Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

PADA PASIEN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DENGAN


TINDAKAN TURP (Transurethral resection of the Prostate) DI
RUANG OPERASI RUMAH SAKITYUKUM MEDICAL CENTRE
TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :

GUSMILASARI

2014901059

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERATAN TANJUNGKARANG

PRODI NERS KEPERAWATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis
dapat menyelesaikan penugasan ini  dengan judul “PERIOPERATIF PADA
PASIEN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DENGAN TINDAKAN
TURP (Transurethral resection of the Prostate) DI RUANG OPERASI
RUMAH SAKIT YUKUM MEDICAL CENTRE TAHUN 2021 ”. Shalawat
beriring salam penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.

Dalam penyelesaian penulisa makalah  ini, penulis mendapat bimbingan,


arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-sebesarnya.

Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah  ini. Namun


penulis menyadari bahwa dalam makalah   ini mungkin masih ditemukan
kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Bandar Lampung, 01 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Dasar Teori...................................................................................1
B. Asuhan keperawatan ....................................................................4

BAB II : ISI
A. Tinjaun kasus ...............................................................................
B. Analisa data..................................................................................
C. Daftar diagnose keperawatan......................................................
D. Rencana Keperawatan ................................................................
E. Catatan Perkembang....................................................................

BAB III : ANALISA DAN PEMBAHASAN


A. Pre Operatif..................................................................................
B. Intra Operatif................................................................................
C. Post Operatif.................................................................................

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


1.1.1 Definisi Diagnosa Medis
Hipertrofi prostat adalah perbesaran kelenjar prostat yang membesar,
memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter.
Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya
keterlibatan hormonal. Kondisi ini yang umum terjadi pada pria diatas usia
50 tahun (Pierce & Neil, 2016).
BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan dimana terjadi
pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat;
pertumbuhan tersebut di mulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa
dan pembesaran bagian periuretral akan menyebakan obstruksi leher
kandung kemih dan urertra pars prostatika yang mengakibatkankan
berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih (Price & Wilson, 2016)
BPH merupakan pertumbuhan berlebihan dari prostat yang bersifat jinak
dan bukan kanker, dimana yang umumnya diderita oleh kebanyakan pria
pada waktu meningkatnya usia sehingga dinamakan penyakit orang tua.
Perbesaran dari kelenjar ini lambat laun akan mengakibatkan penekanan
pada saluran urin sehingga menyulitkan berkemih (Rahardja, 2017).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa BPH merupakan keadaan dimana terjadi
pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada
leher kandung kemih dan menyumbat aliran urine keluar. Kondisi ini
umumnya terkait dengan proses penuaan dan terjadi pada pria di atas usia
50 tahun.
Secara klinik derajat BPH dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat
& De Jong, 2018) :
a. Derajat 1
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa
urine kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
d. Derajat 4
Apabila sudah terjadi retensi urine total.

1.1.2 Epidemiologi
Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy/BPH) ditandai
dengan pembesaran kelenjar prostat dan sangat sering ditemukan, muncul
pada > 50% pria berusia > 60 tahun dan 80% pada pria berusia > 80 tahun
(Davey, 2017). BPH merupakan persoalan yang dialami oleh kurang lebih
30% populasi kulit putih Amerika yang berusia di atas 50 tahun dengan
gejala sedang hingga berat (Mitchell et al, 2018).
Prostat adalah organ tubuh yang paling sering terkena penyakit pada pria
berusia di atas 50 tahun. Satu proses patologis yang paling banyak
ditemukan adalah hipertrofi protat jinak (benign prostatic hypertrophy,
BPH). Setidaknya 70% pria beursia 70 tahun mengalami BPH, 40% di
antaranya mengalami beberapa gejala obstruksi aliran keluar kandung
kemih. Usia merupakan faktor risiko untuk BPH. Data menunjukkan
bahwa pria ras kulit hitam yang memiliki risiko yang lebih tinggi
tampaknya berada pada status sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang
buruk (Heffner, 2017).
Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua
setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya,
diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan
menderita penyakit BPH ini. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk
ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200
juta jumlah penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah
pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira 5 juta, maka
dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2,5 juta pria Indonesia
menderita penyakit BPH (Heffner, 2017).

1.1.3 Etiologi
Menurut Pakasi (2019) penyebab pasti BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan. beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
b. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
c. Peningkatan Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim
5α-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan
prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk
dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat
dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan
berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor kompleks.
Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk
menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel
(Hardjowidjoto, 2020).
d. Apoptosis
Kematian sel berakibat terjadinya kondensasi dan fragmentasi sel. Sel
yang telah mati tersebut akan difagositosis sel sekitarnya dan
didegradasi oleh enzim lisosom. Hal ini, menyebabkan pertambahan
massa prostat.

1.1.4 Tanda dan Gejala


Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan,
abdomen tegang, volume urine menurun, dan harus mengejan saat
berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (keadaan dimana urine terus
menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong
dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada
dalam kandung kemih setelah berkemih), dan kekambuhan infeksi saluran
kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urine kronis dan volume residu
yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
(Smeltzer, 2019).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal
berikut dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia,
urgensi (kebelet), urgensi dengan inkontinensia, tersendat-sendat,
mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak puas saat
berkemih, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah
berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan
abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan
menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan
rectal untuk menilai besarnya kelenjar (Price and Wilson, 2018).

1.1.5 Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang


a) Uji laboratorium yang dilakukan mencakup pemeriksaan:
1) Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (SC) untuk
menyingkirkan gagal ginjal
2) Urinalisis dan biakan urine untuk menyingkirkan infeksi saluran
kemih
b) Pielografi intravena (IVP) atau US biasanya tidak dilakukan pada pria
dengan hasil normal pada pemeriksaan laboratorium sederhana.
Pemeriksaan ini dicadangkan untuk pasien dengan hematuria atau
dicurigai mengidap hidronefrosis.
c) Urodinamik dengan uroflowmetry dan sistometri dapat menilai makna
BPH. Pada pemeriksaan ini, pasien berkemih dan berbagai pengukuran
dilakukan. Pada uroflowmetry, pasien berkemih minimal 150 mL,
kemudian laju maksimal aliran urin dicatat.
d) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk
residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
e) Sistouretroskopi biasanya dicadangkan untuk pasien yang mengalami
hematuria dengan sebab yang belum diketahui setelah dilakukan IVP
atau US atau praoperasi telah dilakuan untuk pasien yang memerlukan
TURP.
f) Skor gejala, perkiraan volume prostat, dan pengukuran antigen
spesifik-prostat dalam serum dapat membantu memperkirakan
perkembangan BPH.
Selain itu dilakukan juga pemeriksaan fisik, antara lain :
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,
dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok –
septik.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra
simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urin.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
1) Derajat I = beratnya  20 gram.
2) Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
3) Derajat III = beratnya  40 gram.

1.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPH secara umum menurut Grace and Borley (2017)
adalah:
a. Medikamentosa, seperti mengubah asupan cairan oral; kurangi
konsumsi kafein; menggunakan Bloker α- adrenergic (misalnya
fenoksibenzamin, prazosin); antiandrogen yang bekerja selektif pada
tingkat seluler prostat (misalnya finasteride); kateterisasi intermiten
jika terdapat kegagalan otot detrusor; dan dilatasi balon dan stenting
pada prostat (pada pasien yang tidak siap operasi).
b. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi
urin akut.
2) Klien dengan residual urin  100 ml.
3) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
4) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat )
2) Retropubic atau Extravesical Prostatectomy
3) Perianal Prostatectomy
4) Suprapubic atau Tranvesical Prostatectomy
Menurut Sjamsuhidjat (2018), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis, yaitu:
a. Stadium I, biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa
seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif
segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi
prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan
untuk pemakaian lama.
b. Stadium II, merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III, reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
d. Stadium IV, yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis,
kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan
obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah
dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

1.1.7 Patofisiologi
1 Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin
pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor disebut fase kompensasi. Apabila keadaan
berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah miksi terdapat
urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermitten), dengan
adanya obstruksi mengakibatkan pasien sulit memulai berkemih
(hesintensi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin, vesika
urinaria mengalami iritasi dan urin tertahan di dalamnya sehingga
pasien merasa kandung kemih tidak menjadi kosong setelah
berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih
pendek (nocturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien
mengalami perasaan ingi berkemih yang mendesak (urgency) dan
nyeri saat berkemih (disuria) (Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia dan hemoroid. Sisa urin dapat menyebabkan
batu endapan di dalam kandung kemih, batu ini juga dapat
menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluk akan menyebabkan
pielonefritis (Sjamsuhidajat, 2010).
Perubahan usia (usia
lanjut)
Kadar testosteron
menurun Kadar estrogen
Ketidakseimbangan produksi meningkat
hormon estrogen dan testosteron
Mempengaruhi RNA dalam inti
sel hiperplasia sel stroma
BPH pada
Poliferasi sel prostat jaringan

