Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

ASUHAN KEPERAWATAN PASCA OPERATIF BPH

NAMA :
Siti Nur Deva (PO.71.20.4.17.031)
Sonia Christina Maharani (PO.71.20.4.17.032)
Syafhira Okratiyanti (PO.71.20.4.17.033)
Thalia Nadira Nordi (PO.71.20.4.17.034)
Tira Caritas (PO.71.20.4.17.035)
Tri Utari (PO.71.20.4.17.036)
Ulfa Novliza (PO.71.20.4.17.037)
Yocie Ajeng Triditia AH (PO.71.20.4.17.038)
Yulisa Tri Hasanah (PO.71.20.4.17.039)
Eka Nancy Larasati (PO.71.20.4.16.006)

DOSEN PEMBIMBING: Syokumuwena, S.Kep., M.Kes.

KEMENTRIAN KESEHATAN REBUPLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
          Puji serta syukur marilah kita haturkan kepada kehadirat Allah SWT. yang
telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan
menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain
itu kami juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya
baik iman maupun islam. Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat
menyelesaikan tugas KEPERAWATAN PERIOPERATIF tentang ASUHAN
KEPERAWATAN PASCA OPERATIF BPH. Kami juga menyadari dalam
laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari isinya maupun dari
struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
positif untuk perbaikan dikemudian hari,
          Dengan demikian semoga makalah ini dapat memberikan maanfaat
umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Aamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Palembang, 19 September 2020

                                                                                                                       Penulis
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
DEFINISI BPH.......................................................................................................... 3
ETIOLOGI BPH........................................................................................................ 3
TANDA DAN GEJALA BPH................................................................................... 4
KLASIFIKASI BPH.................................................................................................. 4
PATOFISIOLOGI...................................................................................................... 5
BAB III : SUHAN KEPERAWATAN PASCA OPERATIF BPH........................... 7
BAB IV : PENUTUP................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 14
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai
masalah saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai
dengan umur, terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit
prostat menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya
penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan
gangguan aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan
tindakan kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala
dan tanda ini adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang
mengenai sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada
jaringan prostat yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma
prostat (J.C.E Underwood, 1999).
Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang
ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH,
sehingga pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan
etiologinya. Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH
berkepanjangan. Oleh karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor
penyebab (etiologi) BPH akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH
secara tepat dan terarah.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien
tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan
terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat
memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara
pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat
berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada anggota 
keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan penyuluhan
tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka
penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien pasca operatif Benigna Prostat Hiperplasia”.

1.2 RumusanMasalah
a) Apakah definisi BPH?
b) Pakah penyebab terjadinya BPH?
c) Apa saja tanda dan gejala dari BPH?
d) Apa saja klasifikasi BPH?
e) Bagaimana patofisiologi dari BPH?
f) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pasca operatif BPH?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi BPH

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana kelenjar

prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung

kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra

(Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel

dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi

patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50

tahun.(Prabowo dkk, 2014 ).

2.2 Etiologi BPH

Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:

1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.

2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron

Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses

penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan

hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma

pada prostat.

3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat

peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH

4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem sel

3
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan

memicu terjadi BPH.

2.3 Tanda dan Gejala BPH

Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:

1. Gejala obstruktif

a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai

dengan mengejan.

b.Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan

oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan

intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.

d.Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran

destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum

puas.

2. Gejala iritasi

a.Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.

b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat

terjadi pada malam dan siang hari.

c.Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

2.4 Klasifikasi BPH

Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH

meliputi :

a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi

pengobatan konservati

4
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya

dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection /

TUR ).

c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan

prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan

pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.

d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari

retensi urine total dengan pemasangan kateter.

2.5 Patofisiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,

dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena

produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.

Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel

kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron

(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah

yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat

untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat

mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga

mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat

mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini

menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan

struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
5
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin

meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif

tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan

yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP

(Joyce, 2014) .

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop

dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan

alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.

Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga

mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi

munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012).

6
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi BPH

1. Pengkajian

1. Anamnese :

a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami

BPH yang sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy

clevo, 2012)

b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul

keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri

(provocative/ paliative), rasa nyeri yang dirasakan (quality),

keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama, (time)

(Judha, dkk. 2012)

c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH

dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain:

hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca

miksi, frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat).

d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang

pernah diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan

faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)

2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)

a. Vital sign (tanda vital)

1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal

2) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR

(Ackley, 2011)

3) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi

7
4) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan

darah (Prabowo,2014).

2. Pemeriksaan fisik ( head to toe )

1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul,

2009).

2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut,

warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah

gigi, adanya karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).

3) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada

kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan

klien, adanya peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)

4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah

ada suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)

5) Abdomen

Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:

a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9 regio

abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine

b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan

sering dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya

hidronefrosis dan pyelonefrosis.

6) Genetalia

a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan

biasanya terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan,

sehinggaterdapat bekuan darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan

spollingdengan Ns 0,9% / PZ, ini tergantung dari warna urine yang

keluar. Bila urine sudah jernih spolling dapat dihentikan dan pipa

spolling di lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)

8
b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya

kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus,

striktur uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun epididimitis

(Prabowo, 2014).

7) Ekstermitas

Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan

mengalami penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).

3. Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, zat kimia, fisik dan

psikologis) (Ackley, 2011).

