Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015 adalah

meningkatkan kesehatan, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya

masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya

yang hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil,

merata serta mencapai derajat kesehatan yang optimal (Purnomo, 2003).

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,

masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa

kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan

mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan

masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu sangat menentukan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung hal

tersebut maka tujuan utama pembangunan dibidang kesehatan dalam rangka

menuju Indonesia sehat 2015 adalah mencegah meningkatnya masalah

kesehatan, baik penyakit dalam / interna ataupun bedah / eksterna , salah

satunya kasus penyakit bedah adalah pada pasien dengan Benigna Prostat

Hiperplasia (BPH) (Purnomo, 2003).

Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan ke

dua setelah penyakit batu saluran kemih. Pada tahun 2008 diperkirakan

hampir 50 persen pria Indonesia diatas 50 tahun ditemukan menderita

1
penyakit BPH. Dilihat dari 200 juta lebih rakyat Indonesia, maka dapat

diperkirakan 100 juta adalah pria dan yang berusia 60 tahun keatas adalah

kira-kira 5 juta, maka dapat secara umum dinyatakan bahwa kira-kira 2,5 juta

pria di Indonesia menderita penyakit BPH (Rumoharbo, 2008).

Di Jawa Tengah jumlah kasus gangguan prostat tahun 2005 sebanyak

2.614 kasus. Kasus tertinggi adalah di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar

4.794 kasus (66,33%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus gangguan

prostat di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah (Rumoharbo, 2008).

Berdasarkan data melalui data pasien dari tahun 2014 hingga sampai

Agustus 2015 di RSUD RAA Soewondo Pati didapatkan data kasus Benigna

Prostat Hiperplasi sebanyak 125 kasus. Sedangkan data pasien di ruang

Gading RSUD RAA Soewondo Pati pada didapatkan data bahwa dalam waktu

6 bulan terakhir terhitung bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016 didapatkan

kasus Benigna Prostat Hiperplasivsebanyak 21 kasus pada pria usia diatas 50

tahun (Rekam Medis RSUD RAA Soewondo Pati, 2016).

Berdasarkan data tersebut, maka penulis tertarik membuat studi kasus

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Post Operasi Benigna

Prostat Hiperplasi (BPH) di Ruang Mawar RSUD RAA Soewondo Pati Tahun

2016”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada Tn. K dengan post operasi

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) di Ruang Mawar RSUD RAA

Soewondo Pati Tahun 2016.

2
2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan tinjauan teori dari Benigna Prostat

Hiperplasi.

b. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan

Benigna Prostat Hiperplasia.

c. Mampu melakukan analisa data pada klien dengan

Benigna Prostat Hiperplasi.

d. Mampu melakukan dan menentukan diagnosa

keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasi.

e. Mampu melakukan intervensi pada klien dengan Benigna

Prostat Hiperplasi.

f. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan

Benigna Prostat Hiperplasi.

g. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Benigna

Prostat Hiperplasi.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat menambah pengetahuan pasien dan keluarga tentang

penyakit Benigna Prostat Hiperplasi sampai dengan cara penanganannya.

2. Bagi Pengembangan Profesi

Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada penderita

Benigna Prostat Hiperplasi, Menambah wawasan dan pengetahuan dalam

penyusunan pengembangan profesi keperawatan bagi perawat.

3
3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam memberikan

asuhan keperawatan yang komprehensif sehingga dapat meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

4
BAB II

KONSEP DASAR

A. Benigna Prostat Hiperplasi

1. Pengetian

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pertumbuhan nodul-

nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut

dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan

tumbuh dengan meneka kelenjar normal yang tersisa (Price, 2006).

BPH adalah suatu kondisi patologis yang paling umum pada pria

lansia berupa pembesaran kelenjar prostat ,memanjang ke atas ke dalam

kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine dengan menutupi

orifisium uretra (Brunner & Suddart, 2002).

Prostatektomi adalah reseksi bedah bagian prostat yang

memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan

retensi urinaria akut ( Doenges, 2003).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Post

Operasi Prostatektomi adalah tindakan setelah operasi pembedahan

benikna prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin

atau retensi urin.

2. Etiologi

a. Bertambahnya umur

5
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan

frekwensi makin bertambah sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira

80% menderita kelainan ini.

b. Ketidak seimbangan endokrin mengaur hormon-hormon yang

diperlukan untuk fungsi-fungsi penting dalam tubuh.

c. Pengaruh testosteron dianggap dapat mempengaruhi bagian tepi

prostat.

d. Pengaruh estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi

bangian tengah prostat (Clevo, 2012).

3. Manifestasi Klinik

a. Gejala klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :

1) Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.

2) Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan

dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih yang cystitis.

b. Gejala klinis dapat berupa :

3) Frekwensi berkemih bertambah.

4) Berkemih pada malam hari.

5) Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.

6) Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.

7) Rasa nyeri pada waktu berkemih.

8) Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama

sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan

kateter.

6
9) Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa

dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan

selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyelonefritis

(Clevo, 2012).

4. Patofisiologi

Hiperplasi prostatika adalah pertumbuhan nodul-nodul

fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai

dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh

dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik

terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang

jumlahnya berbeda-beda. Prostat tersebut mengelilingi uretra, dan

pembesaran bagian peri-uretral akan menyebabkan obstruksi leher

kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan

berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih. Penyebab BPH

kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan

hormone. Dengan penuaan, kadar testosterone serum menurun dan kadar

estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen atau

androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasi jaringan prostat

(Price, 2006).

Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal

berikut dalam derajat yang berbeda-beda yang sering berkemih, nokturia,

urgensi (kebelet), urgensi dengan inkontinensia, tersendat-sendat,

mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak lampias,

inkontinensia overflow dan kemih yang menetes setelah berkemih.

7
Kandung kemih yang teregang dapat teraba penuh akan menimbulkan

rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rektal untuk

menilai besarnya kelenjar (Price, 2006).

Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan

berkurangnya atau tidak adanya aliran kemih dan ini memerlukan

intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang mungkin

adalah prostatektomi parsial, reseksi transurethral prostat (TUR) atau

insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan priuretral

hiperplastik, insisi transurethral melalui serat otot leher kandung kemih

untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi balon pada prostat untuk

memperbesar lumen uretra dan terapi antiandrogen untuk membuat

atropi prostat. Baru-baru ini dikembangkan metode pengobatan non

bedah yaitu kateter uretra permanen yang ditempatkan pada uretra pars

prostatika (Price, 2006).

8
5. Patways

Proses menua peningkatn Peningkatan teori sel


Kadar DHT epidermal steam
growth
faktor
Stimulasi proliferasi
Epitel & abnormal
stoma

kelenjar prostat produksi


mengalami sel epitel
hiperplasi dan stoma
berlebihan

BPH
(benikna prostat hiperplasia)

post op

Luka insisi Adanya Efek anestesi


luka

Port de entry Mual, muntah,


Terputusnya
bakteri anoreksia
kontinuitas
jaringan

Resiko tinggi Nutrisi


infeksi kurang dari Kesadaran
nyeri kebutuhan menurun
tubuh
Kelemahan fisik

Intoleransi
aktivitas

9
Sumber : Price (2006)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang

(berdarah) , penampilan keruh, pH 7 atau lebih besar ( menunjukkan

infeksi ), bakteria, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.

b. Kultur urine : dapat menunjukkan stapilococus aureus, Proteus,

Klebsiella, Pseudomonas, atau Escherichia coli.

c. Sitologi urine : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.

d. BUN/kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.

e. Asam Fosfat Serum / antigen khusus prostatik : peninngkatan karena

pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat

(dapat mengindikasikan metastase tulang).

f. SDP : mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi

jjika pasien tidak imunosupresi.

g. Penentuan kecepatn aliran urine : mengkaji derajad obstruksi

kandung kemih.

h. IVP dengan film pasca berkemih : menunjukkan pelambangan

pengosongan kandung kemih, membedakan derajad obstruksi

kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung

kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

10
i. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk

memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan

bahan kontras lokal.

j. Sistogram : merupakan tekanan dan volume kandung kemih untuk

mengidentifiksasi disfungsi yang tak berhubungan dengan HPB.

k. Sistouretroskopi : untuk menggambaran derajat pembesaran prostat

dan perubahan dinding kandung kemih ( kontra indikasi pada adanya

ISK akut sehubungan dengan resiko sepsis gram negatif ).

l. Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.

m. Ultrasound transrektal : mengukur ukuran postat, jumlah residu

urine, melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH.

(Doenges, 2003).

7. Penatalaksanaan

a. Tindakan Keperawatan

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan,

nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan

malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat dekongestan

(parasimpatik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan

minum alkohol agar tidak sering miksi.

Apabila pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat

karena ia tidak dapat berkemih, maka katerisasi dapat dilakukan.

b. Terapi medis

Tidak semua pasien hiperplasi partu menjalin tindakan

medik. Kadang - kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat

11
sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapy apapun. Tujuan terapi

pada pasien hiperplasi prostat adalah menghilangkan obstruksi pada

leher buli-buli.

1) Untuk mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan

blocker (penghambat alfa adrenergik), contoh : fenoksitenzamin

dan tentolamin.

2) Untuk mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan

kadar hormon testosteron atau DHT,contoh : Finasterid.

c. Pembedahan

Pembedahan prostat dilakukan untuk mengkaji status umum

pasian dan untuk menetapkan fungsi optimal ginjal. Beberapa

prosedur yang digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostat

yang mengalami hipertrofi antara lain:

1) Reseksi

transuretral prostat (TUR atau TURP)

Adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan

melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukan

secara langsung melalui uretra ke dalam prostat ,yang kemudian

dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan

kecil dengan loop pemotong listrik. Prosedur ini yang tidak

memerlukan insisi dan digunakan untuk kelenjar dalam ukuran

yang beragam dan ideal bagi pasien yang yang mempunyai

kelenjar kecil dan yang dipertimbangkan melalui resiko bedah

yang buruk.

12
Pendekatan ini mempersingkat hari rawat namun sering

timbul striktur dan mungkin diperlukan tindakan

ulang.prostatektomi transuretral jarang menyebabkan disfungsi

erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogate

pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat

menyebabkan cairan seminal mengalir kearah belakang ke

dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.

2) Prostatektomi

suprapubik

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui

insisi abdomen. Suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih,

dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian

dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan

beberapa komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah

mungkin lebih banyak dibanding dengan metode

lainnya.Kerugian` lainnya adalah insisi abdomen akan disertai

bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.

3) Prostatektomi

perineal

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dari

perinium. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainnya

tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

Pada periode pasca operatif, luka bedah mudah terkontaminasi

karena insisi dilakukan dekat dengn rektum.Lebih jauh lagi,

13
inkontinensia, impotensi atau cedera rektal lebih mungkin

menjadi komplikasi dari pendekatan ini.

4) Prostatektomi

retropubik

Adalah tehnik lain dan lebih umum dibanding

pendekatan suprapubik. Dokter bedah membuat insisi abdomen

rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan

kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.Prosedur ini

cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam

pubis.Meskipun darah yang hilang lebih dapat dikontrol baik

dan letak bedah lebih mundah untuk dilihat, infeksi dapat cepat

terjadi dalam ruang retropubis.

5) Insisi prostat

transuretral (TUIP)

Adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara

memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi

dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi

tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.

TUIP diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30

gram atau kurang) dan akan efektif dalam mengobati banyak

kasus BPH. Prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan

dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah dibanding

prosedur bedah prostat lainnya (Brunner & Suddart, 2002).

d. Komplikasi

14
1) Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung

pada jenis pembedahan dan mencakup hemoragi, pembentukan

bekuan, obstruksi kateter, dan disfungsi seksual.

2) Perubahan anatomi pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi

retrogard

3) Vasektomi mungkin dilakukan pada pembedahan untuk

mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas

deferens dan kedalam epididimis.

4) Setelah prostatektomi total hampir selalu terjadi impotensi

(Brunner & Suddart, 2002).

