Disusun Oleh :
YUSTIAN WENGKAU
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
D. TUJUAN ...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ......................................................................................
B. KLASIFIKASI .....................................................................................
C. ETIOLOGI ...........................................................................................
D. PATOFIOLOGI ....................................................................................
A. PENGKAJIAN .....................................................................................
B. DIAGNOSA .........................................................................................
C. INTERVENSI ......................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .....................................................................................
B. SARAN ................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic
Hypertrophy (BPH) adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat. Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari
proliferasi epitel dan stroma, gangguan diprogram kematian sel (apoptosis), atau
keduanya. (Detters, 2011).
BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel prostat yang timbul di zona
periuretra dan transisi dari kelenjar. Hiperplasia menyebabkan pembesaran prostat
yang dapat menyumbat aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai
bagian normal dari proses penuaan pada pria yang tergantung pada hormon
testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% pria menunjukkan
histopatologis BPH pada usia 60 tahun. Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada
usia 85 tahun. (Detters, 2011).
Disfungsi berkemih yang dihasilkan dari pembesaran kelenjar prostat dan
Bladder Outlet Obstruction (BOO) disebut Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS). Ini juga sering disebut sebagai prostatism, meskipun istilah ini jarang
digunakan. Pernyataan ini tumpang tindih, tidak semua laki-laki dengan BPH
memiliki LUT dan tidak semua pria dengan LUT mengalami BPH. Sekitar
setengah dari pria yang didiagnosis dengan BPH histopatologi menunjukkan LUT
berat. (Detters, 2011).
Manifestasi klinis dari LUT meliputi frekuensi kencing, urgency (buang
air kecil yang tidak dapat ditahan), nocturia (bangun di malam hari untuk buang
air kecil), atau polakisuria (sensasi buang air kecil yang tidak puas). Komplikasi
terjadi kurang umum tetapi mungkin dapat terjadi acute urine retention (AUR),
pengosongan kandung kemih terganggu, kebutuhan untuk operasi korektif, gagal
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih, atau gross hematuria.
(Detters, 2011).
Volume prostat dapat meningkat dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH. Selain itu gejala dapat memburuk dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH yang tidak diobati dan risiko AUR sehingga kebutuhan untuk operasi
korektif meningkat. (Detters, 2011).
Pasien yang tidak mengalami gejala tersebut harus mengalami
kewaspadaan pada komplikasi BPH. Pasien dengan LUT ringan dapat diobati
dengan terapi medis pada awalnya. Transurethral resection of the prostate (TURP)
dianggap standar kriteria untuk menghilangkan BOO yang disebabkan BPH.
Namun, ada minat yang cukup besar dalam pengembangan terapi minimal invasif
untuk mencapai tujuan TURP sambil menghindari efek samping. (Detters, 2011)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Benigna Prostat
Hiperplasia di Ruang Bedah Campuran RSUP Fatmawati.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. M dengan Benigna Prostat
Hiperplasia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. M dengan Benigna Prostat
Hiperplasia.
c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada Tn. M dengan Benigna Prostat
Hiperplasia.
d. Mampu melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
Benigna Prostat Hiperplasia.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. M dengan Benigna Prostat
Hiperplasia.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan Laporan Kasus Lengkap ini adalah :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai penanganan
keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Memberikan motivasi bagi semua perawat untuk melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini ditempuh dengan metode-metode tertentu
untuk mengumpulkan data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan data
dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai sumber
yang memuat materi yang terkait dengan Benigna Prostat Hiperplasia. Sumber
tersebut diperoleh melalui beberapa buku keperawatan, internet, pasien serta
keluarga pasien. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan metode
kualitatif dengan jalan menyusun data-data atau fakta yang ada dan telah
diperoleh secara sistematis serta menuangkannya dalam suatu Laporan Kasus
Lengkap.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
B. KLASIFIKASI
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses
penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
BAB III
1. Diagnosis
1). Anamnesa
2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan Laboratorium
4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
d) Pemeriksaan Panendoskop
1). Observasi
2). Medikamentosa
3). Pembedahan
a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut.
B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi
kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Post Operasi :
1. Sebelum Operasi
a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan
kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
3) Kriteria hasil :
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.
1). Tujuan
R / Menghilangkan spasme
1). Tujuan
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-
200 ml/.
1). Tujuan
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan.
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi
dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik,
menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah
pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan
warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh
TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula
dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak
disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya,
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.