Anda di halaman 1dari 26

I.

Halaman Judul

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART
FAILURE DI RS RADEN MATTAHER

PO.71.20.22.1.00

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2021/2022
LAPORA PENDAHULAUAN
ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

II. Konsep Medis Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)

1. Definisi

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal jantung
dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal jantung
kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan gejala yang
memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi ejeksi bisa normal
atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau tekanan darah dalam batas
normal. ( Yuniadi,Y, 2017)
Pasien gagal jantung mengeluhkan berbagai jenis gejala, salah satunya yang
tersering adalah sesak nafas (dyspnea) yang semakin berat dan biasanya tidak hanya
dikaitkan dengan peningkatan tekanan pengisian jantung, tetapi juga mempresentasikan
keterbatasan curah jantung (Yuniadi,Y, 2017). Pasien tidur dengan kepala yang dielevasi
untuk mengurangi dyspnea yang muncul secara spesifik dalam keadaan terlentang,
terlebih lagi dyspnea yang muncul dalam keadaan telentang pada sisi kiri (trepopnea),
paroxysmal nocturnal dyspnea adalah salah satu indicator yang paling dapat dipercaya
dari gagal jantung (Yuniadi,Y, 2017).
2. Etiologi

Factor-faktor penyebab dekompensasi akut pada pasien gagal jantung kronik

(Yuniadi,Y, 2017) adalah:


a. Diet yang tidak teratur
b. Putus obat atau reduksi dosis yang tidak tepat untuk terapi gagal jantung
c. Iskemia miokard/infark.

d. Aritmia (takikardia atau bradikardia)

e. Infeksi

f. Inisiasi terapi yang akan memperburuk gejala-gejala dari gagal jantung


g. Konsumsi alcohol
h. Kehamilan

i. Hipertensi yang semakin parah

j. Insufisiensi valvular.

3. Pathofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraksi jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung yaitu CO = HR X SV. Curah jantung atau cardiac output
adalah fungsi frekuensi jantung atau heart rate X volume sekuncup atau stroke volume
(Smeltzer, 2016).
Menurut Muttaqin (2019) bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stress
tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal
(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Hipertrofi otot jantung menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh,
hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan
mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi
jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke
sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri
akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama

gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri.


Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai
terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume
darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal
jantung.
Menurut Muttaqin ( 2019) keluhan utama pada klien dengan gangguan system
kardiovaskular secara umum antara lain sesak nafas,nafas pendek, batuk, nyeri dada,
pingsan, berdebar-debar, cepat lelah, odema ekstremitas, dan sebagainya. Dispnea
kardiak terjadi secara khas pada pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan

tekanan akhir diastolic dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis .
Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada
waktu melakukan
kegiatan fisik.

4. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda umum gagal jantung dekompensasi (Yuniadi,Y, 2017): Dispnea
( saat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, atau saat istirahat) yang
ditandai adanya ronci dan efusi paru.
a. Takipnea
b. Batuk
c. Berkurangnya kapasitas aktivitas fisik
d. Nokturia
e. Peningkatan /penurunan berat badan
f. Odema ( ektremitas, skrotum atau daerah lainnya)
g. Penurunan nafsu makan atau rasa kenyang yang cepat
h. Nafas Cheyne- stokes
i. Gangguan pada abdomen ( kembung, begah atau sulit makan) yang ditandai dengan
asites/lingkar perut bertambah, kuadran kanan atas nyeri/tidak nyaman,
hepatomegaly/splenomegaly, sklera icterus, berat badan bertambah, tekanan vena
jugularis meningkat, bunyi jantung S3 meningkat.
j. Lelah yang ditandai dengan extremitas dingin.
k. Perubahan status mental, mengantuk disiang hari, kebingungan, sulit berkonsentrasi
yang ditandai dengan pucat, kulit agak kelabu, perubahan warna kulit, hipotensi.

l. Pusing, hampir pingsan, pingsan.


m. Depresi.
n. Gangguan tidur.
o. Palpitasi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestif di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.

b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan


kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan
regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan bersama EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit yang terkait (Natrium,Kalium) : Mungkin berubah karena perpindahan
cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik
g. Oksimetri : Saturasi oksigen (SaO2) mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan

(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)


i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung
6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan kondisi. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kerja otot
jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan perfusi adekuat pada
organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan merubah gaya hidup
(Black & Hawks, 2017). Penatalaksanaan dasar pada pasien gagal jantung meliputi
dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung, pemberian terapi farmakologis
untuk meningkatkan kekuatan dan efisien kontraksi jantung, dan pemberian terapi
diuretik untuk menghilangkan penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer,
2016).