Pre operasi Pasien kurang informasi kesehatan Kurang Post operatif


pengetahuan
Obstruksi saluran kemih yang
Ancaman perubahan Insisi Pemasangan Kerusakan jar.
bermuara ke vesika urinaria
status kesehatan diri prostatektomi kateter threeway periutreal

Penebalan otot detrusor periuretral Krisis situasi Ansietas Terputusnya Bekuan darah Kerusakan
kontinuitas jar. integritas jar.
Dekompensasi otot detrusor Spasme urin
Penurunan
Kerusakan spasme urin Pertahanan
tubuh
Sukar peregangan vesika Penumpukan
Akumulasi urin di vesika berkemih, urinaria melebihi urin yang
Berkemih tidak kapasitas lama di Risiko
lancar vesika perdarahan
Retensi urinaria
urin Spasme Refluk urin ke ginjal Risiko
otot Pertumbuhan
mikro infeksi
sfingter
hidroureter, hidronefrosis organisme

(Carpenito,( 2006), Sjamsuhidajat,


Gagal ginjal dan De jong (2005), Tucker dan
Nyeri akut Canobio (2008))
1.1.8 Prosedur tindakan operasi
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) adalah suatu prosedur
operasi untuk membuang bagian dalam dari kelenjar prostat, demi
mengurangi gejala yang disebabkan oleh pembesaran prostat. Prosedur ini
berlangsung sekitar 1-2 jam. Sebuah instrumen yang disebut resectoscope
dimasukkan melalui penis dan uretra. Resectoscope membantu dokter
untuk melihat dan memotong jaringan prostat yang menghambat aliran
urine. Kelenjar prostat yang hanya ada pada pria ini,berada di bawah
uretra, saluran untuk pembuangan urine. Fungsi prostat adalah untuk
membantu produksi semen. Pembesaran kelenjar prostat disebabkan oleh
banyak faktor, misalnya usia, tumor atau kanker prostat. Pembesaran
prostat yang jinak (benign prostate hyperthrophy) biasanya disebabkan
berkurangnya hormon pada usia tua. Bila membesar, prostat akan
mendesak ke arah kandung kemih dan uretra, sehingga aliran urine yang
keluar dari uretra bisa terganggu.
Seperti persiapan sebuah operasi pada umumnya, beberapa hari sebelum
tindakan, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien secara
lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kesiapan
kondisi tubuh untuk menjalani tindakan tersebut. Dokter akan meminta
pasien untuk menghentikan konsumsi obat-obatan yang meningkatkan
risiko perdarahan seperti aspirin, ibuprofen, warfarin dan clopidogrel.
Dokter juga akan memberikan antibiotik untuk mencegah infeksi salurah
kemih.
Tindakan TURP juga membutuhkan rawat inap untuk memantau
komplikasi yang mungkin saja terjadi pascaoperasi. pasien akan diminta
untuk melepaskan segala perhiasan, aksesoris dan mengenakan baju
operasi. Setelah itu diminta untuk mengosongkan kandung kemih. Perawat
akan memasang jalur vena untuk obat-obatan dan cairan. Setelah pasien
berbaring di meja operasi, dokter anestesi akan melakukan pembiusan.
Dokter bedah akan memeriksa uretra dan kandung kemih melalui
endoskopi melalui ujung penis. Dokter akan mencari potensi kelainan di
daerah kandung kemih seperti batu atau massa tumor. Kemudian,
resectoscope akan turun ke daerah uretra dan memotong jaringan prostat
yang menghalangi jalur pembuangan urine. Setelah proses ini selesai,
dokter akan memasang selang fleksibel (kateter urine) untuk drainase urine
dan memantau komplikasi, seperti perdarahan.

1.1 Asuhan Keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan rektum dengan jari tangan dapat mengungkapkan
pembesaran fokal atau difus prostat
2) Pemeriksaan abdomen bawah (simpisis pubis) dapat
memperlihatkan pembesaran kandung kemih
3) Abdomen: Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis
menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
4) Kandung kemih
a) Inspeksi : penonjolan pada daerah supra pubik menunjukan
adanya retensi urine
b) Palpasi : akan terasa adanya ballotement dan ini akan
menimbulkan pasien ingin buang air kecil yang menunjukan
adanya retensi urine
c) Perkusi : suara redup menunjukan adanya residual urine.
5) Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lain
misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
6) Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) dilakukan dengan
posisi knee chest dengan syarat vesika urinaria
kosong/dikosongkan. Tujuannya adalah untuk menentukan
konsistensi prostat dan besar prostat.
b. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Biasanya kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua,
dan pasien biasanya tidak memperdulikan hal ini, karena sering
mengatakan bahwa sakit yang diderita nya pengaruh umur yang
sudah tua. Perawat perlu mengkaji apakah klien mengetahui
penyakit apa yang dideritanya? Dan apa penyebab sakitnya saat
ini?
2) Pola nutrisi dan metabolic
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena
efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun
efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala:
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang
perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
3) Pola Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali
dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan
dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan
kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria
dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga
perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya
perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna
urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan
dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh,
gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada post operasi BPH,
karena perubahan pola makan dan makanan.
4) Pola latihan- aktivitas
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah
dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang
dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan, klien juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang.
Klien dengan BPH aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga.
5) Pola istirahat dan tidur
Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya
terganggu, disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar
terus menerus dimana hal ini dapat mengganngu kenyamanan
klien. Jadi perawat perlu mengkaji berapa lama klien tidur dalam
sehari, apakah ada perubahan lama tidur sebelum dan selama
sakit/ selama dirawat?
6) Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti
kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
7) Pola kognitif- perceptual
Klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien
biasanya terganggu karena pengaruh usia lanjut. Namun tidak
semua pasien mengalami hal itu, jadi perawat perlu mengkaji
bagaimana alat indra klien, bagaimana status neurologis klien,
apakah ada gangguan?
8) Pola peran dan hubungan
Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit
yang diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya
sosialisasi klien dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu
mengkaji bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan
masyarakat sekitar? apakah ada perubahan peran selama klien
sakit?
9) Pola reproduksi- seksual
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.
10) Pola koping dan toleransi stres
Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena
memikirkan pengobatan dan penyakit yang dideritanya
menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti
biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan
kegelisahan klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien
menghadapi masalah yang dialami? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk mengurangi stresnya?
11) Pola keyakinan dan nilai
Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti
gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak bisa
melaksanakannya, karena BAK yang sering keluar tanpa disadari.
Perawat juga perlu mengkaji apakah ada pantangan dalam agama
klien untuk proses pengobatan

1.1.2 Daftar diagnose yang muncul


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (Tim
Pokja DPP PPNI, 2016), diagnosis keperawatan merupakan suatu
penilaian kritis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang di alaminya baik yang berlangsung aktual atau
potensial.
a. Pre operatif
1) Nyeri akut b.dagen injury fisik (spasme kandung kemih)
2) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan
b. Intra operatif
1) Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
2) Risiko hipotermia dibuktikan dengan suhu lingkungan rendah
c. Post operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
pembedahan)
2) Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan
rendah
3) Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
1.1.3 Rencana Keperawatan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia tahun (SIKI) (Tim Pokja DPP PPNI, 2018), segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat untuk mecapai luaran yang diharapkan.
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Pre Operatif Setelah dilakukan asuhan Managemen Nyeri
Nyeri akut b.d keperawatan diharapkan nyeri akut Observasi
agen injury fisik berkurang atau hilang dengan kriteria b. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(spasme kandung hasil : kualitas, intensita nyeri
kemih) a. Keluhan nyeri menurun c. Identifikasi skala nyeri
b. Melaporkan nyeri terkontrol d. Identifikasi respons nyeri non verbal
meningkat e. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri

Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis (misal: terapi
musik, terapi pijat)

Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas


kekhawatiran keperawatan diharapkan ansietas Observasi
mengalami berkurang atau hilang dengan kriteria a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( kondisi,
kegagalan hasil : waktu, stresor )
a. Verbalisasi kebingungan menurun b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
b.Verbalisasi khawatir akibat kondisi c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal )
yang dihadapi menurun
c. Perilaku gelisah menurun Terapeutik
Perilaku tegang menurun a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c. Pahami situasi yang membuat ansietas
d. Dengarkan dengan penuh perhatian
e. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
g. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang

Edukasi
a. Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin
dialami
b. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
f. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
g. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

