Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BENIGNA PROSTAT


HYPERPLASIA DENGAN POST OPERASI TURP HARI KE-1
Disusun untuk memenuhi tugas perioperatif
Dosen pembimbing : Rudi Haryono, M. Kep.

Nama Kelompok :

1. Aminda Murnisari (2820173144)

2. Chairunisa Sekar Pamungkas (2820173151)

3. Intan Kartika Dewi (2820173161)

Kelas 3D

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
rahmat ,hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Benigna Prostat Hyperplasia Dengan
TURP Dengan Post Operasi Turp Hari Ke-1
Dengan selesainya makalah ini kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak
lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami banyak
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainya, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi para pembaca dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Yogyakarta, 9 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... 1
Kata Pengantar........................................................................................................ 2
Daftar Isi.................................................................................................................. 3
Bab I : Pendahuluan
A. Latar belakang.............................................................................................. 5

B. Tujuan........................................................................................................... 5

Bab II : Tinjauan Teori


A. Konsep Dasar BPH
1. Pengertian.............................................................................................. 7
2. Etiologi.................................................................................................. 7
3. Manifestasi............................................................................................ 9
4. Patofisiologi.......................................................................................... 10
5. Pathway................................................................................................. 12
6. Komplikasi............................................................................................ 13
7. Pemeriksaan penunjang......................................................................... 13
8. Penatalaksanaan medis.......................................................................... 15
9. Asuhan keperawatan BPH..................................................................... 15
B. Konsep Dasar TURP
1. Pengertian............................................................................................. 19
2. Tujuan................................................................................................... 19
3. Hal yang dilakukan sebelum TURP...................................................... 20
4. Prosedur Operasi BPH.......................................................................... 20
a. Pre operasi BPH............................................................................. 20
b. Intra operasi BPH........................................................................... 21

3
c. Post operasi BPH............................................................................ 23
Bab III Kasus
A. Kasus............................................................................................................ 22
B. Pengkajian.................................................................................................... 22
C. Diagnosa keperawatan.................................................................................. 26
D. Asuhan Keperawatan.................................................................................... 26
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................................. 31
B. Saran............................................................................................................ 31
Daftar Pustaka......................................................................................................... 32

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembesaran prostat atau yang sering disebut BPH
(Benigna Prostatik Hyperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun). Dan hal ini yang
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Doenges, E.M, 2002 dalam Nuari dan Widayati, 2019).
BPH terjadi pada sekitar 70% pria si usia 60 tahun. Angka ini
meningkat hingga 90% pada pria berusia diatas 80 tahun. Angka kejadian
BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran
hospital prevalence di rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak
tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita
berusia 66,61 tahun (Mochtar, 2015).
Pada kasus BPH, tindakan medik yang sering dilakukan adalah TURP
(Transurethral Resection of The Prostate) yaitu tindakan pengkikisan jaringan
prostat yang membesar.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan BPH dengan pre/post TURP
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang BPH
a) Mengetahui pengertian BPH
b)Mengetahui etiologi BPH
c) Mengetahui manifestasi klinis BPH

5
d)Mengetahui patofisiologi BPH
e) Mengetahui komplikasi BPH
f) Mengetahui pengkajian BPH
g)Mengetahui pemeriksaan penunjang BPH
b. Untuk mengetahui tentang TURP
a) Mengetahui pengertian TURP
b) Mengetahui tujuan TURP
c) Mengetahui prosedur pre operasi TURP
d) Mengetahui prosedur intre operasi TURP
e) Mengetahui prosedur post operasi TURP

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR BPH


1. Pengertian
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam
kandungan kemih. Pembesaran prostat ini dapat menghambat aliran urine
serta menutupi orifisum uretra. Sehingga penderita akan mengalami
gangguan pada saluran kencing salah satunya pada saat miksi keluar
(smeltzer & Bare 2009).
Secara patologis Benign Prostat Hyperplasia atau BPH
dikategorikan dengan meningkatnya jumlah sel storma dan epitelia. Hal
ini disebabkan oleh adanya proliferasi atau gangguan pemrogaman
kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel. Akumulasi sel
tersebut membuat adanya pembesaran pada kelenjar prostat (Roehrbron
2011).
Kesimpulan Benign Prostat Hyperplasia (BPH) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisum uretra.

2. Etiologi
Menurut Purnomo (2011), pria yang mencapai usia lanjut usia secara
berangsur-angsur akan mengalami pembesaran prostat, sehingga penyebab
pembesaran prostat dapat dihubungkan dengan proses menua. Sampai saat
ini teori tentang penyebab pembesaran prostat belum diketahui secara
pasti, namun terdapat hipotesis tentang teori-teori yang berkaitan dengan
penyebab BPH, antara lain:

7
a. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit endrogen pada
petumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Prostat terbentuk dari testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk komplek DHT-RA pada inti sel
dan selanjutnya terjadi sintesisb protein growth factor yang memicu
pertumbuhan prostat secara berlebih.
b. Ketidakseimbangan antara Estogen-Testosteron
Usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan
kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan
testosteron relatif meningkat. Dimana estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat.
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi besar.
c. Interaksi Stroma-Epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator tertentu.
Dimana setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, maka sel stroma akan mensistensi suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel stroma dan epitel yang dapat
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel dan sel stroma.
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Kematian sel pada sel prostat bertujuan untuk mempertahankan
keseinbangan kelenjar prostat, dimana kematian sel ini terjadi
pengurangan dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel tersebut

8
mengalami kematian dan akan di fagositosis oleh sel-sel di sekitarnya
kemudian dedegradasi oleh enzim lisosom.
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,
selalu dibentuk sel-sel baru yaitu dikenal dengan sel stem, dimana sel
ini mempunyai kemampuan berproliferasi sangat luas. Sel ini sangat
bergantung pada hormon endrogen, sehingga jika kadar hormon
endrogen menurun menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-
sel pada BPH dipostulasikan sebagai tidak tepatnya aktivitas sel stem
sehingga produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Diyono (2019), mengatakan BPH mengalami tanda dan
gejala utama aliran urin atau pengeluaran urin tidak lancar. Selain itu
tanda dan gejala lainnya adalah :
a. Keluhan pada saluran kemih bawah
1) Gejala obstruksi terdiri dari :
a) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan disertai
dengan mengejan.
b) Pancaran miksi lemah, dengan kelemahan kekuatan dan
pancaran destrusor.
c) Intermitensi, yaitu terputus - terputusnya aliran kencing
karena ketidakmampuan otot
d) Miksi tidak puas dan menetes setelah miksi.
e) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urine pada terakhir
kencing
2) Sedangkan gejala iritasi terdiri atas
a) Frekuensi miksi, penderita BPH miksi lebih sering dari
biasanya.

9
b) Nokturia, yaitu miksi pada malam hari.
c) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
d) Disuria, yaitu merasakan nyeri ketika kencing
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan penyulit berupa gejala refluk vesikoureter yang
dapat menyebabkan hidronefrosis yang dapat menimbulkan nyeri
pinggang saat berjalan
c. Gejala di luar saluran kemih
Terdapat buli - buli yang terisi penuh cairan dan teraba
tegang di daerah supra symphisis yang disebabkan oleh retensi
urin.

4. Patofisiologi
Sjamsuhidajat (2011), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan
terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen
pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2011) menjelaskan bahwa
pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang
di dalam sel - sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DH7) dengan bantuan enzim alfareduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel - sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Menururt Mutaqqin & Sari (2011), sejalan dengan bertambahnya
umur, kelenjar prostat akan mengalami hyperplasia. Hal ini menyebabkan
prostat mengalami pembesaran dan kandung kemih akan meluas sehingga

10
pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urin.
Menururt Mutaqqin & Sari (2011), keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intra vesica. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi
lebih kuat agar dapat menompa urine keluar. Kontraksi yang terus
menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa;
hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan
divertikel kandung kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidrobefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (Mochtar, 2015).