a. Menurunkan Kerja Otot Jantung


Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian diuretik,
vasodilator dan beta-adrenergic antagonis (beta bloker). Diuretik merupakan pilihan
pertama untuk menurunkan kerja otot jantung. Terapi ini diberikan untuk memacu
ekskresi natrium dan air melalui ginjal (Smeltzer, 2016). Diuretik yang biasanya
dipakai adalah loop diuretic, seperti furosemid, yang akan menghambat reabsorbsi
natrium di ascending loop henle. Hal tersebut diharapkan dapat menurunkan volume
sirkulasi, menurunkan preload, dan meminimalkan kongesti sistemik dan paru (Black
& Hawks, 2017). Efek samping pemberian diuretik jangka panjang dapat

menyebabkan hiponatremi dan pemberian dalam dosis besar dan berulang dapat
mengakibatkan hipokalemia (Smeltzer, 2016). Hipokalemia menjadi efek samping
berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black & Hawks, 2017).
Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan kerja miokardial
dengan menurunkan preload dan afterload sehingga meningkatkan cardiac output
(Black & Hawks, 2017). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk menghambat
efek system saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung (Black &
Hawks, 2017).
Pemberian terapi diatas diharapkan dapat menurunkan kerja otot jantung sekaligus.

b. Elevasi Kepala
Pemberian posisi fowler/semi fowler bertujuan untuk mengurangi kongesti pulmonal
dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap diposisikan dependen
atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema, karena elevasi kaki dapat
meningkatkan venous return yang akan memperberat beban awal jantung (Black &
Hawks, 2017).

c. Mengurangi Retensi Cairan


Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan
natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan digunakan dalam diet
sehari-hari untuk membantu mencegah, mengontrol, dan menghilangkan edema.
Restriksi natrium <2 gram/hari membantu diuretik bekerja secara optimal.
Pembatasan cairan hingga 1000 ml/hari direkomendasikan pada gagal jantung yang
berat (Black & Hawks, 2017).
d. Meningkatkan Pompa Ventrikel Jantung
Penggunaan adrenergic agonist atau obat inotropik merupakan salah satu cara

yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan pompa ventrikel jantung. Obat-
obatan ini akan meningkatkan kontraktilitas miokard sehingga meningkatkan volume
sekuncup. Salah satu inotropik yang sering digunakan adalah dobutamin. Dobutamin
memproduksi reseptor beta yang kuat dan mampu meningkatkan curah jantung tanpa
meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung atau menurunkan aliran darah koroner.
Pemberian kombinasi dobutamin dan dopamin dapat mengatasi sindroma low cardiac
output dan bendungan paru (Black & Hawks, 2017).
e. Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanul bertujuan untuk mengurangi hipoksia,

sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigenasi yang
baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung, salah satunya aritmia.
Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien gagal jantung adalah atrial fibrilasi
(AF) dengan respon ventrikel cepat. Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara,
yakni mengontrol rate dan rhythm (Black & Hawks, 2017).
f. Mencegah Miokardial Remodelling
Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE inhibitor terbukti dapat
memperlambat proses remodeling pada gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan
afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor

kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga meningkatkan aliran darah ke ginjal dan
menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan cardiac output sehingga mencegah remodeling jantung
yang biasanya disebabkan oleh bendungan di jantung dan tahanan vaskular. Efek lain
yang ditimbulkan ACE inhibitor adalah menurunkan kebutuhan oksigen dan
meningkatkan oksigen otot jantung (Black & Hawks, 2017).

g. Merubah Gaya Hidup


Perubahan gaya hidup menjadi kunci utama untuk mempertahankan fungsi
jantung yang dimiliki dan mencegah kekambuhan. Ketaatan pasien berobat,
pemantauan berat badan mandiri, asupan cairan, pengurangan berat badan, latihan

7. Komplikasi (Wijaya&Putri, 2013)


1. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri
2. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga perfusi jaringan ke
organ vital tidak adekuat

3. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas pasien dan gangguan


sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya cairan ke jantung
perikardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal.
Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung akan mengakibatkan
tamponade jantung.
5. Efusi Pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler
pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudate pada pembuluh
kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan

pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak


optimal.
II. WOC
9
III. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

1. Pengkajian Primary
a) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.

b) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat
di palpasi teraba pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji
adanya suara nafas tambahan.

c) Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status
hemodinamik,.

d) Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis
(E4M6V5) GCS 15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas
dan bawah normal, tidak ada gangguan menelan.

e) Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan
cidera yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus
tetap dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah
terjadinya hipotermi.

f) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur
uretra jika ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter
dipasang untuk memantau produksi urin yang keluar.

g) Gastric tube

10
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung
dan mengurangi resiko muntah

h) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut

jantung.