3. Intra Operatif Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Perdarahan


Risiko Perdarahan keperawatan diharapkan risiko Observasi
d.d tindakan perdarahan tidak terjadi dengan a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
pembedahan kriteria hasil : b. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan
a. Tidak ada tanda-tanda perdarahan sesudah kehilangan darah
c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d. Monitor koagulasi

Terapeutik
a. Pertahankan bedrest selama perdarahan
b. Batasi tindakan invasif, jika perlu
c. Gunakan kasur pencegah dekubitus
d. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
mencegah konstipasi
d. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
f. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,
jika perlu
b. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

4. Intra Operatif Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipotermia


Risiko hipotermia keperawatan diharapkan hipotermia Observasi
dibuktikan tidak terjadi dengan kriteria hasil : a. Monitor suhu tubuh
dengan suhu a. Suhu tubuh pasien normal b. Monitor tanda-tanda vital
lingkungan b. Pasien tidak menggigil
rendah Terapeutik
a. Monitor suhu lingkungan
b. Gunakan warm blanket

Kolaborasi
a. Lakukan penghangatan aktif internal (infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan
cairan hangat)

5. Post Operatif Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipotermia


keperawatan diharapkan hipotermia Observasi
Hipotermia b.d dapat membaik dengan kriteria a. Monitor suhu tubuh
terpapar suhu hasil : b. Identifikasi penyebab hipotermia (terpapar suhu
lingkungan a. Menggigil menurun lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus,
rendah b. Pucat menurun penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak
c. Suhu tubuh membaik subkutan)
c. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia

Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang hangat (atur suhu
ruangan)
b. Lakukan penghangatan pasif (selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
c. Lakukan penghangatan aktif eksternal (kompres
hangat, selimut hangat, botol hangat, metode
kangguru)
d. Lakukan penghangatan aktif internal (infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan
cairan hangat)
6. Post Operatif Setelah dilakukan asuhan Managemen Nyeri
Nyeri akut keperawatan diharapkan nyeri akut Observasi
berhubungan berkurang atau hilang dengan kriteria a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan agen hasil : kualitas, intensita nyeri
pencedera fisik a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
(prosedur b. Melaporkan nyeri terkontrol c. Identifikasi respons nyeri non verbal
pembedahan) meningkat d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis (misal: terapi musik,
terapi pijat)

Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Risiko Perdarahan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Perdarahan
d.d tindakan keperawatan diharapkan risiko Observasi
pembedahan perdarahan tidak terjadi dengan a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
kriteria hasil : b. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan
a. Tidak ada tanda-tanda perdarahan sesudah kehilangan darah
c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d. Monitor koagulasi

Terapeutik
a. Pertahankan bedrest selama perdarahan
b. Batasi tindakan invasif, jika perlu
c. Gunakan kasur pencegah dekubitus
d. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
mencegah konstipasi
d. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
f. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,
jika perlu
b. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Hasil Asuhan
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Gol.Darah :B
Alamat : Bandar jaya
Tanggungan : BPJS
No.RM : 165812
Tgl Masuk Rs : 22 Juni 2021
Tgl Pengkajian: 23 Juni 2021
Diagnosa : Benigna Prostat Hiperplasia

1 Riwayat Praoperatif
a. Pasien mulai dirawat tgl : 22 Juni 2021 Diruang pre operasi
b. Keluhan Utama : pasien mengatakan cemas
c. Ringkasan hasil anamnesa preoperatif :
Pada saat pengkajian tanggal 23 Juni 2021, pasien mengatakan datang ke poli bedah Rumah Sakit Yukum Medical Centre pada
tanggal 22 Juni 2021 dengan keluhan sulit BAK sejak 1 tahun yang lalu dan oleh dokter pasien dianjurkan rawat inap untuk
direncanakan tindakan operasi pada tanggal 23 Juni 20210. Pasien mengatakan cemas, pasien mengatakan takut mau operasi
pertama kalinya dan pasien mengatakan khawatir dengan akibat yang akan dialaminya.
d. Hasil Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital :
Tanggal 23 Juni 2021Pukul : 14.00 WIB
Kesadaran : Composmentis GCS : 15 Orientasi : Baik
TD : 140/90 mmHg Nadi : 96 x/m
Suhu : 360C Pernafasan : 22 x/m
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala Dan Leher :
(1) Inspeksi : kulit kepala tampak bersih, distribusi rambut rata, tidak terdapat lesi, membran mukosa lembab
(2) Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b) Thorax ( Jantung dan Paru ) :
Paru
(1) Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada antara kanan dan kiri sama
(2) Palpasi : vocal fremitus getaran sama, tidak ada nyeri tekan
(3) Perkusi : terdengar bunyi sonor pada kedua lapang dada
(4) Auskultasi : terdengar suara vesikuler
Jantung
(1) Inspeksi : tidak tampak ictus cordis, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger
(2) Palpasi : CRT (Capillary Refill Time) : 2 detik, akral teraba dingin, tidak teraba benjolan
(3) Perkusi :
Batas jantung kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS IV Mid Sinistra
Batas jantung kanan bawah : ICS IV Parasternalis Dextra
(4) Auskultasi : Terdengar BJ 1 & BJ 2, Tidak ada suara tambahan

c) Abdomen :
(1) Inspeksi : pergerakan abdomen simetris, tidak ada lesi pada seluruh kuadran
(2) Auskultasi : bising usus 10x/menit pada seluruh lapang kuadran
(3) Palpasi : terdapat distensi kandung kemih
(4) Perkusi : suara timpani pada kuadran kiri
d) Ekstremitas ( atas dan bawah) :
Tidak ada lesi, tidak ada fraktur, Kekuatan otot 5555 5555
Turgor kulit baik 5555 5555
e) Genetalia & Rectum :
Terdapat perbesaran prostat dari hasil USG
e. Pemeriksaan Penunjang
Nama Pasien : Tn. S Tgl pemeriksaan : 22 Juni 2021
No RM : 00437207 Diagnosa : BPH
Tabel 4.1 Hasil Laboratorium
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIK
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin Lengkap
Leukosit 7.900 /uL 4.400-11.300
Eritrosit 5.3 juta/uL 4.3-5.9
Hemoglobin 14.4 gr% 13.5-17.5
Hematokrit 45 gr% 40-52
MCV 85 Fl 80-100
MCH 27 ρg 26-34
MCHC 32 gr% 32-36
Trombosit 242.000 ribu/Ul 150.000-450.000

HEMOSTATIS
Masa Perdarahan/BT 3 Menit <6
Masa Pembekuan/CT 11 Menit 9-16
KIMIA KLINIK
Karbohidrat
Glukosa Darah Sewaktu 130 mg% 70-180
Fungsi Ginjal
Ureum 42 mg% 15-50
Kreatinin 1.2 u/l 0.67-1.17
Agen SARS-Cov-2 negatif - Negative
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi dan Elektrokardiogram
Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi tanggal 22 Juni Hasil Elektrokardiogram tanggal
2021 22 Juni 2021

- Benigna Prostat Hypertrophy, prostat tak - sinus rhytm


menonjol ke VU, nefrolithiasis dextra 3,3
mm, tak tampak hydronefrosis
- Vesicolithiasis 18 mm
- Rem sinistra tampak normal

Gambar 4.1 Visual Analog Scale

Tabel 4.3 Kuesioner Zung-Self Anxiety Rating Scale (ZSAS)


Pertanyaan Sangat Kadang- Sering Selalu
jarang kadang
Saya merasa lebih gugup dan cemas dari 3
biasanya
Saya merasa takut tanpa alasan 1
Saya mudah marah atau merasa panik 3
Saya merasa seperti tak berdaya 2
Saya merasa baik-baik saja dan tidak ada 4
sesuatu yang buruk akan terjadi
Tangan dan kaki saya gemetar akhir- 2
akhir ini
Saya merasa terganggu sakit kepala, 3
leher, dan nyeri punggung
Saya merasa lemah dan cepat lelah 2
Saya tidak merasa tenang dan dapat 3
duduk dengan santai
Saya merasa jantung saya berdetak 3
sangat cepat
Saya terganggu karena pusing 3
Saya pingsan atau merasa seperti mau 1
pingsan
Saya tidak dapat bernapas dengan mudah 1
Saya merasa mati rasa dan kesemutan di 2
jari tangan dan jari kaki
Saya merasa perut saya terganggu 3
Saya sering kencing 1
Tangan saya basah dan dingin 2
Wajah saya terasa panas dan kemerahan 2
Saya tidak dapat tidur dengan mudah 3
Saya mengalami mimpi buruk 1
Total 46

Keterangan:
a. tidak pernah/sedikit : 1
b. kadang-kadang :2
c. cukup sering :3
d. hampir sering/selalu : 4
Rentang penilaian:
Skor 20-44 : ansietas ringan
Skor 45-59 : ansietas sedang
Skor 60-74 : ansietas berat
Skor 75-80 : panik