11
5. Pathway

Sumber : Mutaqqin & Sari (2011)

12
6. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2009) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urinyang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentukbatu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batutersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapatmengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
pada waktu miksi pasien harus mengejan.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Diyono & Mulyani, 2019 pemeriksaan penunjang pasien
BPH antara lain:
a. Laboratorium
1) Sedimen urin
Pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.
2) Pemeriksaan kultur urin

13
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kuman penyebab
infeksi dan sensitivitas kuman terhadao beberapa anti-microba
yang diujikan.
3) Pemeriksaann faal ginjal
Untuk mengetahui kemungkinan adanya komplikasi yang sudah
terjadi berupa penurunan fungsi ginjal. Kebanyakan pasien datang
kerumah sakit karena BPH dengan hasil peningkatan ureum dan
kreatinin.
4) Pemeriksaan gula darah
Untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya penyakit DM yang
dapat menimbulkan kelainan persyarafan pada buli-buli.
b. Radiologi
1) Foto polos perut untuk membedakan retensi urine karena faktor
lain. Kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu atau kalkulosa prostat dan adanya bayangan bulli-bulli yang
penuh dengan urine sebagai tanda rerensi urine perlu
dipertimbangkan.
2) Pemeriksaan IVP dapat mengetahui kemungkinan adanya kelainan
pada ginjal maupun ureter berupa hydrourether atau hydronefrotis,
serta dapat memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukan dengan adanya identasi prostat (pendesakan buli-buli
oleh kelenjar prostat) atau urether dibagian distal yang berbentuk
seperti mata kali.
3) Pemeriksaan USG transektal untuk mengetahui besar atau volume
kelenjar prostat, menunjukkan jumlah residu dan mencari kelainan
lain yang mungkin ada dalam buli-buli.
c. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur:

14
1) Residu urine yaitu jumlah sisa urine setelah pipis. Sisa urine ini
dapat dihitung dengan cara melakukan katerisasi setelah pipis.
2) Pancaran urine dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah
urnie dibagi dengan lamanya pipis berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran
urine.

8. Penatalaksanaan medis
Menurut Purnomo (2011), penatalaksanaan medis pada BPH adalah :
a. Pengobatan
b. Terapi ini menggunakan medika mentosa. Pada BPH diindikasikan
untuk mengurangi keluhan nyeri ringan, sedang, dan sampai berat.
Obat yang digunakan berasal dari Phitoterapy (misalnya Hypoxis
rosperi, Serenoa repens dan lain-lain), selain itu menggunakan obat
golongan supressor androgen dan gelombang alfa blocker.
c. Obat penurun dehidrotesteron
d. Pembedahan , operasi yang dilakukan terdiri atas :
1) TURP ( Trans Urethral Resection of Prostat)
2) Prostatektomi Retropubik
3) TUIP ( Insisi Prostat Transuretral)
4) Prostatektomi Suprapubis
5) Prostatektomi Perinieal

9. Asuhan keperawatan
Menururt Nuari dan Widayati (2017), asuhan keperawatan pada BPH
diantaranya :
a. Pengkajian
1) Identitas klien

15
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan, tanggal masuk ke
rumah sakit, nomor register dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama
Pasien datang dengan mengeluh tidak bisa buang air keci,
nyeri pada pinggang dan pada saat BAK harus mengejan.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti infeksi
saluran kemih, vesicholithiasis atau sindrom nefrotik.
b)Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sebelum dibawa ke RS sejak dua bulan terakhir
BAK pasien tidak lancar, urinnya berwarna kemerahan,
ketika BAK harus mengedan dan sejak 5 jam sebelum
datang ke RS air kencingnya macet total, abdomen
bagian bawah semakin membesar dan menegang serta
pasien merasa sangat nyeri.
c) Riwayat kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti
penyakit kelamin, DM, hipertensi dan lain-lain yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d)Riwayat Psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap
dirinya serta hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
4) Pola - pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena
tirah baring selama 24 jam pasca TURP. Adanya keluhan