2. Pengkajian Survey Sekunder


a) Keluhan utama
Keluhan klien dengan gagal jantung akan merasakan nafas
sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak
kunjung sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu
makan menurun, bengkak pada kaki.

b) Riwayat penyakit sekarang

Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai


dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama
dengan menggunakan PQRST.
P (Proνokatiνe/Palliatiνe) : apa yang menyebabkan gejala
bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana
gejala yang dirasakan klien.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut
S (Saferity/Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan?

Pada skala berapa?


T (Timing) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala
mulai dirasakan.

c) Riwayat penyakit dahulu


Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,
pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung
bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.

d) Riwayat penyakit keluarga

11
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang
menderita penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.

e) Riwayat psikososial spiritual

Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran


klien dalam keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh
dalam kehidupan sehari-hari baik pada keluarga atau masyarakat
sekitarnya.

f) Pola persepsi dan konsep diri


Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul
akan kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa
beraktifitas aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai
lemah.

g) Pola Aktivitas Sehari-hari


Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat
ini dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.

h) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara Head Toe To

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai SDKI antara lain :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas


miokardial
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi
jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Hipervolemia berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen

12
C. Intervensi

SDKI SILI SIKI


Penurunan Setelah dilakukan PERAWATAN JANTUNG (I.02075)
curah jantung 1. Observasi
tindakan keperawatan
l Identifikasi tanda/gejala
(D.0008) diharapkan curah jantung primer Penurunan curah jantung
(meliputi dispenea, kelelahan, adema
membaik dengan kriteria
ortopnea paroxysmal nocturnal
hasil : dyspenea, peningkatan CPV)
1. Kekuatan nadi perifer
l
Identifikasi tanda /gejala
sekunder penurunan curah jantung
meningkat (meliputi peningkatan berat badan,
hepatomegali ditensi vena jugularis,
2. Cardiac index meningkat
palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
3. Takikardi/Bradikardi batuk, kulit pucat)
l Monitor tekanan darah
membaik
(termasuk tekanan darah ortostatik,
4. Edema berkurang jika perlu)
5. Tekanan darah membaik l Monitor intake dan output
cairan
l Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
l
sa t u r a s i
l Monitor k e l u h a n
o k s ige n
n y e r i d ada
(mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang mengurangi
nyeri)
l Monitor EKG 12 sadapoan
l Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
l Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
l Monitor fungsi alat pacu
jantung

13
l Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan sesudah

14
aktifitas
l Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
2. Terapeutik
l Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
l Berikan diet jantung
yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
l Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
l Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
l Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
l
Berikan dukungan emosional
dan spiritual
l Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
l Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
l Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
l Anjurkan berhenti merokok
l Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
l
Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan
harian
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
l Rujuk ke program rehabilitasi
Bersihan Setelah dilakukan tindakan
jantung
jalan nafas keperawatan diharapkan jalan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
nafas efektif dengan kriteria 1. Obserνasi
tidak efektif
l Identifikasi kemampuan
batuk
(D.0001) hasil: l sputum

15
Monitor adanya retensi
1. Produksi sputum menurun l Monitor tanda dan gejala

16
2. Mengi/wheezing berkurang infeksi saluran napas
3. Dispnea menurun l Monitor input dan output
cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
4. Frekuensi nafas membaik
2. Terapeutik
5. Pola nafas membaik l Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler
l Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
l Buang sekret pada tempat
sputum
3. Edukasi
l Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
l Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
l Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
l
Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen Jalan Nafas (I.
01011)
1. Obserνasi
l Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas)
l Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
l
Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Terapeutik
l Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma
cervical)
l Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
l Berikan minum hangat
l Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
l Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

17
l Lakukan hiperoksigenasi

18
sebelum
l Penghisapan endotrakeal
l Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
l Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
l

ml/hari, jAiknajutirdkakn
kaosunptranincdaikrasni.2000
l Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
l Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan diharapkan Observasi:
pertukaran
 Monitor pola nafas, monitor saturasi
gas (D.0003) pertukaran gas membaik dengan
oksigen
kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman
1. Tingkat kesadaran meingkat dan upaya napas

2. Dispnea menurun Monitor adanya sumbatan jalan nafas


Terapeutik
3. Bunyi nafas tambahan
 Atur Interval pemantauan respirasi
berkurang sesuai kondisi pasien
4. Pusing berkurang Edukasi
5. PCO2 membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
6. PO2 membaik
 Informasikan hasil pemantauan, jika
7. Takikardi membaik perlu
8. pH arteri membaik Terapi Oksigen
Observasi:
9. pola nafas membaik
 Monitor kecepatan aliran oksigen
10. sianosis membaik  Monitor posisi alat terapi oksigen

Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan
O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen

19
Hypervolemi Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypervolemia

20
a (D.0022) keperawatan diharapkan 1. Observasi
keseimbangan cairan membaik l Periksa tanda dan gejala
hypervolemia
dengan kriteria hasil :
l Identifikasi penyebab
1. Haluaran urin meningkat hypervolemia
2. Membran mukosa baik l Monitor status hemodinamik,

3. Asupan makan membaik tPeCkaWnaPn, CdaOrajhik,


4. Edema berkurang aMteArsPe,dCiaVP, PAP,
l Monitor intaje dan output
5. Terkanan darah dalam batas cairan
l Monitor tanda
normal 1. Saturasi oksigen membaik
6. Tugor kulit membaik

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan

aktivitas keperawatan diharapkan toleransi

(D.0056) aktivitas membaik dengan kriteria


hasil :

21
hemokonse Anjurkan melapor
ntrasi jika haluaran urine
( kadar <0.5 ml/kg/jam dalam
Natrium, 6 jam
BUN, l Anjurkan melapor jika BB
hematocrit, bertambah > 1 kg dalam
berat jenis sehari
urine) l Ajarkan cara mengukur
l

dan mencatat asupan dan


Monitor
haluaran cairan
tanda
peningka
l
Ajarkan cara membatasi
cairan
tan 1. Kolaborasi
tekanan l Kolaborasi
onkotik pemberian diuritik
plasma l Kolaborasi
l Monitor penggantian
kecep kehilangan kalium
atan akibat diuretic
infus l Kolaborasi
secar pemberian
a continuous renal
ketat replacement
l Monitor efek therapy
sam Manajemen Energi
pin Observasi:
g  Identifikasi gangguan
diu fungsi tubuh yang
reti mengakibatkan kelelahan
k  Monitor pola dan jam tidur
2. Therapeutik 

l
M o n i t o r kelelahan
em os i o n a l
Timban fisik dan
g berat
bada
setiap
hari
pada
waktu
yang
sama
l Batasi
asupa
n
cairan
dan
gara
m
l

Tinggikan
kepala
tempat tidur
30-40
derajat
3. Edukasi
l

22
2. Kemudahan melakukan Edukasi
aktivitas sehari-hari  Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
3. Perasaan lemah menurun
bertahap
4. Sianosis menurun Terapeutik:
5. Warna kulit membaik  Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
6. Frekensi nafas membaik
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

23
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., & Hawks, J. (2017). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban
Patria.

Dokter, P., Kardiovaskular, S., & Pertama, E. (2015). Pedoman tatalaksana


gagal jantung.

Isrofah, Indriono, A., & Mushafiyah, I. (2020). Tidur dan saturasi oksigen
pada pasien congestiv e hearth faillure. Jurnal Ilmiah Permas,
l0(4), 557—568.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/864/558/

John A. Galdo, PharmD, BCPS; Ashlee Rickard Riggs, PharmD; Amy L.


Morris, PharmD Candidate. 2013. Acute Decompensated Heart
Failure. US Pharmacist. 2013;38(2):HS-2-HS-8.
https://www.medscape.com/viewarticle/780685_2

Khasanah, S. (2019). Perbedaan Saturasi Oksigen dan Respirasi Rate Pasien


Congestive Heart Failure pada Perubahan Posisi. Jurnal Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah, 2(1), 1.
https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i1.157

Mutarobin, M. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery


Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting. Quality : Jurnal Kesehatan,
l3(1), 9—21. https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.58

Muzaki, A., & Ani, Y. (2020). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Hearth
Failure (CHF). Nursing Science Journal, l(1), 19—24.

Pambudi, D. A., & Widodo, S. (2020). Posisi Fowler Untuk Meningkatkan


Saturasi Oksigen Pada Pasien (CHF) Congestive Heart Failure
Yang Mengalami Sesak Nafas. Ners Muda, l(3), 156.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.5775

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

24
Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). Pengaruh Posisi Tidur
Semi Fowler 450 Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif Di RSUD Loekmono Hadi Kudus.
Medica Hospitalia :

67

Journal of Clinical Medicine, 6(1), 13—19.


https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i1.372

Yuniadi,Y, dkk. (2017) Buku Ajar kardioνaskular Jilid l. Jakarta : CV sagung


Seto. Yuniadi,Y, dkk. (2017) Buku Ajar kardioνaskular Jilid 2.
Jakarta : CV sagung Seto.

25

Anda mungkin juga menyukai