HYPERTROPHY)
Oleh :
18190100040
(Pathways terlampir)
5. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat & De
Jong, 2005) :
a. Derajat 1
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine
kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml.
d. Derajat 4
Apabila sudah terjadi retensi urine total.
6. Gejala Klinis
Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan frekuensi
berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang,
volume urine menurun, dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak
lancar, dribling (keadaan dimana urine terus menetes setelah berkemih), rasa seperti
kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml
urine tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih), dan kekambuhan
infeksi saluran kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urine kronis dan volume residu
yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Smeltzer,
2001).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut
dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensi (kebelet),
urgensi dengan inkontinensia, tersendat-sendat, mengeluarkan tenaga untuk
mengalirkan kemih, rasa tidak puas saat berkemih, inkontinensia overflow, dan
kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba
pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang
penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan
rectal untuk menilai besarnya kelenjar (Price and Wilson, 2005).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok
pada retensi urin serta urosepsis sampai syok – septik.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien
akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urin.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra,
batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher
dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a) Derajat I = beratnya 20 gram.
b) Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c) Derajat III = beratnya 40 gram.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji laboratorium yang dilakukan mencakup pemeriksaan:
- Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (SC) untuk menyingkirkan
gagal ginjal
- Urinalisis dan biakan urine untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih
b. Pielografi intravena (IVP) atau US biasanya tidak dilakukan pada pria dengan
hasil normal pada pemeriksaan laboratorium sederhana. Pemeriksaan ini
dicadangkan untuk pasien dengan hematuria atau dicurigai mengidap
hidronefrosis.
c. Urodinamik dengan uroflowmetry dan sistometri dapat menilai makna BPH.
Pada pemeriksaan ini, pasien berkemih dan berbagai pengukuran dilakukan.
Pada uroflowmetry, pasien berkemih minimal 150 mL, kemudian laju maksimal
aliran urin dicatat.
d. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
e. Sistouretroskopi biasanya dicadangkan untuk pasien yang mengalami hematuria
dengan sebab yang belum diketahui setelah dilakukan IVP atau US atau
praoperasi telah dilakuan untuk pasien yang memerlukan TURP.
f. Skor gejala, perkiraan volume prostat, dan pengukuran antigen spesifik-prostat
dalam serum dapat membantu memperkirakan perkembangan BPH.
(McPhee &Ganong, 2010)
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dengan pengkajian dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan diagnostik.
Pada pengkajian dan pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda gejala seperti
peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-
anyangan, abdomen tegang, volume urine menurun, dan harus mengejan saat
berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (keadaan dimana urine terus menetes
setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi
urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah
berkemih) (Smeltzer, 2001). Pada pemeriksaan rectal toucher dapat diketahui
derajat dari BPH, yaitu : derajat I = beratnya 20 gram, derajat II = beratnya antara
20 – 40 gram, derajat III = beratnya 40 gram.
Pemeriksaan IVP atau US pada pasien BPH biasanya menunjukkan elevasi
dasar kandung kemih akibat prostat yang membesar; trabekulasi, penebalan dan
divertikulum dinding kandung kemih, elevasi ureter, dan gangguan pengosongan
kandung kemih. IVP atau US dapat memperlihatkan hidronefrosis, walau jarang.
Pemeriksaan urodinamik dengan uroflowmetry, jika didapatkan laju aliran kurang
dari 10 mL/detik, pasien dianggap mengalami obstruksi saluran keluar kandung
kemih yang signifikan (McPhee &Ganong, 2010).
6 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Teaching : Teaching : Disease Process S: pasien mengatakan
pengetahuan keperawatan selama .....x24 Disease Proces 1. Tingkat pengetahuan pasien sudah mengetahui
berhubungan jam pasien mengetahui 1. Berikan penilaian tentang akan mempengaruhi tentang penyakit yang
dengan kurang tentang proses penyakit tingkat pengetahuan perilaku sehat pasien dideritanya
pajanan ditandai dengan kriteria hasil: pasien tentang proses 2. Meningkatkan pengetahuan
dengan NOC Label: Knowledge : penyakit yang spesifik pasien mengenai penyakit O: pasien terlihat
pengungkapan Disease Process 2. Jelaskan patofisiologi yang dialaminya mampu menjalani
masalah a. Pasien dan keluarga dari penyakit dan 3. Mengajarkan pasien untuk perawatan dengan
familiar dengan nama bagaiman hal ini mengenal tanda dan gejala disiplin
penyakit berhubungan dengan yang mungkin terjadi
b. Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi 4. Meningkatkan pengetahuan A: tujuan tercapai
mampu 3. Gambarkan tanda dan pasien mengenai penyakit
mendeskripsikan proses gejala yang biasa muncul yang dialaminya P: pertahankan kondisi
penyakit, faktor pada penyakit 5. Mengetahui penyebab pasien
penyebab, faktor risiko, 4. Gambarkan proses penyakit sehingga
efek penyakit, tanda dan penyakit pengobatan yang diberikan
gejala, perjalanan 5. Identifikasi kemungkinan dapat tepat sasaran
penyakit. penyebab dengan cara 6. Agar pasien mengetahui
c. Pasien dan keluarga yang tepat kondisi penyakit yang
mampu 6. Sediakan informasi sedang dialaminya
mendeskripsikan tentang kondisi pasien 7. Agar keluarga mengetahui
tindakan untuk 7. Sediakan keluarga kemajuan pengobatan yang
menurunkan informasi tentang dijalani pasien
progresifitas penyakit. kemajuan pasien 8. Perubahan gaya hidup dapat
8. Diskusikan perubahan membantu mempercepat
gaya hidup yang mungkin proses penyembuhan
diperlukan untuk 9. Pilihan terapi yang tepat
mencegah komplikasi di akan mempercepat proses
masa yang akan datang penyembuhan pasien
dan atau proses 10. Meningkatkan pengetahuan
pengontrolan penyakit pasien dan keluarga
9. Diskusikan pilihan terapi mengenai intervensi yang
10. Gambarkan rasional diberikan sehingga mampu
rekomendasi manajemen menjalani intervensi dengan
terapi disiplin
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. and Wagner, Cheryl
M. 2013. Nursing Interventtions Classification (NIC), Sixth Edition.USA : Mosby
Elsevier
Davey, P. (2002). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series
Grace, P.A., dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga, 169. Jakarta:
Erlangga
Hardjowidjoto, S. 2000. Benigna Prostat Hiperplasi. Surabaya: Airlangga University
Press
Heffner, Linda J et al. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series
Herdman, T.H. and Kamitsuru, Shigemi. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and
Classification (NANDA) 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
McPhee, Stephen J., Ganong, William F.(2010). Patofisiologi Penyakit : Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta : EGC Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto.
(2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi 7. Jakarta:
EGC
Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, Meridean L. and Swanson, Elizabeth. 2008.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri : Mosby
Elsevier
Pakasi, R. (2009) Total Prostate Spesific Antigen, Prostate Spesifik Antigen density and
Histophatologic Analysis on benign Enlargent of Prostate. The Indonesian Journal of
medical Science Volume 1 No.5. http://med.unhas.ac.id diakses tanggal 4 Januari
2016
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol. 2 Edisi 8.Jakarta : EGC