oleh
Ekfatil Mardiyah
NIM 152310101120
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Hari : Jumat
Tanggal : 19 Januari 2018
TIM PEMBIMBING
__________________________ _________________________
NIP.............................................. NIP............................................
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL...............................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iii
2.1 Pengkajian.....................................................................................13
2.2 Diagnosa........................................................................................16
iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT
Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah philtrum
ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk philtrum
dimple. Disamping itu mempunyai cupid bow, di bagian permukaan mempunyai
vermilion yang simetris (milard). Vaskularisasi berasal dari a. labialis superior
iv
dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri labialis terletak antara m.orbicularis
oris dan submukosa sampai zona transisi vermilion-mukosa.
Innervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang N.cranialis V
(N.Trigeminus) dan N.Infraorbitalis. Bibir bawah mendapat innervasi sensoris
dari N.Mentalis. Pengetahuan innervasi sensoris ini penting untuk melakukan
tindakan blok anastesi. Innervasi motoric bibir berasal dari N.Cranialis VII
(N.Facialis). Ramus buccalis N. Facialis menginnervasi m. orbicularis oris dan M.
Elevator Labii. Ramus mandibularis N. Facialis menginnervasi m.orbicularis oris
dan m.depressor labii.12 Muskulus utama bibir adalah m. orbicularisoris yang
melingkari bibir. Muskulus ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebangai
sfingter rima oris. Dengan gerakan yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk
puckering, menghisap, bersiul, meniup dan menciptakan ekspresi wajah.
Kompetensi oris dikendalikan oleh m. orbicularisoris, dengan muskulus ekspresi
wajah lainnya daerah otot ini dikenal dengan istilah modiolus.
Palatum durum terdiri dari palatum bertulang dan mukosa yang melekat
secara utuh kepada periosteum. Palatum durum bertulang ini terdiri dari pasangan
prosesus palatina maksilla dan porsi horizontaldari tulang palatina. Bagian ujung
alveolar dari maksila menunjukkan bahgian anterior dan batas lateral palatum
durum. Aspek posterior dikenal sebagai ujung bebas karena tidak memiliki
sebarang tulang. Dari tepi batas ini palatum molle menempel pada palatum durum.
Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum molle yang bersama-sama
membentuk atap mulut dan dasar hidung. Prosesus palatina dari maksila dan
lamina horizontal dari tulang palatine membentuk palatum durum. Suplai darah
v
palatum berasal dari arteri maksilaris interna, arteri palatina yang lebih besar
memperdarahi palatum durum, arteri palatina yang lebih kecil memperdarahi
palatum molle
Palatum molle juga dikenali sebagai velum. Persarafan berasal dari nervus
palatina inferior dan nervus nasopalatina. Palatum molle terjadi dari jaringan
fibromuskular yang terdiri dari otot-otot yang saling melekat pada bagian
posterior palatum durum. Bagian ini menutup nasofaring dengan menekan dan
mengangkat, dengan cara ini berhubungan dengan sisi passavants di posterior.
Palatum molle terdiri dari tensor velli palatini, levator velli palatini, muskulus
uvula, palatoglosus, dan muskulus palatofaringeus.
Mukosa dari palatum molle menempel pada anterior palatum durum dan
ke lateral dinding faringeal. Sisi posterior palatum molle bebas dari sembarang
pelengketan. Otot dari paltum molle secara selektif dapat mengisolasi nasofaring
dari oropharynx. Ketika bernapas, tepi posterior palatum molle berada dalam
posisi hampir vertikal. Hal ini memungkinkan komunikasi antar kavitas oral dan
kavitas nasal, diamana memfasilitasi pernafasan pada nasal. Sebaliknya selama
berbicara dan menelan otot dari palatum molle berkontraksi dan menarik palatum
molle ke arah yang lebih horizontal yang menghubungkan faringeal posterior.
Palatum molle terdiri dari lima pasangan otot dan pusat aponeurosis.
Pasangan otot uvula berasal dari posterior tulang belakang hidung dan
dimasukkan di anak uvula. Tensor veli palatini yang berasal dari dinding lateral
tuba Eustachian. Ia menjadi tendon yang sempit dimana secara lateral melengkung
hamulus sebelum bergabung palatum molle sebagai tendon triangular yang luas.
Didalam palatum molle, fiber tensor veli palatini berjalan lateral ke medial.
Kontraksi otot ini menghasilkan sebuah kekuatan lateral yang mengeraskan
palatum molle.
Tensor veli palatini adalah pembuka utama tuba estachius. Levator veli
palatini berasal dari aspek medial tuba Eustachii dan pada permukaan inferior dari
tulang temporal. Ini menyebabkan penyisipan secara anterior dan inferior di
permukaan atas palatum molle. Kontraksi levator veli palatini menaikkan palatum
molle dan menutup nasofaring. Dua pasang otot terakhir yang berkontribusi
vi
terhadap palatum molle adalah otot palatoglossus dan palatopharyngeus.
Palatoglossus bersama-sama dengan mukosa atasnya membentuk tiang anterior
tonsillar. Palatoglossus memanjang dari inferior lidah ke superior palatum molle.
Palatoglossus berfungsi sebagai sfingter untuk mencegah regurgitasi oral selama
menelan makanan. Pasangan otot palatopharyngeus berjalan dari lateral dinding
faring ke palatum molle. Palatopharyngeus bersama-sama dengan mukosa
membentuk tiang posterior tonsilar. Palatoglossus mengangkat laring selama
menelan untuk membantu mencegah aspirasi.
1.2 Definisi
1.3 Epidemiologi
vii
celah palatum. Menurut Margulis (2002) insidensi celah palatum di Asia rasionya
adalah 0.45-0.5/1000 kelahiran. Celah palatum terjadi oleh karena suatu
kegagalan penyatuan dua proses maksilaris kiri dan kanan atau kegagalan
penyatuan prosesus fronto nasalis pada saat perkembangan janin
1.4 Etiologi
Belum di ketahui pasti. Hipotesis yang di ajukan antara lain :
1. Faktor genetik
Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari
seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui
lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan
sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di
mana bagian ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada
epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun
tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya
hipoplasia mesodermal.
2. Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari
penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan
penyebab terjadinya celah bibir :
a. Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal
penyebab terjadinya celah.
b. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan
trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang
viii
bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol,
kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.
c. Virus rubella
Virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit
kemungkinan dapat menyebabkan celah.
d. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik
dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul
menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi
hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu
yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan
terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya
hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga
merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan
hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat
menganggu pertumbuhan.
1.5 Klasifikasi
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum
di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
ix
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui :
1) Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
2) Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu
sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3) Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memnajang hingga ke hidung
1.6 Patofisiologi
x
pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan
septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan
minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Biasanya, sebuah celah atau takik di bibir atau palatum segera dapat
diidentifikasi ketika lahir. Celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau
dapat meluas dari bibir melewati gusi atas dan palatum. Lebih jarang lagi, celah
muncul hanya pada otot palatum molle (celah submukosa), yang terletak di
belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang tersembunyi,
tipe celah seperti ini hanya dapat didiagnosa setelah beberapa saat lamanya.
Ada beberapa gejala :
1. Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.
2. Infeksi telinga berulang.
3. Berat badan tidak bertambah.
4. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air
susu dari hidung.
xi
tidak mahal. Namun, pemeriksaan menggunakan sonografi pada masa
prenatal dengan bibir sumbing dan palatum dapat menjadi sulit karena
‘membayangi’ dari struktur tulang di sekitarnya. Pada suatu penelitian
dikatakan bahwa kebanyakan pemeriksaan anatomi dengan menggunakan
pencitraan dua dimensi transabdominal menggunakan 3,5- to-5 MHz
transduser yang dapat menunjukkan kejadian bibir sumbing pada janin
dari usia kehamilan 16 minggu dengan akurat. Namun, pemeriksaan untuk
mendeteksi beberapa kelainan sumbing, seperti pada sumbing bibir atau
palatum terisolasi, tidak terlalu menggambarkan hasil baik.
B. 3-Dimensi atau 4-Dimensi USG dan MRI
Pada pencitraan di wajah memiliki keuntungan untuk dapat melihat
tingkat midline-anomaly yang kompleks, yang mungkin terbatas jika
dilakukan pada pencitraan gambar dua dimensi biasa. 70 Studi lain
mengatakan bahwa MRI mampu untuk menentukan tingkat keterlibatan
posterior palatum dan penyebaran ke arah lateral sumbing pada CL/P
(Cleft lip with or without palate) atau CP (Cleft palate) mempunyai
akurasi diagnostik lebih tinggi dari pemeriksaan. ultrasound. Selain itu,
MRI menyajikan secara lengkap struktur kepala janin dan biometrik
perkembangan tulang wajah, sehingga memungkinkan deteksi dini potensi
untuk terjadinya kelainan sindrom. Penelitian lain berpendapat bahwa
MRI pada diagnosis prenatal untuk mengevaluasi palatum primer dan
sekunder.
C. Chorionic Villus sampling
xii
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Keperawatan
Masalah yang dapat terjadi adalah resiko tersedak. Ibu harus dilatih untuk
memberikan asi, yang harus diberikan secara hati – hati dan sering
beristirahat jika tetap mengalami kesukaran. Asi dapat di pompa dan
diberikan dengan sedotan sedikit – sedikit. Perhatikan agar pompa
payudara dan gelas penampung asi selalu diseduh agar tidak terjadi
terkontaminasi.
1.9.2 Medis
- Tindakan operasi pertama di kerjakan untuk menutup
celah bibir berdasarkan kriteria tube of ten yaitu umur > 10 minggu (3
bulan) > 10 pon (5 kg), > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.
- Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan
(palatolasti0. di kerjakan sedini mungkin (15-24bulan) sebelum anak
mampu bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk
cara bicara.
- Setelah operasi, anak dapat belajar dari orang lain atau
melakukan spech therapist untuk melatih atau mengajar anak bicara
dengan normal.
- Pada umur 8-9 tahun dilakukan operasi penambahan
tulang pada celah alveolus / maksila untuk memungkinkan
ablioefodenti mengatur pertumbuhan gigi di kanan-kiri celah supaya
normal.
1.9.3 Pencegahan infeksi.
- Menaati praktek pencegahan infeksi terutama kebersihan tangan serta
memakai sarung tangan.
- Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda kotor,ikuti
dengan sterilisasi dan desinfeksi tingkat tinggi.
xiii
- Selalu memperhatikan teknik aseptik sewaktu melakukan tindakan yang
bersifat infasif seperti : suction endotracheal,melakukan penyuntikan obat-
obat pada akses perifer maupun vena central, pemasangan kateter urine,dll.
xiv
1.10 Pathway
Kegagalan fungsi palatum pada garis tengah Kegagalan fungsi palatum dengan septum nasi
15
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BIBIR SUMBING
2.1 Pengkajian
d) Riwayat keluarga
e) Pemeriksaan Fisik
1. Mata
Keadaan konjungtiva
Keadaan sclera
Keadaan lensa
2. Hidung
16
3. Mulut dan Bibir
Warna bibir
4. Leher
5. Telinga
Bentuk telinga
Kepekaan pendengaran
Kebersihan telinga
6. Dada
7. Abdomen
8. Genitalia
17
Ada edema atau tidak
10. Kulit
Warna kulit
Turgor kulit
f) Pengkajian Perpola
a. Aktivitas / istirahat
Bayi rewel,menangis
b. Sirkulasi
Pucat
c. Makanan / cairan
18
- Perut kembung
- Turgor kulit jelek, kulit kering
d. Neurosensori
e. Nyaman / nyeri
2.2 Diagnosa
2. Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua b/d bayi dengan defek fisik
yang sangat terlihat
19
2.3 Intervensi
20
gizi.
Resiko tinggi Setelah mendapatkan 1.
perubahan menjadi tindakan keperawatan untuk mengekspresikan
orang tua b/d bayi selama 1 x 24 jam di perasaan
dengan defek fisik yang harapkan resiko tinggi 2.
sangat terlihat perubahan menjadi orang penerimaan terhadap
tua tidak terjadi bayi dan keluarga
Kriteria Hasil : 3.
pasien dan keluarga perilaku bahwa anak
menunjukan adalah manusia yang
penerimaan terhadap berharga
bayi 4.
keluarga perbaikan bedah
mendiskusikan terhadap defek,
perasaan dan gunakan foto hasil
kekhawatiran yang memuaskan
mengenai defek 5.
anak, dengan orang tua lain
perbaikannyadan yang mempunyai
proses masa depan pengalaman serupa dan
dapat menghadapinya
dengan baik.
6.
untuk selalu menjaga
kesehatan bayinya
21
prosedur pembedahan selama 3 x 24 jam di 2. Pertahankan alat
harapkan trauma sisi pelindung bibir.
pembedahan tidak terjadi Gunakan teknik
Kriteria Hasil : pemberian makan
Bayi tidak rewel nontraumatik.
dan menangis 3. Gunakan paket restrain
Bayi dapat pada bayi
beristirahat dengan 4. Hindarkan
tenang dan nyaman, menempatkan objek di
dapat menelan Asi dalam mulut setelah
dengan baik. perbaikan kateter
mengisap. Spatel lidah
sedalam dot atau
pendek kecil.
5. Jaga agar bayi tidak
menangis dengan jelas
dan terus menerus
6. Bersihkan garis jahitan
dengan perlahan setelah
memberi makan dan
jika perlu sesuai
instruksi dokter
7. Ajar tentang
pembersihan dan
prosedur restrain
khususnya bila bila bayi
akan di pulangkan
sebelum jahitan di
22
lepas.
Mandiri
4. Anjurkan keluarga
untuk melakukan
masase ringan
Penkes
5. Jelaskan orangtua atau
keluarga untuk terlibat
dalam perawatan bayi
6. Kolaborasi, berikan
analgesik / sedatif
sesuai instruksi.
23
b/d terpaparnya tindakan keperawatan 1. Kaji tanda-tanda vital.
linkungan dan prosedur selama 3 x 24 jam
invasi diharapkan masalah resiko 2. Kaji tanda-tanda infeksi
tinggi infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : Mandiri
- Luka sembuh dan tidak 3. Jaga area kesterilan luka
tertutup kasa operasi
Penkes
6. Menjelaskan kepada
keluarga untuk
menciptakan lingkungan
yang bersih dan bebas dari
kontaminasi dari luar
7. Menjelaskan kepada
keluarga untuk menjaga
kebersihan luka
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan medis
untuk pemberian obat yang
24
sesuai
(antibiotik )
25
2.4 Discharge Planing
1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.
2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan
saat ini adalah memberi makanan bayi guna memastikan pertumbuhan
yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan.
Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi
berupaya menyusu.
Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang
membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam
satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat
badan.
3. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir sumbing,berikan
perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan alternatif
(menggunakan sendok atau cangkir).
4. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan
metode pemberian makan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
5. Ketika bayi makan dengan buruk dan terjadi penurunan berat badan, rujuk
bayi ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan
untuk pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.
6. Segera setelah sadar, penderita diperbolehkan minum dan makan makanan
cair sampai 3 minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa.
Jaga higiene oral bila anak sudah mengerti. Bagi anak yang masih kecil
biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih.
Berikan antibiotik selama 3 hari.
26
DAFTAR PUSTAKA
Hopper RA, Cutting C, Grayson B. (2007). Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH,
Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors. Grabb&
Smith’s Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;.p.
201-205.
27