Tabel 4.4 Prosedur Khusus Sebelum Pembedahan


No Prosedur Ya Tdk Wkt Ket
1. Tindakan persiapan psikologis pasien 

2. Lembar informed consent 

3. Puasa  07.00

4. Pembersihan kulit ( pencukuran rambut) 


5. Pembersihan saluran pencernaan 
(lavement/obat pencahar)
6. Pengosongan kandung kemih 

7. Transfusi darah 
8. Terapi cairan infus 

9. Penyimpanan perhiasan, acsesoris, kacamata, 


anggota tubuh palsu
10. Memakai baju khusu operasi 

f. Pemberian Obat-obatan :
Tabel 4.5 Obat Premedikasi
(diberikan sebelum pembedahan)
Tgl/jam Nama Obat Jenis Obat Dosis Rute
- - - - -

Tabel 4.6 Obat Pra-Pembedahan


(diberikan 1-2 jam sebelum pembedahan)
Tgl/jam Nama Obat Jenis Obat Dosis Rute
12/12/20 Cefuroxime Profilaksis 2 gr Intravena
13.30 wib
- - - - -

g. Pasien dikirim keruang operasi


Pasien dikirim ke ruang operasi pada tanggal 23 Juni 2021 pukul 14.38 WIB.
Keterangan : Pasien dalam kesadaran composmentis ( GCS 15) dan di antar ke OK 4

2 Intra Operatif
a. Tanggal : 22 Juni 2021 Pukul : 14.42 WIB
Tabel 4.7 Tanda-Tanda Vital
Waktu TD HR RR S
14.42 140/90 mmHg 80 x/mnt 18 x/mnt 36.3 oC
14.47 142/92 mmHg 83 x/mnt 18 x/mnt 36.5 oC
14.52 140/90 mmHg 86 x/mnt 20 x/mnt 36.5 oC
14.57 144/92 mmHg 86 x/mnt 22 x/mnt 36.0 oC
15.02 139/88 mmHg 84 x/mnt 20 x/mnt 36.0 oC
15.07 140/88 mmHg 83 x/mnt 20 x/mnt 36.5 oC
15.14 140/90 mmHg 88 x/mnt 18 x/mnt 36.3 oC

b. Posisi pasien di meja operasi : Lithotomi


c. Jenis operasi : Mayor
d. Nama operasi : TURP (Transurethral resection of the prostate)
e. Area/bagian tubuh yang dibedah : Genetalia (uretra)
f. Tenaga medis dan perawat di ruang operasi :
Dokter anastesi : dr. Tori, Sp.An, Dokter bedah : dr. Exsa, Sp.U, Asisten Bedah : Sobar, Amd. Kep, Perawat instrumentator : Sri,
Amd. Kep dan Perawat sirkuler :Gusmilasari S.Tr.Kep
Tabel 4.8 Surgical Patient Safety Cheklist
SURGICAL PATIENT SAFETY CHEKLIST

SIGN IN TIME OUT SIGN OUT

Pasien telah dikonfirmasi :  Setiap anggota tim Melakukan


operasi pengecekan:
 Identitas pasien memperkenalkan diri
 Prosedur Sisi operasi sudah dan peran masing-  Prosedur sudah
benar masing. dicatat
 Persetujuan untuk operasi  Tim operasi  Kelengkapan
telah diberikan memastikan bahwa spons
 Sisi yang akan dioperasi telah semua orang di ruang  Penghitungan
ditandai operasi saling kenal. instrumen
 Ceklist keamanan anastesi  Pemberian lab Pl
telah dilengkapi Sebelum melakukan sayatan padas pesimen
 Oksimeter pulse pada pasien pertama pada kulit :  Kerusakan alat
berfungsi atau masalah lain
Tim mengkonfirmasi dengan yang perlu
Apakah pasien memiliki alergi ? suara yang keras mereka ditangani.
Ya melakukan :  Tim bedah
 Tidak membuat
Apakah risiko kesulitan jalan  Operasi yang benar perencanaan post
nafas / aspirasi ?  Padapasien yang benar. operasi sebelum
 Tidak  Antibiotik profilaksis memindahkan
Ya, telah disiapkan peralatan telah diberikan dalam pasien dari
Risiko kehilangan darah> 500 ml 60 menit sebelumnya. kamar operasi
pada orang dewasaa tau> 7 ml/kg
BB pad aanak-anak

Tidak
 Ya, peralatan akses cairan
telah direncanakan

g. Pemberian obat anastesi


Dilakukan anastesi lokal
Tabel 4.9 obat anastesi
Tgl/Jam Nama Obat Dosis Rute
23/06/2021 Bunascan 150 mg IT (Intra Tekal)
14.42 wib
- - - -

Tabel 4.12 Tahap-Tahap /Kronologis Pembedahan


Waktu/Taha Kegiatan
p
23/06/2021 Tahapan prosedur operasi :
14.35  Dilakukan sign in di ruang pre op (konfirmasi identitas, prosedur,
lokasi dan informed consent)
14.40  Memposisikan pasien di meja operasi dengan posisi lithotomi
14.42  Dokter anastesi melakukan regional anastesi dengan teknis
anastesi spinal anggota tim melakukan handwash surgical,
gowning, gloving
14.45  Perawat instrumen menyiapkan alat instrumen
14.50  Asisten operator melakukan disenfeksi pada daerah operasi
14.55  Perawat instrumen dan asisten bedah melakukan drapping

Dilakukan time out


 Konfirmasi anggota tim (operator, asisten, perawat instrumen,
15.00 perawat sirkuler, dokter anestresi, perawat anastesi)
 Konfirmasi nama pasien, prosedur, lokasi
15.00
 Konfirmasi pemebrian obat profilaksis pra bedah
15.00
15.01  Kemudian operator melakukan vretrocystoscopy : mukosa buli
trabeculos ringan, muara ureter normal, tumor (-), batu (-), prosat
membesar. Lalu dilakukan TURP secara sistematis dan
perdarahan dirawat, Cito prostat dikeluarkan eligue evacuator.
Kemudian dipasangan folley catheter 22 fr three way dengan
spooling NaCl 0,9%
Sign out
15.10  dilakukan sign out oleh perawat sirkuler. Asisten operator
memberikan fiksasi dengan plaster.
15.13  Specimen diberi label untuk PA
15.13  perawat membereskan drapping dan alat instrumen
15.15  anggota tim melepas gloving dan gowning
15.16  pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar

h. Tindakan bantuan yang diberikan selama pembedahan


1)Pemberian oksigen
Lain-lain : kateterisasi urin
j.Pembedahan berlangsung selama 41 menit
k.Komplikasi dini setelah pembedahan (saat pasien masih berada diruang operasi) : Tidak terdapat komplikasi saat pembedahan
Ket : pasien mengeluh kedinginan Pasien tampak menggigil kedinginan, akral teraba dingin, suhu tubuh 35.2 oC, suhu ruangan 18
o
C.

3Post Operasi
a. Pasien dipindahkan keruang PACU/RR pukul 15.16 WIB
b. Keluhan saat di RR/PACU : pasien menegeluh kakinya tidak dapat digerakkan
c. Airway : Tidak ada masalah pada jalan nafas
d. Breathing : RR: 20x/mnt, clear tidak ada masalah
e. Sirkulasi : TD:140/87 mmHg, N:88 x/mnt, CRT 2 detik
f. Observasi Recovery Room:
Tabel 4.13 Bromage Score
NO KRITERIA SCORE SCORE
1. Dapat mengangkat tungkai bawah 0
2. Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat 1
mengangkat kaki
3. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi 2 2
masih dapat mengangkat lutut
4. Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3
Jumlah 2

tanggal 23/06/2021, Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : composmentis


Tabel 4.14 Tanda-Tanda Vital
Waktu TD HR RR S
15.16 WIB 140/87 mmHg 88 x/mnt 20 x/mnt 36.4 oC
15.21 WIB 138/88 mmHg 87 x/mnt 20 x/mnt 36.4 oC
15.26 WIB 138/90 mmHg 86 x/mnt 22 x/mnt 36.2 oC
15.31 WIB 140/90 mmHg 88 x/mnt 22 x/mnt 36.5 oC
15.36 WIB 136/88 mmHg 88 x/mnt 20 x/mnt 36.6 oC
15.41 WIB 137/87 mmHg 86 x/mnt 20 x/mnt 36. 5oC

Tabel 4.15 Balance Cairan


Pukul Intake Jml (cc) Output Jml (cc)
23/06/21 Oral - Urine 250 cc
14.42 Enteral - Muntah -
-15.41 15x66:24= 41.25
Parenteral Ringer IWL
wib 900 cc
Lactat cc
perdarahan -

Jumlah 900 cc Jumlah 291,25 cc

Balance cairan 900-291,25 = 608,75 cc


Lakukan secara head to toe secara prioritas
Tabel 4.16 Survey Sekunder
Normal Jika tidak normal, jelaskan
YA TIDAK
Kepala 
Leher 
Dada 
Abdomen 
Genetalia  Terpasang kateter urin
Integumen 
Ekstremitas  Ekstremitas bawah sulit digerakkan

Skala Nyeri menurut VAS (Visual Analog Scale)

Tabel 4.17 Analisis Data


Data Subyektif Dan Obyektif Masalah Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi Ansietas Kurang
DS : pengetahuan
 Pasien mengatakan khawatir dengan akibat tentang
yang akan dialaminya prosedur
 Pasien mengatakan baru operasi pertama pembedahan
kalinya
DO :
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak tegang
 TTV :
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 96 x/m
Suh : 36 0C
Pernafasan : 20 x/m
 Skor Ansietas 46 dengan tingkat ansietas
sedang di ukur dengan alat ukur Zung-Self
Anxiety Rating Scale (ZSAS)

Intra Operasi Hipotermia Terpapar


Suhu
DS : Lingkungan
 Pasien mengatakan kedinginan Rendah
DO :
 Pasien tampak menggigil kedinginan
 Akral teraba dingin
 Pasien tampak menggunakan pakaian
tipis
 Suhu tubuh 35.2 oC
 Suhu ruangan 18 oC

Post Operasi / di RR Risiko Tindakan


DS : Perdarahan Pembedahan
DO : (TURP)
 Telah Dilakukan tindakan TURP
(Transurethral resection of the prostate)
 Terpasang irigasi + traksi
 Tampak kemerahan pada threeway
kateter
 Akral teraba dingin
Input :
- Cairan ringer lactat : 900 cc
Output :
- Urin 250 cc
- IWL 15x66:24= 41.25 cc
Balance cairan = 900-291,25 = 608,75 cc

Tabel 4.18 Daftar Diagnosa Keperawatan


Tahapan Masalah Keperawatan Etiologi
Pre Operasi Ansietas Kurang pengetahuan tentang
prosedur pembedahan
Intra Operasi Hipotermia Terpapar Suhu Lingkungan Rendah
Post Operasi Risiko Perdarahan Tindakan pembedahan (TURP)
Tabel 4.19 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ansietas b.d Kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi Ansietas
pengetahuan tentang diharapkan Ansietas berkurang dengan KH : Observasi
prosedur pembedahan a. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang a. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal )
dihadapi menurun Terapeutik
b. Perilaku gelisah menurun a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
c. Perilaku tegang menurun kepercayaan
d. Skor ansietas dalam rentang ansietas ringan b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
a. Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami
b. Latih teknik relaksasi napas dalam

2. Hipotermi b.d terpapar Setelah dilakukan asuhan keperawatan Managemen Hipotermia


suhu lingkungan rendah diharapkan hipotermia dapat membaik dengan Observasi
kriteria hasil : a. Monitor suhu tubuh tiap 5 menit
a. Menggigil menurun b. Identifikasi penyebab hipotermia (terpapar suhu lingkungan
b. Keluhan kedinginan menurun rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
c. Suhu tubuh membaik (36.5-37.5) kekurangan lemak subkutan)
c. Mengecek akral tubuh, menggigil, dan keluhan kedinginan
Terapeutik
a. Atur suhu ruangan
b. Lakukan penghangatan aktif (warm blanket)

3. Risiko Perdarahan d.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Perdarahan


tindakan pembedahan diharapkan risiko perdarahan tidak terjadi dengan Observasi
(TURP) kriteria hasil : a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
a. Tidak ada tanda-tanda perdarahan b. Hitung input output cairan
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah

42
konstipasi
c. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
d. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

Tabel 4.20 Catatan Perkembangan


Tgl/waktu Implementasi Evaluasi
23/06/21 Observasi S:
14.10 wib a. Menanyakan apakah pasien masih cemas, menilai ekpresi wajah  Pasien mengatakan rasa khawatir berkurang
dan tanda-tanda vital
Terapeutik O:
14.15 wib a. Menciptakan suasana terapeutik dan mengajak pasien mengobrol TD : 130/80 mmHg
14.15 wib terkait pembedahan yang akan dilakukan Nadi : 90 x/m
14.20 wib b. Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan Suhu : 360C
14.20 wib c. Mendengarkan dengan penuh perhatian Pernafasan : 20 x/m
d. Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan  Pasien tampak lebih tenang
 Pasien mengungkapkan apa yang dirasakan
14.26 wib Edukasi  Pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam
14.35 wib a. Menjelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami  Pasien sudah mengerti tentang prosedur dan sensasi yang
b. Melatih teknik relaksasi napas dalam mungkin dialami
 Skor ansietas 38 (ZSAS) dengan tingkat ansietas ringan

A : Ansietas
P:
 Pantau kondisi pasien
 Pasien diantar ke ruang operasi pukul 14.38 wib

23/06/21 Observasi S : - pasien mengatakan dingin berkurang


14.40 wib a. Monitoring suhu tubuh tiap 5 menit O:
14.42 wib b. Mengidentifikasi penyebab hipotermia (pasien terpapar suhu  Suhu tubuh 36.6 oC
14.42 wib lingkungan rendah)  Suhu ruangan 18oC
c. Mengecek akral tubuh, menggigil, dan keluhan kedinginan  Pasien terpasang blanket warm
14.44 wib  Akral teraba hangat

43
Terapeutik  Pasien tidak menggigil
a. Mengatur suhu ruangan
14.45 wib b. Melakukan penghangatan aktif (warm blanket) A : Hipotermia
14.45 wib P:
 Pantau kondisi pasien
 Pasien diantar ke ruang pulih sadar pukul 15.16 wib

23/06/21 Observasi S:-


15.18 wib a. Monitoring tanda dan gejala perdarahan O:
15.20 wib b. Menghitung input output cairan  Tidak ada penyumbatan darah pada selang kateter
15.24 wib
Edukasi Input :
a. Menjelaskan dan berdiskusi dengan pasien mengenai tanda dan - Cairan ringer lactat : 200 cc
15.30 wib gejala perdarahan Output :
15.36 wib b. Menganjurkan pasien meningkatkan asupan cairan untuk - Urin 100 cc
mencegah konstipasi - IWL 15x66:24= 41.25 cc
15.38 wib c. Menganjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan  Balance cairan = 200 – 141.25 = 58.75 cc
15.40 wib d. Menganjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K - Pasien mengerti anjuran perawat tentang pencegahan perdarahan
A : Risiko perdarahan tidak terjadi
P:
 Pindahkan ke ruang rawat

44
BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan perioperatif pada Tn. S di Ruang


Operasi rumah sakit Yukum Medical Centre yang dilakukan pada tanggal 23
Juni 2021 dengan hasil analisa data di dapatkan beberapa masalah
keperawatan baik dalam fase pre, intra, dan post operatif. Penulis
membandingkan antara konsep teori dengan asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pre Operasi
Sebelum menjalani tindakan operasi ada beberapa persiapan yang
harus dipersiapkan oleh pasien, yaitu: persiapan fisik dan persiapan
mental. Persiapan fisik meliputi puasa, eliminasi, personal hygiene,
istirahat tidur, medikasi, intruksi khusus, dan persiapan kulit. Persiapan
fisik dimaksudkan agar pasien mampu menghadapi prosedur bedah
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah sebagai
dampak terhadap pemberian obat anastesi (Handayan, 2011) sedangkan
persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi, karena mental pasien yang tidak siap atau labil
dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress
fisiologis maupun psikologis. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin
dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik
seperti meningkatnya frekuensi nadi dan pernapasan, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih (Abdul Majid dkk, 2011).
Pada saat dilakukan pengkajian di ruang pre operasi ditemukan
data pasien tampak cemas, pasien tampak tegang, pasien baru operasi
pertama kalinya dan pasien mengatakan khawatir dengan akibat yang
akan dialaminya. TTV Pasien saat masuk : TD: 140/90 mmHg, Nadi: 96
x/m, Suhu: 36 0C, Pernafasan: 22 x/m, skor penilaian ansietas 46 dengan
tingkat ansietas sedang di ukur oleh alat ukur Zung-Self Anxiety Rating
Scale (ZSAS), kemudian saat dilakukan pemeriksaan fisik head to toe
ditemukan data abnormal pada bagian abdomen yaitu terdapat distensi
kandung kemih. Pada pemeriksaan ultrasonografi juga ditemukan adanya
pembesaran prostat. Masalah keperawatan yang muncul pada fase pre
operasi adalah ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan (tindakan
operasi) yang didukung dengan data subjektif : pasien mengatakan baru
operasi pertama kalinya, pasien mengatakan khawatir dengan akibat yang
akan dialaminya. Dan didukung oleh data obyektif : Pasien tampak
gelisah, pasien tampak tegang, TD: 140/90 mmHg, Nadi: 96 x/m, Suhu:
36 0, Pernafasan : 20 x/m, skor penilaian ansietas 46 dengan tingkat
ansietas sedang di ukur oleh alat ukur Zung-Self Anxiety Rating Scale
(ZSAS). Data tersebut juga di dukung oleh teori yang dikemukakan oleh
(Aprianto, 2013), penderita pre operasi khususnya pre operasi TURP
(Transurethral resection of the prostate) biasanya timbul rasa cemas
seperti sulit tidur, aritmia, muncul perasaan tidak nyaman, rasa khawatir
yang berlebihan dan bisa sampai menyebabkan panik Kecemasan
merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif,
yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara
khusus penyebabnya. Kemudian penulis merancang intervensi
keperawatan pada Tn. S yaitu monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
non verbal, ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan, temani pasien untuk mengurangi kecemasan, dengarkan
dengan penuh perhatian, gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan, jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami,
melatih teknik relaksasi napas dalam. Setelah rencana tindakan

46
keperawatan di susun maka penulis melakukan implementasi sesuai
kebutuhan Tn.S yaitu monitoring tanda-tanda ansietas (verbal dan non
verbal, menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan, menemani pasien untuk mengurangi kecemasan,
mendengarkan dengan penuh perhatian, menggunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan, menjelaskan prosedur serta sensasi yang
mungkin dialami, melatih teknik relaksasi napas dalam. Kondisi Tn. S
setelah dilakukan implementasi dan evaluasi yaitu pasien mengatakan
rasa khawatir berkurang, TD: 130/80 mmHg, Nadi: 90 x/m, Suhu: 36 0C,
Pernafasan : 20 x/m, skor ansietas 38 dengan tingkat ansietas ringan di
ukur dengan alat ukur Zung-Self Anxiety Rating Scale (ZSAS), pasien
tampak lebih tenang, pasien mengungkapkan apa yang dirasakan, pasien
sudah melakukan relaksasi nafas dalam, pasien sudah mengerti tentang
prosedur dan sensasi yang mungkin dialami, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa ansietas yang dialami pasien teratasi.
Menurut (Depkes, 2013) kecemasan pada pasien pre operasi
merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman baru yang
dapat dianggap pasien sebagi suatu ancaman terhadap perannya dalam
hidup atau bahkan kehidupannya sendiri. Seseorang yang sangat cemas
sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kecemasan sebelum operasi seringkali menjadi hambatan pada paska
operasi Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur
dan istirahat, sehingga akan mempengaruhi tingkat pemulihan pada
pasien pasca operasi.
Berdasarkan teori yang disusun oleh Tim Pokja DPP PPNI (2016)
Gejala dan tanda mayor untuk diagnosa ansietas secara subjektif adalah
merasa bingung, merasa khawatir dengan kondisi yang akan dihadapi dan
sulit berkonsentrasi, sedangkan untuk data objektifnya adalah tampak
gelisah, tampak tegang, dan sulit tidur. Selain gejala dan tanda mayor ada
juga gejala dan tanda minor yang ditandai dengan data subjektif seperti
mengeluh pusing, anoreksia, palitasi, dan merasa tidak berdaya,

47
sedangkan data objektinya adalah frekuensi nafas meningkat, frekuensi
nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka
tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, an
berorientasi pada masa lalu .
Kecemasan pada pasien pre operasi dapat dicegah dengan
menggunakan teknik relaksasi, salah satunya adalah relaksasi napas
dalam. Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien
bagaimana caranya melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan
ventilasi paru, dan meningkatkan oksigenasi darah (Sari, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rokawie (2017),
mengatakan bahwa ansietas dapat dicegah dengan terapi yaitu terdapat
terapi relaksasi napas dalam, distraksi lima jari, atau hipnosis lima jari,
terapi genggam jari, terapi dengan aromaterapi, relaksasi imajinasi
terbimbing dan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Kustiawan & Hilmansyah yang
berjudul Kecemasan Pasien Pre Operatif Bedah Mayor di RSU Kota
Tasikmalaya tahun 2013 menunjukkan berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan tingkat kcemasan sedang (52.40%), berdasarkan
pendidikan (52.40%), berdasakan jenis pekerjaan (33.30%), berdasarkan
usia >35 tahun (52.40%). Mayoritas tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi adalah cemas sedang (81%).
Hal tersebut di dukung oleh hasil penelitian Berticarahmi dan
Pujiarto, 2018 yang berjudul asuhan keperawatan pada pasien pre operasi
TURP (Transurethral resection of the prostate) dengan masalah
keperawatan ansietas menggunakan teknik relaksasi napas dalam dan
distraksi lima jari di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
didapati penurunan ansietas pada Tn.A dan Tn.M setelah dilakukan
intervensi relaksasi napas dalam dan distraksi lima jari. Sebelum

48
dilakukan intervensi, Tn.A mengalami ansietas sedang (total HRS-A
yaitu 21) sedangkan Tn.M mengalami ansietas berat (total HRS-A yaitu
28). Setelah intervensi dilakukan selama 2 hari berturut-turut dalam
pemberian waktu 3 kali sehari, Tn.A tidak lagi mengalami ansietas (total
HRS-A yaitu 3) dan juga Tn.M tidak lagi mengalami ansietas (total HRS-
A yaitu 5).
Penulis menegakkan diagnosa ansietas pada fase pre operasi karena
pasien mengalami kekhawatiran mengalami kegagalan menjalani operasi
yang didukung oleh penilaian ansietas dengan tingkat ansietas sedang
oleh alat ukur ZSAS sehingga perlu dilakukan intervensi mandiri oleh
penulis agar kecemasan menurun dan tidak berpengaruh pada kondisi
pasien sebelum menjalani operasi.

2. Intra Operasi
Pengkajian yang dilakukan pada fase intra operatif lebih kompleks
dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas. Kemampuan dalam
mengenali masalah pasien yang berisiko maupun aktual akan didapatkan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan (Muttaqin &
kumala, 2009). Data-data yang diperoleh penulis pada saat pengkajian
intra operasi adalah pasien mengatakan kedinginan, pasien tampak
menggigil kedinginan, akral teraba dingin, suhu tubuh 35.2 oC, suhu
ruangan 18 oC. Sehingga diagnosa yang ditegakkan pada face intra
operasi yaitu hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah.
Selanjutnya dilakukan penyusunan rencana keperawatan yaitu monitor
suhu tubuh, identifikasi penyebab hipotermia (terpapar suhu lingkungan
rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan
lemak subkutan), monitor tanda dan gejala akibat hipotermia, atur suhu
ruangan, melakukan penghangatan aktif (warm blanket). Kondisi Tn.S
setelah dilakukan implementasi dan evaluasi yaitu pasien mengatakan
dingin berkurang, suhu tubuh 36.6 oC, suhu ruangan 18 oC, pasien

49
terpasang blanket warm, akral teraba hangat, pasien tidak menggigil.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotermia pada pasien teratasi.
Data di atas juga di dukung oleh teori yang dikemukakan oleh
(Fauzi dkk, 2014), pasien yang dilakukan tindakan operasi dengan
anastesi spinal biasanya mengalami gejala menggigil kedinginan.
Menggigil merupakan keadaan yang tidak nyaman dan merupakan salah
satu komplikasi yang sering terjadi serelah tindakan anastesi, khususnya
anastesi spinal pada pasien yang menjalani operasi. Proses ini merupakan
suatu respon normal termoregulasi yang terjadi terhadap hipotermia, akan
tetapi proses ini juga dapat diakibatkan oleh karena rangsangan nyeri dan
juga agen anastesi tertentu. Kombinasi dari tindakan anastesi dan
tindakan operatif dapat menyebabkan penurunan suhu inti tubuh
sehingga menyebabkan hipotermia. Risiko utama yang terjadi pada
pasien menggigil pasca anastesi ialah peningkatan proses metabolisme
(sampai 400%). Menggigil pasca anastesi dapat dikurangi dengan
berbagai cara, diantaranya dengan meminimalkan kehilangan panas
selama operasi dan mencegah kehilangan panas karena lingkungan tubuh.
Cara-cara mengurangi menggigil diantaranya: suhu kamar operasi yang
nyaman bagi pasien yaitu pada suhu 18 oC, ruang pemulihan yang hangat
o
dengan suhu ruangan 24 C, penggunaan cairan kristaloid yang
dihangatkan.
Berdasarkan hasil penelitian Fauzi, dkk tahun 2014 yang berjudul
Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) Pada Pasien dengan Tindakan
Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang,
didapatkan sebanyak 15 orang atau 78.95% sementara 4 orang lainnya
atau 21.05% mengalami penurunan tekanan darah, serta adanya
perubahan pada denyut nadi tubuh pasien, dimana adanya peningkatan
nadi saat terjadi menggigil pada 12 pasien (63.16%) dan terjadi
penurunan denyut nadi pada 7 pasien (36.84%).
Komplikasi yang bisa muncul pasca tindakan anastesi adalah
hipotermia. Hipotermia merupakan suatu keadaan suhu tubuh dibawah 36

50
o
C. Hipotermia sebagai komplikasi pasca anastesi tercepat selama 24 jam
pertama setelah tindakan operasi yaitu 10-30% (Setiyanti, 2016).
Berdasarkan teori yang disusun oleh Tim Pokja DPP PPNI (2016)
Gejala dan tanda mayor untuk diagnosa hipotermia secara obyektif
adalah kulit teraba dingin, menggigil, dan suhu tubuh di bawah nilai
normal. Adapula tanda dan gejala minor secara obyektif adalah
akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, hipoksia,
pengisian kapiler >3 detik, konsumsi oksigen meningkat, ventilasi
menurun, piloereksi, takikardia, vasokontriksi perifer, dan kutis
memorata (pada neonatus).
Berdasarkan penjelasan diatas maka terdapat banyak kesamaan
antara data yang diperoleh dengan teori yang ada pada Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia yang disusun oleh Tim Pokja DPP PPNI (2016),
sehingga dapat ditegakkan diagnosa ansietas berdasarkan data-data
tersebut. Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa hipotermi
adalah salah satunya Managemen Hipotermia meliputi: Observasi
(monitor suhu tubuh, identifikasi penyebab hipotermia (mis, terpapar
suhu lingkungan rendah, pakaian tipis , kerusakan hipotalamus dan
kekurangan lemak subkutan), monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
(hipotermia ringan : takipnea, disartria, menggigil, hipertensi, diuresis,
Hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis, reflex menurun,
Hipotermia berat : oliguria, reflex menghilang, edema paru, asam basa
abnormal)), Teraupetik (sediakan lingkungan yang hangat ( mis, atur
suhu ruangan, incubator), anti pakaian dan atau linen yang basah,
lakukan penghangatan aktif eksternal (mis, kompres hangat, botol hangat,
selimut hangat, perawatan metoda kangguru), lakukan oenghangatan
aktif internal ( mis, infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal
dengan cairan hangat)), Edukasi (anjurkan makan/minum hangat).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Torossian et al yang
berjudul Active Peroperative Patient Warming Using A Self-Warming
Blanket (BARRIER Easywarm) Is Superior To Passive Thermal

51
Insulation: A Multinational, Multicenter, Randomized Trial Selimut
Barrier Easy Warm secara signifikan meningkatkan suhu tubuh inti
perioperatif dibandingkan dengan selimut rumah sakit standar (36.5 oC,
SD 0.4 oC vs 36.3 oC, SD 0.3 oC; ρ <0.001). secara intraoperatif pada
kelompok intervensi kejadian hipotermia adalah 38% dibandingkan
dengan 60% pada kelompok kontrol (ρ =0.001). pasca operasi angka-
angka itu 24% vs 49%. Kelompok intervensi memiliki skor kenyamanan
termal yang lebih tinggi secara signifikan, sebelum operasi dan pasca
operasi.
Penulis menegakkan diagnosa hipotermia pada fase intra operasi
karena pasien dilakukan anestesi spinal yang mana resiko yang terjadi
pasca anestesi adalah peningkatan proses metabolisme (sampai 400%)
sehingga pasien perlu dilakukan intervensi secara mandiri oleh penulis
untuk meminimalkan penurunan suhu inti tubuh sehingga psien merasa
nyaman dengan keluhan menggigil kedinginan berkurang.

3. Post Operasi
Pengkajian post operasi meliputi efek agen anastesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan,
rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2014).
Data-data yang penulis temukan pada saat pengkajian post operasi
yaitu pasien telah dilakukan tindakan TURP (Transurethral resection of
the prostate), akral teraba dingin, balance cairan = 900-291,25 = 608,75
cc. Diagnosa yang ditemukan pada fase post operasi yaitu risiko
perdarahan b.d tindakan pembedahan. Berdasarkan asuhan keperawatan
perioperatif terhadap Tn.S dengan tindakan TURP (Transurethral
resection of the prostate) atas indikasi Benigna Prostat Hiperplasia telah
dilakukan implementasi dan evaluasi menggunakan komponen SOAP.
Kondisi pasien setelah dilakukan implementasi dan evaluasi yaitu tidak

52
ada penyumbatan darah pada selang kateter , balance cairan = 200 –
141.25 = 58.75 cc, pasien mengerti anjuran perawat tentang pencegahan
perdarahan.
Berdasarkan teori yang disusun oleh Tim Pokja DPP PPNI (2016)
Gejala dan tanda mayor untuk diagnosa risiko perdarahan secara
subyektif maupun obyektif tidak muncul, namun terdapat faktor risiko
yang berhubungan dengan diagnosa risiko perdarahan, diantaranya:
aneurisma, efek agen farmakologis, tindakan pembedahan, trauma,
proses keganasan. Pada diagnosa risiko perdarahan ada salah satu faktor
risiko yang berhubungan dengan diagnosa ini yaitu tindakan
pembedahan.
Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2018), intervensi yang dapat
dilakukan untuk diagnosa risiko perdarahan salah satunya adalah
Pencegahan Perdarahan meliputi: Observasi (monitor tanda dan gejala
perdarahan, monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah, monitor tanda-tanda vital ortostatik, monitor
koagulasi), Terapeutik (pertahankan bedrest selama perdarahan, batasi
tindakan invasif, jika perlu, gunakan kasur pencegah dekubitus, hindari
pengukuran suhu rektal), Edukasi (jelaskan tanda dan gejala perdarahan,
anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi, anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk mencegah konstipasi, anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan, anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin
K, anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan (jika perlu),
kolaborasi pemberian produk darah ( jika perlu), kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu.
Penulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan menggunakan
rencana keperawatan menurut Tim Pokja DPP PPNI (2018) di kombinasi
dengan rencana keperawatan yang di susun oleh rumah sakit Yukum
Medical Centre yang sudah sesuai standar operasional prosedur.
Implementasi yang telah dilakukan pada pasien intra operasi TURP

53
(Transurethral resection of the prostate) atas indikasi Benigna Prostat
Hiperplasia dengan diagnosa risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan
yaitu monitoring tanda dan gejala perdarahan, memeriksa drain,
menghitung input output cairan, menjelaskan tanda dan gejala
perdarahan, menganjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi, menganjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan,
menganjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K. Tindakan
yang dilakukan sudah sesuai dengan yang direncanakan.
Pada kasus ini pasien Benigna Prostat Hiperplasia dengan tindakan
TURP (Transurethral resection of the prostate) dilakukan pemasangan
traksi untuk mencegah terjadinya perdarahan, hal ini sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh (Fadlol, 2009), perdarahan yang terjadi pada
operasi dapat diatasi dengan cara traksi kateter dan irigasi kandung
kemih. Traksi kateter bertujuan untuk mengurangi perdarahan dengan
menarik balon kateter ke arah bladerneck dan menghalangi masuknya
perdarahan prostat ke dalam kandung kemih. Traksi dapat dikerjakan
dengan merekatkan ke paha pasien. Pada paha yang dilakukan perekatan
kateter tidak boleh fleksi/kaki harus tetap diluruskan selama traksi masih
terpasang agar traksi tetap menekan buli-buli.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khamami dkk, 2018
yang berjudul Hubungan Traksi Kateter Terhadap Lamanya Perdarahan
Pasca Operasi Transvesica Prostatektomy (TVP) di RSUD Dr.
Soedirman Kebumen, responden paling banyak dengan rentang umur 66-
75 tahun sebanyak 7 responden (50%). Posisi kaki yang paling banyak
ditemukan yaitu lurus sebanyak 8 responden (57%), waktu perdarahan
paling banyak pada rentang waktu 12-24 jam sebanyak 6 responden
(43%), kesimpulannya terdapat hubungan yang signifikan antara traksi
kateter dengan lamanya perdarahan.
Penulis menegakkan diagnosa risiko perdarahan pada fase post
operasi karena pasien dilakukan pembedahan TURP (Transurethral
resection of the prostate) sehingga dikhawatirkan akan ada risiko

54
terjadinya perdarahan pasca operasi sehingga penulis melakukan
tindakan keperawatan secara mandiri salah satunya menghitung balance
cairan dan memberi edukasi mengenai tanda gejala perdarahan supaya
risiko perdarahan post operasi tidak terjadi.
2)