16
nyeri karena spasme buli- buli, memerlukan penggunaan
anti spasmodik sesuai terapi dokter.

b)Pola nutrisi dan metabolisme


Klien yang dilakukan anastesi SAB tidak boleh makan
dan minum sebelum flatus
c) Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP,
retensi urin dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada
kateter.
d)Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang
lemah dan terpasang traksi kateter selama 6-24jam. Pada
paha yang dilakukan prekatan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih dilakukan.
e) Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f) Pola kognitif perseptual
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan
penghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP.
g)Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat megalami cemas karena ketidaktahuan
tentang peawatan dan komplikasi pasca TURP.
h)Pola hubungan dan peran
Karena klien harus menjalani perawatan yang dapat
mempengaruhi hubungan dan peran dalam keluarga,
tempta kerja dan masyarakat.

17
i) Pola reproduksi seksual
Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan
ejakulasi retrograd.

j) Pola penanggulangan stress


Stres dapat muncul akibat kurang pengetahuan tentang
perawatan dan kmplikasi pasca TURP. Kemudian gali
adanya stres tersebut dan mekanisme koping stress.
k)Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya trasi kateter memerlukan adaptasi pada saat
menjalankan ibadah klien.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi
dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan
kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok -
septik.
b) Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik
bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa
adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urin.
c) Pemeriksaan penis dan uretra untuk mendeteksi
kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis.
d) Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya
epididimitis

18
e) Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan
untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit
vesiko uretra dan besarnya prostat.

B. KONSEP DASAR TURP


1. Pengertian
Transurethral Resection of Prostate adalah suatu prosedur pembedahan
yang dapat secara efektif mengurangi gejala urinari yang berkaitan dengan
Benign Prostatic Hyperplasia. Pembedahan ini dipilih oleh dokter jika gejala
urinary sedang hingga parah, dan jika gejala tidak dapat diredakan dengan
menggunakan pengobatan yang tersedia (Willy, 2018).
Transurethral Resection of Prostate adalah prosedur pembedahan yang
digunakan untuk merawat gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
sedang hingga parah, juga dikenal sebagai pembesaran prostat. Selama
Transurethral Resection of Prostate, dokter bedah memasukkan resectoscope
(alat visual dan bedah) ke dalam uretra untuk mengikis kelebihan jaringan
prostat, sedikit demi sedikit setiap kali (Oktavianas, 2018).

2. Tujuan
Transurethral Resection of Prostate dapat digunakan untuk merawat
komplikasi yang muncul apabila Anda tidak dapat mengosongkan seluruh
kantung kemih Anda. Komplikasi ini mencakup Infeksi Saluran Air Kemih
yang sering terjadi, gagal ginjal akibat kehilangan fungsi ginjal normal, batu
kantung kemih, inkontinensi (tidak dapat mengendalikan buang air kecil), dan
urin berdarah yang terjadi kembali. Selain melalui perut, operasi prostat juga
dapat dilakukan melalui lubang dan saluran kencing dengan memotong
sebagian kecil kelenjar prostat yang menghalangi saluran kencing.Metode ini
dikenal dengan nama transurethral resection of the prostate (TURP) atau

19
transurethral incision of the prostate (TUIP). Keduanya dilakukan dengan
cara memotong bagian kelenjar prostat yang menyumbat saluran urine, lalu
potongan tersebut akan keluar bersamaan dengan urine pada saat pasien buang
air kecil ( Willy, 2018 ).

