DISUSUN OLEH:
NURMA SHINTA SARI
3215060
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi
orifisium uretra (Brunner & Suddarth, 2010).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit pertumbuhan nodul – nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisah (Price, 2009)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, 2010).
Derajat berat BPH menurut Price (2009) dibedakan menjadi 4 stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
3
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain (Marilynn, 2010) :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
4
2. Tanda
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran
konsistensikenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination
(DRE).Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,
perludipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2. (Price, 2009).
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini
(Brunner & Suddarth, 2010):
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a. Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
b. Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
c. Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
d. Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
e. Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, klien
diinstruksikan untuk BAK dahulu kemudian dipasang kateter.
a. Normal : Tidak ada sisa
b. Grade I : sisa 0-50 cc
c. Grade II : sisa 50-150 cc
d. Grade III : sisa > 150 cc
e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
D. PATOFISOLOGI
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Lebih dari 50 % pria diatas usia 50 tahun
mengalami pertumbuhan nodular ini. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stoma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda. Sebab dari BPH tidak
diketahui. Pembesaran jaringan prostat periutretral menyebabkan obtruksi leher
kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran
kemih dari kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2010).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda-beda : sering berkemih, nokturia, urgensi, urgensi dengan
inkontinensia, tersendat-sendat, mengeluarkan tenaga untuk mengeluarkan kemih,
5
rasa tidak lampias, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah
berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen,
dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa
ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya
kelenjar (Roehborn et al, 2012).
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak
adanya aliran kemih, dan ini memerlukan reseksi bedah pada prostat. Prostatektomi
dapat dilakukan dalam berbagai cara, yang paling sering adalah metode reseksi
transuretral. (Price, 2009).
Jaringan Kelenjar 50 - 70 %
Jaringan Stroma (penyangga)
30 - 50 %
Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di
dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar
prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma
yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang
dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain
sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
6
Fungsi kelenjar prostat
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer seperti susu, yang mengandung ion sitrat,
kalsium, ion fospat, enzim pembeku, dan profibrinolisin.
Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu
keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya
asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan
menghambat fertilisasi sperma. Kemungkinan juga bahwa cairan prostat
menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan
motilitas dan fertilitas sperma.
7
F. PATHWAY
Ketidakseimbangan Esterogen dan Progesteron
Proses Menua
Mempengaruhi Inti Sel (RNA)
BPH
Cemas
Pembedahan
Kurang Pengetahuan
TURP Anastesi
Resiko Infeksi
Sumber : Roehborn et al, (2012), Syamsuhidayat & Jong, (2007), Wijaya & Putri,
(2013).
8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.
Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen, USG, BNO-IVP, Systocopy, dan Cystografi. (Brunner &
Suddarth, 2010)
H. PENANGANAN MEDIK
Cara penanganannya (Brunner & Suddarth, 2010):
Derajat I : Belum memerlukan tindakan bedah diberikan pengobatan konservatif
seperti: alfazosin, prazosin.
Derajat II : Indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya yang dianjurkan TUR.
Derajat III : Dilakukan pembedahan dengan TUR atau pembedahan terbuka melalui
tranvesikal, retropubik/perineal.
Derajat IV : Tindakan yang utama segera dilakukan dengan membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistoscopi untuk
melengkapi diagnosis kemudian dilakukan TUR atau pembedahan
terbuka.
1. Konservatif
a. Terapi obat hormonal untuk mengurangi hiperplasia jaringan dengan anti
androgen.
b. Finasteride (proscar)
c. Penyekat reseptor alfa c. adrenergik : Terazosin, untuk melemaskan otot halus
kolum kandung kemih dan prostat.
d. Kateterisasi pada keadaan darurat dimana pasien tidak berkemih sesuai
instruksi medik.
e. Antibiotika bila ada infeksi.
f. Intake cairan ditingkatkan.
9
2. Pembedahan
Macam-macam pembedahan
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
TURP dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang
langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga perdarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama untuk mencegah kehilangan
darah terlalu banyak.
Resectoscop (sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope) tapi
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik yang dimasukkan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus
selama prosedur berjalan. Prostatectomy transuretra dilakukan dengan anastesi
umur atau spinal.
TURP ulang dapat dibutuhkan karena struktur uretra post operasi, parut
leher kandung kemih dan berlanjutnya hyperplasia jaringan prostat. Setelah
TURP dipasang kateter. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk
memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih. Kateter foley
tiga jalur dilengkapi balon berisi 30 ml dengan menggunakan cairan irigasi
isotonik. Air tidak boleh digunakan untuk irigasi karena dapat menyebabkan
hemolysis dan gagal ginjal akut.
b. Suprapubic Prostatectomy
Metode lain dari prostatectomy adalah operasi terbuka pada reseksi
supra pubis kelenjar prostat diangkat dari uretra lewat kandung kemih. Bentuk
reseksi ini dilakukan bila banyak masa jaringan yang harus diangkat.
c. Retropubic Prostatectomy
Pada reseksi retropubis dibuat insisi pada abdominal bawah tetapi
kandung kemih tidak dibuka. Tapi hanya ditarik dan jaringan edematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsul prostat. Otot-otot spingter
jarang rusak oleh prostatectomy retropubis dan tidak terjadi fistula urine.
