Disusun Oleh :
Nama : Frida Octaviani
NIM : 21040
Diagnosa : BPH
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah 1 dengan judul “BENIGNA
PROSTA HIPERPLASIA” ini disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
B. ETIOLOGI
C. MANIEFESTASI KLINIS
Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan
dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor
gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran
miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu
lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin
dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan
tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada
malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri
pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
a) Stadium I
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala
dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih,
anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan
saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah
berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a) Rectal Gradding
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
Normal : Tidak ada sisa
a. Patofisiologi
1. Urinalisa
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a) Stadium I
Mengharnbat adrenoreseptor α
Fisioterapi
c) Terapi Bedah
(TULIP)
2. Keperawatan
a. Pre operasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan
oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan
nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena
kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan
tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk
menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang
perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan
seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya
inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah
maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
1. Pengkajian
1. Identetas klien
Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Agama :
2. Keluhan utama
Riwayat pengikajian apakah gejala terjadi pada waktu yang, tertentu saja
seperti sebelum atau sesudah gerakan
atau aktivitas tertentu.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut
Cemas
2. Post operasi
Nyeri akut
Resiko infeksi
I. EVALUASI
1. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia
2009. Komnas Lansia: Jakarta
2. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan
kaum renta. Style sheet: http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?
name=News&file=article&sid =26. (Diunduh 16 Februari 2015)
3. Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing:
Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier
4. Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary tract
symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder
Dysfunct Rep, 5:212–218.
5. Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style
sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-
kota.html. (Diunduh 16 Februari 2015).
6. Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia:
etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh
Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.