3. Hal sebelum dilakukan TURP


Menurut Oktavianas (2018), prosedur ini mungkin dapat berbeda antara tiap
rumah sakit, tetapi umumnya tidak berbeda jauh. Beberapa hari sebelum
operasi:
1. Melakukan pemeriksaan foto rontgen dada, pemeriksan darah dan rekam
jantung.
2. Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pengambilan darah untuk contoh
permintaan darah untuk transfusi darah jika dibutuhkan nantinya selama
dan setelah prosedur operasi.
3. Mencukur rambut daerah kemaluan. Hal ini perlu untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi.
4. Diberi obat untuk membersihkan saluran pencernaan, baik dalam bentuk
tablet maupun dimasukkan melalui anus.
5. Dijelaskan prosedur pembiusan dan diminta untuk puasa minimal 8 jam
sebelum prosedur TURP dilakukan keesokan harinya.

4. Prosedur pembedahan
Menurut Oktavianas (2018), prosedur ini mencakup berbagai langkah
yang harus anda lalui dalam pengobatan pada BPH dengan operasi TURP
diantaranya :
a. Proses pre operasi
1) Satu jam sebelum tindakan akan diberikan suntikan antibiotik sebagai
pencegahan infeksi, sebelumnya anda dilakukan tes alergi terhadap

20
antibiotik yang akan diberikan, biasanya dilakukan pada lengan bagian
bawah.
2) Diantar oleh perawat menuju kamar operasi, lalu diberikan baju
khusus dan penutup kepala. Semua pakaian, jam tangan dan perhiasan
diminta untuk dilepaskan.
3) Setelah itu akan diminta pindah ke tempat tidur dorong menuju
ruangan operasi tempat dilakukan prosedur TURP.
4) Diminta pindah ke meja operasi, lalu dokter anestesi dan penata
anestesi akan memasang alat monitor tanda vital. Alat yang dipasang
biasanya berupa tensimeter pada lengan dan monitor jantung pada
dada.
5) Bergantung pada jenis pembiusan, biasanya yang digunakan adalah
anestesi spinal, oleh dokter anestesi anda akan diminta duduk dan
sebuah jarum kecil akan disuntikkan melalui pinggang bagian
belakang. Selanjutnya obat bius dimasukkan melalui tempat suntikan
ini. Akan diminta mengangkat kaki unutk menguji apakah obat bius
sudah bekerja, biasanya prosedur ini membutuhkan waktu 15 menit
sampai anda tidak merasakan apa-apa atau baal mulai dari pinggang
sampai kaki.
6) Selanjutnya akan diposisikan seperti orang melahirkan dan tidak perlu
khwatir atau takut karena sebatas dada akan ditutup dengan kain
sehingga tidak perlu melihat jalannya operasi. Tidak merasakan apa-
apa tetapi tetap sadar.

b. Proses intraoperasi
Operasi ini ada jenis yang dinamakan TURP atau pengangkatan dengan
operasi tertutup endoskopi simak penjelasan tersebut di bawah ini:
1) Pemberian Anestesi pada Pasien

21
Prosedur pertama yang harus anda lalui dalam operasi TURP
adalah pemberian anestesi. Anestesi diberikan untuk menghilangkan
kesadaran pasien selama operasi dilakukan. Anestesi atau bius yang
diberikan untuk endoskopi ini adalah bius total.

2) Alat Citoscope Dimasukkan ke Uretra


Setelah bius bekerja, dokter akan memasukkan alat citoscope ke
dalam tubuh melalui uretra. Masuknya alat ini akan menjadi pembuka
jalur untuk kemudian dilakukan pengangkatan pembesaran kelenjar
pada prostat, seperti pada operasi laparoskopi juga. Alat akan
dimasukkan hingga mencapai bagian bladder atau kantung kemih.
3) Saat Alat Mencapai Bladder
Alat yang sudah mencapai kantung kemih membawa kamera
dapat membantu dokter melakukan observasi. Dokter kemudian akan
menemukan bagian mana pada prostat yang mengalami pembesaran
dan perlu dilakukan pengangkatan.
4) Alat Operasi untuk Pemotongan Dimasukkan melalui Citoscope
Bersamaan dengan jalur masuknya citoscope, dimasukkan juga
alat operasi untuk pemotongan kelenjar ini. Tentu alat dimasukkan
dengan cara yang sama seperi alat citoscope sebelumnya dan
kemudian dapat digunakan untuk melakukan pemotongan.
5) Pemotongan Dilakukan dan Katater Dipasang
Akhirnya, bagian kelenjar prostat yang membesar pun
kemudian dipotong dengan bantuan dari alat citoscope ini. Selesai
pemotongan dilakukan, sekaligus juga dokter membantu pemasangan
katater yang akan bermanfaat untuk buang air kecil pasca operasi
nantinya.
6) Proses Pemulihan