Dipasang kateter folley yang besar seteleh operasi, dan irigasi dilakukan terus-
menerus untuk selama 24 jam.
10
d. Perineal prostatectomy
Insisi dibuat diantara scrotum dan rectum. Perineal prostatectomy
dilkukan untuk menangani kanker prostat. Karena kemungkinan terjadinya
disfungsi ereksi, tindakan ini tidak dilakukan untuk penanganan BPH.
e. Trans Urethral incision of the Prostate (TUIP)
Prosedur ini memiliki sedikit komplikasi post operasi dan dapt
dilakukan dengan anestesi lokal untuk pasien dengan resiko tinggi operasi.
Banyak pasien melaporkan tidak adanya perubahan dalam ejakulasi yang
menjadikan prosedur ini merupakan pilihan pada pasien yang lebih muda.
f. Trans Uretral Ultra Sound – Guided Laser Incision of the Prostate (TULIP)
TULIP merupakan pengobatan terbaru, hampir sama dengan TUIP
tetapi insisi dibuat dengan menggunakan laser. Prosedur ini menimbulkan
sedikit kehilangan darah, tidak membutuhkan irigasi dan pasien tidak
memerlukan kateter setelah operasi, prosedur ini biasanya dilakukan pada
pasien rawat jalan.
3. Non Surgical Invasive
a. Transurethral Ballon Dilation of the Prostate
Merupakan prosedur lain yang sedang popular. Proseur ini bukan tindakan
pembedahan tetapi merupakan tindakan invasif. Kateter kecil dimasukkan ke
dalam urethra, kemudian balon diposisikan di dalam prostatic urethra dan
dibiarkan selam 15 menit. Setelah tindakan, pasien menggunakan kateter selama
selama semalam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anesthesi lokal dan tidak
menyebabkan kehilangan darah yang membuat prosedur ini tepat untuk banyak
pasien dengan resiko tinggi operasi.
b. Insertion of Prostatic Stents
Prosedur ini digunakan pada pasien yang mempunyai resiko buruk untuk
operasi, melalui alat endoscopy, tube dimasukkan ke dalam prostatic urethra,
diman tube ini akan menahan urethra tetap terbuka.
I. KOMPLIKASI
1. Pre operasi (Brunner & Suddarth, 2010):
a. Hydroureter
b. Hydronefrosis
c. Infeksi saluran kemih
11
d. Uremia
e. Pyelonefritis, gagal ginjal.
f. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila tejadi infeksi pada waktu miksi
g. Hernia / hemoroid
h. Hematuria
i. Sistitis dan pielonefritis
2. Post operasi (Wijaya & Putri, 2013)
a. Perdarahan akibat insisi pembedahan
b. Inkontinensia urine : akibat pembedahan/trauma pada spincter urinary.
c. Stricture uretra : terjadi akibat dari post operasi dengan melebarkan dengan alat
uretra sounds.
d. Epididimitis
K. PROSEDUR OPERASI
Persiapan:
Alat-alat disiapkan
Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
Klien dipasang bedside monitor
Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas
operasi dan sarung tangan.
Pelaksanaan operasi
Klien diintubasi dengan face mask sebelumnya dilakukan general anestesi
Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan betadine,kemudian
diblilas menggunakan alkohol 70 %
12
Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem, selanjutnya
ditutup/dipasang doek lubang besar(mempersempit area yang akan dioperasi).
Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm,secara horizontal dari lapisan
kulit,lemak, vasia, otot.
Melakukan pembedahan sampai fasia kemudian dilakukan pembukan
menggunakan hak.
Kemudian mengambil prostas dan menjahit kembali organ yang di buka.
Control perdarahan perdarahan disuction atau dep dengan kassa,dan memakai
cuter.
Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
Melakukan hecting dengan safil 2-0 pada vasia dan otot dan pada bagian kulit
menggunakan byosin 4-0 , cromic 3-0
Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk basah.
Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, apabila sudah stabil face mask dilepaskan
Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery dan diobservasi
airway, breathing, circulation dan diberikan O2 sebanyak 2 L/menit
L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pre-Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat ginjal, hipertensi, kanker
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Pernah mendapat pengobatan dan perawatan BPH
4) Penggunaan antibiotik
5) Pengetahuan pasien tentang kondisinya.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Anoreksia
2) Penurunan BB
3) Mual, muntah, konjungtiva pucat/anemik.
c. Pola eliminasi
1) Kemampuan klien mengosongkan kandung kemih
13
2) Sering berkemih dan aliran urine tidak lancar
3) Nokturia, disuria, retensi urine, hematuria.
4) Inkontinensia urine
5) Infeksi saluran kemih berulang
6) Anyang-anyangan/hesistancy
7) Urine menetes.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas sesuai usia
2) Keluhan lemas, cepat lelah dalam beraktivitas
3) Apakah pasien dapat turun dari tempat tidur dan kembali ke tempat tidur
tanpa bantuan
e. Pola tidur dan istirahat
1) Tidur terganggu karena sering terbangun untuk berkemih
2) Tidur terganggu karena nyeri, nokturia.
f. Pola persepsi kognitif
1) Rasa tidak nyaman pada abdomen
2) Nyeri pinggang dan nyeri punggung
3) Nyeri tekan kandung kemih, dysuria, perasaan tidak puas berkemih.
g. Pola koping dan toleransi stres
1) Depresi
2) Kecemasan.
h. Pola reproduksi dan seksual
1) Adanya pembesaran dan nyeri tekan prostat.
2) Penurunan kekuatan konstriksi ejakulasi.
3) Takut inkontinensia selama hubungan intim.
Post-Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Kaji pemberian terapi antibiotik.
2) Adanya gangguan kardiovaskuler, paru-paru.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Adanya penurunan berat badan.
2) Mual, muntah, anoreksia.
c. Pola eliminasi
1) Retensi urine, nokturia, hematuri.
14
2) Dysuria, inkontinensia urine.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Penurunan aktivitas dengan adanya nyeri.
2) Kelelahan/keletihan.
e. Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur karena nyeri, nokturia, inkontinensia urine.
f. Pola seksualitas
Peran seksual post operasi terhadap pasangannya.
g. Koping stress
1) Depresi
2) Kecemasan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan faktor biologis.
b. Gangguan eliminasi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi
mekanik.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangterpaparan informasi.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit.
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan faktor mekanik.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
15
3. RENCANA KEPERAWATAN
Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan Pain Level Manajemen Nyeri
dengan faktor biologis Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi,
keperawatan selama 3 x 7 jam nyeri frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
klien berkurang/hilang, dengan 2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non
kriteria hasil: verbal.
3. Pastikan pasien menerima perawatan analgetik dengan
Melaporkan nyeri berkurang
tepat.
Tidak ada ekspresi menahan 4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk
nyeri mengetahui respon penerimaan pasien terhadap nyeri.
TTV dalam batas normal 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
Klien mampu mengontrol nyeri 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun
potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau
sesudah nyeri berlangsung .
10.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih
tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11.Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan
nyeri.
16
16.Periksa riwayat alergi pasien.
17.Berikan obat dengan prinsip 5 benar
17
Klien mampu memilih tindak 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang
lanjut dari penyakit yang kemajuan pasien
diderita 8. Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
11. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen terapi
12. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion
13. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
18
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7 jam klien 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
tidak mengalami infeksi, dengan 2. Batasi pengunjung bila perlu
kriteria: 3. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan klien
Tak ada tanda infeksi berulang
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
(rubor, kalor, tumor, dolor,
tindakan keperawatan
fungsiolesa)
5. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
Suhu tubuh dalam batas normal 6. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
TTV dalam rentang normal petunjuk umum
7. Lakukan perawatan luka tekhnik aseptik
8. Observasi tanda-tanda vital
9. Tingkatkan intake nutrisi
10. Kelola terapi antibiotic bila perlu
Post Operasi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Pain Level Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi,
19
dengan agen keperawatan selama 3 x 7 jam nyeri frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
injuri fisik klien berkurang/hilang, dengan 2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non
kriteria hasil: verbal.
3. Pastikan pasien menerima perawatan analgetik dengan tepat.
Melaporkan nyeri berkurang
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui
Tidak ada ekspresi menahan respon penerimaan pasien terhadap nyeri.
nyeri 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
TTV dalam batas normal 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
Klien mampu mengontrol nyeri 7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah
nyeri berlangsung
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan
selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
20
Mampu menggerakan otot atau aktivitas
dengan bebeas 6. Lindungi pasien dari trauma selama latihan
Mampu menggerakan sendi 7. Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk
dengan bebas gerakan pasif atau aktif
Mampu meningkatkan 8. Dorong ROM aktif
mobilisasi ditempat tidur 9. Instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM pasif dan
aktif
10. Bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan ROM
aktif
11. Dorong klien untuk menunjukan gerakan tubuh sebelum latihan
21
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.EGC: Jakarta.
Heffner & Scuhst. (2006). At a glance reproduction system. Alih bahasa Alimul
Azis, Hidayat. Jakarta: Erlangga.
Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV. Sagung
Seto.
Syamsuhidayat, R.., & Jong, W. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Jakarta: EGC.
22