4. Batasan karakteristik

Menurut Prabowo (2012) batasan karakteristik meliputi:

a. Perubahan selera makan.

b. Perilaku distraksi

c. Gangguan tidur

d. Tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan

mengalami peningkatan (Ackley, 2011)

e. Mengekspresikan perilaku nyeri (Ackley, 2011)

f. Melindungi area nyeri dan fokus menyempit (gangguan persepsi

nyeri, hambatan proses pikir, penurunan interaksi) (Ackley, 2011)

g. Melaporkan nyeri secara verbal (Ackley, 2011)

5. Faktor yang berhubungan

Agen cedera (biologis, kimiawi, fisik, psycohologis)(Ackley, 2011)

6. Intervensi nyeri akut pada klien post operasi BPH

2.1 Tabel intervensi keperawatan post operasi BPH (Beningn Prostatic

Hypertrophy)

9
Tujuan Kritreria Hasil Interven Rasional
si
Diharapkan Menurut Ackley 2011 :
nyeri
berkurang a) Skala 1) Kaji nyeri secara 1) Penilaian
setelah nyeri komprehensif termasuk reguler
dilakukan
tindakan berkuran lokasi, karakteristik, terhadap
keperawat g durasi, frekuensi, kualitas klien sangat
an dan faktor presipitasi. penting
selama b) Tanda vital
3×24 untuk
dalam rentang rencana
jam.
normal TD:100- manajemen
140 / 60-90 nyeri.
2) Kaji skala nyeri
mmHg
dengan pengkajian
N : 60- 2) Penilaian
PQRST.
100x/menit nyeri
S : 36 -37,5 dapat
°C RR: 16- diandalkan
24x/menit sebagai
ukuran
c) Dapat tingkat
3) Berikan klien posisi
mengidentifikasi intensitas
nyaman pada waktu
(skala, nyeri
istirahat ataupun tidur.
intensitas,
frekuensi dan 3) Imobilisasi
tanda nyeri) sangat
ketika di perlukan
berlangsung 4) Kaji tanda- untuk
tanda pembengkakan membata
d) Mampu pada daerah post operasi. si nyeri.
mengontrol nyeri
(tahu penyebab 4) Mengkaji
nyeri, tandapembe
mampu ng
menggunakan 5) Monitor tanda-tanda vital. -kakan
teknik sangat
nonfarmakologi penting
seperti untuk

10
f)Tidak terapi yang
terdapat akan
gangguan dilakuka
konsentra n
si 6) Observasi reaksi non selanjutn
verbal dari ya
g)Klien tidak ketidaknyamanan dan
terbangun karena gunakan komunikasi 6) Informasi
nyeri terapeutik untuk ini membantu
mengetahui pengalaman untuk
h)Wajah menjadi nyeri klien. mengidentifika
segar dan tidak si
meringis kemungkinan
kesakitan faktor-faktor
7) Ajarkan teknik relaksasi yang
i) Tidak takut dapat
seperti nafas dalam dan mempengaruhi
terjadinya cidera
tehnik distraksi seperti intensitas nyeri
menonton tv,
mendengarkan music, atau 7) Strategi
hal kesukaan klien untuk perilaku
mengalihkan perhatian mandiri dapat
nyeri klien. mengembalika
n rasa kontrol
diri,
kemanjuran
pribadi,
dan
8) Kontrol lingkungan yang pertanggung
dapat mempengaruhi jawaban
nyeri seperti suhu aktif dalam
ruangan, pencahayaan dan perawatannya
kebisingan. sendiri.

8) Salah
satu langkah
terpenting
9) Kolaborasi dengan tim menuju
medis lain dalam peningkatan
kontrol rasa

7. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat

diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya

menerima laporan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal tersebut

merupakan kunci dari efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani, 2009).

11
8. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil.

Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok (Deswani,

2009). Evaluasi keperawatan pada post operasi BPH meliputi:

a) Skala nyeri berkurang.

b) Tanda vital dalam rentang normal :

TD : 100-140 / 60- 90 mmHg

N : 60-100x/menit

S : 36,5 -37,5 °C

RR : 16-24x/menit

c) Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

ketika berlangsung.

d) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi seperti tehnik distraksi dan relaksasi, kompres

hangat, imajinasi terbimbing, dan hypnosis diri untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

f) Tidak terdapat gangguan konsentrasi.

g) Menyatakan kenyamanan

h) Klien tidak terbangun karena nyeri.

i) Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan.

j) Tidak takut terjadinya cidera

12
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien tentang

penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila

tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat memberikan penjelasan

bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan

menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan

sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,

dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi

testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron

menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon

testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi

dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron

inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk

mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia

yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra

prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Betty, dkk. 2011. Nursing Diagnosis handbook:an evidence based cevide
to planning care.USA:mosby Elsevier

Andarmoyo, 2013. Skala nyeri visual analog scale. Jakarta: Salemba Medika

Andre, Terrence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
Karisma Publishing Group

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta :


DIVA Ekspres

Ariani, D Wahyu. 2010. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Rineka Cipta

Deswani. 2009. Proses keperawatan dan berpikir kritis. Jakarta:Selemba Medika

Fransisca, baticaca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan


system perkemihan. Jakarta : salemba medika

Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta


:rapha publishing

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2016. Edisi 10. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz alimul.2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia dan aplikasi


konsep dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Hidayat,Alimul. 2011. Aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta:Selemba


Medika

Jitowiyono, sugeng. 2010. Asuhan keperawatan post operasi. Yogyakarta : nuha


medika

Joyce dkk. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta : Salemba Medika

Judha,M. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan nyeri persalinan.Yogyakarta.Nuha


Medika

Mangku G dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Anastesi dan reanimasi. Jakarta : Indeks

Nugroho, taufan. 2011. Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit


dalam. Yogyakarta:nuha me

14
15
16
17
7
8

Anda mungkin juga menyukai