55
BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini masalah yang ditemukan pada fase pre operasi adalah
ansietas, setelah diberikan tindakan untuk menurunkan ansietas dengan
dilakukan monitoring tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal ),
menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan,
menemani pasien untuk mengurangi kecemasan, mendengarkan dengan
penuh perhatian, menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan,
menjelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami, melatih teknik
relaksasi napas dalam, masalah teratasi ditandai dengan keluhan cemas
menurun, rasa khawatir menurun, dan pasien mampu melakukan teknik
relaksasi napas dalam.
2. Pada fase intra operasi ditemukan masalah keperawatan hipotermia
ditandai dengan keluhan kedinginan, akral teraba dingin, pasien tampak
menggigil. Setelah diberikan tindakan untuk mengatasi hipotermia
dengan dilakukan monitoring suhu tubuh, mengidentifikasi penyebab
hipotermia (terpapar suhu lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan), monitoring
tanda dan gejala akibat hipotermia, mengatur suhu ruangan, melakukan
penghangatan aktif (warm blanket), masalah hipotermia teratasi ditandai
dengan keluhan kedinginan berkurang, terpasang blanket warm, dan suhu
tubuh 36.5 oC.
3. Pada fase post operasi ditemukan masalah keperawatan risiko perdarahan
ditandai dengan terpasang drainase dan pemasangan irigasi + traksi,
Akral teraba dingin, terdapat insisi supra pubis sepanjang ±6 cm. Setelah
dilakukan tindakan untuk mencegah terjadinya risiko perdarahan dengan
dilakukan monitoring tanda dan gejala perdarahan, memeriksa balutan,
drain, menghitung input output cairan, menjelaskan tanda dan gejala
perdarahan, menganjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi, menganjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan,
menganjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin. Masalah
risiko perdarahan tidak terjadi ditandai dengan tidak adanya perdarahan
dan balance cairan +8.75 cc.

b. Saran dan tindak lanjut


1. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
salah satunya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, seperti
memperbanyak warm blanket agar kejadian hipotermia pada pasien
anestesi spinal termasuk pasien Benigna Prostat Hiperplasia berkurang
sehingga komplikasi hipotermia intra operasi dapat terdeteksi lebih awal.
2. Bagi Perawat
Diharapkan perawat kamar operasi lebih waspada terhadap pasien yang
berisiko perdarahan terutama dengan mencatat balance cairan agar risiko
perdarahan tidak terjadi.
3. Bagi Institusi Poltekkes Tanjungkarang
Diharapkan agar institusi meningkatkan mutu pembelajaran dengan
memperbanyak bahan bacaan diperpustakaan dalam bidang keperawatan
perioperatif.
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, D., Kristiyawati, S. P., Purnomo, S. Eko Ch. (2013). Efektifitas Teknik
Relaksasi Imajinasi Terbimbing dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Semarang. Retrieved
from: ejournal.stikestelogorejo.ac.id diakses pada tanggal 01 Juli 2021.

Berticarahmi dan Pujiarto. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Pre


Operasi TURP (Transurethral resection of the prostate) dengan Masalah
Keperawatan Ansietas Menggunakan Teknik Relaksasi Napas Dalam dan
Distraksi Lima Jari di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Retrieved from: ejournal.pancabhakti.ac.id di akses pada tanggal 01 Juli
2021

Carpenito, Lynda Juall. (2006). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis. Jakarta: EGC.

Detters. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Fauzi, dkk. (2014). Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien


dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anestesi Spinal di RSUD
Karawang. Retrieved from: karyailmiah.unisba.ac.id di akses pada tanggal
01 Juli 2021

Haryanto & Rihiantoro. (2016). Disfungsi Ereksi pada Penderita Benigna Prostat
Hiperplasia di Rumah Sakit Kota Bandar Lampung. Retrieved from:
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id diakses pada tanggal 01 Juli 2021

Habsari CP. (2010). Hubungan antara Pembesaran Prostat Jinak dengan


Gambaran Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan
Ultrasonografi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Surakarta.

Hamim, dkk. (2015). Disfungsi Seksual Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien
Benigna Prostat Hiperplasia di Poli Bedah RSUD Kanjuruhan Malang.
Retrieved from: eprint.umm.ac.id di akses pada tanggal 01 Juli 2021

Husni & Rahman. (2015). Karakteristik Penderita Benigna Prostat Hiperplasia di


RSU Haji Medan. Retrieved from: https://jurnal.usu.ac.id di akses pada 01
Juli 2021

Hipkabi. (2014). Dipublikasikan oleh http://repository.unimus.ac.id. Diakses pada


tanggal 01 Juli 2021

Jiwanggana, P. (2016). Perbedaan Derajat Keasaman Urin Pada Penderita


Pembesaran Prostat Jinak Dengan Bakteriuria Rendah Dan Tinggi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Retrieved from:
https://eprints.uns.ac.id di akses pada tanggal 01 Juli 2021

Kozier. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Kapoor. A. (2012). Benign Prostatic Hyperplasia Management In The Primary


Care Setting. Can. J. Urol., hlm. 8.

Kustiawan & Hilmansyah. (2013). Kecemasan Pasien Pre Operatif Bedah Mayor
di RSU Kota Tasikmalaya. Retrieved from:
ejurnal.poltekkestasikmalaya.ac.id di akses pada tanggal 01 Juli 2021

Lee, Mary. (2008). Management Of Benign Prostatic Hyperplasia, In: Dipro, J.


T., et al (Eds). Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition, New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division, Pp. 13387-
1397.

Mansjoer, Arif. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 6. Editor Suprohaita.


Jakarta. Media Aescalapius. FKUI:329-330.
Minana, dkk. (2013). Severity Profiles In Patients Diagnosed Of Benign Prostatic
Hyperplasia In Spain. Retrieved from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov akses
pada tanggal 01 Juli 2021

Mutaqqin, Arif, Kumala Sari. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,


Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Madjid, Abdul dkk. (2011). Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Nadya Fitriana, dkk. (2014). Hubungan Benign Prostate Hypertrophy di RSUD


Arifin Achmad Provinsi Riau. Retrieved from: https://jom.unri.ac.id akses
pada tanggal 01 Juli 2021

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmojo., S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Renika


Cipta Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Purnomo Basuki B. (2011). Dasar-Dasar Urologi, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Bina


Rupa Aksara.

Parsons KJ. (2010). Benign Prostatic Hyperplasia And Male Lower Urinary Tract
Symptoms: Epidemiology And Risk Factor. PMC; Hal 212-218.
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Praktik, (Ed). Jakarta:EGC

Raharjo, D. (2009). Prostat Hipertrofi. Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Bina
Rupa Aksara.

Rokawie, A O N., Sulastri., dan Anita. (2017). Relaksasi Nafas Dalam


Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen di Tanjung
Karang. Retrieved From: https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id akses pada
tanggal 01 Juli 2021

Riset Kesehatan Dasar. (2016). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


RI . Jurnal Kesehatan. Dipublikasikan oleh http://www.depkes.go.id. Di
akses pada tanggal 01 Juli 2021

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar.

Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R & Jong, D. W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2), Jakarta:
EGC.

Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 3.
Jakarta:EGC.

Sari, A D K., Subandi. (2015). Pelatihan Teknik Relaksasi untuk Menurunkan


Kecemasan pada Primary Caregiver Penderita Kanker Payudara. Volume
1 Nomor 3. Universitas Gajah Mada. Retrieved from:
https://jurnal.ugm.ac.id akses pada tanggal 01 Juli 2021

Setiyanti, W. (2016). Efektifitas Selimut Alumunium Foil Terhadap Kejadian


Hipotermi pada Pasien Post Operasi RSUD Kota Salatiga. Retrieved
from:http:digilib.stikeskusumahusada.ac.id. di akses pada tanggal 01 Juli
2021

Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta.

Torossian et al. (2016). Active Peroperative Patient Warming Using A Self-


Warming Blanket (BARRIER Easywarm) Is Superior To Passive Thermal
Insulation: A Multinational, Multicenter, Randomized Trial Selimut Barrier
Easy Warm. Retrieved from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov akses pada
tanggal 07 April 2020.

Khamami dkk. (2018). Hubungan Traksi Kateter Terhadap Lamanya Perdarahan


Pasca Operasi Transvesica Prostatektomy (TVP) di RSUD Dr. Soedirman
Kebumen. Retrieved from: elib.stikesmuhgombong.ac.id akses pada tanggal
01 Juli 2021

Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta.

Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat
PPNI: Jakarta.

Wulandari, Tresna. (2019). Asuhan Keperawatan pada Tn. M Dengan Benight


Prostatic Hyperplasia di Ruang Kelas Utama Dahlia RSUD H. Hanafie
Muara Bungo. Retrieved from: repo.stikesperintis.ac.id akses pada tanggal
01 Juli 2021

WHO. (2015). Technical Report Series: World Health Statistic.

Anda mungkin juga menyukai