22
Proses operasi TURP telah selesai dan pasien masuk ke masa
pemulihan. Pada masa pemulihan ini, dokter akan melihat bagaimana
kondisi pasien dan tingkat kesadarannya.
7) Pencucian
Setelah prosedur selesai anda akan melihat sebuah selang
kateter dari penis terpasang dan diplester kearah kaki anda. Fungsi
selang ini selain untuk mengeluarkan air seni juga untuk
menghentikan perdarahan setelah TURP. Pada kateter ini juga akan
terpasang cairan untuk mencuci sisa darah dalam kandung kemih.
8) Ruang recorvery
Lalu dipindahkan ke tempat tidur dorong menuju ruang pemulihan.
9) Ruang rawat
Anda akan kembali ke ruangan rawat bila kondisi anda baik dan
stabil selama observasi di ruang pemulihan.

c. Proses post operasi


Satu hari setelah operasi:
1) Kateter yang terpasang dikaki akan dipindahkan ke perut dan tarikan
kateter dikurangi. Fungsi kateter ditarik sampai satu hari setelah
operasi adalah untuk menghentikan perdarahan pada prostat anda
setelah dilakukan TURP.
2) Umumnya hari ini anda sudah diperbolehkan untuk minum air putih
dan bergerak miring sampai duduk.
Dua hari setelah operasi:
1)Cairan pembilas akan dilepas
2)Anda diminta untuk berdiri dan belajar berjalan seperti biasa dengan
membawa kateter
3)Anda mulai mengkonsumsi makanan padat
Tiga hari setelah operasi:

23
1)Kateter anda dilepas dan anda diminta untuk mencoba berkemih
biasa, jika lancar maka anda diperbolehkan pulang.
2)Sebelum pulang urolog anda akan memberitahu beberapa pesan
penting harus diingat untuk mencegah terjadinya perdarahan kembali
dirumah.

BAB III

KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus post op
Tn. X berusia 70 Tahun dengan diagnosa BPH (Begin Prostat
Hyperplasia). Dan telah dilakukan tindakan TURP ( Trans Urethral Resection of
Prostat) 1 hari yang lalu. Pasien mengatakan nyeri pada bagian alat reproduksinya.
Tn. X juga mengatakan saat malam hari nyeri muncul sehingga Tn. X tidak dapat
tidur dengan nyenyak. Terpasang DC ukuran 16, namun blass masih teraba
penuhdan area genetalia tampak memerah. Pasien mengatakan sulit untuk
bergerak. Pindah ke ICU/PICU/NICU pada jam 22.00 wib, pindah ke RR jam
21.00 wib. Pada saat di RR pasien merasakan nyeri pada luka operasi, dan kaki
terasa kebas. GCS 14 dan suhu 36,5oC, nadi 86x/m, respirasi 22x/m, tekanan
darah 150/100 mmHg dan SatO2 98%.

B. Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Tn. X
b. Tgl lahir/ Umur : 17 Agustus 1949/ 70 thn
c. Agama : islam
d. Pendidikan : SD

24
e. Alamat : Klaten
f. No CM : 0012xx
g. Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hyperplapsia

2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG JAWAB


a. Nama : Ny.N
b. Umur : 68 thn
c. Agama : islam
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Petani
f. Hubungan dengan pasien : istri

Asal pasien R Rawat Jalan


Rawat Inap
£ Rujukan

POST OPERASI
1. Pasien pindah ke : Pindah ke ICU/PICU/NICU,
jam____22.00_____Wib RR , jam_____21.00____Wib.
2. Keluhan saat di RR : £ Mual £ Muntah pusing R Nyeri luka operasi
R Kaki terasa baal £ Menggigil lainnya…..
3. Keadaan Umum : Baik R Sedang £ Sakit berat
4. TTV : Suhu__36,5__oC, Nadi_66___x/mnt, Rr___22____x/mnt,
TD__150/100___mmHg, Sat O2__98__%
5. Kesadaran : CM R Apatis £ Somnolen £ Soporo £ Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas :

25
Normal
Jika tidak normal, jelaskan
Ya Tidak
Kepala V
Leher V
Dada V
Abdomen V
Genitalia Blass teraba penuh dan
V area genetalia tampak
penuh
Integumen V
Ekstremitas Pasien tampak sulit
V menggerakkan ekstremitas
bawah karena nyeri

C. Diagnosa keperawatan
1.Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TUR-P.
2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3.Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4.Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten
akibat dari TUR-P.

D. Asuhan Keperawatan
Analisa Data

No . Data Subyektif Data Obyektif


1. Pasien mengatakan nyeri pada Pasien tampak meringis kesakitan
bagian alat kelamin RR = 22x/m
P=post TURP TD =150/100 mmHg
Q = panas N =86x/m
R= genetalia S =36,oC
S= skala 7
T= terus menerus

26
2. Pasien mengatakan sulit tidur karena Mata pasien tampak berkantung hitam
nyeri
3. - Tampak ada balutan pada daerah operasi
bagian genetalia

27
Menurut Nanda (2018-2019) oleh Herdman, diagnosa dari penyakit talasemia diantaranya :

No Intervensi
Diagnosa
. Tujuan Intervensi
Rasional
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada klien 1. Kien dapat mendeteksi
dengan spasmus keperawatan selama ...x... jam tentang gejala dini gajala dini spasmus
kandung kemih dan nyeri pada kandung kemih teratasi spasmus kandung kemih. kandung kemih.
insisi sekunder pada dengan 2. Pemantauan klien pada 2. Menentukan terdapatnya
TUR-P. Tujuan : Nyeri berkurang atau interval, untuk mengenal spasmus sehingga obat –
hilang gejala dini dari spasmus obatan bisa diberikan.
Kriteria hasil: kandung kemih.
1. Klien mengatakan nyeri 3. Beri penyuluhan pada 3. Memberitahu klien bahwa
berkurang/hilang. klien agar tidak berkemih ketidaknyamanan hanya
2. Ekspresi wajah klien tenang. ke seputar kateter. temporer.
3. Klien dapat tidur dengan 4. Ajarkan penggunaan 4. Mengurang kemungkinan
nyenyak teknik relaksasi, termasuk spasmus.
latihan nafas dalam dan
imajinasi.
5. Menjaga selang drainase 5. Menurunkan tegangan

28
urine tetap aman dipaha otot, memfokuskan
untuk mencegah kembali perhatian dan
peningkatan tekanan pada dapat meningkatkan
kandung kemih. kemampuan koping.
6. Anjurkan pada klien untuk 6. Mengurangi tekanan pada
tidak duduk dalam waktu luka insisi.
yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
7. Kolaborasi dengan dokter 7. Menghilangkan nyeri dan
untuk memberi obat – mencegah spasmus
obatan (analgesik atau anti kandung kemih.
spasmodik )

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan sistem kateter 1. Mencegah masuknya
berhubungan dengan keperawatan selama ...x... jam steril, berikan perawatan bakteri dan virus yang
prosedur invasif: alat rsiko infeksi tidak muncul dengan kateter dengan steril. menyebabkan infeksi.
selama pembedahan, Tujuan : Klien tidak menunjukkan 2. Anjurkan intake cairan 2. Meningkatkan output urine
kateter, irigasi tanda-tanda infeksi yang cukup ( 2500 – sehingga resiko terjadi
kandung kemih sering. Kriteria hasil: 3000 ) sehingga dapat ISK dikurangi dan
1. Tidak ada kemerahan pada menurunkan potensial mempertahankan fungsi

