, Indriono, A., & Mushafiyah, I. (2020). Tidur dan saturasi oksigen
pada pasien congestiv e hearth faillure. Jurnal Ilmiah Permas,
l0(4), 557—568.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/864/558/
Muzaki, A., & Ani, Y. (2020). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Hearth
Failure (CHF). Nursing Science Journal, l(1), 19—24.
24
Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). Pengaruh Posisi Tidur
Semi Fowler 450 Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif Di RSUD Loekmono Hadi Kudus.
Medica Hospitalia :
67
25