B. Asuhan Keperawatan

1. Fokus Pengkajian

a. Sirkulasi

Riwayat masalah jantung, gagal jantung kanan, edema pulmonal,

penyakit vaskuler perianal atau statis vaskuler.

b. Integritas Ego

Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan otot atau peka

rangsang.

c. Eliminasi

Distensi VU, nokturia, disuria, hematuri, konstipasi, penurunan

aliran darah / kekuatan / dorongan aliran urin (menetes).

d. Nutrisi dan Cairan

Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.

e. Istirahat dan tidur

15
Kebutuhan pola istirahat dan tidur yang tidak relavan akan

menurunkan system autoimun serta pengkajian stress yang terjadi.

f. Nyeri / Kenyamanan

Nyeri suprapubik, nyeri penggung bawah.

g. Seksualitas

Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi, pembesaran dan nyeri tekan

prostat.

h. Penyuluhan dan Pembelajaran

Riwayat keluarga : kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan

anti hipertensi, antibiotic, alergi (Doengoes, 2003).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca

operasi.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi kurang.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya porte de entry.

3. Fokus Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri akan berkurang bahkan hilang

2) Kriteria Hasil :

a) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang

16
b) Mengekspresikan penurunan nyeri/ketidaknyamanan

c) Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

3) Intervensi :

a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan

intensitas (skala 0-10)

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi

ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk/keefektifan

analgetik.

b) Mengkaji tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi

acuan adanya peningkatan nyeri.

c) Bantu pasien menemukan posisi nyaman

Rasional : peninggian lengan, ukuran baju dan adanya

drainase mempengaruhi kemampuan pasien untuk rileks

dan istirahat secara efektif.

d) Berikan tindakan kenyamanan dasar (contoh perubahan

posisi pada punggung atau sisi yang tak sakit, pijatan

punggung)

Rasional : meningkatkan relaksasi

e) Dorong ambulasi dini penggunaan teknik relaksasi

Rasional : meningkatkan relaksasi

f) Tekan/sokong dada saat latihan nafas dalam

Rasional : memudahkan partisipasi pada aktifitas tanpa

timbul ketidaknyamanan.

17
g) Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional :memberikan penghilangan ketidaknyamanan/

nyeri.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca

operasi

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pasien dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri.

2) Kriteria Hasil :

a) Menunjukkan tingkat mobilitas fisik secara mandiri

b) Aktifitas sehari hari dapat secara mandiri.

3) Intervensi :

a) Mengkaji tanda-tanda vital

Rasional : mengidentifikasi adanya peningkatan suhu , nadi,

TD dan pernapasan.

b) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan

parameter: catat peningkatan TD, nyeri dada, kelelahan,

berkeringat pusing/pingsan.

Rasional : menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap

stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan

kerja/jantung.

c) Kaji kesiapan untuk melakukan aktivitas

Rasional : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk

memajukan tingkat aktivitas individual.

d) Dorong pasien untuk melakukan ROM aktif

18
Rasional : mencegah adanya kekauan sendi dan peningkatan

sirkulasi membantu meminimalkan odema.

e) Anjurkan klien untuk mobilisasi mandiri secara bertahap

Rasional : membantu kemandirian pasien dalam pemenuhan

ADL

f) Bantu ambulasi dan atur posisi tubuh pasien yang benar

Rasional : pasien akan merasa tidak seimbang dan dapat

memerlukan bantuan sampai terbiasa terhadap perubahan.

g) Monitor keterbatasan aktivitas , kelemahan saat aktivitas.

Rasional : untuk membantu kesembuhan klien.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi kurang.

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

2) Kriteria Hasil :

a) Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan.

b) Klien menunjukkan berat badan  yang stabil.

c) Klien berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk

merangsang nafsu makan

3) Intervensi:

a) Pantau masukan makanan setiap hari

Rasional : mengidentifikasikan kekuatan/defisiensi nutrisi.

b) Timbang berat badan setiap minggu.

19
Rasional : membantu dalam identifikasi malnutrisi protein-

kalori, khususnya bila berat badan dan pengukuran

antopometri kurang dari normal.

c) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrisi

dengan masukan cairan adekuat.

Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan

begitu juga cairan.

d) Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang

diantisipasi.

Rasional : mual/muntah terjadi sebelum kemoterapi mulai

secara umum tidak berespon terhadap obat antiemetik.

e) Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

Rasional : membuat waktu makan lebih menyenangkan

yang dapat meningkatkan masukan.

f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional : Membantu pasien mendapatkan gizi seimbang

sesuai dengan kebutuhan tubuh

g) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional : Membantu pasien mendapatkan gizi seimbang

sesuai dengan kebutuhan tubuh.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya porte de entry

20
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

tidak terjadi infeksi.

2) Kriteria Hasil :

a) Tidak ada tanda – tanda infeksi.

b) Luka dapat sembuh dengan sempurna

3) Intervensi :

a) Mengkaji tanda-tanda vital

Rasional : mengidentifikasi adanya peningkatan TD, N, S

dan pernapasan.

b) Pantau tanda dan gejala infeksi

Rasional : Membantu menentukan derajat penurunan TD,

takikardi, disritmia, takipnea, adalah indikasi dari kerusakan

toleransi jantung terhadap aktifitas.

c) Anjurkan pasien untuk istirahat

Rasional : membatasi komplikasi, mendorong gerakan yang

cukup untuk mencegah komplikasi.

d) Pantau hasil laborat

Rasional : Mencegah terjadi komplikasi

e) Instruksikan untuk menjaga hygine pribadi untuk

melindungi tubuh dari infeksi.

Rasional : Mengurangi resiko infeksi

f) Ajarkan pada pasien/keluarga tentang tanda infeksi

21
Rasional : Mengurangi adanya bakteri dan memberikan

informasi

g) Lakukan ganti balut

Rasional : Mengurangi adanya infeksi

h) Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : mengidentifikasi infeksi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan di ruang mawar pada tanggal 5 Agustus 2016 jam 08.

30 WIB setelah pasien menjalankan operasi.

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Umur : 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

22
Pekerjaan : Buruh

Alamat : Ngablak 3/9 Cluwak

No. RM : 116002

Diagnosa Medis : Benikna Prostat Hiperplasia (BPH).

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. S

Umur : 41 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ngablak 3/9 Cluwak

Hub. Dengan pasien : Ayah

2. Keluhan Utama.

Pasien menyatakan nyeri pada daerah post operasi di bagian perut

bawah.

P : Pasien mengatakan nyeri jika bergerak

Q : Nyeri pasien seperti tertusuk-tusuk

R : Nyeri pada luka post operasi dibagian perut kuadran kanan bawah

S : Nyeri sedang dengan skala 6

T : Nyeri bertambah jika dipakai mengejan

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang.

Pasien menyatakan kurang lebih lima hari yang lalu

mengeluh nyeri pada saluran kencing, rangsangan kencing terus

menerus dan hanya keluar sediki-sedikit, buli-buli kencang dan

23
kasar, jika disentuh terasa sakit. Oleh keluarganya pasien kemudian

dibawa ke rumah sakit RSUD RAA Soewondo Pati dan di terima di

ruang IGD dengan pemerisaan TD : 120/80 mmHg, N : 84x/mnt, RR

: 24x/mnt, S : 38oC, di IGD pasien mendapat perawatan yaitu

pemasangan infuse Rl 20 tetes per menit, terapi pengobatan ranitidin

50 mg, amlodipi 5 mg, lasix 2 mg, prefat sirup 2 cendok makan. Dari

IGD pasien disarankan rawat inap dan diterima di ruang Mawar

RAA Soewondo Pati.

b. Riwayat kesehatan dahulu.

Pasien tidak penah di rawat di Rumah Sakit ini sebelumnya.

Dalam keluarga pasien ada yang memiliki penyakit menular

Hepatitis yaitu pamannya.

c. Riwayat kesehatan keluarga.

Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti

yang dialami pasien. Pasien mengatakan dalam keluarga pasien tidak

ada yang memiliki riwayat penyaki seperti DM dan asma. Pasien

mengatakan tidak ada yang memiliki riwayat alergi makanan

maupun minuman.

4. Pola Pengkajian Fungsional

a. Pola persepsi dan pemulihan kesehatan

24
1) Sebelum sakit : pasien menyatakan bahwa sehat adalah kondisi

pasien yang tidak sakit, kesehatan merupakan hal yang penting.

Bila sakit pasien akan dibelikan obat di toko. Bila tidak ada

perubahan dibawa ke puskesmas atau ke rumah sakit.

2) Selama sakit : pasien mengatakan jika ada sesuatu yang terjadi

pada pasien keluarga langsung memberitahu petugas.

b. Nutrisi metabolisme

1) Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, nafsu makan baik,

makanan nasi, sayur, lauk dengan menu seadanya tidak ada

gangguan saat makan. Mimun air putih antara 7-8 gelas perhari.

2) Selama sakit : saat ini pasien mendapat diit ruangan yaitu diit

TKTP, pasien makan 3 kali sehari, pasien makan ½ porsi. Pasien

minum antar 1-2 gelas perhari.

c. Eliminasi

1) Sebelum sakit :

a) BAB : frekuensi 1-2 kali sehari, konsistensi

lembek warna kuning, bau khas dan tidak terbiasa

menggunakan pengencer.

b) BAK : frekuensi 4-6 kali sehari, warna kuning

dan bau khas.

2) Selama sakit

a) BAB : setelah operasi BAB pasien susah selama dirumah

sakit pasien males BAB dan selam 2 hari stelah operasi

pasien belum BAB.

25
b) BAK : pasien BAK melalui selang DC, BAK pasien

bercampur dengan drine yang tersedia.

d. Aktifitas dan latihan.

1) Sebelum sakit : Pasien melakukan aktivitas secara mandiri

2) Selama sakit : Pasien mengatakan masih lemah dan nyeri,

ADL masih dibantu oleh keluarga.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi 
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dengan alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total

e. Istirahat dan tidur

1) Selama sakit : Pasien tidur malam 6-8 jam, dari jam 21.00-

05.00 WIB. Tidak ada gangguan dalam tidur, tidak terbiasa

menggunakan obat tidur. Pasien tidur siang 1-2 jam, tidak ada

penghantar tidur.

2) Selama sakit : Pasien dapat tidur 8-10 jam perhari, dan tidur

sering terbangun.

f. Pola Persepsi kognitif

Proses berfikir utuh, kemampuan mengingat baik. Pasien

mampu menjawab pertanyaan dengan baik, panca indra normal,

pendengaran baik, penglihatan baik, penciuman baik. Pasien

26
menyatakan nyeri pada daerah operasi (pada suprapubik) terutama

saat bergerak. Pasien menyadari kalau dirinya sedang sakit dan

butuh pengobatan dan perawatan. Sekarang pasien berfikir kapan

cepat sembuh dan bisa pulang.

g. Pola Hubungan dan peran.

Pasien berperan sebagai anak. Pasien menggunakan bahasa

jawa, hubungan pasien dengan keluarga baik, lingkungan sekitar

juga baik. Selama sakit pasien ditunggui oleh ayah dan ibunya.

h. Persepsi dan konsep diri.

Pasien sadar bahwa dirinya seorang laki-laki dan seorang

anak dan mampu menjalankan tugasnya sebagai laki-laki.

i. Reproduksi dan seksual.

1) Sebelum sakit : pasien belum menikah dan bekerja sebagai

buruh.

2) Selama sakit pasien terpasang DC.

j. Toleransi dan koping setres.

1) Sebelum sakit : pasien melakukan tehnik pengalihan stress

dengan berdoa kepada Tuhan dan membaca istigfar.

2) Selama sakit : pasien kini hanya memikirkan tentang

kondisinya dan membicarakan dengan keluarganya bila ada

masalah.

k. Nilai dan kepercayaan.

27
1) Sebelum sakit : pasien beragama islam, menyatakan bahwa

kegiatannya beribadah itu penting, pasien selalu beribadah

sholat 5 waktu.

2) Selama sakit : pasien hanya berbaring ditempat tidur dan

berdoa.

5. Pemeriksaan Fisik (Head to toe).

a. Keadaan Umum : lemah

1) Tingkat kesadaran : Compos mentis.

2) Tanda-tanda vital.

TD : 120/80 mmHg.

RR : 24 x/menit.

N : 84 x/menit.

S : 36,9 o C.

3) GCS :

1) Motorik : 1 2 3 4 5 6

2) Verbal :1 2 3 4 5

3) Eye :1 2 3 4

Nilai total : 15.

b. Kepala : Bentuk mesocepal, bersih, tidak ada lesi pada kulit, rambut

rapi, bersih dan beruban, muka : pucat, tampak menahan nyeri.

c. Mata : Palpebra : tidak edema, konjungtiva tidak anemis, warna putih,

sclera warna putih, normal, reflek pupil mengecil jika ada rangsang

cahaya dan melebar jika gelap.

d. Hidung tidak ada polip, penciuman tajam, tidak terpasang O2.

28
e. Mulut : gigi lengkap tidak ada tanda-tanda karies, bibir kering.

f. Tenggorokan : terdapat penumpukan sekret.

g. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

h. Dada

1) Paru

Inspeksi : ekspansi dada kanan dan kiri sama

Perkusi : sonor

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : vesikuler

2) Jantung

Inspeksi : iktus cordis tak tampak

Perkusi : pekak

Palpasi : ictus cordis teraba di IC 4-5

Auskultasi : terdengar S1 dan S2 reguler

i. Abdomen

1) Inspeksi : luka post operasi pada perut kuadran kanan bawah

2) Auskultasi : bising usus 15 x/mnt

3) Perkusi : thimpani

4) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen sebelah kanan /

kuadran 4

j. Genetalia : terpasang DC

k. Rektum : tidak ada hemoroid

l. Ekstremitas

29
1) Atas : kekuatan otot kanan berkurang akubat terpasang infus RL

20 tpm dan kekuatan otot kiri dapat digerakkan bebas atau

normal.

2) Bawah : kekuatan otot kanan dan kiri berkurang karena adanya

nyeri akibat luka post operasi.

6. Data Penunjang.

a. Pemeriksaan laborat tanggal 5 Agustus 2016

Hb 12,3 12-18 g/dl

Ht 34,8 34-48 %

Eritrosit 40,0 37-59. 105/ul.

VER 90,0 78-98 fl.

HER 33,4 26-34 pg.

KHER 36,0 30-37 g/dl.

Leukosit 10. 500 4,6-11. 103/ul.

Trombosit 222. 000 150-400. 103/dl.

GDS 125 70-160 mg/dl

Ureum darah 27,4 10-50 mg/dl

Creatinin darah 0,79 0,6-1,2 mg/dl

b. Pemeriksaan laborat tanggal 6 Agustus 2016.

Hb 11,5 12-18 g/dl

Ht 34,5 34-48 %

Eritrosit 38,4 37-59. 105/ul.

VER 90,3 78-98 fl.

HER 32,8 26-34 pg.

30
KHER 36,2 30-37 g/dl.

Leukosit 9. 400 4,6-11. 103/ul.

Trombosit 222. 000 150-400. 103/dl.

GDS 125 70-160 mg/dl

Ureum darah 28,1 10-50 mg/dl

Creatinin darah 0,88 0,6-1,2 mg/dl

c. Pemeriksaan laborat tanggal 7 Agustus 2016.

Hb 10,9 12-18 g/dl

Ht 34,3 34-48 %

Leukosit 15. 000 4,6-11. 103/ul.

Trombosit 175. 000 150-400. 103/dl.

SGOT 12,6 L < 35. P < 31 u/l.

SGPT 8,4 L < 34. P <34 u/l.

d. Pemeriksaan penunjang tanggal 5 Agustus 2016

1) USG.

Kesan : BPH

2) Foto toraks

Kesan : Normal

7. Theraphy

1) 5 Agustus 2016

Parenteral :

a) Infus RL 20 tpm.

b) Infus metronidazol 3 x 500 mg

c) Infus cipro floxaxin 2 x 500 mg

31
d) Injeksi Ketorolax 3 x 30 mg.

e) Injeksi Asam traneksamat 3 x 500 mg

f) Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg

2) tanggal 6 Agustus 2016

Parenteral :

a) Infus RL 20 tpm.

b) Infus metronidazol 3 x 500 mg

c) Infus cipro floxaxin 2 x 500 mg

d) Injeksi Ketorolax 3 x 30 mg.

e) Injeksi Asam traneksamat 3 x 500 mg

f) Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg

3) Tanggal 7 Agustus 2016

Parenteral :

a) Infus RL 20 tpm.

b) Infus metronidazol 3 x 500 mg

c) Infus cipro floxaxin 2 x 500 mg

d) Injeksi Ketorolax 3 x 30 mg.

e) Injeksi Kalnex 3 x 500 mg

f) Injeksi Ranitidine 2 x 50

ANALISA DATA

No Tgl/jam Data focus Penyebab Masalah

32
1 5 Agustus Ds : Pasien menyatakan nyeri Terputusnya Nyeri.
2016 pada daerah luka post operasi kontinuitas
13. 00 di bagian perut bawah. jaringan
Do :
1. P : Pasien mengatakan
nyeri jika bergerak
2. Q : Nyeri pasien seperti
tertusuk-tusuk
3. R : Nyeri pada luka post
operasi dibagian perut
kuadran kanan bawah
4. S : Nyeri sedang dengan
skala 6
5. T : Nyeri bertambah jika
dipakai mengejan
6. Ekspresi wajah
7. Tampak menahan nyeri.
8. Pasien terlihat memegangi
perutnya
9. N : 84 x/menit.
10. RR : 24 x/menit.
11. TD : 120/80 mmHg
2 5 Agustus Ds : Pasien mengatakan masih Kelemahan fisik Intoleransi
2016 lemah dan nyeri, ADL masih pasca operasi aktivitas
13.10 dibantu oleh keluarga.
Do :
1. Pasien terlihat bedrest
2. Aktifitas dibantu keluarga
3. Hb : 10,9 g/dl
3 5 Agustus Ds : Pasien menyatakan nyeri Adanya porte de Resiko tinggi
2016 pada daerah luka post operasi entry infeksi
13.20 di bagian perut bawah.
DO :

33
1. Luka post operasi dibagian
perut kuadran kanan bawah
dengan balutan kasa steril
2. Leukosit 15. 000 / ul.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca operasi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya porte de entry

C. Intervensi

Tgl Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


05/8/2016 I Setelah diberikan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Membantu dan
15.30 tindakan keperawatan perhatikan lokasi, mengidentifikasi
selama 3x24 jam nyeri dan intensitas nyeri derajat
dapat berkurang atau (skala 0-10) ketidaknyamanan
hilang dengan kriteria dan kebutuhan
hasil: untuk/keefektifan
1. Skala nyeri analgesik.
berkurang 2. Observasi tekanan 2. Untuk
2. Pasien mengatakan darah, suhu, nadi, mengetahui
nyeri berkurang pernapasan keadaan pasien
3. Wajah tampak rileks terutama TD,N,S,
pernapasan pasien
3. Bantu pasien 3. Peninggian

34
menentukan posisi lengan, ukuran
nyaman baju, dan adanya
drain
mempengaruhi
kemampuan
pasien untuk
rileks dan tidur
secara efektif
4. Berikan tindakan 4. Meningkatkan
kenyamanan dasr relaksasi
(contoh perubahan
posisi pada
punggung/sisi yang
tak sakit, pijat
punggung)
5. Dorong ambulasi 5. Meningkatkan
dini dan relaksasi,
penggunaan teknik
relaksasi
6. Tekan/sokong dada 6. Memudahkanb
saat nafas dalam partisipasi pada
aktivitas tanpa
timbul ketidak
nyamanan.
7. Kolaborasi dalam 7. Memberikan
pemberian penghilangan
analgetik ketidaknyamanan/
nyeri.
05/8/2016 II Setelah dilakukan 1. Dorong pasien 1. Mencegah adanya
15.30 tindakan keperawatan untuk ROM aktif kekakuan sendi
selama 3x24 jam maka dan peningkatan
pasien dapat melakukan sirkulasi
mobilisasi secara 2. Observasi tekanan 2. Mengidentifikasi

35
mandiri dengan kriteria darah, nadi,suhu, peningkatan TD,
hasil : pernapasan N, S, RR
1. Menunjukkan 3. Anjurkan pasien 3. Membantu
tingkat mobilitas untuk mobilisasi kemandirian
fisik secara mandiri mandiri secara pasien dalam
penuh bertahap pemenuhan ADL
2. Aktifitas kehidupan 4. Bantu ambulasi dan 4. Pasien akan
sehari-hari secara atur posisi tubuh merasa tidak
mandiri pasien yang benar seimbang dan
dapat
memerlukan
bantuan sampai
terbiasa terhadap
perubahan.
5. Monitor 5. Untuk
keterbatasan merencanakan
aktivitas, intervensi
kelemahan saat selanjutnya
aktivitas
6. Libatkan keluarga 6. Untuk membantu
dalam ADL pasien kesembuhan
pasien
05/8/2016 III Setelah dilakukan 1. Observasi tekanan 1. Mengidentifikasi
15.30 tindakan keperawatan darah, nadi, suhu, peningkatan TD,
selama 3x24 jam maka pernapasan N, S, RR
tidak terjadi infeksi 2. Pantau tanda dan 2. Membantu
dengan kriteria hasil : gejala infeksi menentukan
1. Bebas dari tanda derajat penurunan
infeksi TD, takikardi,
2. Hasil laborat normal disritmia,
3. Pasien mengatakan takipnea, adalah
tahu tentang tanda indikasi dari
infeksi kerusakan

36
toleransi jantung
terhadap aktifitas
3. Anjurkan pasien 3. Membatasi
untuk istirahat komplikasi,
mendorong
gerakan yang
cukup untuk
mencegah
komplikasi
4. Pantau hasil 4. Mencegah terjadi
laborat komplikasi
5. Instruksikan untuk 5. Mengurangi resiko
menjaga hygine infeksi
pribadi untuk
melindungi tubuh
dari infeksi.
6. Ajarkan pada 6. Mengurangi
pasien/keluarga adanya bakteri dan
tentang tanda memberikan
infeksi informasi
7. Lakukan ganti 7. Mengurangi
balut adanya infeksi
8. Kolaborasi 8. Mencegah
pemberian terjadinya infeksi
antibiotik.

D. Implementasi

Tanggal/jam No. Dx Implementasi Respon TTD

05/8/2016 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”


15.40 tanda vital pasien O:
1. TD : 120/ 80 mmHg

37
2. Nadi : 88x/ menit
3. Suhu : 36,30 C
4. RR : 23x/ menit
15. 50 1 Mengkaji S: Pasien mengatakan “ nyeri
karakteristik nyeri terasa diperut kanan bawah”.
pasien O: Pasien terlihat meringis saat
menggerakan badan.
1. P : Nyeri bertambah saat
bergerak
2. Q : Nyeri seperti disayat
3. R : Nyeri pada daerah
abdomen sebelah kanan
bawah
4. S : Skala nyeri 6
5. T : Nyeri hilang timbul.
16.00 1 Mengajarkan teknik S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
relaksasi napas dalam O: Pasien tampak
memperhatikan dan mengikuti
instruksi perawat
16. 10 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman
teknik napas dalam
tersebut apabila nyeri
dirasakan
16.20 1, 3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: Obat masuk lewat selang
metronidazol 3 x 500 infus, tidak ada sumbatan, tidak
mg, Infus cipro ada phlebitis.
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
17.00 3 Melibatkan keluarga S:Keluarga mengatakan “Nggeh
dalam pemenuhan bu”

38
ADL pasien O: keluarga pasien tampak
membantu pasien untuk duduk.
18.00 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”
tanda vital pasien O:
1. Nadi: 80x/ menit
2. Suhu: 36,70C
3. TD: 120/ 80 mmHg
4. RR: 23x/ menit
18.50 3 Melibatkan keluarga S: Pasien mengatakan “ ya bu”
dalam pemenuhan minum dan makan.
ADL pasien O: Pasien tampak minum dan
makan dibantu oleh suaminya.
19.15 3 Menganjurkan pasien S: Keluarga mengatakan “ ya
untuk melakukan bu”.
ADL secara mandiri O: pasien tampak duduk
secara bertahap bersandar di tempat tidur, pasien
tampak nyaman

21.10 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”


untuk miring kanan O: Pasien tampak nyaman
dan kiri
23.30 1,3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: injeksi masuk melalui selang
metronidazol 3 x 500 per infus ceftriaxon 1 gram
mg, Infus cipro
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
06/8/2016 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”
06.00 tanda vital pasien O:
1. TD: 110/ 80 mmHg
2. Nadi: 84x/ menit
3. Suhu: 36,10 C
4. RR: 22x/ menit

39
07.30 1 Mengkaji karakteristik S: Pasien mengatakan “nyeri
nyeri pasien terasa diperut bagian bawah”
O: Pasien tampak kesakitan.
1. P : Nyeri bertambah saat
bergerak
2. Q : Nyeri seperti disayat
3. R : Nyeri pada daerah
abdomen sebelah kanan
bawah
4. S : Skala nyeri 5
5. T : Nyeri hilang timbul
07.40 4 Mempertahankan S : pasien mengatakan “nggeh
balutan yang oklusif pak “
O : balutan pada luka post
appendiktomi oklusif
08.05 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman
teknik napas dalam
apabila nyeri
dirasakan
08.50 3 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”
untuk miring kanan O: Pasien tampak nyaman
dan kiri
09.10 1, 3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: Obat masuk lewat selang
metronidazol 3 x 500 infus, tidak ada sumbatan, tidak
mg, Infus cipro ada phlebitis.
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg.
09.25 2 Merawat luka pasien S : Pasien mengatakan “ ya bu”
O : luka tampak masih basah

40
12.00 1,2,3 Mengukur tanda-tanda S: Pasien mengatakan “ ya bu”
vital pasien O:
1. TD: 120/ 80 mmHg
2. Nadi: 83x/ menit
3. Suhu: 36,30 C
4. RR: 23x/ menit
13.00 3 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya pak”
untuk miring kanan O: Pasien tampak nyaman
dan kiri
14.50 1 Mengajarkan teknik S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
relaksasi napas dalam O: Pasien tampak
memperhatikan dan mengikuti
instruksi perawat
15. 55 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman
teknik napas dalam
tersebut apabila nyeri
dirasakan
16.00 1,3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya pak”
pemberian Infus O: Obat masuk lewat selang
metronidazol 3 x 500 infus, tidak ada sumbatan, tidak
mg, Infus cipro ada phlebitis.
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
18.00 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”
tanda vital pasien O:
1. Nadi: 80x/ menit
2. Suhu: 36,70C
3. TD: 130/ 80 mmHg
4. RR: 23x/ menit
18.50 3 Melibatkan keluarga S: Pasien mengatakan “ ya bu”
dalam pemenuhan O: Pasien tampak minum dan

41
ADL pasien makan dibantu oleh suaminya.
22.10 2 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”
untuk miring kanan O: Pasien tampak nyaman
dan kiri
23.30 1,3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: injeksi masuk melalui selang
metronidazol 3 x 500 per infus ceftriaxon 1 gram
mg, Infus cipro
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
07/8/2016 1,2,3 Mengukur tanda-tanda S: Pasien mengatakan “ ya bu”
05.30 vital O:
1. TD: 110/ 80 mmHg
2. Nadi: 83x/ menit
3. Suhu: 36,50 C
4. RR: 23x/ menit
06.30 1 Mengkaji krakteristik S: Pasien mengatakan “ nyeri
nyeri terasa diperut kanan bawah”.
O: pasien tampak kesakitan
1. P : Nyeri bertambah saat
bergerak
2. Q : Nyeri seperti disayat
3. R : Nyeri pada daerah
abdomen sebelah kanan
bawah
4. S : Skala nyeri 3
5. T : Nyeri hilang timbul.
08.10 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya pak”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman
teknik napas dalam
tersebut apabila nyeri
dirasakan

42
09.20 1,3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya pak”
pemberian Infus O: Obat masuk lewat selang
metronidazol 3 x 500 infus, tidak ada sumbatan, tidak
mg, Infus cipro ada phlebitis.
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
10.30 3 Mengkaji tingkat S: Pasien mengatakan sudah
aktivitas pasien dapat jalan ke toilet tapi dengan
bantuan
O: Pasien terlihat dibantu
keluarganya untuk ke toilet.
11.00 3 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya pak”
untuk beraktifitas O: Pasien terlihat makan dan
mandiri secara minum tanpa bantuan
bertahap keluarganya.
12.00 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”
tanda vital pasien O:
1. TD: 120/ 80 mmHg
2. Nadi: 83x/ menit
3. Suhu: 36,80 C
4. RR: 24x/ menit
12.30 3 Melibatkan keluarga S: Keluarga mengatakan “
dalam aktivitas pasien Nggeh pak “
O: pasien terlihat dibantu
keluarga ke toilet.

14.50 1 Mengajarkan teknik S: Pasien mengatakan “ ya bu”.


relaksasi napas dalam O: Pasien tampak
memperhatikan dan mengikuti
instruksi perawat
15. 55 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman

43
teknik napas dalam
tersebut apabila nyeri
dirasakan
16.00 1, 3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: Obat masuk lewat selang
metronidazol 3 x 500 infus, tidak ada sumbatan, tidak
mg, Injeksi Ketorolax ada phlebitis.
3 x 30 mg, Injeksi
Kalnex 3 x 500 mg
18.00 1,2,3 Mengukur tanda- S: Pasien mengatakan “ ya bu”
tanda vital pasien O:
1. Nadi: 80x/ menit
2. Suhu: 36,70C
3. TD: 120/ 80 mmHg
4. RR: 23x/ menit
18.50 3 Melibatkan keluarga S: keluarga mengatakan “ ya
dalam pemenuhan bu”
ADL pasien O: Pasien tampak minum dan
makan dibantu oleh suaminya.
19.15 3 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk melakukan O: pasien tampak duduk
ADL secara mandiri bersandar di tempat tidur, pasien
secara bertahap tampak nyaman.
20.15 1 Menganjurkan pasien S: Pasien mengatakan “ ya bu”.
untuk mengulang O: Pasien tampak lebih nyaman
teknik nafas dalam
tersebut apabila nyeri
dirasakan
23.30 1,3 Melakukan kolaborasi S: Pasien mengatakan “ ya bu”
pemberian Infus O: injeksi masuk melalui selang
metronidazol 3 x 500 per infus ceftriaxon 1 gram dan
mg, Infus cipro kalnex 500 mg.
floxaxin 2 x 500 mg,
Injeksi Ketorolax 3 x

44
30 mg, Injeksi Kalnex
3 x 500 mg
08/8/2016 1,2,3 Mengukur tanda-tanda S: Pasien mengatakan “ ya bu”
05.30 vital O:
1. TD: 110/ 80 mmHg
2. Nadi: 83x/ menit
3. Suhu: 36,50 C
4. RR: 23x/ menit
06.30 1 Mengkaji krakteristik S: Pasien mengatakan “ nyeri
nyeri terasa diperut kanan bawah
sudah jauh berkurang”
O: pasien tampak rileks
1. P : Nyeri bertambah saat
bergerak
2. Q : Nyeri seperti disayat
3. R : Nyeri pada daerah
abdomen sebelah kanan
bawah
4. S : Skala nyeri 1
5. T : Nyeri hilang timbul.

E. Evaluasi

Tanggal/jam No. dx Evaluasi


08/8/2016 1 S: Pasien mengatakan nyeri sudah jauh berkurang, tapi
10.00 masih sakit jika digunakan bergerak
O: Pasien tampak lebih rileks.
Pasien kadang meringis
Nadi: 83x/ menit
RR: 24x/ menit
TD: 120/80 mmHg
P : Nyeri sudah jauh berkurang
Q : Nyeri seperti disayat sayat
R : Nyeri pada luka post operasi

45
S : Skala nyeri 3
T : Nyeri jarang timbul
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan
2. Mengkaji tanda-tanda vital
3. Bantu pasien menemukan posisi nyaman
4. Berikan tindakan kenyamanan dasar (contoh
perubahan posisi pada punggung atau sisi yang tak
sakit, pijatan punggung)
5. Dorong ambulasi dini penggunaan teknik relaksasi
6. Tekan/sokong dada saat latihan nafas dalam
7. Berikan analgetik sesuai indikasi
08/8/2016 2 S: Pasien mengatakan ADL mulai bisa mandiri
10.10 O : Pasien tampak latihan gerak dengan duduk dan
miring kanan kiri.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
08/8/2016 3 S: Pasien mengatakan luka sudah mulai kering
10.20 O: Luka tampak mulai mengering, suhu 36,8 0C
A: Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

BAB IV

PENUTUP

46
A. Kesimpulan

1. Prostatektomi adalah reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra

untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

2. Hasil pengkajian Tn. K didapatkan data pada keluhan utama mengatakan

bahwa pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti

ditusuk-tusuk, nyeri pada abdomen bagian bawah, skala nyeri 6 dan nyeri

muncul ketika bergerak.

3. Diagnosa Keperawatan Pada asuhan keperawatan Tn. K Post

Prostatektomi ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu : Nyeri

berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, Intoleransi

aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca operasi dan Resiko

tinggi infeksi berhubungan dengan adanya porte de entry.

4. Perencanaan yang dilakukan mengatasi masalah prioritas yaitu nyeri

adalah Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya; Mengkaji tanda-

tanda vital; Bantu pasien menemukan posisi nyaman; Berikan tindakan

kenyamanan dasar (contoh perubahan posisi pada punggung atau sisi

yang tak sakit, pijatan punggung); Dorong ambulasi dini penggunaan

teknik relaksasi; Tekan/sokong dada saat latihan nafas dalam serta

Berikan analgetik sesuai indikasi

5. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai dengan yang ada

dalam intervensi tetapi penulis memodifikasi. Selama dilakukan tindakan

keperawatan, klien dan keluarga bersikap kooperatif sehingga

mempermudah kinerja penulis serta perkembangan kondisi klien

khususnya rasa nyeri, intoleransi aktivitas dan resti infeksi.

47
6. Evaluasi yang didapatkan pada Tn. K pada diagnosa nyeri yaitu masalah

teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi. Pada diagnosa intoleransi

aktivitas yaitu masalah teratasi dan hentikan intervensi. Pada diagnosa

keperawatan resiko tinggi infeksi yaitu masalah teratasi dan lanjutkan

intervensi.

B. Saran

1. Bagi Perawat

Dalam melakukan asuhan keperawatan diharapkan perawat mampu

melakukan pengkajian dengan teliti sesuai konsep teori dan literatur yang

ada sehingga mampu menegakkan diagnosa keperawatan dengan tepat.

2. Bagi RSUD RAA Soewondo Pati

Sebaiknya mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang

menjamin terpenuhinya pelayanan keperawatan dan tindakan yang sesuai

dengan prosedur keperawatan.

3. Bagi pasien

Bagi pasien dengan penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

sebaiknya mampu meningkatkan pengetahuan tentang penyakitnya

khususnya diet yang harus dikonsumsi oleh pasien Benigna Prostat

Hiperplasia (BPH).

DAFTAR PUSTAKA

48
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol
2. EGC : Jakarta

Clevo M, Rendy, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam. Cetaka 1. Yokyakarta : Nuha Medika

Dongoes, Marylin. 2003. Rencana Rsuhan Keperawatan. Edisi 3, Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta : EGC

Mansjoer A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 . Jilid 2, Penerbit Media


Aesculapius. FKUI Jakarta

Price, Syvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta : EGC

Purnomo. 2003. Asuhan Keperawatan Benikna Prostat Hiperplasia. diperoleh dari


www.e-skripsi.stikesmuh.com diakses pada tanggal 9 juni 2013.

Rumoharbo. 2008. Asuhan Keperawatan Benikna Prostat Hiperplasia Pada


Lansia. diperoleh dari http://repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 9 Juni
2013.

Schrock Theodore. 2005. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai