Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST


HERNIOTOMI DI RUANG POLI BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Ifka Wardaniyah, S. Kep
NIM 192311101084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post


Herniotomi di Ruang Poli Bedah Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Poli Bedah RSD dr. Soebandi

Jember, 2019

Mahasiswa

Ifka Wardaniyah, S.Kep.


NIM 192311101084

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Poli
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. M. Shodikin, M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP. 19810319 201404 1 001 NIP. 19681212 199103 1 010

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
LAPORAN PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Konsep Teori ...............................................................................................1
1. Anatomi Fisiologi Abdomen ........................................................................1
2. Definisi .........................................................................................................7
3. Epidemiologi ................................................................................................8
4. Etiologi .........................................................................................................8
5. Klasifikasi.....................................................................................................9
6. Patofisiologi/Patologi .................................................................................11
7. Manifestasi Klinis ......................................................................................12
8. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................12
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi ................................13
B. Clinical Pathway .......................................................................................10
C. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi Abdomen
a. Lapisan dinding abdomen

Gambar 1. Lapisan dinding abdomen


Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit
yang terdiri dari :
1. Kutis
2. Subkutis
- Fascia superfisial (fascia camper)
Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus
daerah perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-laki fascia
ini bersatu dengan fascia scarpa membentuk tunica dartos sebagai salah
satu lapisan pembungkus dari testis. Para ahli bedah memanfaatkan lembar
dalam fascia superfisialis yang berupa selaput, untuk memegang jahitan
sewaktu menutup sayatan pada kulit abdomen.
- Fascia profunda (fascia scarpa)
Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak.
3. Otot dinding perut

1
a. Kelompok ventrolateral
- Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus , Musculus
obliquus abdominis internus, Musculus transversus abdominis
- Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis
b. Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas minor,
musculus iliacus, musculus quadratus lumborum

Gambar 2. Lapisan otot abdomen


4. Fascia tranversalis
Suatu lembar selaput yang kuat dan hampir melapisi seluruh dinding
abdomen. Fascia transversalis menutupi permukaan dalam m. Transversus
abdominis dan aponeurosisnya, dan dari kedua sisi bersatu di sebelah dorsal
linea alba.

5. Peritonium
Terletak lebih ke dalam terhadap fascia transversalis dan terpisah darinya
oleh lemak ekstraperitoneal yang banyaknya berbeda-beda. Dinding perut
membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Intergritas lapisan
muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah
terjadinya hernia bawaan, didapat, maupun iatrogenik. Fungsi otot dinding
perut selain sebagai pelindung viscera abdomen, berfungsi pada pernapasan,

2
proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan
intraabdomen

Gambar 3. Lapisan dinding abdomen

b. Rongga abdomen

Gambar 4. Organ dalam rongga abdomen manusia

1. Hati
Hati adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat
1500 gram. Hati merupakan tempat penyimpanan utama bagi tubuh, hepar

3
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dengan bantuan enzim glikogen yang
dapat diubah menjadi glukosa ketika tubuh memerlukannya. Hati juga menyimpan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti A,D,E, dan K serta mineral
seperti zat besi. Selain itu hati juga berfungsi untuk menyekresi empedu. Empedu
masuk ke duodenum membantu dalam pencernaan dan absobsi lemak dan
kandungan pigmen dalam empedu berfungsi member warna pada empedu dan
feses (Baradero dkk, 2008).

2. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum , dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukur an panjang 11 - 12
cm, lebar 5 - 7 cm, tebal 2,3 - 3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan
lekukan menghadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh
atau kurang lebih antara 120-150 gram. Ginjal merupakan alat tubuh yang
berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. Beberapa fungsi
ginjal antara lain regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh, regulasi
keseimbangan elektrolit, regulasi keseimbangan asam basa, ekskresi produk
metabolit dan substansi asing, fungsi endokrin, partisipasi dalam eritropoiesis,
mengatur tekanan arteri, pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3, dan
sintesa glukosa (Ariputri, 2016)

3. Usus
a. Usus halus
Merupakan tabung yang memiliki panjang kurang lebih 6-7 meter dan
terdiri atas duodenum (20 cm), jejunum(1.8 m), serta ileum. Sebagian
besar proses digesti kimia dan absorpsi terjadi di dalam usus halus. Usus
halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan
mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta
mikrovili atau brush border. Vili mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfa (central lacteal) yang memiliki peransentral dalam proses

4
absorbsi. Selain itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang
membantu proses pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus
(Basrowi, 2018).
b. Usus besar
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari
tiga segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden. Usus
besar terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang berfungsi
untuk mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke
usus besar dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus
halus. Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang
tidak terdigesti dan tidak diabsorpsi (feses). Sebagian kecil garam dan air
sisa pencernaan juga diserap di dalam usus besar. Apabila sisa makanan
bergerak terlalu lambat atau berada di kolon terlalu lama, akan terjadi
absorpsi air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras dan
mengakibatkan konstipasi. Kurang lebih 30% berat kering feses
mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan
memproduksi vitamin K (Basrowi, 2018)

4. Lambung
Lambung adalah organ endokrin-eksokrin campuran yang mencerna makanan
dan mensekresi hormon. Lambung adalah bagian saluran cerna yang melebar
dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang masuk,
mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus) dan
melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dalam rongga mulut dengan
menghasilkan enzim proteolitik pepsin. Lambung juga membentuk lipase
lambung yang menguraikan trigliserida dengan bantuan lipase lingual (Junqueira
dkk, 2007). Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat
daerah: kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki
struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histology hanya ada tiga
daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak
makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira dkk, 2007).

5
5. Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum
dan terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel be ta normal pada manusia antara 60 % - 80% dari pop
ulasi sel Pulau Lan gerhans . Pankreas berwarna putih keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan
eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim -enzim
pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015 ).

Gambar 2. Pembagian anatomi abdomen berdasarkan lokasi organ yang ada


didalamnya

1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu,


sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian dari hepar.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal
pankreas, fleksuralienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.

6
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejunum dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureterkanan.
8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

2. Definisi
Hernia berasal dari bahasa latin yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi
suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut.
Dinding rongga yang lemah tersebut membentuk kantong dengan pintu berupa
cincin. Gangguan ini sering terjadi pada perut dengan isi yang keluar berupa
bagian usus (Mansjoer dkk dalam Suri, 2018). Menurut Nuari (2015), hernia
adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal. Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Amin & Kusuma,
2015).

Gambar 3. Hernia

7
3. Epidemiologi
Hernia adalah salah satu permasalahan yang sering ditemukan pada kasus
bedah. Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah kasus
sebanyak 291.145. Sebesar 75% hernia sering terjadi di inguinalis, 10% di
ventralis, 3% di umbilikus, dan 3% hernia lainnya. Kasus yang paling sering
terjadi adalah hernia inguinalis yang bersifat inkarserata dan strangulata
(Sjamsuhidayat & Jong, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari
dkk (2015), didapatkan bahwa hernia inkarserata di RSUD dr. Pringadi Medan
sebanyak 121 kasus. Prevalensi tertinggi terjadi pada laki-laki yaitu sebesar 86,8%
sedangkan pada perempuan sebanyak 13,2%. Sebanyak 64 orang (52,9%)
mengeluhkan benjolan, nyeri, sulit BAB (konstipasi) dan sebanyak 16 orang
(13,2%) mengeluhkan benjolan, nyeri, penurunan nafsu makan. Penelitian lain
dari Batara dkk (2018), didapatkan bahwa hernia ingunialis inkarserata paling
banyak terjadi pada kelompok usia 12-25 tahun dengan prevalensi sebanyak 12
orang (30%). Prevalensi tertinggi terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang
(82,5%).

4. Etiologi
a. Faktor kongenital
Berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum (Sjamsuhidayat & Jong, 2010).
b. Faktor didapat
1) Jenis pekerjaan
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur disebabkan oleh
pekerjaan berat dimana kemungkinan besar untuk mengangkat beban yang
berat dan dilakukan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen (Sjamsuhidayat & Jong, 2010).
2) Jenis kelamin
Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Testis pada
laki-laki turun dari rongga perut menuju skrotum pada bulan ketujuh hingga
kedelapan usia kehamilan. Lubang berupa saluran itu akan menutup

8
menjelang kelahiran atau sebelum anak mencapai usia satu tahun (Wijayanti
dalam Batara dkk, 2018). Ketika dewasa, bagian tersebut akan menjadi titik
lemah yang potensial mengalami hernia. Pada penelitian Batara dkk (2018)
didapatkan hasil bahwa prevalensi terjadinya hernia inkarserata tertinggi
pada laki-laki yaitu sebanyak 33 orang (82,5%).
3) Usia
Hernia dapat dijumpai pada segala usia dan insiden terjadinya hernia akan
meningkat dengan bertambahnya usia yang mungkin disebabkan oleh
meningkatnya penyakit yang membuat tekanan intraabdomen meningkat
dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang (Sjamsuhidayat & Jong,
2010).
4) Obesitas
Obesitas atau kelebihan berat badan secara alami dapat menyebabkan
tekanan internal meningkat.Tekanan internal tersebut dengan mudah akan
mendorong jaringan lemak dan organ internal menjadi hernia (Kourosh
dalam Suri, 2018).

5. Klasifikasi
Hernia sering dikategorikan sebagai dapat direduksi atau direduksi
(Raypole, 2019):
a. Hernia reponible yaitu hernia yang dapat didorong masuk kembali. Hernia
juga dapat menyusut saat berbaring.
b. Hernia irreponible terjadi ketika bagian dari usus mendorong masuk ke
hernia, sehingga sulit untuk mendorong hernia kembali masuk. Hernia
irreponible dapat menyebabkan obstruksi usus, yang kemudian dapat
menyebabkan hernia tercekik. Hal ini membutuhkan perawatan segera.
Hernia menurut terlihat atau tidaknya (Sjamsuhidajat & Jong, 1997) :
a. Hernia internal
Hernia internal adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu
lubang dalam rongga perut (tidak terlihat dari luar).
b. Hernia ekstertnal

9
Hernia eksternal adalah tonjolan yang menonjol keluar dari rongga
abdomen (Benjolan terlihat dari luar).

Hernia menurut lokasi atau letak terjadinya (Sjamsuhidajat & Jong, 1997) :
a. Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi karena batang usus masuk melalui cincin femoral
kedalam kanalis femoralis
b. Hernia inguinalis
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kelainan kongenital atau karena
sebab yang didapat yang masuk melalui inguinalis internus keluar rongga
abdomen Hernia inguinalis terbagi atas hernia inguinalis medialis, hernia
inguinalis lateralis dekstra, hernia inguinalis lateralis sinistra.
c. Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis terjadi karena isi hernia masuk melalui cincin
umbilikus akibat peninggian tekanan intra abdomen, sering terjadi pada
bayi dan wanita hamil karena tekanan pada umbilikal.
d. Hernia skrotalis Hernia skrotalis terjadi karena hernia inguinalis
lateralis yang mencapai scrotum.
e. Hernia epigastrika / diaphragmatika
Hernia epigastrika merupakan hernia yang keluar melalui defek pada
linea alba antara umbilikus dan prossesus xipoideus

Hernia menurut penyebabnya (Sjamsuhidajat & Jong, 1997)


a. Hernia kongenital
Hernia kongenital adalah hernia yang disebabkan oleh kelemahan otot
abdomen yang bersumber dari lahir / bawaan.
b. Hernia traumatik / didapat Hernia yang didapat disebabkan karena
adanya trauma, seperti peningkatan tekanan intra abdominal (batuk
kronis, sering mengejan, mengangkat benda berat).
c. Hernia insisional Hernia insisional disebabkan karena dinding abdomen
lemah akibat sayatan atau pembedahan sebelumnya, seperti post
laparatomi atau prostatektomi.

10
Hernia menurut klinis (Sjamsuhidajat & Jong, 1997)
a. Hernia reponibilis
Hernia masih bisa keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk kembali jika berbaring atau didorong masuk. Tidak
terdapat keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Selain itu hernia dapat
masuk kembali kedalam rongga abdomen dengan manipulasi manual.
b. Hernia ireponibilis
Isi hernia berada dalam kantong hernia dan tidak dapat masuk lagi kedalam
anggota abdomen. Tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.
c. Hernia incarserata
Isi hernia berada dalam kantong dan terjepit cincin hernia, sehingga tidak
dapat masuk kembali kedalam rongga abdomen, disertai akibatnya
yang beberapa gangguan pasage dan suplai darah tersumbat.
d. Hernia strangulata
Isi hernia berada dalam kantong hernia dan terjepit cincin hernia, sehingga
tidak dapat masuk kembali kedalam rongga abdomen disertai akibatnya
beberapa gangguan pasage usus, suplai darah tersumbat dan terdapat
nekrosis sampai ganggren karena peredaran darah terganggu.

6. Patofisiologi/Patologi
Hernia terjadi ketika intra abdominal mengalami tekanan seperti tekanan saat
mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar, batuk yang kuat, atau
perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal. Tekanan yang berlebihan pada
daerah abdominal dapat menyebabkan suatu kelemahan yang mungkin disebabkan
oleh dinding abdominal yang tipis atu tidak cukup kuat pada daerah tersebut.
Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal
kemudian terjadi hernia. Karena organ selalu saja melakukan perjalanan yang
berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi penonjolan
dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah dan akibatnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut mengalami kelemahan, jika suplai darah
terganggu maka dapat menyebabkan gangren (Oswari dalam Permadi, 2014).

11
Hernia dapat menjalar karena adanya kerusakan dinding perut, melalui
diafragma dan melalui bagian internal di dalam rongga perut. Jenis hernia yang
paling umum adalah hernia inguinalis, hernia femoralis (di sekitar pangkal
paha), hernia umbilikal (bagian pusat), dan hernia insisional (pembedahan)

7. Manifestasi Klinis
Huda A. dan Kusuma H. ( 2015) menjelaskan tentang manifestasi klinis
untuk penyakit hernia sebagai berikut.
1. Berupa benjolan kelur masuk / keras dan yang tersering tampak benjolan di
lipatan paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan
mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi apabila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat
serta kulit si atasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit ketika kencing (disuria) disertai hematuria
(kencing darah)disamping benjolan di bawah sela paha.
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai
sesak napas.
7. Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah
besar.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi abdomen : sejumlah gas yang terdapat dalam usus, enema
barium menunjukkan tingkat obstruksi
b. CT Scan : dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
ductus intervertebralis
c. Pemeriksaan darah : hematologi rutin, BUN, kreatinin, dan elektrolit darah
d. EKG : penemuan akan sesuatu yang tidak normal, memberikan prioritas
perhatian untuk memberikan anestesi (Daryanto, 2018).

12
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Penatalaksanaan Farmakologi
a. Obat
Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri dan pemberian antibiotik untuk
menyembuhkan infeksi.
b. Pembedahan
1) Herniotomi : membuka dan memotong kantong hernia serta
mengembalikan isi hernia ke kavum abdominalis
2) Hernioraphy : mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliqus intra
abdominalis dan musculus tranversus abdominalis yang berinsersio di
tuberculum pubicum)
3) Hernioplasti : menjahit conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar
LMR (Locus Minoris Resistance) hilang/ tertutup dan dinding perut jadi
lebih kuat karena oto tertutup (Amin & Kusuma, 2018).

Penatalaksanaan Non Farmakologi


Konservatif merupakan tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahakan isi hernia yang telah direposisi.
Tindakan konservatif meliputi:
a. Reposisi : suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam kavum
peritoneum atau abdomen. Reposisi dapat dilakukan pada hernia reponbilis
dengan menggunakan dua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui leher hernia.
Reposisi tidak dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inguinalis
strangulate kecuali pada anak-anak.
b. Pemakaian sabuk hernia/penyangga yang diberikan pada pasien dengan
hernia yang masih kecil dan menolak untuk dilakukan tindakan operasi (Amin
& Kusuma, 2018).

13
B. Clinical Pathway

Herniotomi

Resiko
Luka Insisi Respon
pendarahan
inflamasi

Kerusakan
Penurunan Hb
jaringan
Masuknya
mikroorganisme
Pelepasan
mediator nyeri Penurunan O2
(prostaglandin, dalam tubuh
histamine, Resiko infeksi
bradikinin, dll)
Gangguan
perfusi
Reseptor nyeri Terputusnya jaringan
kontinuitas
jaringan

Nyeri akut

Kerusakan
integritas
jaringan

10
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:
1) Nama
2) Jenis kelamin: hernia lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan
3) Umur: hernia dapat terjadi pada semua umur namun peningkatan
insidensi dapat terjadi seiring bertambahnya umur karena adanya suatu
penyakit
4) Status perkawinan, agama, suku bangsa, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan
sumber informasi tidak ada perbedaan.

b. Keluhan Utama: pasien dengan hernia akan merasakan nyeri setelah


operasi karena adanya bekas luka operasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien dengan hernia akan mengeluhkan
nyeri karena post tindakan pembedahan. Nyeri umumnya dirasakan dibagian
abdomen tergantung pada posisi hernia. Nyeri biasanya termasuk nyeri
sedang hingga berat pasca operasi
d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien mempunyai riwayat batuk yang tak
kunjung sembuh, atau penyakit yang lain yang menyebabkan tekanan pada
intraabdomen.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: -
f. Pengkajian 11 Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pasien umumnya tidak mengetahui tentang masalah kesehatan yang
dialami karena persepsi benjolan pada abdomen dapat berbeda-beda
bisa karena tumor, infeksi, dll. Namun bergitu mengalami gejala
biasanya pasien akan langsung pergi pusat layanan kesehatan untuk
mengobati rasa nyeri.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
Pasien dengan hernia akan mengalami penurunan asupan nutrisi karena

11
rasa mual, muntah, dan rasa peuh diperut akibat tekanan pada rongga
abdomen.
3) Pola Eliminasi
Pola eliminasi dapat terganggu karena mungkin disebabkan oleh
peradangan akibat obstruksi usus.
4) Pola Aktivitas
Pasien dapat mengalami gangguan pola aktivitas karena merasa nyeri
dan begah akibat tekanan pada rongga abdomen.
5) Pola Istirahat Tidur
Pola istirahat dapat terganggu karena rasa nyeri dan rasa penuh di
abdomen.
6) Pola Kognitif
Pasien umumnya masih dapat mengingat terkait identitas diri dan
keluarga.
7) Pola Peran Hubungan
Peran keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk membantu proses
kesembuhan pasien
8) Pola Seksualitas/Reproduksi
Pasien dengan hernia mungkin dapat mengalami gangguan pola
seksualitas karena rasa nyeri dan peradangan pada abdomen.
9) Pola Koping Toleransi Stress
Pasien perlu mempunyai koping yang adaptif terutama ketika akan
dilakukan tindakan pembedahan yang didukung oleh keluarga terdekat
pasien
10) Pola Keyakinan Nilai
Pasien dan keluarga pasien diusahakan selalu berdoa untuk
kesembuhan pasien.
11) Pola Konsep diri
Berkaitan mengenai body image dimana terjadi benjolan pada rongga
abdomen yang mengganggu penampilan.

k. Pemeriksaan Fisik Fokus

12
1) Keadaan umum: pasien akan tampak lemah.
a) Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
b) Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
c) Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
d) Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
2) TTV :
a) Tekanan Darah : umunya bisa hipotensi atau hipertensi
b) Suhu : suhu tubuh tinggi akibat peradangan lebih dari 37oC (normal
36,5oC-37,5oC)
c) Nadi : takikardi
d) RR : normal atau abnormal (normal 20-50 x/mnt)
3) Pemeriksaan Fisik Data Fokus
Abdomen
a) Inspeksi : ada benjolan
b) Palpasi : ada nyeri tekan dibagian atau sekitar hernia, teraba keras
karena berisi penumpukan cairan/udara karena obstruksi
usus
c ) Perkusi :-
d) Auskultasi : bising usus normal 5-30 menit. Jika kurang atau tidak ada
sama sekali kemungkinan pasien mengalami konstipasi atau
obstruksi

l. Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen abdomen dan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui jenis
benjolan yang terdapat pada abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah lekosit pasien

2) Diagnosa keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi post tindakan pembedahan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (ketidaknyamanan
abdomen)
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pada bagian hernia

13
3) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC N
I
1. Resiko infeksi (00004) Kontrol infeksi (6540) Pencegahan infeksi (6550) C
1. Pasien mengenali resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Pasien memahami tanda dan gejala 2. Monitor jumlah leukosit dan hasil lab lainnya
infeksi 3. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terkait tanda dan
3. Tanda-tanda vital normal gejala infeksi
4. Lingkungan sekitar pasien bersih (baju, 4. Inspeksi kondisi luka operasi
bed, dll) 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
6. Pertahankan teknik sterilisasi dalam perawatan luka
7. KIE pasien tentang tanda dan gejala infeksi serta cara
menghindari infeksi
8. Anjurkan untuk masukan nutrisi yang cukup
9. Anjurkan untuk minum antibiotic sesuai resep dokter

2 Nyeri akut (00132) Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)


Kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
2. Menggunakantindakan pengurangan 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
(nyeri) tanpa analgesik mengetahui pengalaman nyeri
3. Melaporkan nyeri yang terkontrol 4. Gunakan teknik non farmakologi untuk menurunkan
nyeri, misal teknik distraksi, relaksasi nafas dalam,
guided imagery
5. Kolaborasi untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
Monitor tanda-tanda vital (6680)

14
3. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji kondisi luka terbuka berupa ukuran, warna,
selama masa perawatan, kerusakan pembengkakan, pulsasi, suhu kulit
integritas kulit dapat berkurang dengan 2. Bersihkan daerah luka dengan menggunakan NaCl
kriteria hasil : 3. Pertahankan sterilisasi dalam perawatan luka
4. Kolaborasi untuk pemberian obat antiinflamasi
1. Temperature kulit sekitar luka dalam
rentang normal
2. Perfusi jaringan adekuat
3. Integritas kulit membaik
4. Tidak tampak nekrosis
5. Tidak ada pigmentasi yang abnormal

Sumber: (Bulechek, 2013), (Moorhead, 2013)


6. Mempertahankan keutuhan kulit
7. Menunjukkan perilaku untuk mencegah
kerusakan kulit
8. Integritas kulit bebas dari luka tekan
9. Fase perkembangan penyembuhan luka
baik

15
D. Discharge Planning
1. Ajarkan teknik perawatan dan balutan luka yang tepat
2. Jelaskan tanda- tanda infeksi pada keluarga dan pasien
3. Anjurkan untuk menjaga kebersihan tubuh, area sekitar luka, dan lingkungan
4. Anjurkan untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan
5. Anjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat terlebih dahulu supaya tidak
menimbulkan tekanan pada abdomen
6. Anjurkan untuk makan-makanan tinggi protein seperti telur, daging, sayur, dll
7. Jelaskan pentingnya kontrol ulang

16
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H N & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA (North American Nursing


Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Publishing
Ariputri, F. A. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak meniran (phyllanthus niruri l. )
dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopik ginjal
Basrowi, R. W. 2018. Saluran cerna yang sehat : anatomi dan fisiologi. (June)
Bulechek, G & Butcher, H. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi
6. Elsevier.
Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2016. Hernias:
Incisional Hernia Repair. Cologne Germany.
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5. United
Kingdom: Elsevier.
Mutwali, I. M. 2015. Incisional hernia management. Sudan Medical Monitor.
10(1)
Nuari, N A. 2015. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Media Info
Parmono, H. M. 2014. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian
Hernia Inguinalis Di Poli Bedah Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Naskah Publikasi.
Raypole, C. 2019. Everything You Need to Know About Incisional Hernias.
https://www.healthline.com/health/incisional-hernia
Suri, M A. 2018. Gambaran Karakteristik Penyakit Hernia di Ruang Mawar
Kuning Bawah RSUD Sidoarjo. Karya Tulis Ilmiah. Surabaya: Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya

17

Anda mungkin juga menyukai