Anda di halaman 1dari 43

TUGAS KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH II

HIPERTOFI OLEH
KELOMPOK 3 :

PROSTAT AFIFAH FADILA


AINA HAMIDAH
ALIFA PUTRI ADRINER
AGHNIYA NISA
MAHARANI
FARAH DILA MAWARNI
Defenisi

Hipertropi Prostatitis Benigna (benign prostatic hypertopi – BPH) adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam & Fransisca, 2009).

BPH (Benign Prostat Hipertropi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak di sebabkan
oleh hypertropi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika
(Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011).

Hyperplasia Prostat atau BPH adalah pembesaran kelenjar prostat yang dapat menyebabkan uretra pars prostatika
buntu dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Basuki B Purnomo, 2009).

Benigna Prostat Hyperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa majemuk dalam prostate,
pertumbuhan tersebut di mulai dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia A. Price, 2006).
Kesimpulan :
Benigna prostat hipertropi adalah pembesaran
prostat yang terjadi pada usia lanjut yang di
perkirakan di sebabkan oleh ketidakseimbangan
hormone dan factor usia yang mengganggu /
menyumbat system urinaria.
Etiologi
Penyebab khusus hyperplasia prostat belum diketahui secara pasti, beberapa hipotesis menyatakan
bahwa gangguan ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. (Nursalam, 2009).

Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah adanya perubahan
keseimbangan antara hormone testosterone dan estrogen pada lanjut usia. Apabila peran faktor
pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat akan meningkatkan lama hidup sel-
sel prostat karena kekurangan sel yang mati.

Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem menyebabkan produksi sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Akibatnya uretra prostatic menjadi tertekan dan sempit yang
menyebabkan kandung kemih menjadi kencang untuk bekerja lebih keras mengeluarkan urine.
Normalnya jaringan yang tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat menjadi spons menebal dan
membesar menimbulkan efek obstruksi yang lama dapat menyebabkan tegangan dinding kandung
kemih dan menurun elastisitasnya.
Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormone testoteron dengan


esterogen pada usia lanjut
2. Peran dari growth factor atau factor pertumbuhan sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
Tanda dan Gejala
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih (Arora P. Et al, 2006).

1. Keluhan saluran kemih bagian bawah


Keluhan saluran kemih pada bagian bawah atau lower urinary tract (LUTS) terdapat gejala
obstruktif, yaitu : sering miksi, terbangun pada malam hari untuk miksi, (nokturia). Perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak (urgensi), kodan nyeri pada saat miksi (dysuria).

Gejala obstruktif meliputi : pancaran lemah, tidak terlampiaskan sehabis miksi, kalo miksi harus
menunggu lama, harus mengejan, anyang-anyangan, dan waktu miksi yang memanjang dan
ahirnya menjadi retensi urine dan inkonensia karena overflow.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli urology
membuat system scoring yang secara subyektif dapat diisi dan di hitung oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain : nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat di temukan uremia,
peningkatan tekanan darah, pericarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.

3. Gejala di luar saluran kemih


Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
Patofisiologi
Proses pembesaran prostat ini terjadi secara perlahan seiring bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan
hormonal yaitu terjadi reduksi testoteron menjadi dehidrotestoteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi factor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis
protein yang kemudian menjadi hyperplasia kelenjar prostat. (Arora P. et al, 2006).

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan intra vesikel.
Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan tersebut, sehingga akan terjadi
resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, secara otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sirkulasi
atau devertikel. Fase penebalan detrusor ini di sebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah
dan akhirya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. (Basuki B
Purnomo, 2008).

Tekanan intravesikel yang tinggi akan di teruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. (Arif Muttaqin dann
Kurmala Sari, 2011).
1. Penuaan Faktor resiko
Manusia pasti akan mengalami proses penuaan yang menyebabkan perubahan
pada bentuk dan fungsi tubuh. Bertambahnya usia ternyata juga mempengaruhi
kondisi kesehatan reproduksi, termasuk prostat. Pada proses penuaan, risiko
seorang pria mengalami BPH menjadi lebih tinggi, karena adanya perubahan
pada hormon seksual.

2. Kurang Berolahraga
Pria yang jarang berolahraga ternyata memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami gangguan ini. Pasalnya, kurang berolahraga bisa menyebabkan
seseorang mengalami obesitas alias kelebihan berat badan, yang secara tidak
langsung akan memengaruhi kesehatan reproduksi secara keseluruhan.
3. Riwayat Penyakit
Orang dengan riwayat penyakit tertentu disebut lebih berisiko
mengalami gangguan pada prostat. Penyakit jantung dan diabetes
adalah gangguan yang disebut berkaitan dengan kondisi ini.

4. Keturunan
Benign prostatic hyperplasia alias BPH juga bisa terjadi, karena
faktor keturunan. Ada kemungkinan penyakit ini diturunkan dari
orangtua kepada anaknya.
5. Efek Samping Obat
Mengonsumsi obat tertentu bisa menimbulkan berbagai efek samping, mulai dari
yang ringan, hingga yang bersifat serius. Gangguan kesehatan bisa menjadi salah
satu efek samping akibat konsumsi obat, termasuk BPH. Penyakit ini bisa menjadi
efek samping dari konsumsi obat penghambat beta alias beta blocker.

Meski tidak termasuk dalam golongan kanker, namun ada baiknya untuk segera
melakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala pembesaran kelenjar
prostat. Sebab selain BPH, ada beberapa penyakit lain yang memiliki gejala
hampir sama, seperti radang prostat, infeksi saluran kemih, penyempitan uretra,
batu ginjal, kanker kandung kemih, hingga gangguan saraf yang mengatur
kandung kemih dan kanker prostat.
Manifestasi Klinis
1. IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
a. Skor 1-2 : gejala ringan
b. Skor 3-04 : gejala sedang
c. Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
~ Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak puas, menetes setelah miksi
~ Iritatif : nocturna, urgensi dan disuria.
2. Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung ) Lobus kanan/kiri simetri dan tidak teraba nodul
a. Grade 0 : penonjolan 1-0 cm
b. Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
c. Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
d. Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
e. Grade 4 : penonjolan >4 cm
3. Klinical grading (berdasarkan residu urine)
a.Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh kencing tidak puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia (belum terdapat sisaurine)
b.Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang disertai hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal karena trabekulasi (hipertropi
musculus destrusor)
c.Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi, menggigil dan nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin banyak.
d. Grade 4
Retensi urine total.
1.Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap
- Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit dan LED
- Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
b. Sedimentasi urine
- Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
c. Kultur urine
- Untuk menentukan jenis bakteri dan terapi antibiotik yang tepat
d. Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin)
- Untuk menilai gangguan fungsi ginjal akibat dari statis urine
e. PSA (Prostatik Spesifik Antigen)
- Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
a. Foto abdomen polos (BNA/ Blass nier Averzith)
- Untuk melihat adanya batu pada system kemih
b. Intravenus phielografi
- Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter
- Untuk menilai penyulit yang terjadi pada fundus uteri
c. USG (ultrasonografi)
- Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat
5.Pemeriksaan penendoscopy
- Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan benign prostatic hyperplasia (BPH) sangat bergantung dari


derajat keparahannya berdasarkan skoring IPSS (International Prostate
Symptom Score).[2,6,8,17,19]
Dalam kasus BPH tanpa gejala, tidak diperlukan pengobatan. Sebagai
penatalaksanaan awal yang darurat, bila pasien mengalami retensi urine akibat
BPH maka pasien dapat diberikan kateterisasi uretra atau bila gagal, kateterisasi
suprapubik untuk mengatasi retensi urine.
• Pemantauan Ketat / Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada pasien dengan gejala ringan, yaitu pasien dengan hasil skor IPSS/AUA
(American Urological Association Symptom Score Index) 0 hingga 7.

2. Modifikasi Gaya Hidup


Modifikasi gaya hidup adalah pengobatan lini pertama untuk semua pasien dengan BPH dan termasuk
intervensi berikut:

-Membatasi asupan cairan sebelum tidur atau sebelum bepergian


-Membatasi asupan diuretik ringan (misalnya, kafein, alkohol)
-Membatasi asupan iritasi kandung kemih (misalnya, makanan yang sangat berbumbu atau mengiritasi)
-Menghindari sembelit
-Meningkatkan aktivitas, termasuk olahraga berat secara teratur
-Pengendalian berat badan
3. Medikamentosa
Pasien dengan gejala sedang (Skor IPSS/AUA 8-18) hingga berat (Skor IPSS/AUA 19-35) dapat
diberikan terapi farmakologis. Jika terapi farmakologis tidak berhasil mengatasi gejala yang ada,
maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pilihan terapi farmakologis yang dapat diberikan
antara lain adalah:

4. Antagonis Reseptor Alfa-1-Adrenergik


Obat antagonis α1 adrenergik (penghambat reseptor alfa / alpha blocker), seperti prazosin,
terazosin, silodosin, tamsulosin atau alfuzosin, bekerja dengan mengurangi retensi otot polos
prostat.

