Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Oleh:

NETI WAHYUNINGRUM
20117094

UNIT RAWAT INAP SAFIR (RIF)


RS WAVA HUSADA KEPANJEN
A. DEFINISI
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab /
UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
BPH adalah penyakit pembesaran prostat yang terjadi akibat proses bertambahnya jumlah
sel-sel kelenjar dan jaringan penyokong pada prostat sehingga menimbulkan berbagai
gejala terganggunya proses berkemih karena letaknya yang mengelilingi uretra atau
saluran kemih pria. Prostat adalah kelenjar otot kecil dalam sistem reproduksi laki-laki,
dari luar kita tidak dapat melihat organ ini, karena letak prostat berada di dalam dan
mengelilingi uretra. Kelenjar prostat menghasilkan sebagian besar cairan dalam air mani.
Sedangkan otot-ototnya membantu mendorong cairan dan air mani melalui Mr.P selama
ejakulasi atau saat klimaks ketika berhubungan badan. Hipertrofi prostat jinak, atau
benign prostatic hyperplasia (BPH), terjadi ketika sel-sel dari kelenjar prostat mulai
berkembang biak. Sel-sel tambahan menyebabkan kelenjar prostat membengkak,
menekan uretra sehingga saluran kemih ini menjadi sempit dan membatasi aliran urin.

Obstruksi atau sumbatan bisa begitu parah sehingga tidak ada urin yang dapat
meninggalkan kandung kemih sama sekali.Hal ini dapat berbahaya karena urine
terperangkap di dalam kandung kemih bisa menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK)
dan merusak ginjal.

B. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 2


1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
 (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
 (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
 (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
 (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
 rasa tidak lampias sehabis miksi.
 (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
 (straining) harus mengejan
 (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang
yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah
bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara
subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.

2) Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik
dan neuropati perifer.

3) Gejala di luar saluran kemih


Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000,
hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).

4) Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat
derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 3


I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba. < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah50 – 100 ml
III dicapai. > 100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urine total

5) Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai
tanda dan gejala:
a) Hemorogi
 Hematuri
 Peningkatan nadi
 Tekanan darah menurun
 Gelisah
 Kulit lembab
 Temperatur dingin
b) Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
c) Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
 Bingung
 Agitasi
 kulit lembab
 anoreksia
 mual
 muntah

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 4


(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38).

D. PREVALENSI DAN EPIDEMIOLOGI


BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat
hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Angka kejadian BPH di Indonesia yang
pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan
rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang paling berperan dalam BPH adalah usia, selain adanya testis yang
fungsional sejak pubertas (faktor hormonal). Dari berbagai studi terakhir ditemukan
hubungan positif antara BPH dengan riwayat BPH dalam keluarga, kurangnya aktivitas
fisik, diet rendah serat, konsumsi vitamin E, konsumsi daging merah, obesitas, sindrom
metabolik, inflamasi kronik pada prostat, dan penyakit jantung.

F. PATOFISIOLOGI

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 5


G. DIAGNOSIS
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah :
1) Laboratorium
a) Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b) Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2) Pencitraan
a) Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
b) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli.

c) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)


Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d) Systocopy
Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 6
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

H. PENGOBATAN
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis.
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan


dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen.

Sedangkan cara untuk menangani BPH dengan tingkat keparahan gejala sedang hingga
parah adalah melalui operasi, yaitu:
a) Reseksi Prostat Transuretral (TURP)
Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat yang disebut resektoskop ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan cara
menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Efek samping operasi TURP adalah
pembengkakan uretra. Karena itu pasien yang menjalani TURP biasanya tidak
akan bisa berkemih secara normal selama dua hari dan harus dibantu dengan

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 7


menggunakan kateter. Alat ini akan dilepas dokter setelah kondisi uretra pulih
kembali. Selain efek samping, operasi TURP juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa ejakulasi retrograde, yaitu sperma tidak akan mengalir melalui penis
melainkan masuk ke dalam kandung kemih.
b) Vaporisasi Prostat Transuretral (TUVP)
Tujuan prosedur ini hampir sama dengan TURP. Namun dalam TUVP, bagian
prostat yang ditangani akan dihancurkan dan tidak dipotong. Jika penghancuran
jaringan prostat dalam prosedur TUVP dibantu dengan sinar laser, maka metode
tersebut dinamakan photovaporization (PVP).
c) Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Dokter akan memasukkan alat yang dapat memancarkan gelombang mikro ke area
prostat melalui uretra. Energi gelombang mikro dari alat tersebut akan
menghancurkan bagian dalam dari kelenjar prostat yang membesar, sehingga
mengecilkan ukuran prostat serta memperlancar aliran urine. Prosedur ini
umumnya hanya dilakukan untuk BPH yang ukurannya tidak terlalu besar dan
sifatnya hanya sementara, sehingga seringkali dibutuhkan TUMT ulangan.

d) Transurethral Needle Ablation (TUNA)


Dokter akan menancapkan jarum-jarum pada kelenjar prostat pasien, kemudian
gelombang radio akan dialirkan pada jarum-jarum tersebut. Efeknya, jaringan
prostat yang menghalangi aliran urine akan memanas dan hancur. Sama seperti
TUMT, tindakan ini hanya bersifat sementara sehingga dibutuhkan terapi ulangan.
e) Insisi Prostat Transuretral (TUIP)
Prosedur ini menggunakan alat yang sama dengan TURP, yaitu resektoskop.
Namun pada TUIP, dokter akan memperluas saluran uretra agar urine bisa
mengalir secara lancar dengan cara membuat irisan pada otot persimpangan antara
kandung kemih dan prostat. Efek samping prosedur ini sama dengan TURP, yaitu
pasien tidak akan bisa berkemih secara normal selama waktu tertentu dan harus
dibantu dengan menggunakan kateter. Prosedur ini berisiko lebih rendah dalam
menyebabkan ejakulasi retrograde.

f) Prostatektomi terbuka
Di dalam prosedur ini, dokter akan mengangkat prostat secara langsung melalui
irisan yang dibuat pada perut. Prosedur ini awalnya dianggap sebagai prosedur
paling efektif untuk mengobati kasus BPH parah. Namun seiring munculnya
metode lain, seperti operasi prostat transuretral, prostatektomi terbuka jarang lagi
digunakan pada saat ini.
g) Holmium Laser Enucleation of the Prostate (HoLEP)
Tujuan prosedur ini sama seperti TURP, yaitu untuk menurunkan tekanan pada
kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Di dalam
HoLEP, jaringan prostat berlebih akan dihilangkan dengan sinar laser dari sebuah
alat khusus yang dimasukkan melalui uretra.
Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 8
h) Prostatic Urethral Lift Implants
Tujuan dilakukannya prosedur ini adalah untuk meredakan gejala-gejala gangguan
berkemih dengan cara mengganjal pembesaran prostat agar tidak menyumbat
saluran uretra menggunakan sebuah implan kecil. Dibandingkan dengan TURP
atau TUIP, risiko terjadinya efek samping berupa gangguan fungsi seksual dan
kerusakan jaringan dalam prosedur prostatic urethral lift implants terbilang lebih
kecil.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko
urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria.
Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

Daftar Pustaka:

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muhlisin, Ahmad. 2017. BPH: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan. Diakses pada tanggal
20 Desember 2017 pk. 17.48. https://mediskus.com/bph

Alodokter. 2017. Pengertian BPH. Diakses pada tanggal 20 Desember 2017 pk. 17.50.
http://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-hyperplasia

Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 9


Laporan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Page 10

Anda mungkin juga menyukai