Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA PADA LANSIA

1
i
KATA PENGANTAR

i
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B.Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C.Tujuan Penulisan ............................................................................................... 4
D.Manfaat Penulisan ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis ........................................................................................ 7
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien benigna prostat
Hyperplasia ...................................................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................................... 86
Saran ......................................................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benign Prostat Hyperplasia (BPH) termasuk kesulitan dalam mulai


dan perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh
lebih besar, ia menekan uretra dan mempersempitnya lalu menghalangi
aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong lebih keras untuk
mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih
besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung kemih tidak pernah benar-
benar kosong dan menyebabkan perasaan perlu sering buang air kecil. Gejala
lain termasuk aliran urin yang lemah. Pembesaran prostat jinak yang tidak
ditangani dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, yaitu: Infeksi
saluran kemih. Penyakit batu kandung kemih. Tidak bisa buang air kecil
(Nunes et all, 2018).
BPH dapat menyebabkan obstruksi saluran kandung kemih. Bila
kandung kemih harus bekerja lebih keras untuk mendorong urin keluar dalam
jangka waktu yang lama, maka dinding otot kandung kemih membentang dan
melemahkan sehingga tidak lagi berkontraksi dengan benar, sehingga dapat
terjadi ketidaknyamanan.
Ada beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan untuk
penderita BPH salah satu yang paling sering dilakukan yakni Trans Urethral
Resection of the Prostate (TURP) adalah suatu operasi pengangkatan jaringan
prostat melalui uretra (resektroskop). Keuntungan dari tindakan ini adalah
tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, lebih
aman bagi pasien berisiko, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat,
angka morbiditas lebih rendah dan menimbulkan sedikit nyeri (Smeltzer,
2015).
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

4
Mampu Melaksanakan Asuhan keperawatan pada Tn.U dengan
Benigna Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan
di ruang melati RSUD Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Tn.U dengan Benigna Prostat


Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di ruang
melati RSUD Kota Kendari.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.U dengan Benigna
Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di
ruang melati RSUD Kota Kendari.
c. Merumuskan Intervensi keperawatan pada Tn.U dengan Benigna
Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di
ruang melati RSUD Kota Kendari.
d. Melakukan Implementasi pada Tn.U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di ruang melati


RSUD Kota Kendari.
e. Melakukan evaluasi Asuhan keperawatan pada Tn.U dengan Benigna
Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan
diruang melati RSUD Kota Kendari.
f. Analisis tindakan keperawatan pada Tn.U dengan Benigna Prostat
Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan diruang melati
RSUD Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat tentang


bahaya yang diakibatkan pada pasien benigna prostat hiperplasia.

5
2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan informasi bagi RSUD Kota Kendari khususnya


mengenai asuhan keperawatan pada klien Tn. U dengan Benigna Prostat
Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan diruang melati
RSUD Kota Kendari.

3. Bagi pengembangan Ilmu dan tekhnologi Keperawatan:

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan


benigna prostat hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan.

4. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset


keperawatan, khususnya studi kasus tentang benigna prostat hiperplasia
dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis BPH

1. Definisi

Benign Prostatic Hyperplasia atau Benigna Prostat Hyperplasia


(BPH) disebut juga Nodular hyperplasia, benign prostatic hypertrophy
atau Benign enlargement of the prostate (BEP) yang merujuk kepada
peningkatan ukuran prostat pada laki-laki usia pertengahan dan usia
lanjut. Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang
berlapis kapsula dengan berat kira-kira 20 gram, berada di sekeliling
uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria. Bila terjadi
pembesaran lobus bagian tengan prostat akan menekan dan uretra akan
menyempit.
Hyperplasia dari kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan
prostat menjadi besar. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran
uretra menyebabkan obstruksi uretra baik secara parsial maupun total. Hal
ini dapat menimbulkan gejala-gejala urinary hesiiitancy, sering berkemih,
peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan retensi urin (Suharyanto,
2009).

3. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum


diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan, ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain

7
(Kemenkes RI, 2019):

a. Dihydrotestosteron

b. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan


epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi
c. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

d. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen


dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
e. Interaksi stroma - epitel

f. Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan


penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
g. Berkurangnya sel yang mati

h. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup


stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
i. Teori sel stem

j. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

4. Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel-sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
seks dan respon sitokin. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen
yang dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH. Hormon ini
dihasilkan dengan mengubah testosteron menjadi DHT oleh bantuan
enzim tertentu yang terjadi didalam prostat. Pada penderita ini hormon
DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada
pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan
menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga

8
terjadi penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan
gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran
miksi lemah (Skinder et al, 2016).
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-
40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologi, anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan.
Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga
stromal dan elemen glandular pada prostat.

5. Manifestasi Klinis
a. Gejala iritatif meliputi (Kemenkes RI, 2019) :
1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor
buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra

9
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
6) Urin terus menetes setelah berkemih
c. Gejala generalisata
Seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
1) Derajat I: penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,
kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada
malam hari.
2) Derajat II: adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita
akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing
malam bertambah hebat.
3) Derajat III: timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini
maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden
menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,
hidronefrosis.
6. Penatalaksanaan
Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi klien (Mansjoer Arief, 2000).
a. Observasi
Dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasehat yang
diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), dan mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol.
b. Terapi Medikamentosa
1) Penghambat adrenergik
Obat yang biasa dipakai ialah prazosin, yang berfungsi untuk
mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak
kontraktilitas destrusor.

10
2) Penghambat 5-a-reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride. Golongan obat ini dapat
menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil.
3) Fitoterapi

a. Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung
berat ringannya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut
untuk terapi bedah, yaitu :
1) Retensio urine berulang.
2) Hematuri
3) Tanda penurunan fungsi ginjal.
4) Infeksi saluran kemih berulang.
5) Tanda-tanda obstruksi berat, yaitu divertikel, hidroureter,
dan hidronefrosis.
6) Ada batu saluran kemih.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urinalisis / Sedimen Urin

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan


adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
Pemeriksaan kultur urin berguna untuk dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
dan dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria.
Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu

11
dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat
kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan
pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah
mengalami retensi urine dan telah memakai kateter,
pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat
pemasangan kateter
(Purnomo, 2014).
2) Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan


pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan
bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30%
dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering
dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan
mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Oleh karena itu
pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu
tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih
bagian atas (Purnomo, 2014).
3) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ


specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai
untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini
jika kadar PSA tinggi berarti:
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat.
(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek.
(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan
pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy

12
prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA
yang dianggap normal berdasarkan usia adalah : a. 40-49 tahun :
0-2,5 ng/ml; b. 50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml; c. 60-69 tahun : 0-4,5
ng/ml; d. 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml.
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya
karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko
terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan
dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok
dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh
karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat
penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma
prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai
negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu
pemeriksaan BPH (Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI),
2015).

b. Pencitraan

1) Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu di


saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala
dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV
(Pielografi Intravena) dapat menerangkan kemungkinan
adanya: kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat
yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan
buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal, dan
penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan pencitraan

13
terhadap pasien BPH dengan memakai PIV atau USG, ternyata
bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada
saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan
kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan
penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan
saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal
ditemukan adanya:
a) Hematuria.

b) infeksi saluran kemih.

c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG).

d) riwayat urolitiasis.

e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran


urogenitalia (IAUI, dalam, Purnomo, 2014).
2) Pemeriksaan Ultrasonografi Transrektal (TRUS)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui besar atau


volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guideline (petunjuk) untuk melakukan
biopsi aspirasi prostat, menetukan jumlah residual urine, dan
mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli-buli.
Disamping itu ultrasonografi transrectal mampu untuk
mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal
akibat obstruksi BPH yang lama (Purnomo, 2014).

14
c. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan Derajat Obstruksi (IAUI, dalam, Purnomo, 2014);

1) Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi yang dapat
dihitung dengan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada
orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.
Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual
urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu
urine tidak lebih dari 12 mL.
2) Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin yang meliputi lama
waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
pancaran, dan volume urin yang dikemihkan. Pemeriksaan yang
lebih teliti lagi yaitu urodinamika.
8. Klasifikasi

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk


menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO, Prostate Symptom
Score (PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor
20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang membaginya
berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat berat

BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :


a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
b. Stadium II

15
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada
rasa tidak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.


d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).
9. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
a. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.
b. Infeksi saluran kemih
c. Involusi kontraksi kandung kemih
d. Refluk kandung kemih
e. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
f. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
g. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
h. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.

16
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien benigna prostat Hyperplasia

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, social dan
lingkungan (Dermawan, 2012).
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama , umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, tempat tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien BPH keluhan keluhan
yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai
miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi
memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.
3) Riwayat penyakit dahulu : Kaji apakah memilki riwayat infeksi
saluran kemih (ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat.
Apakah pasien pernah menjalani pembedahan prostat.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya.
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa

17
sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
1) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari-hari, jenis makanan
apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekwensi makanannya.
2) Pola Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,
ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari
untuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan.
Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau
mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi,
apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi
prostat kedalam rectum.
3) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun
atau tidak, menyikat gigi.
4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas
diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di
kampung dan sekitarnya.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
7) Hubungan peran

18
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-
teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap
keluarga, kebersamaan dengan keluarga.
9) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c. Riwayat pengkajian nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang
biasa memperberat ? apa yang bias mengurangi ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?
S : Skala – severity: Seberapa tingkat keparahan dirasakan? Pada
skala berapa ?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala
dirasakan?
tiba-tiba atau bertahap ? seberapa lama gejala dirasakan?

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 37,
C, nadi 60-100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 120/ 80 mmHg.
2) Pemeriksaan head to toe
Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi : Rambut
dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan

19
Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bauh ?
Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak
mata, adanya benda asing, skelera putih ?
Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi
akibat trauma?
Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering? Bibir : Perlukaan,
pendarahan, sianosis, kering? Rahang : Perlukaan, stabilitas?
Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar
tiroid
e. Pemeriksaan dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan bentu dada?
2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama
antara kanan kiri dinding dada.
3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hipar.
4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan
paru, suara ronchi dan wheezing
f. Kardiovaskuler
1) Inspeksi: Bentuk dada simetris
2) Palpasi: Frekuensi nadi,
3) Parkusi: Suara pekak
4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur.
g. System pencernaan / abdomen
1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar , tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan-
benjolan/massa.

20
2) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor,
teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,
apakah tupar teraba, apakah lien teraba?
3) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair
akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria,
tumor,)
4) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35
kali permenit.
h. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
1) Warna dan suhu kulit
2) Perabaan nadi distal
3) Depornitas extremitas alus
4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
6) Derajat nyeri bagian yang cidera
7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
8) Reflek patella
i. Pemeriksaan pelvis/genitalia
1) Kebersihan, pertumbuhan rambut.
2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter,
terdapat lesi atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan .
Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukanasuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai kesehatan
yang optimal (PPNI, 2016):
Pre operasi :
a. Nyeri akut (D.0077)

21
b. Retensi urin (D.0050)
c. Gangguan Eliminasi urin (D.0040)
d. Ansietas (D.0080)
e. Gangguan pola tidur (D.0055)
f. Defisit pengetahuan (D.0111)
Post operasi :
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Risiko Infeksi (D.0142)
c. Risiko perdarahan (D.0012)
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016).
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan pre operasi benigna prostat hyperplasia

Tujuan dan kriteria


Intervensi
No Diagnosa hasil

22
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan (D.l.08238)
dengan agen keperawatan selama Observasi
pencedera …x… diharapkan nyeri
Identifikasi lokasi,
fisiologis (Mis. menurun dengan
karakteristik, durasi,
Neoplasma) Kriteris hasil
frekuensi, kualitas,
(D.0077) (D.L.08066) :
intensitas nyeri
1) Kemampuan pasien
Identifikasi skala nyeri
untuk menuntaskan
Identifikasi respons nyeri
aktivitas menurun
2) Keluhan nyeri
non verbal Identifikasi

menurun factor yang memperberat


3) Pasien tampak dan memperingan nyeri
meringis menurun Identifikasi pengetahuan
4) Frekuensi nadi dan keyakinan tentang
membaik nyeri
5) Pola nafas membaik Identifikasi pengaruh nyeri
6) Tekanan darah pada kualitas hidup
membaik
Monitor keberhasilan terapi
7) Fungsi berkemih
komplementer yang sudah
membaik
di berikan
8) Perilaku membaik
Monitor efek samping
9) Pola tidur membaik
penggunaan analgesic
Terapeutik Berikan eknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,

23
terapi bermain) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi

meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

24
2 Retensi urin Setelah dilakukan Manajemen eliminasi
berhubungan tindakan urine (l.04152)
dengan keperawatan selama Observasi
peningkatan …x… kemampuan
Identifikasi penyebab
tekanan uretra berkemih membaik
retensi urine ( mis.
(D.0050) Dengan kriteria hasil
Peningkatan tekanan
(L.03019) :
uretra, kerusakan arkus
1) Sensasi berkemih
meningkat reflek, disfungsi
2) Desakan kandung neurologis, efek agen
kemih menurun farmakologis)
3) Distensi kandung Monitor intake dan output
kemih menurun cairan
4) Berkemih tidak Monitor distensi
tuntas menurun
kandung kemih dengan
5) Nocturia menurun
palpasi/perkusi
6) Dysuria menurun
Pasang kateter urine, jika
7) Frekuensi BAK
perlu
membaik
8) Karakteristik urine
membaik Terapeutik
Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
Batasi asupan cairan
Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur

Edukasi
Jelaskan penyebab retensi
urine

25
Anjurkan pasien atau
keluarga mencatat output
urine
Ajarkan cara melakukan
rangsangan berkemih
Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
Napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika
perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urin
eliminasi urin tindakan keperawatan & katerisasi urine
berhubungan selama (l.04148)
dengan …x… diharapkan pola observasi
penurunan eliminasi identifikasi tanda dan
kapasitas kembali normal gejala retensi atau
kandung dengan kriteria hasil inkontenensia urine
kemih (L.03019) : identifikasi factor yang
(D.0040) 1) Sensasi berkemih menyebabkan retensi atau
meningkat inkokntenensia urine
2) Desakan kandung monitor urine (mis.
kemih menurun Frekuensi, konsistensi,
3) Distensi kandung aroma, volume, dan warna )
kemih menurun Terapeutik
4) Berkemih tidak catat waktu-waktu dan

26
tuntas menurun haluaran berkemih batasi
5) Nocturia menurun asupan cairan,
6) Dysuria menurun jikaperlu
edukasi
ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
ajarkan minum yang
cukup jika tidak ada
kontraindikasi
jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine anjurkan
menarik nafas saat
insersi selang urine

kolaborasi kolaborasi
pemberian obat
suposutoria uretra, jika
perlu

27
4 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
berhubungan tindakan keperawatan (l.09314) Obeservasi
dengan selama Identifikasi saat tingkat
krisis …x… diharapkan ansietas berubah (mis.
situasional pasien tidak cemas Kondisi, waktu, stresor)
(D.0080) dengan kriteria hasil Identifikasi kemampuan
(L09093): mengambil mengambil
1) Perilaku gelisah keputusan monitor
menurun tandatanda ansietas ( verbal
2) Perilaku tegang dan
menurun nonverbal
3) Frekuensi Terapeutik
pernafasan Ciptakan suasan terapeutik
menurun untuk menumbuhkan
4) Frekuensi nadi kepercayaan temani pasien
membaik menurun untuk mengurangi
5) Konsentrasi pola kecemasan,
tidur membaik 6) jika memungkinkan
Pola berkemih gunakan pendekatan yang
membaik tenang dan meyakinkan
motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan Edukasi
Informasikan secara
factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi latih

28
Teknik relaksasi
4.11anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
4.12latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat

Kolaborasi kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika perlu

29
5 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur (l.05174)
pola tidur tindakan selama Observasi
berhubungan …x… keperawatan identifikasi pola
dengan pasien diharapkan aktivitas dan tidur
nyeri/kolik pola tidur membaik Identifikasi factor
(D.0055) dengan kriteria hasil pengganggu tidur (fisik
(L.05045) : dan/atau psikologis)
1) keluhan sulit tidur Identifikasi makanan atau
membaik miuman yang menggangu
2) keluhan sering tidur
terjaga Lakukan prosedur untuk
3) keluhan tidak puas meningkatkan
tidur kenyamanan
4) keluhan pola tidur Sesuaikan jadwal
berubah menurun pemberian obat dan/atau
5) keluhan istirahat tindakan untuk menunjang
tidak cukup siklus tisur- terjaga
menurun Edukasi
Jelaskan pentingnnya
tidur cukup selama sakit
4.9Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
Terapeutik
Modifikasi lingkungan
4.5Fasilitasi penghilang
stress jika perlu

30
6 Defisit Setelah Edukasi kesehatan
pengetahuan dilakukan (l.12383)
berhubungan tindakan Observasi
dengan kurang keperawatan selama Identifikasi kesiapan dan
terpapar …x… diharapkan kemampuan menerima
informasi tingkat pengetahuan informasi
(D.0111) meningkat dengan Identifikasi bahaya
kriteria hasil keamanan
(L.12111) : di lingkungan (mis.
1) perilaku sesuai Fisik, biologi, dan
anjuran kimia)
meningkat Terapeutik
2) kemampuan Sediakan materi dan media
menjelaskan Pendidikan kesehatan
Jadwalkan Pendidikan
pengetahuan kesehatan
tentang suatu Berikan kesempatan
topik meningkat untuk bertanya
3) pertanyaan tentang Edukasi
masalah Jelaskan factor risiko yang
yang dihadapi dapat mempengaruhi
menurun kesehatan Ajarkan
4) pertanyaan tentang perilaku hidup sehat
masalah 3.8 Ajarkan strategi yang
yang dihadapi dapat digunakan untuk
meningkat meningkatkan perilaku
5) perilaku membaik hidup bersih dan sehat

Tabel 2.4 Intervensi keperawatan post operasi benigna prostat hyperplasia

31
Tujuan dan kriteria
No. Diagnosis Intervensi
hasil
1. Nyeri Setelah Manajemen nyeri (l.08238)
akut dilakukan Observasi
berhubugan tindakan keperawatan Identifikasi factor
dengan selama …x… pencetus dan Pereda nyeri
tindakan diharapkan nyeri Monitor kualitas nyeri ( mis.
invasive menurun dengan Terasa tajam, tumpul,
(D.0077) kriteria hasil diremas-remas, ditimpa

(L.08066) : beban berat )

1) Keluhan nyeri Monitor lokasi dan

menurun penyebaran nyeri

2) Meringis menurun Monitor intensitas nyeri

3) Gelisah menurun dengan menggunakan skala


Monitor durasi dan
4) Frekuensi nadi
membaik frekuensi nyeri

5) Pola napas Terapeutik

membaik Atur interval waktu

6) Tekanan darah pemantauan sesuai

membaik dengan kondisi pasien

7) Fungsi berkemih Dokumentasikan hasil

membaik pemantauan

Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

32
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgetik,
sesuai indikasi
2. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
infeksi tindakan keperawatan (l.14539)
dibuktikan selama …x… Observasi
dengan diharapkan tingkat 1. Periksa kesiapan dan
tindakan infeksi menurun kemampuan menerima
invasive dengan kriteria hasil informasi
(D.0142) (L.14137) : 2. Jelaskan tanda dan
1. kebersihan tangan gejala infeksi local dan
meningkat sistemik
2. kadar sel putih Edukasi
membaik 1. Anjurkan membatasi
3. kemerahan menurun pengunjung
4. kebersihan badan 2. Ajarkan cara merawat kulit
meninkat pada daerah yang edema
5. demam menurun
3. Anjurkan nutrisi, cairan
6. nyeri menurun
dan istirahat
7. bengkak menurun
4. Anjurkan mengelola
antibiotic sesuai resep
5. Ajarkan cara mencuci
tangan
3. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
perdarahan tindakan keperawatan (l.02067)
dibuktikan selama …x… Observasi
dengan diharapkan tingkat Monitor tanda dan gejala
tindakan perdarahan menurun perdarahan
pembedahan dengan kriteria hasil Monitor nilai hematocrit

33
(D.0012) (L.02017): t/hemoglobin sebelum dan
1) setelah kehilangan darah
Kelembapan membrane
mukosa meningkat

4. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009). Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak dkk, 2011). Evaluasi disusun
menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi
data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari
evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan
keperawatan (Nurhayati, 2011).

Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :


a. Masalah teratasi

34
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan
tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan
perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak
menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau
bahkan timbul masalah yang baru.

35
BAB IV
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Februari 2021 dengan


menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik, medical record, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil pengkajian di dapatkan data identitas pasien berinisial Tn.U umur
62 tahun, suku tolaki, beragama islam, pekerjaan sebagai petani,
pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas ( SMA), bertempat tinggal di
Labibia. Pasien masuk RSUD Kota Kendari pada tanggal 15 Februari
pukul 10.40 dengan nomor register 240515.
a. Riwayat Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan keluhan utama yang


dirasakan oleh pasien saat ini adalah susah Buang Air Kecil (BAK)
yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu serta kadang kencing suka
putusputus dan rasa tidak puas jika berkemih disertai nyeri perut
bawah. Adapun keluhan lain yang menyertai yaitu klien mengeluh
nyeri pada daerah supra pubik dengan skala nyeri 7 (sedang).
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pasien


mengatakan pernah dirawat di Rumah sakit sebelumnya dengan
penyakit yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan,
makanan, dan minuman. Pasien mengatakan ada kebiasaan merokok,
dan minum kopi.
Dari data genogram terlihat bahwa pasien merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Pasien mengatakan kedua orang tua sudah
meninggal. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.
c. Pemeriksaan Fisik

36
Hasil dari pengkajian fisik didapatkan data keadaan umum
lemah, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg,
frekuensi pernapasan 20 kali permenit, frekuensi nadi 78 kali permenit,
dan suhu badan 370C.
Hasil dari pengkajian genitalia didapatkan bentuk penis
abnormal, terdapat lesi pada genitalia scrotum nampak membesar,
terjadi pembesaran prostat.
d. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Laboratorium kimia Darah


Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa Sewaktu 10% < 200 Mg/dl

e. Terapi

Terapi yang didapatkan pasien di ruang Melati yaitu terapi


infus Ringer Laktat 24 tetes per menit, injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam,
injeksi dexametason 1 ampul/8 jam/IV, ciprofoxaxin 2x1 dan ippd
nacl 20 tetes permenit.
2. Analis Data
Nama pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia


Tabel 4.1
Analisa Data
Symptom Etiologi Problem

37
DS :

a. Pembesaran Nyeri akut


prostat

b.

Distensi kandung
kemih
Klien mengeluh nyeri
c.
pada daerah supra pubik
Klien mengatakan Dysuria
d.
merasa tidak puas setiap
BAK
e.
Klien mengatakan nyeri Merangsang syaraf
pada saat BAK nyeri
f. Klien mengatakan nyeri
hilang timbul
Klien mengatakan skala Nyeri akut
nyeri berada di angka 7
Klien mengatakan nyeri
dirasakan terus menerus
sepanjang hari
DO :


Klien nampak meringis
• Nampak terdapat dysuria
pada klien

• Nampak nyeri
tekan pada
kuadran kiri bawah klien

38
• Nampak terpasang
kateter

• Nampak terpasang infus


RL 24 tetes/menit pada
tangan kiri klien

• Ttv

- TD : 110/70 mmhg

- N : 78 kali/menit

- RR : 20 kali/menit

- S : 370C

3. Diagnosa Keperawatan

Sesuai data pengkajian yang didapatkan penulis yaitu klien


mengatakan susah buang air kecil dan nyeri pada saat berkemih, klien
mengatakan nyerinya hilang timbul, klien mengeluh nyeri pada daerah
supra pubik, klien mengatakan merasa tidak puas setiap BAK, klien
mengatakan skala nyeri berada di angka 7, klien mengatakan nyeri
dirasakan terus-menerus sepanjang hari, klien nampak gelisah, nampak
meringis, nampak terdapat dysuria pada, nampak nyeri tekan pada
kuadran kiri bawah, terpasang kateter, nampak terpasang infuse RL 24
tetes/menit pada tangan kiri klien, tanda-tanda vital: tekanan
darah:110/70 mmHg, nadi:78 kali/menit, pernapasan: 20 kali/ menit,
suhu: 39,20C. Dari data tersebut maka peneliti mengangkat diagnosa
keperawatan yaitu: nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis.

39
4. Rencana Keperawatan
Nama pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia

Tabel 4.2
Rencana Keperawatan
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan (Luaran)
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen Tindakan Observasi:
pencedera keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
fisik 4x24 jam maka Nyeri karakteristik nyeri
akut menurun dengan 2. Identifikasi lokasi
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun, 3. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif 4. Identifikasi respon non
menurun verbal
4. Gelisah menurun, Terapeutik :
5. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik
menurun, nonfarmakologis untuk
6. Ketegangan otot mengurangi rasa nyeri
menurun (mis. Tens, hypnosis,
7. Fungsi berkemih akupresur, terapi musik,
membaik terapi pijat)
8. Nafsu makan Edukasi:
membaik 1.

40
9. Pola tidur anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
membaik. 2.
anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Nama Pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia

Tabel 4.3
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari
Implementasi
/tanggal dan Evaluasi keperawatan
Keperawatan
jam
Senin, 1. Mengidentifikasi S: Klien mengatakan
15/02/2021 lokasi, karakteristik susah BAK dan nyeri
11.00 nyeri Hasil : pada daerah supra
Klien mengatakan nyeri pubik
pada daerah supra pubik O:
dan scotum 1.
2. Mengidentifikasi nampak klien
lokasi, karakteristik, meringis
durasi, frekuensi, 2.
kualitas, intensitas nyeri nampak klien

41
Hasil : gelisah
Klien mengatakan nyeri 3.
pada daerah supra pubik nampak terdapat
dengan skala 7, nyerinya dysuria pada klien
hilang timbul dan seperti 4.
tertusuk-tusuk nampak nyeri tekan
3. Mengidentifikasi skala pada kuadran kiri
nyeri Hasil : bawah klien
Klien mengatakan skala 5.
nyerinya berada di angka nampak terpasang
7 kateter
6.

42
nampak terpasang
4. Mengidentifikasi respon infuse RL 24
non verbal Hasil : tetes/menit pada
Klien dibantu keluarga tangan kiri klien
menjawab pada saat dikaji 7.
5. Memberikan teknik TV :
nonfarmakologis untuk • TD :110/70 mmhg
mengurangi rasa nyeri • N :78 kali/menit
(mis. Tens, hypnosis, • RR :20 kali/menit
akupresur, terapi musik, • S : 37 oC
terapi pijat) A: Masalah belum
Hasil : teratasi
Klien mengatakan nyeri P: Intervensi dilanjutkan
pada perut bawah
6. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Hasil :
Klien mengatakan nyeri
dirasakan terus menerus
sepanjang hari
7. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
Hasil :
Klien mengatakan
mengikuti anjuran perawat
dengan minum obat tepat
waktu
8. Mengkolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu

43
Hasil :
Klien mengatakan obat
yang diberikan sesuai
jadwal
Selasa, 16 . 1. Mengidentifikasi lokasi, S: Klien mengatakan
/02/2021 . karakteristik, durasi, masih sulit BAK dan
10.00 frekuensi, kualitas, terasa nyeri
intensitas nyeri Hasil : O:
Klien mengatakan ketika 1.
BAK masih terasa nyeri nampak klien
2. Mengidentifikasi skala meringis
nyeri 2.
nampak klien gelisah
3.

44
Hasil : nampak terdapat
Klien mengatakan skala dysuria pada klien
nyerinya berada di angka 4.
7 nampak nyeri tekan
3. Memberikan teknik pada kuadran kiri
nonfarmakologis untuk bawah klien
mengurangi rasa nyeri 5.
(mis. Tens, hypnosis, nampak terpasang
akupresur, terapi musik, kateter
terapi pijat) 6.
Hasil : nampak terpasang
Klien mengatakan nyeri infuse RL 24
pada saat berkemih tetes/menit pada
4. Menganjurkan memonitor tangan kiri klien
.
nyeri secara mandiri 7.
Hasil : TV :
Klien mengatakan masih • TD :110/70 mmhg
merasa nyeri • N :78 kali/menit
5. Menganjurkan • RR :20 kali/menit
menggunakan analgetik • S : 37 oC
. secara tepat A: Masalah belum
Hasil : teratasi
Klien mengatakan P: Intervensi dilanjutkan
mengikuti anjuran perawat
.
dengan minum obat tepat
waktu
6. Kolaborasi pemberian obat
analgetik injeksi
dexametason 1 ampul/8
. jam/IV, ciprofoxaxin 2x1

45
Rabu, 1. Mengidentifikasi S:
17/02/2021 lokasi, karakteristik, 1. Klien mengatakan
12.00 durasi, frekuensi, kualitas, sudah mampu
intensitas nyeri Hasil : berkemih namun
Klien mengatakan jumlahnya masih
nyerinya mulai berkurang sedikit
2. Mengidentifikasi skala 2. Klien mengatakan
nyeri skala nyerinya berada
Hasil : di angka 6
Klien mengatakan skala O:
nyerinya berada di angka 1.
6 nampak terdapat
1. Memberikan teknik dysuria pada klien
nonfarmakologis untuk 2.
mengurangi rasa nyeri nampak nyeri
tekan pada

(mis. Tens, hypnosis, kuadran kiri


akupresur, terapi musik, bawah klien
terapi pijat) 3.
Hasil : nampak terpasang
Klien mengatakan sudah kateter
mampu berkemih namun 4.
jumlahnya masih sedikit nampak terpasang
1. Menganjurkan infuse RL 24
menggunakan tetes/menit pada
analgetik tangan kiri klien
secara tepat 5.
Hasil : TV :
Klien mengatakan • TD :110/70
mengikuti anjuran perawat mmhg

46
dengan minum obat tepat • N :78 kali/menit
waktu • RR :20
2. Kolaborasi pemberian kali/menit
obat analgetik injeksi • S : 37oC
ciprofoxaxin 2x1 A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Kamis,18/02/ 1. Mengidentifikasi lokasi, S:


2021 karakteristik, durasi, 1.
15.00 frekuensi, kualitas, klien mengatakan
intensitas nyeri Hasil : tidak lagi merasa
Klien mengatakan tidak nyeri ketika BAK
lagi merasa nyeri ketika 2.
BAK klien
2. Mengidentifikasi skala mengatakan skala
nyeri nyerinya berada di
Hasil : angka 4 O:
Klien mengatakan skala 1.
nyerinya berada di angka keluhan nyeri
4 menurun
2.
meringis menurun
3.
sikap protektif
menurun
4.
gelisah menurun,
5.
kesulitan tidur

47
menurun
6.
ketegangan otot
menurun
7.
fungsi berkemih
membaik
8.
nafsu makan
membaik
9.
pola tidur membaik.
10.
TV :
• TD :120/80 mmhg
• N :80 kali/menit
• RR :20 kali/menit
• S : 36oC
A: Masalah teratasi klien
sudah mampu BAK
dan tidak lagi
merasakan nyeri
P: Intervensi dihentikan
pasien sudah bisa
pulang

48
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan tanggal


15-18 Februari 2021 dengan mengacu pada tujuan yang dicapai, maka kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil yang didapatkan yaitu susah BAK dan nyeri pada daerah supra pubik. Keluhan
lain adalah nyeri pada kandung kemih dengan skala nyeri 7 (sedang), keadaan umum
pasien nampak meringis, nampak scrotum membengkak, nafas normal, tekanan darah
110/70 mmHg, frekuensi nadi 78 kali/menit, suhu badan 37 0C, dan frekuensi
pernafasan 20 kali/menit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik adalah Keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur
menurun, ketegangan otot menurun, fungsi berkemih membaik, nafsu makan
membaik dan pola tidur membaik.
3. Perencanaan disusun berdasarkan konsep teori yang telah didapatkan untuk
diterapkan secara aktual pada pasien Tn. U dengan Benigna Prostat Hiperplasia dalam
masalah kebutuhan dan respon keluarganya mendasari penyusunan rencana
keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia disesuaikan dengan kondisi aktual yang ditemukan
4. Implementasi yang direncanakan telah di laksanakan, pasien dapat mempraktekkan
tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan tujuan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis
5. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu Nyeri Akut dan
dievaluasi pada hari senin tanggal 15 Februari 2021 dengan hasil masalah Nyeri
teratasi sebagian dimana klien mampu mengontrol nyerinya, klien melaporkan bahwa
nyeri yang di rasakan berkurang, dengan menggunakan manajemen nyeri, pada data
subyektif pasien mengatakan nyeri pada daerah supra pubik berkurang dan data
obyektif KU baik, klien mampu mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas dalam,
Tekanan darah: 110/80 mmHg, Nadi: 78 kali/menit, Pernafasan: 20 kali/menit, Suhu:
37OC.
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2009). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi UMSeni :g n


Surakarta.

Arslantas D, Gokler ME, Unsal A, Baseskioglu B. 2017. Prevalence of Lower


Urinary Tract Symptoms Among Individuals Aged 50 Years and Over and Its Effect
on the Quality of Life in a Semi-Rural Area of Western Turkey. LUTS: Lower
Urinary Tract Symptoms. 9(1):5–9.

Bruno, L. (2019). karakteristik lansia yang mengalami inkontinensia urin. Journal of


Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja (1st ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

DPP Tim Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://doi.org/10.1093/molbev/msj087

Ekowati, S. (2010). Hubungan Inkontinensia Urine dengan Tingkat Depresi pada


Usia Lanjut di Posyandu Lansia “‘Flamboyan’” Desa Onggobayan Ngestiharjo
Kasihan Bantul.

Eko Prabowo, Andi Eka Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan: Pendekatan NANDA, NIC dan NOC . SEKRESI & EKSRESI: NuMed

Anda mungkin juga menyukai