29
luka post operasi infeksi. ginjal.
2. TTV normal 3. Pertahankan posisi urin 3. Menghindari refleks balik
3. Waktu penyembuhan sesuai bag dibawah. urine yang dapat
dengan yang direncanakan memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda 4. Mencegah sebelum terjadi
vital, laporkan tanda – shock.
tanda shock dan demam.
5. Observasi urine: warna, 5. Mengidentifikasi adanya
jumlah, bau. infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Untuk mencegah infeksi
untuk memberi obat dan membantu proses
antibiotik. penyembuhan.
3. Resiko tinggi disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Beri kesempatan pada 1. Untuk mengetahui
seksual berhubungan keperawatan selama ...x... jam klien tentang pengaruh masalah klien.
dengan ketakutan akan disfungsi seksual tidak terganggu TUR – P terhadap seksual.
impoten akibat dari dengan 2. Jelaskan tentang : 2. Kurang pengetahuan dapat
TUR-P. Tujuan : Fungsi seksual dapat kemungkinan kembali membangkitkan cemas dan
dipertahankan. ketingkat tinggi seperti berdampak disfungsi
Kriteria hasil: semula dan kejadian seksual.

30
1. Klien tampak rileks dan ejakulasi retrograd (air
kecemasan menurun. kemih seperti susu).
2. Klien menyatakan pemahaman 3. Mencegah hubungan 3. Bisa terjadi perdarahan
situasi individual. seksual 3-4 minggu setelah dan ketidaknyamanan.
3. Permasalahan seksual tidak operasi.
terjadi 4. Dorong klien untuk 4. Untuk mengklarifikasi
4. Klien mengerti tentang menanyakan kedokter kekhatiran dan
pengaruh TUR-P pada seksual. salama di rawat di rumah memberikan akses kepada
sakit dan kunjungan penjelasan yang spesifik.
lanjutan .

31
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

BPH adalah suatu pembesaran dari kelenjar porstat yang memanjang keatas,
yang dalam kandung kemih dapat menghambat aliran urin serta menutupi
orifisum uretra. Salah satu penatalaksanaan BPH adalah dengan cara
pembedahan TURP atau Trans Urethral Resection of Prostat, dimana bertujuan
untuk megosongkan seluruh kantung kemih, dengan cara operasi memasukkan
resectostope ke dalam uretra untuk mengikis kelebihan jaringan prostat.

B. Saran

1. Bagi perawat
a. Untuk sebagai studi pelatihan dan penambahan referensi mengenai
tindakan TURP bagi penderita BPH. Perawat perlu untuk melibatkan
keluarga dalam perawatan pasien BPH agar tujuan dapat tercapai.
b. Didalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien, komunikasi
terapeutik harus ditingkatkan agar pelaksanaan asuhan keperawatan
dapat berjalan dengan baik.
2. Bagi masyarakat dan pasien
a. Penyuluhan kesehatan sangat penting bagi pasien dan keluarga pasien,
sehingga pasiem dan keluarga dapat melakukan perawatan setelah
berada di rumah, diharapkan perawat melakukan penyuluhan
kesehatan danpetugas kesehatan lebih komunikatif pada pasien dan
keluarga pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Diyono dan Mulyanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Urologi.


Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Mochtar, dkk. 2015. Paduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak
(Benign Prostatic Hyperplasia/ BPH). Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Mutaqqin & Sari. 2017. Asuhan keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Nuari dan Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish.
Oktavianas. 2018. Operasi TURP:Persiapan, Prosedur, Biaya, dan Perawatan.
http://spesialisbedah.com/operasi-turp. Diakses pada 3 Oktober 2019. Online.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Malang : CV Sagung Seto.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Willy, Tjin. 2018. Mengenal Tentang Operasi Prostat. https://www.
alodokter.com/mengenal-tentang-operasi-prostat. Diakses pada 3 Oktober 2019.
Online

33

Anda mungkin juga menyukai