Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R DENGAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA POST
PROSTATECTOMY HARI KE I
DI RUANG ALI BIN BIN ABI
THALIB RSI SUNAN
KUDUS

Disusun oleh
Kelompok II :
1. Dewi Fatmawati
2. Ito Yuwono
3. Noor Izza Amaluddin
4. Putri Hapsari
5. Siti Nurul Hidayah

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2011

iv
Penyusun menyadari bahwa makalah asuhan keperawatan ini masih
banyak kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna melengkapi makalah ini.

Kudus, September 2011

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................... i


Lembar Persetujuan ................................................................................... ii
Kata Pengantar .......................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................... 4
A. Tinjauan teori penyakit ........................................................................ 4
B. Tinjauan teori konsep dasar keperawatan ............................................. 19
BAB III TINJAUAN KASUS ................................................................... 22
A. Pengkajian ............................................................................................ 22
B. Analisa Data ......................................................................................... 33
C. Prioritas Masalah ................................................................................. 34
D. Intervensi Keperawatan ........................................................................ 35
E. Implementasi ........................................................................................ 42
F. Evaluasi ............................................................................................... 52
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................... 57
BAB V PENUTUP .................................................................................... 58
A. Kesimpulan .......................................................................58
B. Saran .......................................................................58
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benign Prostatic Hyperplasia (tumor prostat jinak) adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. BPH ini
berbeda dengan kanker prostat. BPH mungkin tidak menimbulkan
gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang, pada akhirnya akan
mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada penderita.
Secara normal, prostat berkembang sesuai dengan pertambahan
usia. Dimulai dari ketika ukuran kecil ketika masih anak-anak terus
bertumbuh mencapai 20 gram pada usia 30 tahun. Ukuran prostat akan
menetap sampai usia +/- 50 tahun. Pada usia 80 tahun, prostat akan
berkembang lagi mencapai berat 35 gram. Tetapi pertumbuhan prostat
secara normal ini tidak ada hubungan langsung dengan BPH.
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan.
Jika anda berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinan anda memiliki BPH
adalah 50%. Ketika anda berusia 80 – 85 tahun, kemungkinan itu
meningkat menjadi 90%.
Pembesaran prostat adalah gejala umum yang diderita kaum
lelaki di atas usia 50 tahun. Pembesaran terjadi di bagian tengah dari
kelenjar prostat yang mengelilingi saluran kencing (uretra).
Pembesaran kelenjar prostat yang berkelanjutan dapat mengarah ke
tahap yang lebih serius sampai ke kanker prostat.
Prostat yang membesar akan menekan saluran kemih yang
dikelilinginya, sehingga menyebabkan gejala seperti harus mengedan
kuat ketika berkemih, harus menunggu lama untuk memulai berkemih.
proses ini akan menyebabkan lebih banyak air seni yang tersisa dalam
kantung kemih, sehingga kantung kemih akan cepat kembali penuh
sehingga menyebabkan gejala ingin berkemih yang sering pada siang

iv
dan terutama malam hari. Sumbatan saluran kemih oleh prostat ini jika
sangat berat dapat mengakibatkan gejala sama sekali tidak bisa berkemih
dan jika berlangsung lama dapat menyebabkan kondisi yang lebih serius,
seperti infeksi saluran kemih, bahkan kerusakan ginjal.
Di rumah sakit islam sunan kudus per januari 2011 banyak
terjadi kasus BPH dengan jumlah pada bulan januari sebanyak 4 orang,
februari 4 orang, maret 5 orang, april 12 orang, mei 15 orang, juni 12
orang, juli 12 orang, agustus 17 orang dan September 4 orang, oleh
sebab itu kelompok mengambil judul seminar Benigna Prostat
Hiperplasia Post Prostatectomy Hari ke 1 di ruang Ali Bin Abi Thalib.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat menyusun asuhan
keperawatan dengan baik dan benar mulai dari pengkajian,
analisa data, intervensi, implementasi, catatan
perkembangan dan evaluasi.

2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian
benigna prostate hyperplasia.
b. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi
benigna prostate hyperplasia.
c. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
manifestasi klinis benigna prostate hyperplasia.
d. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
patofisiologi benigna prostate hyperplasia.

iv
e. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
komplikasi benigna prostate hyperplasia.
f. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
pemeriksaan penunjang benigna prostate hyperplasia.
g. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami
pengkajian yang dilakukan dan memberikan intervensi
yang tepat kepada pasien dengan post operasi benigna
prostate hyperplasia.

iv
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI PENYAKIT


1. Pengertian
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang
kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
simpai dbedah. (R. Sjamsuhidayat, 1997)
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan
seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher
kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering
menghalangi pengosongan kandung kemih. (Susan Martin Tucker, 1998)
BPH (Benigna Prostat Hiperplasi) adalah pembesaran atau
hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar memanjang ke arah depan
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat
mengakibatkan hidronefresis dan hidroureter. (Boughman, 2000).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
destruksi uretral dan pembesaran aliran urinarius. (Doengoes, 2000).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria
lansia dan penyebab ke dua yang paling sering untuk intervensi medis
pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner & Suddart,2002;1625)

2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadiya hiperplasiprostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

iv
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar
periurethral, yaitu :
1. Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjaar periurethral
dalam keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati
(steadystate). Sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena
sesuatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal
atau faktor pencetus yang lain maka sel stem tersebut akan dapat
berproliferasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia kelenjar
periurethral.
2. Teori Rewakening dari jaaringan kembali seperti perkembangan
seperti pada masa tingkat embrionik, sehingga jaringan periurethral
dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
3. Teori yang mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena
terjadinya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan
estrogen. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan testoteron dan estrogen, karena produksi testoteron
menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer. Perubahan konsentraasi relatif testoteron
dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
prostat.
(B. purnomo, 2000)

3. Gambaran Klinik
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lowler
Urinary Tract Symptom (LUTS) yang dibedakan menjadi gejala intatif dan
construktif .
a. Gejala Iritatif yaitu :

iv
1) Sering miksi (frekuensi)
2) Terbangun untuk miksi (nokturia)
3) Perasaan miksi saat mendesak (Urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala Obstruktif
1) Pancaran melemah, rasa tidak tuntas sehabis miksi (hesitency)
2) Harus mengejan saat miksi
3) Kencing terputus-putus
4) Waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi
(Mansjoer, 2000)

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :


Derajat 1 :Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok
dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang
daari 50 ml.
Derajat 2 :Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, bataas ataas masih teraba dan sisa urin lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 :Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urine lebih dari 100 ml.
Derajat 4 :Apabila sudah terjadi retensi total
(R. Sjamsuhidayat, 1997)

4. Patofisiologi
Pembesaran prostat yang bersifat benigna adalah suatu peningkatan
abnormal dalam susunan sel yang normal (hyperplasia ) di dalam prostat
dan melebihi dari peningkatan ukuran sel yang normal (hyperplasia )
dengan adanya proses umur, perlahan-lahan pertumbuhan dari BPH akan
meningkat dan akan menekan sekitar jaringan prostat normal sehingga
pembesaran jaringan prostate periuretral akan menyebabkan obstruksi
leher bladder dan uretra pras prostatika, yang mengakibatkan
berkurangnya aliran kemih dari Bladder.

iv
Banyak teori yang mengemukan pola patofisiologi BPH. Selama
BPH terjadi, 5 alfa dihidirotesterone (DHT) harus ada dan terdapat proses
penuaan. DHT merupakan androgen prostat utama yang diproduksi saat
testosterone di aktivitas oleh 5 alfa denictase yang lebih kuat androgen
dibawah prostat dari pada testosterone yang ada pada dirinya sendiri.
Testosterone bukan yang menyebabkan pertumbuhan jaringan
prostate. Menurut teori tersebut klien dengan BPH peningkatan level DHT
yang dikombinasikan dengan peningkatan aktivitas. 5 alfa reduktase
memacu terjadinya hyperplasia jaringan prostat, pada kasus lain level
testoterone lebih rendah dalam hubungannya dengan estrogen. Sehingga
sel yang mati menurun hal ini memacu lebih banyak sel yang dapat
diaktifkan oleh DHT, yang mana memacu hyperlasia lebih lanjut.
Komplikasi potensial pembesaran prostate antara lain :
menghalangi keluar aliran urine, dan refluk urine (backward flow) karena
dekompensasi hubungan uretre ovesical. Decompensasi dihasilkan dari
peningkatan tekanan bledder dalam jangka waktu lama, hal ini
menjadikannya tebal, traberkulasi (fibromuscular band) dan dinding
bladder dapat mengalami diverticola divertikula bladder menahan urine
menyebabkan infeksi dan perkembangan calculi, ureter tertekan dan
mengalami obstruksi oleh tebalnya dinding bladder menyebabkan
hidroureter (ureter yang abnormal karena mengalami distensi dengan
uriner). Situasi yang sama (hidronefrosis) mungkin berkembang dalam
ginjal, karena aliran urine mengalami obstruksi dalam ureter dan terjadi
refleuk urine. Dalam situasi ini, pelvis dan calik renal mengalami distensi
dengan urine dan terjadi atrofi parenkim renal. Pada akhirnya obstruksi
urin atau refluk dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan insufiensi
renal. (Long C, Barbara; R. Sjamsuhidayat, 2000)

5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang,
penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

iv
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
3. BUN/kreatin : meningkat
4. IVP : menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, penebalan abnormal otot kandung kemih.
5. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung
kemih
6. Sistouretrografi berkemih: Sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi
kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal
7. Sistouretroscopy : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat
dan dikandung kemih
8. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prostat ,
mengukur sisa urin dan keadaan patologi seperti tumor atau batu.
(R. Sjamsuhidayat, 1997 dan B. Purnomo, 2000)

6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Penderita derajat satu biasanya diberikan pengobatan
konservatif misalnya dengan pemberian penghambat adrenoreseptor
alfa seperti : alfarosin, prazosin dan terazosin. Keuntungannya adalah
efek positif pada keluhan pasien tetapi tidak mempengaruhi proses
hiperplasia prostat sedikitpun.
Mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar
hormon testoteron/dehidrotestoteron (DHT) yaitu dengan finasteride
penghambat 5 alfa reduktase yang mencegah perubahan testoteron
menjadi dehidrotestoteron sehingga kadar zat aktif dehidrostestoteron
menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.

iv
b. Pembedahan
a. Derajat dua merupakan indikasi pembedahan biasanya dianjurkan
dengan reseksi endoskopis melalui uretra (trans urethral
resection = TUR).
b. Derajat tiga, bila prostat diperkirakan sudah cukup besar dilakukan
pembedahan terbuka melalui transvesikal, retropubik atau perianal.
Pada pembedahan yang melalui kandung kemih dibuat
sayatan ,kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya.
c. Pengobatan infansif minimal dengan
1) Uretral microwave thermotherapy (TUMT) yaitu pemanasan
prostat dengan gelombang micro.
2) Cahaya laser (TULIP = trans uretral ultrasonound guided laser
induced prostatectomy)
3) TUBD = trans uretral ballon dillatation yaitu uretra didaerah
prostat dilatasi dengan memakai balon yang dikembangkan di
dalamnya.

7. Komplikasi
Yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu
a. Hemoragi dan syok
b. Pembentukan bekuan /trombosis
c. Obstruksi kateter
d. Disfungsi seksual

iv
PATHWAYS Perubahan usia (usia lanjut)

Ketidakseimbangan produksi estrogen dan progesteron

Kadar testoteron menurun kadar estrogen meningkat

Diit kompleks hiperplasia sel stroma pada jaringan prostat

Mempengaruhi RNA dalam inti sel

Proliferasi sel prostat

Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria

Kompensasi otot detrusor dekompensasi otot detrusor

Retensi urin

Spasme otot spincter penebalan dinding VU Peningk tekanan intra vesikel

Nyeri suprapubik kontraksi otot aliran urin ke ginjal


(refluk vesikouretral)

kesulitan berkemih dilatasi ureter dan sistem pelvio


Gg.kalises
rs nyaman:nyeri
ginjal ginjal

peningk tekanan ureter dan


Resiko infeksi
ginjal

pyelonefritis

TURP/INSISI GGK
Perubahan pola eliminasi

Resiko kelebihan cairan absorbsi cairan sistem irigasi luka insisi

Penggunaan alat invansif peregangan perdarahan resiko


disfungsi sex

Resiko infeksi
Spasmus otot VU

Resiko syok hipovolemik


gg.rs nyaman :nyeri

iv (Long C, Barbara; R. Sjamsuhidayat, 2000)


(Brunner & suddarth, 2002)
PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
 Suspect BPH  umur > 60 tahun
 Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
 Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria
tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
 BPH  hematuri

1. Pemeriksaan Fisik
 Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
 Distensi kandung kemih
 Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik  retensi urine
 Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil  retensi urine
 Perkusi : Redup  residual urine
 Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya
stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
 Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur)  posisi knee chest
Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan konsistensi prostat
Menentukan besar prostat

2. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne
Prostat Hyperplasia atau tidak

iv
Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual
urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai
urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan
menilai pembesaran prostat jinak/ganas

3. Pemeriksaan Endoskopi.

4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher
buli-buli
Q max : > 15 ml/detik  non obstruksi
10 - 15 ml/detik  border line
< 10 ml/detik  obstruktif
5. Pemeriksaan Laborat
 Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah
Merah atau PUS.
 RFT  evaluasi fungsi renal
 Serum Acid Phosphatase  Prostat Malignancy

iv
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

 BPH PRAOPERASI

1. Retensi urin b.d pembesaran prostat


Tujuan : tidak terjadi retensi urin
Kriteria hasil:
a. Berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung kemih
b. Jumlah volume residu urin kurang dari 75-100 ml
Intervensi:
 Kaji masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
 Kaji kekuatan aliran urin, frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk
memulai aliran, gunakan pola berkemih tiap hari
 Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan mematuhi
rangsangan untuk berkemih
 Waspada pada pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan
retensi urin
 Diet ketat terhadap alkohol, kopi, teh dan cola
 Pasang kateter pasien setekah setiap berkemih sesuai instruksi untuk
menentukan juklah residu urin, laporkan bila lebih dari 100 ml
 Gunakan pengukuran berkemih
 Pantau BUN dan kreatinin serum

2. Nyeri b.d spasme otot spincter, iritasi mukosa, distensi kandung


kemih
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
b. Melaporkan menurunnya nyeri
c. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:

iv
 Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang
nyeri
 Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis, bantu pasoen pada
posisi nyaman, berikan rendam duduk dan pencucian perineal hangat,
ajarkan tehnik relaksasi dan bimbingan imajinasi dan atau berikan
aktivitas hiburan
 Pantau dan dokumentasikan hilangnya nyeri dan efek samping yang
tidak didinginkan
 Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang atau meningkat

3. Potensial infeksi b.d penggunaan kateter dan atau retensi urin


Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
a. suhu dalam rentang normal
b. Urin jernih, warna kuning, tanpa bau
c. Tidak terjadi distensi kandung kemih
Intervensi:
 Periksa suhu tiap 4 jam dan laporkan jika diatas 38,5 derajat C
 Tuliskan karakter urin; laporkan bila keruh dan bau busuk
 Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup
 Gunakan tehnik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan
di rumah sakit
 Pantau abdomen/kandung kemih terhadap distensi
 Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK
 Gunakan tehnik cuci tangan yang baik, ajarkan dan anjurkan pasien
untuk melakukan yang sama

 POST OPERASI

1. Nyeri b.d insisi bedah, spasme kandung kemih dan distensi urin
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang

iv
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
 Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang
nyeri
 Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan
rahang, peningkatan TD)
 Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
 Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan
efek sampingnya
 Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis,
gunakan salin normal steril dan spuit steril
Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
 Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan
dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

2. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d reseksi pembedahan dan


irigasi kandung kemih
Kriteria hasil:
a. kateter tetap paten pada tempatnya
b. Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak
menyumbat aliran darah melalui kateter
c. Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d. Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
Intervensi:
 Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepaatenan

iv
 Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui
kateter tiap 2 jam
 Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan
haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
 Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk
menghilangkan bekuan
 Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
 Gunakan salin normal steril untuk irigasi
 Pertahankan tehnik steril
 Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
 Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk mempertahankan
urin jernih
 Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
 Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan

3. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter di kandung kemih dan


insisi bedah
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
a.Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
c.Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitan
Intervensi:
 Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
 Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
 Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran
urin, tiap 4 jam sekali
 Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
 Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
 Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan

iv
 Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau
adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.

4. Resiko kelebihan cairan b.d absorbsi cairan irigasi (TURP)


Tujuan : terjadi keseimbangan cairan
Kriteria hasil:
a.Masukan dan haluaran ( dikurangi irigan) seimbang
b. Irigasi keluar secara total
Intervensi:
 Pantau dan laporkan tanda dan gejala delusi hiponatremia(rendahnya
natrium serum, perubahan status mental, bingung, gelisah, kejang
otot, mual, muntah , peningkatan TD)
 Pantau masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
 Dengan cermat hitung irigan yang dimasukkan dan jumlah yang
kembali/keluar; laporkan penurunan aliran keluar
 Hentikan irigasi saat tanda pertama kelebihan cairan terjadi, beritahu
dokter
 Gunakan spuit untuk mengirigasi kateteruntuk menghilangkan
bekuan

5. Resiko syok hipovolemik b.d kehilangan darah berlebihan


Tujuan : tidak terjadi syok
Kriteria hasil;
a. TTV stabil
b. Insisi menunjukkan tak ada tanda kemerahan, bengkak atau
peningkatan suhu
c. Drainase kateter tetap berwarna merah muda selama 48 jam kemudian
bening, kekuningan
d. Urin berwarna jernih, kuning
e. Kulit hangat dan kering
Intervensi:

iv
 Pantau dan laporkan tanda dan gejala hemoragi ( hipotensi, takikardi,
dispnea, dingin, kuit lembab, hematuria)
 Pantau balutan pada abdomen/suprapubis setiap 2 jam trhadap
perdarahan
 Pantau uretra dan kateter suprapubik setiap 2 jam terhadap perdarahan
yang berlebihan
 Laporkan perdarahan yang berlebihan dan /hematuria nyata pada
dokter
 Pertahankan traksi pada kateter bila diprogramkan biasanya 4-8 jam
pasca operasi.
 Pantau Hb, dan Ht

6. Disfungsi seksual b.d impotensi (prostatektomi radikal )dan atau


perubahan pola seksual b.d ejakulasi retrograd (bedah suprapubis)
Kriteria hasil:
a. Pasien mendiskusikan perasaan tentang seksualitas dengan orang dekat
Intervensi:
 Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara pasien
dengan orang dekat
 Beri informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksualitas
Impotensi terjadi pada prosedur radikal.
Ejakulasi retrograd terjadi pada pendekatan suprapubis
Fungsi seksualitas dapat diperbaiki dalam 6-8 minggu amun pasien
tetap infertil
 Berikan informasi tentang konseling seksual
 Berikan penenangan bahwa jika luka insisiluka bedah sembuh ,
kontrol perkemihan yang baik akan pulih kembali

(M. Tucker, Martin;1998)

iv
B. TINJAUAN KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Definisi

Kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman yang bebas dari
nyeri dan hipo/hipertermi mengingat nyeri dan hipo/hipertermi merupakan
keadaan yang dapat mempengaruhi perasaan tidak nyaman bagi tubuh.
(uliyah,musrifatul
dkk.2005:172)

Sedangkan rasa nyaman pada hipo/hiperkalemia merupakan suatu keadaan


yang dialami pasien dengan merasakan kedinginan / kepanasan yang
ditandai dengan suhu dibawah 35,5 c (hipotermi) dan diatas 37 c
(hipertermi).
(uliyah,musrifatul
dkk.2005:173)

Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Konsep


kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri.
(potter&perry.2006:1502)

Kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhab dasar


manusia.
Kebutuhan ini meliputi: kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan
yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah atau nyeri)
(kolcaba. 2003)

2. Gangguan yang sering terjadi

iv
Gangguan yang terjadi pada pemenuhan kenutuhan rasa aman dan nyaman
antara lain:
a. Gangguan persepsi sensori
Kerusakan sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan
yang berbahaya seperti: gangguan penciuman dan penglihatan.
b. Gangguan imunitas
Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang
sehingga mudah terserang penyakit.
c. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi meliputi aphasia atau tidak bisa membaca
menimbulkan kecelakaan.
d. Status nutrisi
Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan
mudah terserang penyakit demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi
berisiko terhadap penyakit tertentu.
e. Tingkat pengetahuan
Kesadaran akan terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman
dan nyaman dapat diprediksi sebelumnya.
f. Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran
menurun memudahkan terjadinya resiko injuri/gangguan integritas
kulit.
(kolcaba. 2003)

3. Etiologi

a. Rasa ketidaknyamanan (nyeri) dapat disebabkan oleh terjadinya


kerusakan saraf sensorik atau juga diawali rangsangan aktivitas sel T
ke korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri.
b. Rasa ketidaknyamanan (hipo/hipertermi)terjadi akibat terganggunya
pusat pengatur suhu (dalam hal ini adalah termoregulasi).

iv
(uliyah,musrifatul
dkk.2005:173)

4. Manifestasi Klinik
a. Ansietas
b. Menangis
c. Gangguan pola tidur
d. Takut
e. Gejala terkait penyakit
f. Ketidakmampuan untuk rileks
g. Sumber yang tidak adekuat
h. (mis: dukungan finansial dan sosial)
i. Iritabilitas
j. Kurang pengendalian lingkungan
k. Kurang privasi
l. Kurang kontrol situasional
m. Merengek
n. Stimuli lingkungan yang tidak menyenangkan/ mengganggu
(herdman,t.heather.2011:407)

iv
iv
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ruang : Ali Bin Abi Thalib


Tanggal Pengkajian : 22 September 2011
Jam : 19.00
Pengkajian dilakukan secara alloanamnesa dan autoanamnesa
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : Tn. R L/P
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Sukun
Status Perkawinan : Sudah kawin
Alamat : Cendono, Dawe Kudus
Tanggal masuk : 19 September 2011
No RM : CM 192484
Dx. Medis : BPH
2. Identitas Penaggung Jawab
Nama : Ibu Muawanah L/P
Umur : 45 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Hubungan dengan Klien : Istri
Alamat : Cendono, Dawe, Kudus

iv
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Alasan Masuk RS
Klien Mengatakan sejak tanggal 18 september malam mengalami sulit
BAK, Keluar sedikit – sedikit ( menetes ), perut daerah suprapubic
terasa nyeri dan tegang.
2. Keluhan Utama
Klien merasakan nyeri pada daerah supra pubic (Daerah operasi perut
bagian bawah)
3. Riwayat Kesehatan sekarang
Tiga hari sebelum masuk RSI (tanggal 16 September 2011) pasien
mengeluh sulit BAK, bila BAK harus mengejan. Tanggal 18
September 2011 BAK keluar menetes, Sudah diberobatkan ke dokter
perusahaan dan di rujuk ke RSI. Masuk melalui IGD pada tanggal 19
September 2011 TD : 180/120, N : 64x/menit, Suhu : 360C mendapat
therapy infuse asering 20 tpm, injeksi cefotaxim 1 gr, novalgin 1 amp,
obat peroral captopril 2 x 25 mg, di pasang kateter selanjutnya di
pindah di ruang Sa’ad, jam 16.00 di pindah di ruang Ali. Setelah di
periksa diketahui pasien menderita BPH. Tanggal 21 September 2011
jam 12.45 dilakukan operasi dan diberikan obat anestesi Bucain 4 cc.
dan setelah operasi diberikan obat anti nyeri hebat tradyl 50 gram dan
maintenance 02 2 gram.
4. Riwayat Kesehatan masa lalu
Pasien sebelum ini tidak pernah di rawat di rumah sakit dan tidak
pernah operasi, Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak
3 tahun lalu, jantung dan diabetes mellitus.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung dan
diabetes mellitus.
6. Riwayat alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat atau makanan.
C. Pemeriksaan Fisik

iv
1. Keadaan Umum
a. Vital Sign
1) HR : 84 x/menit
2) RR : 20 x/menit
3) BP : 160/ 90 mmHg
4) Temperature : 370C
b. Sakit/Nyeri
1) Provokatif : saat berkemih
2) Kualitas : Seperti di iris-iris
3) Regio : daerah operasi bagian bawah (supra pubik)
4) Skala :8
5) Time : + 4-5 menit
c. Antopometri
1) TB : 170 cm
2) BB : 80 Kg
Biocemical :
1) Hb : 15,3 g/dl
2) Trombosit : 258.000 mm3
3) Kreatinin : 0,86 mg/dl
4) Leukosit : 9.300 mm3
5) Kolesterol : 192 mg/dl
6) Ureum darah : 27 mg/dl
7) Limfosit : 11 %

2. Data Per Sistem


a. Sistem Pernafasan
Gejala (subyektif)
1) Batuk : pasien tidak batuk
2) Nyeri Waktu Bernafas : Tidak ada nyeri saat bernafas
3) Riwayat penyakit pernafasan : Tidak memiliki riwayat
penyakit pernafasan

iv
4) Perokok : Pasien merokok bila di tempat kerja, dan sehari
habis 1 bungkus rokok
5) Gangguan terkait pernafasan : Tidak mengalami gangguan
pernafasan
Tanda (obyektif)
1) Pola Nafas
 Normal, 20 x/menit
 Irama : regular
2) Pernafasan cuping hidung : Tidak terlihat cuping hidung
saat bernafas
3) Sianosis : Pasien tidak megalami sianosis
4) Inspeksi dada
 Bentuk dada : simetris
 Pergerakan dada : regular, antara kanan dan kiri, tak
tampak retraksi dada
5) Palpasi dada
 Adakah nyeri tekan : Tidak mengalami nyeri tekan
 Vokal fremitus : antara dada kanan dan dada kiri
sama
6) Perkusi dada
Sonor
7) Auskultasi dada
 Bunyi paru normal
- Vesikuler pada : sebagian area paru-paru
kanan dan kiri
- Broncovesiculer pada : pada ruang intercosta 1
dan 2 di antara skapula
- Bronchial pada : di atas manubrium
- Tracheal pada : di atas trakhea pada leher
 Bunyi adventisius

iv
- Stridor pada : tidak ada
- Whezing pada : tidak ada
- Rales pada : tidak ada
- Ronchi pada : tidak ada
- Krepitasi pada : tidak ada
- Pleural rap pada : tidak ada
8) Alat bantu pernafasan
Klien tidak memakai alat bantu pernafasan
b. Kardiovascular
Gejala (subyektif)
1) Nyeri dada ; Tidak ada nyeri dada
2) Nyeri dada menjalar : Tidak ada
3) Sesak dan nyeri dada saat aktivitas : Saat beraktifitas
pasien tidak mengalami sesak nafas
4) Keluhan terkait kardiovaskular yang lain : Tidak ada
keluhan tentang penyakit kardiovaskuler yang lain

Tanda (Obyektif)
1) Tekanan Vena Junggularis (JVP) : normal ( 3 cm di atas
sudut sternal)
2) CRT : 2 detik
3) Inspeksi dada : simetris
4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, letak iktus kordis di mid
klavikula kiri intercosta 5.
5) Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
6) Auskultasi : bunyi jantung S1, S2
7) Udema pada kaki : tidak ada oedem kaki

c. Persyarafan dan pengideraan (B3: brain)


Gejala (subyektif)
1) Keluhan pusing : tidak ada

iv
2) Penurunan kemampuan pengindraan : tidak ada
Tanda (obyektif)
1) Pemeriksaan fungsi luhur
Intelektual : pasien bisa menjawab pertanyaan
dengan baik
Memori : pasien bisa mengingat kejadian yang
lalu
Kemampuan berbahasa : pasien dapat berkomunikasi
dengan baik dan lancar
2) Tingkat Kesadaran (kualitatif dan kuantitatif)
Kualitatif : komposmentis
Kuantitatif GCS : E : 4 V:5 M:6
3) Kejang (-)
4) Pengelihatan
Bentuk mata : simetris
Pupil : isokor
Sclera : tidak ikterik
Gerakan bola mata : nistagmus
Konjungtiva : tidak anemis
Tekanan intra okuler : tidak ada peningkatan TIO
5) Penciuman
Bentuk hidung simetris, bersih. .
d. Perkemihan (Bladder)
Gejala (subyektif)
1) Pola berkemih:
Pola berkemih pasien : pasien BAK melalui cateter
three way sesuai dengan irigasi, berwarna kuning
kemerahan. Pasien mengatakan merasa panas pada area
kemaluan saat berkemih. Selama pasien post operasi
sampai tanggal 22 september 2011 belum pernah buang air
besar sama sekali.

iv
e. Pencernaan dan masalah eliminasi fekal (Bowel)
Gejala (subyektif)
1) Pasien belum BAB selama di rawat di rumah sakit
2) Pasien tidak mempunyai riwayat perdarahan saluran cerna.
3) Pasien terjadi konstipasi
Tanda (obyektif)
4) Mulut dan tenggorokan
- Mukosa lembab, mulut bersih, rongga mulut bersih,
lidah tidak kotor
- Karies dan keutuhan gigi : tidak ada karies gigi dan gigi
seri depan tanggal satu.
5) Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
pada abdomen bawah terdapat luka operasi dengan
panjang 14 cm, luka kering, tidak ada pus.
- Auskultasi : hipoperistaltik, 2 x/menit
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada Pembesaran
hepar, tidak asites.
- Perkusi : tympani
6) Masalah usus besar dan rektum
- Pola BAB : selama di rawat di rumah sakit belum
pernah BAB
- Masalah BAB : konstipasi

f. Sistem Musculo skeletal dan integument (bone)


 Kekuatan otot 5 5 5 5 5 555

5555 5 555

Keterangan :
5 : tahanan kuat

iv
4 : lemah
3 : tanpa tahanan
2 : ada usaha untuk melawan
1 : kontraksi
0 : tidak ada
 Tidak ada fraktur maupun dislokasi
 Warna kulit : sawo matang
 Turgor : baik

Skor ADL
AKTIVITAS SKOR
Mandiri Dibantu Tergantung
Makan 2
Mandi 1
Berpakaian 1
Toileting 1
Inkontinensia 1
Transfering 1

g. Sistem Reproduksi
1) Laki-laki
a) Bentuk alat kelamin : Normal
b) Kebersihan alat kelamin : alat kelamin bersih,
terpasang DC pada ujung penis
c) Keluhan terkait dengan gangguan reproduksi :
tidak ada

D. Pola Fungsional
No Kebutuhan Sebelum Sakit Selama Sakit
Fungsional
1 Oksigenasi Pasien bernapas tidak Pasien bernapas
menggunakan alat tidak menggunakan
bantu. alat bantu.
2 Nutrisi Pasien makan 3x Pasien makan
sehari dengan menu 3x/hari dengan ½

iv
nasi, lauk pauk, sayur porsi piring.
dan klien jarang makan Minum + 3
buah. liter/hari dengan air
Minum + 3 liter/hari putih saja.
dengan air putih, teh
dan kopi.
3 Eliminasi Pasien BAB : 1x/hari BAB : pasien
dengan konsistensi belum BAB mulai
lembek 20 september 2011
Pasien BAK + 4-5 sampai 22
x/hari September 2011
BAK : pasien
terpasang DC
Warna urine
kemerahan, jumlah
sesuai dengan
irigasi.
4 Aktivitas Bekerja sebagai satpam Aktivitas dibantu
Sukun perawat dan
keluarga
5 Tidur dan Istirahat Istirahat cukup Pasien sulit tidur
dan sering
terbangun karena
nyeri.
6 Berpakaian Bisa berpakaian sendiri Dalam berpakaian
pasien dibantu oleh
keluarga

7 Personal Hygine Pasien mandi 2x/hari Pasien mandi


Gosok gigi 2x/hari 2x/hari

iv
Dibantu oleh
perawat dan
keluarga
8 Aman dan Nyaman Nyaman Merasa kurang
nyaman adanya
pemasangan kateter
dan rasa nyeri post
prostatectomy dan
pasien nampak
gelisah.
9 Komunikasi Lancar Lancar
10 Keyakinan dan Pasien beragama islam Memerlukan
nilai dan menjalankan sholat adaptasi dalam
5 waktu. beribada hnya
dengan berdoa.
11 Sirkulasi / Bila pasien suhunya Pasien tidak panas
temperatur panas biasanya beli ( S : 360)
obat di warung dan bila
suhunya dingin pasien
memakai pakaian tebal
12 Bekerja Pasien bekerja sebagai Pasien bed rest
satpam di pabrik sukun tidak bekerja
13 Bermain dan Pasien rekreasi Pasien tidak
rekreasi biasanya bila ada acara berekreasi
di pabrik tempat ia
bekerja.
14 Belajar Pasien kurang dalam Pasien bertanya
pengetahuan tentang tentang
penyakitnya penyakitnya

iv
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Nilai normal
Pemeriksaaan
Nilai Satuan Min Max
Hematology
Hemoglobin 15,3 g/dl 13 18
Hematokrit 49,2 % 40 48
Leukosit 9.300 mm3 4000 10.000
Trombosit 258.000 mm3 150.000 500.000
Eritrosit 5,36 Jt/mm3 4,5 5,5
MCV 92 mm3 82 92
MCH 28,6 Pg 27 31
MCHC 31,1 % 32 37
Hitung jenis sel
Eosinofil 2 % 1 3
Basofil - % 0 1
N. Batang - % 2 6
Segmen 72 % 50 70
Limfosit 5 % 20 40
Monosit 11 % 2 8
LED/BBS 1 jam 11 Mm
2 jam 15 Mm
Golongan darah O
Glukosa sewaktu (GDS) 96 mg/dl < 180
Cholesterol 192 mg/dl 60 165
Trigliserid 201 mg/dl 3,49 7,19
Asam urat 4,52 mg/dl 10 43
Ureum 27 mg/dl 0,6 1,3
Creatinin 0,86 mg/dl

iv
F. Terapi yang didapatkan
Tanggal 22 September 2011
Infuse RL 20 tpm
Inj ketorolac 2 X 1 amp
Ceftriaxon 2 x 1 gr
ANALISA DATA
Nama klien : Tn. R No.regrister : CM 192484
Umur : 55 tahun Dx Medis : BPH
Ruang di rawat: Ali Bin Abi Thalib Alamat : Cendono Dawe Kudus

TGL/JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI


22/9/2011 DS : Pasien mengatakan Nyeri insisi
pembedahan
nyeri di area kemaluan
(supra pubik) pada saat
akan berkemih
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : Seperti di
iris-iris
3) Regio : daerah bekas
operasi
4) Skala : 8
5) Time : + 4-5 menit
DO : Pasien nampak
lemah, gelisah dan
mengatupkan rahang.
1) HR : 84 x/menit
2) RR : 20 x/menit
3) BP : 160/ 90
4) Temperature : 37 0C

Ds : pasien mengatakan Gangguan pola

iv
22/9-2011 tidak berasa bila ia eliminasi Resiko
berkemih lewat kateter. perkemihan pembedahan
Do : pemasangan sistem dan irigasi
irigasi dan kateter, kandung kemih
kadang-kadang irigasi
macet

Ds : Pasien mengatakan Resiko tinggi


22/9/2011
sudah 2 hari ini dipasang terhadap infeksi
Pemasangan
kateter saluran kencing
kateter yang
Do : Terdapat kateter
lama
yang tersambung di urine
bag

PRIORITAS DIAGNOSA

I. Nyeri b/d insisi pembedahan


II. Perubahan pola eliminasi perkemihan b/d resiko pembedahan dan irigasi
kandung kemih
III. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d adanya kateter di kandung kemih

iv
NURSING CARE PLANE

Nama klien : Tn.Rondhi No.regrister : CM 192484


Umur : 55 th Diagnosa Medis : BPH
Ruang di rawat : Ali Alamat : Cendono Dawe kudus

Tgl. No. RENCANA Ttd


Jam Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Nama
criteria hasil
22/1 I Tujuan : setelah 1. Kaji sifat, Memberikan
1/20
dilakukan intensitas, lokasi, informasi untuk
11
tindakan lama dan faktor membantu dalam
keperawatan 3 pencetus dan menentukan pilihan
x24 jam nyeri penghilang nyeri atau keefektifan
berkurang/ hilang intervensi.
Kriteria hasil:
1. Melaporkan 2. Kaji tanda Untuk mengetahui
penurunan nonverbal nyeri derajat nyeri yang
nyeri (gelisah, kening dirasakan pasien.
2. Ekspresi berkerut,
wajah dan mengatupkan
posisi tubuh rahang,
terlihat relaks peningkatan TD)

3. Bantu pasien Meningkatkan


mendapatkan relaksasi,
posisi yang memfokuskan
nyaman kembali perhatian,
dan dapat dapat
meningkatkan
kemampuan koping.

iv
4. Ajarkan tehnik Untuk dapat
relaksasi mengurangi nyeri dan
memberikan rasa
tenang dan nyaman
pada pasien.

5. Dokumentasikan Untuk mengetahui


dan observasi efek reaksi obat terhadap
dari obat yang pasien dan tanggung
diinginkan dan jawab bila efek
efek sampingnya samping yang tidak
diinginkan.

6. Secara intermiten Pengaliran kandung


irigasi kateter kemih menurunkan
uretra/suprapubis tegangan dan
sesuai advis, kepekaan kelenjar.
gunakan salin
normal steril dan
spuit steril
- Mas
ukkan cairan
perlahan-lahan,
jangan terlalu kuat.
- Lanj
utkan irigasi sampai
urin jernih tidak ada
bekuan Pemberian analgetik
. untuk mengurangi
7. Kolaborasi nyeri

iv
pemberian
analgetik
Ketorolac 2 x 30 mg Diberikan untuk
menghilangkan nyeri
8. Jika tindakan gagal berat, memberikan
untuk mengurangi relaksasi mental dan
nyeri, fisik harus ada
konsultasikan persetujuan dokter.
dengan dokter
untuk penggantian
dosis atau interval
obat.
22/9/ II Setelah dilakukan 1. Kaji haluaran urin Retensi dapat
2011
tindakan dan system drainase terjadi karena
keperawatan 3x24 edema area
jam tidak terjadi bedah ,bekuan
gangguan pola darah dan spasme
eliminasi kandung kemih .
perkemihan
dengan criteria
hasil : 2. Ukur volum residu Mengawasi
1. Kateter tetap bila ada kateter keefektfan
paten pada suprapubik. pengosongan
tempatnya kandung kemih
2. Bekuan irigasi residu lebih dari 50
keluar dari ml menunjukkan
dinding perlunya kontinuitas
kandung kemih kateter sampai
dan tidak tonus kandung
menyumbat kemih membaik.
aliran darah

iv
melalui kateter 3. Kaji uretra dan atau Mengawasi
3. Irigasi kateter suprapubis keefektifan
dikembalikan terhadap kepatena pengosongan
melalui aliran kandung kemih
keluar tanpa
retensi
4. Haluaran urin 4. Kaji warna, karakter Untuk mengetahui
melebihi 30 dan aliran urin serta karakteristik urine,
ml/jam adanya bekuan pola eliminasi
5. Berkemih melalui kateter tiap 2 berkemih.
tanpa aliran jam
berlebihan atau
bila retensi 5. Pertahankan irigasi Untuk memperlancar
dihilangkan kandung kemih aliran urine melalui
kontinu sesuai kateter.
instruksi

6. Kaji dengan sering Untuk mencegah


lubang aliran kemacetan pada
terhadap kepatenan aliran urine dan
irigasi

7. Berikan 2000-2500 Untuk keseimbangan


ml cairan oral/hari mencegah dehidrasi
kecuali karena banyak
dikontraindikasi mengeluarkan urine.
kan

22/9/ III Tujuan: setelah 1. Kosongkan urine Menurunkan resiko


11
dilakukan bag bila menjadi refluk urin dan
tindakan penuh sepertiganya mempertahankan

iv
keperawatan 3 x saat cairan IV dan integritas alat.
24 jam tidak drainase kontinue
terjadi infeksi dilepas.
Hasil yang
diharapkan:
a. Suhu tubuh 2. Pertahankan tehnik Untuk mencegah
pasien dalam steril terjadinya infeksi
batas normal
b. Insisi bedah 3. Periksa suhu setiap Peningkatan suhu
kering, tidak 4 jam dan laporkan tubuh menunjukkan
terjadi infeksi jika diatas 38,5 adanya infeksi
c. Berkemih derajat C
dengan urin 4. Perhatikan Sebagai antisipasi
jernih tanpa karakter urin, untuk mengetahui
kesulitan laporkan bila keruh adanya infeksi.
dan bau busuk
5. Kaji luka insisi Mengkaji adanya
adanya nyeri, tanda-tanda infeksi
kemerahan,
bengkak, adanya
kebocoran urin,
tiap 4 jam sekali
6. Ganti balutan Mencegah terjadinya
dengan infeksi lanjut.
menggunakan
tehnik steril
7. Pertahankan sistem Untuk mencegah
drainase gravitas masuknya kuman
tertutup yang dapat
menimbulkan infeksi.

iv
8. Pantau dan Pemantauan untuk
laporkan tanda dan menemukan lebih
gejala infeksi dini tanda dan gejala
saluran infeksi baik untuk
perkemihan mengatasi bila terjadi
tanda infeksi.
9. Pantau dan Untuk mencegah
laporkan jika terjadinya infeksi.
terjadi kemerahan,
bengkak, nyeri
atau adanya
kebocoran di
sekitar kateter
suprapubis.

iv
IMPLEMENTASI

Nama klien : Tn. R No.regrister : CM 192484


Umur : 55 tahun Diagnosa Medis : BPH
Ruang di rawat : Ali bin Abi Thalib Alamat : Cendono Dawe
Kudus

TGL Jam Diagnosa Implementasi Respon Ttd


Nama
22/9- 19.00 I Mengkaji tingkat, S : Pasien Dewi & izza
11
frekuensi, dan reaksi mengatakan sakit
nyeri yang dialami pada daerah luka
pasien bekas operasi.
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : Seperti di
iris-iris
3) Regio : daerah
bekas operasi
4) Skala : 8
5) Time : + 4-5 menit
O : Pasien tampak
gelisah dan
mengatupkan
rahang.

19.30 I Melakukan TTV S:- Dewi


O:
TD : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
BP : 160/100 mmHg
N : 84 x/menit

19.45 I Mengajari teknik S: Pasien Dewi & izza


relaksasi

iv
mengatakan
nyeri agak
berkurang bila
relaksasi
O : Pasien tampak
tampak lebih
tenang sementara
Mengkaji haluaran
20.15 II urine dan sistem S:-
Izza
O : Terpasang DC
drainase
three way sesuai
dengan irigasi
Karakteristik : Urine
berwarna kuning
kemerahan
(hematuria)
Memberikan injeksi
22.00 I & III Ketorolac 30 mg S : Pasien bersedia Dewi

Ceftriaxon 1 gr diberikan injeksi

O : injeksi masuk
melalui intravena
Memandikan pasien
23/9 05.15 I & III S : pasien mengatakan Dewi
2011 merasa lebih
nyaman.
O : pasien tampak
lebih tenang.
Melakukan TTV
S:-
05.30 I & III O: Dewi
TD : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
BP : 160/100 mmHg

iv
N : 84 x/menit

S : pasien mengatakan
Mengobservasi tanda
Dewi
bersedia untuk di
II dan III dan gejala infeksi
06.00 observasi
saluran kencing
O : tidak ada bengkak,
kemerahan
ataupun pus pada
luka bekas post
operasi.

S : Pasien bersedia
Memberikan injeksi
diberikan injeksi Dewi
I & III ketorolac 30 mg -
10.00 ceftriaxon 1 gr -
O : injeksi masuk
melalui intravena

Mengkaji tingkat,
S : Pasien
Nurul
I frekuensi, dan reaksi
mengatakan sakit
10.30 nyeri yang dialami
pada daerah
pasien
luka bekas
operasi.
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : Seperti di
iris-iris
3) Regio : daerah
bekas operasi
4) Skala : 6

iv
5) Time : + 4-5 menit

O : pasien tampak
menahan nyeri
Memberikan penkes
S : Pasien bersedia
pada pasien tentang Nurul
diberikan penkes
11.00
penyakitnya
tentang
penyakitnya
O: Pasien
mendengarkan
dan mau
merespon
dengan baik

Mengajari teknik
I S: Pasien
relaksasi
mengatakan Nurul
11.15
nyeri agak
berkurang bila
relaksasi
O : ekspresi wajah
pasien lebih
tenang dan tidak
gelisah.

Memberikan injeksi
I & III S : Pasien bersedia
: melalui intravena Nurul
diberikan injeksi
13.00
Ketorolax 30 mg
O : injeksi masuk
Ceftriaxone 1 gr
melalui intravena

Memandikan pasien
III

iv
S : Pasien mau Putri
15.15 dimandikan
O : Pasien tampak
bersih dan segara

I & III Melakukan TTV


S: Pasien bersedia Putri
16.00 dilakukan TTV
O:
TD : 140/100 mmHg
S : 365C
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit

I Mengkaji tingkat,
S : Pasien Putri
frekuensi, dan reaksi
19.00 mengatakan sakit
nyeri yang dialami
pada daerah luka
pasien
bekas operasi
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : Seperti di
iris-iris
3) Regio : daerah
bekas operasi
4) Skala : 4
5) Time : + 4-5 menit
O : Pasien tampak
gelisah dan
mengatupkan
rahang.
I & III Melakukan TTV

iv
S:- Ito
19.30 O:
TD : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
BP : 160/100 mmHg
N : 84 x/menit
.
I Mengajari teknik Ito
S: Pasien
relaksasi
20.00 mengatakan
nyeri agak
berkurang bila
relaksasi
O : Pasien mau
melakukan
teknik relaksasi
yang diajarkan
dan pasien
tampak lebih
tenang sementara

Mengkaji haluaran S:-


II Izza
urine dan sistem O : Terpasang DC
21.30
drainase three way sesuai
dengan irigasi
Karakteristik : Urine
berwarna kuning
kemerahan
(hematuria)

I & III Memberikan injeksi


22.00 Ketorolac 30 mg S : Pasien bersedia Izza

Ceftriaxon 1 gr diberikan injeksi

iv
O : injeksi masuk
melalui intravena
24/9- 05.15 I & III Memandikan pasien S : pasien mengatakan Izza
11
merasa lebih
nyaman.
O : pasien tampak
lebih tenang.

05.30 II dan III Melakukan TTV S:-


O:
TD : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
BP : 160/100 mmHg
N : 84 x/menit

06.00 II & III Mengobservasi tanda S : pasien mengatakan


dan gejala infeksi bersedia untuk di
saluran kencing observasi
O : tidak ada bengkak,
kemerahan
ataupun pus pada
luka bekas post
operasi.

Mengganti balut S : Pasien


09.00 I
dengan teknik steril mengatakan
bersedia ganti
balut
O: Pasien
mendengarkan
dan mau
merespon

iv
dengan baik

S : Pasien bersedia
I & III Memberikan injeksi
10.00 diberikan injeksi
Ketorolac 30 mg -
Ceftriaxon 1 gr - O : injeksi masuk
melalui intravena

S : Pasien
Mengkaji tingkat,
10.30 I mengatakan sakit
frekuensi, dan reaksi
pada daerah
nyeri yang dialami
suprapubik,
pasien
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : -
3) Regio : daerah
bekas operasi
4) Skala : 3
5) Time : + 4-5 menit
O : pasien tampak
lebih rileks dari
sebelumnya

S: Pasien
I Mengajari teknik
11.00 mengatakan
relaksasi
nyeri agak
berkurang bila
relaksasi
O : ekspresi wajah

iv
pasien lebih
tenang dan tidak
gelisah.

Memberikan injeksi S : Pasien bersedia


13.00 I & III
: melalui intravena diberikan injeksi
Ketorolax 30 mg O : injeksi masuk
Ceftriaxone 1 gr melalui intravena

S : Pasien mau
Memandikan pasien
15.15 I & III dimandikan
O : Pasien tampak
bersih dan segara

S: Pasien bersedia
Melakukan TTV
16.00 I & III dilakukan TTV
O:
TD : 140/100 mmHg
S : 365C
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit

S : Pasien
Mengkaji tingkat,
19.00 I mengatakan sakit
frekuensi, dan reaksi
pada daerah luka
nyeri yang dialami
bekas operasi
pasien
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : -
3) Regio : daerah

iv
bekas operasi
4) Skala : 2
5) Time : + 2 menit
O : Pasien hanya
meringis bila
nyeri

Melakukan TTV S:-


O:
19.30 I
TD : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
BP : 160/100 mmHg
N : 84 x/menit

Mengkaji haluaran
S:-
urine dan sistem O : Terpasang DC
20.00 II
drainase three way sesuai
dengan irigasi
Karakteristik : Urine
berwarna kuning
kemerahan
(hematuria)

Memberikan injeksi S : Pasien bersedia


Ketorolac 30 mg l diberikan injeksi
22.00 I & III
Ceftriaxon 1 gr
O : injeksi masuk
melalui intravena
NB : Pada respon merupakan evaluasi formatif yang menggambarkan respon klien
saat dilakukan tindakan

iv
PROGRESS REPORT

Nama klien : Tn. Rondhi No.regrister : CM 192484


Umur : 55 tahun Diagnosa Medis : BPH
Ruang di rawat : Ali Bin Abi Thalib Alamat :Cendono Dawe
Kudus

Tgl Jam Diagnosa Evaluasi Ttd


nama
23/9/ 19.00 I S : Pasien mengatakan
2011
masih nyeri di daerah
luka bekas operasi,
pasien sulit tidur
O : Pasien masih tampak
gelisah
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : Seperti di
iris-iris
3) Regio : daerah bekas
operasi
4) Skala : 6
5) Time : + 4-5 menit
Do : Pasien nampak
lemah, gelisah dan
mengatupkan rahang.
- HR : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- BP : 160/ 90
- Temperature : 370C

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi

iv
teknik relaksasi

II
S:-
O : Pasien masih
terpasang kateter,
drainase.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
mengkaji pola eliminasi
urine dan karakteristik
III
urine

S:-
O : terdapat luka post op
di daerah supra pubik.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
ganti balut teknik steril

24/9/ 19.00 I S : Pasien mengatakan


2011
masih nyeri di daerah
suprapubik, pasien
sulit tidur
O : Pasien masih tampak
gelisah
1) Provokatif : saat
berkemih
2) Kualitas : -
3) Regio : daerah bekas
operasi

iv
4) Skala : 3
5) Time : + 2 menit
DO : Pasien nampak
cemas.
- HR : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- BP : 140/ 90
- Temperature : 365C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
teknik relaksasi

II
S:-
O : Pasien masih
terpasang kateter,
drainase.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
mengkaji pola eliminasi
urine dan karakteristik
urine

III S:-
O : terdapat luka post op
di daerah supra pubik,
luka kering, tidak ada
pus.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
ganti balut teknik steril

iv
EVALUASI

Nama klien : Tn. R No.regrister : CM 192484


Umur : 55 Tahun Diagnosa Medis : BPH
Ruang di rawat : Ali Bin Abi Thalib Alamat : Cendono Dawe,
Kudus
Tgl Jam Diagnosa Evaluasi Ttd
nama
25/09/2011 08.00 I. Nyeri b/d insisi S :Pasien
pembedahan mengatakan
nyeri sudah
mulai
berkurang.
O : Pasien tampak
rileks dan tidak
tegang.
TTV :
HR : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- BP : 140/ 90
- Temperature :
362C
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi

S:-
II. Gangguan pola
O : Pasien masih
eliminasi perkemihan
terpasang DC
b/d resiko
three away
pembedahan dan
sesuai dengan

iv
irigasi kandung irigasi
kemih A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi

III. Resiko tinggi S:-


terhadap infeksi b/d O:
adanya kateter di TTV :
kandung kemih HR : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- BP : 140/ 90
- Temperature :
365C
Luka kering dan
bersih.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi ganti
balut teknik steril

iv
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tinjauan teori post operasi BPH terdapat 6 diagnosa :


1. Nyeri b.d insisi bedah, spasme kandung kemih dan distensi urine
2. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d reseksi pembedahan dan irigasi
kandung kemih.
3. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter dikandung kemih dan insisi
bedah.
4. Resiko kelebihan cairan b.d absorbsi cairan irigasi (TURP)
5. Resiko syok hipofolemik b.d kehilangan darah berlebihan.
6. Disfungsi seksual b.d impotensi (prostatektomi radikal) dan atau
perubahan pola seksual b.d ejakulasi retrograd (bedah suprapubis)
Sedangkan pada kasus post operasi BPH ini ditemukan tiga diagnosa :
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Gangguan pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan pembedahan
dan irigasi kandung kemih.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.

iv
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembesaran prostat adalah gejala umum yang diderita kaum lelaki di
atas usia 50 tahun. Pembesaran terjadi di bagian tengah dari kelenjar prostat
yang mengelilingi saluran kencing (uretra). Pembesaran kelenjar prostat yang
berkelanjutan dapat mengarah ke tahap yang lebih serius sampai ke kanker
prostat.
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan
urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung
kemih.

B. Saran
Sekitar 20 % lelaki pada usia 50 tahun kemungkinan pernah mengalami
pembengkakan prostat, dan pada usia 80 tahun kemungkinannya dapat
mencapai 80%. Faktor penyebab dari adanya pembengkakan prostat berkaitan
dengan pertambahan umur serta perubahan hormonal, yaitu adanya aktivitas
hormon testosteron yang diubah menjadi hormon dehidrostestosteron di dalam
sel prostate. Gejala – Gejala yang dapat diketahui adalah :
 selalu ingin buang air kemih dan frekuensinya bertambah, siang maupun
malam hari.
 proses pembuangan air kemih tertunda karena sukar dikeluarkan pada saat
akan memulai pengeluaran.
 air kemih keluar secara menetes dan pengeluaran terjadi berulang kali.
 pengosongan kandung kemih tidak tuntas.
 Penurunan tekanan dan jumlah pengeluaran air kemih.
 terasa ngilu pada pangkal alat kelamin.

iv
 adanya infeksi saluran urin yang ditandai dengan rasa perih dan seperti
terbakar ketika buang air kemih.
 Apabila hambatan (obstruksi) terjadi lebih parah, maka pengeluaran air
kemih terjadi lebih sering dan tidak teratur sehingga sering bangun tengah
malam untuk buang air kemih. Kadang-kadang terdapat darah dalam urin
karena pecahnya pembuluh darah. Keadaan yang lebih buruk dapat
menimbulkan komplikasi yang serius seperti terjadi pendarahan,
pembesaran prostat berlanjut menjadi infeksi, dan fungsi ginjal mengalami
penurunan sehingga dapat mengakibatkan gagal ginjal.

iv
DAFTAR PUSTAKA

B. Purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Jakarta, CV Infomedia, 2000

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan


IAPK pajajaran, 1996

M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis


dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998

Priharjo, Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta, EGC, 2007.

R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Kedokteran,


EGC, Jakarta, 1997

Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi


VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002

iv
iv
iv

Anda mungkin juga menyukai