5. Penghambat 5-Alfa-Reduktase
Penghambat 5-alfa-reduktase atau alpha-reductase inhibitors, seperti dutasteride and finasteride,
bekerja untuk mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosterone/dihidrotestosteron.
Pengobatan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
Berbagai macam perawatan tersedia untuk pembesaran prostat, termasuk pengobatan, terapi invasif
minimal, dan pembedahan. Pengobatan BPH akan bervariasi, tergantung dari ukuran prostat, usia, kondisi
kesehatan secara menyeluruh, hingga jumlah ketidaknyamanan atau gangguan yang dialami. Maka dari
itu, pengobatan BPH akan terbagi menjadi dua kelompok. Berikut adalah penjabarannya, yaitu:
1. Penanganan BPH Gejala Ringan
Untuk kasus BPH ringan biasanya cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi menahan berkemih, dan
perubahan gaya hidup seperti:
• Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki hingga satu jam tiap hari.
• Mulai mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein dan minuman keras.
• Mencari jadwal minum obat yang tepat agar terhindari dari nokturia atau meningkatnya frekuensi
buang air kecil sepanjang malam.
• Membiasakan diri untuk tidak mengonsumsi minum apa pun dua jam sebelum tidur. Tujuannya agar
tubuh terhindar dari kondisi berkemih sepanjang malam (nokturia).
2. Penanganan BPH Gejala Menengah dan Parah
Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan obat-
obatan berikut:
• Obat-obatan Alpha Blockers
Obat-obatan ini mengendurkan otot leher kandung kemih dan serat otot di prostat,
membuat buang air kecil lebih mudah.
• Penghambat 5-alpha reductase.
Obat-obatan ini berfungsi untuk mengecilkan prostat dengan mencegah perubahan
hormonal yang menyebabkan pertumbuhan prostat.
• Terapi kombinasi obat.
Dokter mungkin juga merekomendasikan penggunaan penghambat alfa dan
penghambat reduktase 5-alfa secara bersamaan jika salah satu obat saja tidak efektif.
Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis, masih terasa
kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan menjadi nocturia.
3) Staudium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara periodic ontinen.
Komplikasi

Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi
pada traktus urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam
traktus urinarius komplikasi BPH meliputi retensi urine berulang atau
kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu kandung kemih,
perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel),
hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi di
luar traktus urinarius adalah hernia dan hemoroid (Budaya, 2019).
Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien memerlukan kateter yang
dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat
membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan kandung kemih dapat
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk sepenuhnya mengosongkan
kandung kemih. Batu kandung kemih daoat menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya darah
dalam urine, dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya dapat meregang dan
melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat merusak ginjal atau
memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal.
Pengkajian
1. Identitas klien
Fokus
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras
caucasian
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan BPH adalah
berkemih yang sering,anyang-anyangan,perut bawah terasa tegang,harus
mengejan saat berkemih,urin terus menete setelah berkemih,aliran urin tidak
lancar.
3. riwayat penyakit sekarang
Disamping keluhan utama biasanya klien akan melaporkan beberapa
keluhan seperti menggigil,demam dan dissuria dapat terjadi sebagai tanda
gejala obstruksi dan iritatif.
4. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin berhubungan dengan BPH,antara lain gangguan
eliminasi urin,disfungsi seksualitas.
5. Riwayat penyakit keluarga
Belum ditemukan adanya hubungan herediter terkait penyakit
BPH,namun penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada vesica urinaria.
6. Riwayat psikososial
emosi, kecemasan, gangguan konsep diri.
7. Pola hidup sehari-hari
a. Pola nutris
Puasa sebelum operasi
b. Pola eliminsi
Hematuri setelah tindakan TUR, retensi urine karena bekuan darah pada
kateter, inkontinensia urine setelah kateter dilepas
c. Pola istirahat/tidur
Hospitalisasi mempengaruhi pola tidur
d. Pola aktivitas
Keterbatasan aktivitas karena kelemahan, terpasang traksi kateter
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV
b. Sistem pernafasan
SAB tidak mempengaruhi pernafasan
c. Sistem sirkulasi
Tekanan darah biasa meningkat atau menurun, cek HB (adanya perdarahan animea), observasi balance
cairan
d. Sistem neurologi
Daerah caudal mengalami kelumpuhan dan mati rasa akibat SAB
e. System gastrointestinal
Pusing, mual, muntah akibat SAB, bising usus menurun dan terdapat masa abdomen
f. System urogenital
Hematuri, retensi urine (daerah supra sinisfer menonjol, terdapat ballottement jika dipalpasi dan klien
ingin kencing)
g. system muskuluskeletal
Klien tidak boleh fleksi selam traksi kateter masih diperlukan
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis
kelompokkan menjadi:
1. Data subyektif :
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka,
luka berwarna merah.
b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif:
a. Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.
b. Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.
c. Gelisah.
d. Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg.
e. Ekspresi wajah ketakutan.
f. Terpasang kateter.
3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH
sendiri dapat menyebabkan hematuria.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena,
USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan
derajat disfungsi buli–buli dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik
yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph: 7 atau lebih
besar, bakteria.
2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e.coli.
3) BUN / kreatinin : meningkat.
4) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
penebalan otot abnormal kandung kemih.
5) Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih.
6) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung kemih dan uretra
dengan menggunakan bahan kontras lokal.
7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih.
8) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan keadaan
patologi seperti tumor atau batu (R.Sjamsuhidayat, 2004).
Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Pre Operasi:
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis

b. Post Operasi
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
Intervensi Keperawatan
1. Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.09093 Tingkat Ansietas dengan kriteria hasil:
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi: 5 (menurun)
- Perilaku gelisah: 5 (menurun)
- Perilaku tegang: 5 (menurun)
- Konsentrasi: 5 (membaik)
Pola tidur: 5 (membaik)
Intervensi 1.09326 Terapi Relaksasi :
Observasi:
- Identifikasi penurunan tingkat energy,ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. Music, meditasi, nafas dalam, relaksasi
otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Nafas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
subjudul.
2. Retensi urine b.d. peningkatan tekanan uretra
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.04034 Eliminasi Urine dengan kriteria hasil :
- Sensasi berkemih: 5 (meningkat)
- Desakan berkemih (urgensi): 5 (menurun)
- Distensi kandung kemih: 5 (menurun)
- Berkemih tidak tuntas (hesitancy): 5 (menurun)
- Volume residu urine: 5 (menurun)
- Urine menetes (dribbling): 5 (menurun)
- Nokturia: 5 (menurun)
- Mengompol: 5 (menurun)
- Enuresis: 5 (menurun)
Frekuensi BAK: 5 (membaik)

Intervensi 1.04148 Kateterisasi Urine :


Observasi:
- Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, tanda- tanda vital, daerah perineal, distensi kandung kemih,
inkontinensia urine, refleks berkemih)
Terapeutik:
- Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien,: bebaskan pakaian bawah dan posisikan supine
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah preposium dengan cairan NaCl atau aquades
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
- Sambungkan kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai dengan anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
- Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- Berikan label waktu pemasangan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
Anjurkan menarik nafas saat insersi selang kateter.
3. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis (pre- op), agen pencedera fisik (prosedur operasi, post-op)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.08066 Tingkat Nyeri dengan kriteria hasil:
- Keluhan nyeri: 5 (menurun)
- Meringis: 5 (menurun)
- Sikap protektif: 5 (menurun)
- Gelisah: 5 (menurun)
Kesulitan tidur: 5
(menurun)
- Frekuensi nadi: 5 (membaik)
Intervensi 1.08238 Manajemen Nyeri :
Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
- Identifikasi pengaruh dan nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis , akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pihat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.14137 Tingkat Infeksi dengan kriteria hasil:
- Demam: 5 (menurun)
- Kemerahan: 5 (menurun)
- Nyeri: 5 (menurun)
Bengkak: 5 (menurun)
- Kadar sel darah putih: 5 (membaik)
1.14539 Pencegahan Infeksi
Observasi:
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik:
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
5. Resiko perdarahan d.d. tindakan pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam L.02017 Tingkat Perdarahan dengan kriteria hasil :
- Kelembapan membrane mukosa: 5 (meningkat)
- Kelembapan kulit: 5 (meningkat)
- Hamturia: 5 (menurun)
- Perdarahan pasca operasi: 5 (menurun)
- Haemoglobin: 5 (membaik)
- Hematokrit: 5 (membaik)
- Tekanan darah: 5 (membaik)
- Denyut nadi apical: 5 (membaik)
Suhu tubuh: 5 (membaik)
Intervensi 1.02067 Pencegahan Perdarahan Observasi:
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah
- Monitor tanda-tanda vital ortotastik
Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau
platelet.
Terapeutik:
- Pertahankan bed rest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Gunakan Kasur pencegahan decubitus
- Hindari penggunaan suhu trektal
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.
Implementasi
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi
mencakup penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil
pada diagnosa keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien
mencapai kesehatan yang optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang
berubah dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah,
klinik, rumah sakit, dan lainnya. Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas
dan pendokumentasian tindakan keperawatan.
Evaluasi
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh keberhasilan yang dicapai
sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencenaan, membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
- S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah diberikan implementasi
keperawatan.
- O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif.
- A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi masalah teratasi (perubahan
tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah
teratasi sebagian (perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah
ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan atau bahkan muncul masalah baru).
P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Assalamualaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai