APENDISITIS INFILTRAT
PEMBIMBING:
dr. Santi Andiani, Sp.B
DISUSUN OLEH:
Nadia Fernanda
030.13.133
“APENDISITIS INFILTRAT”
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Apendisitis
Infiltrat”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini, terutama
kepada dr. Santi Andiani, Sp.B selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran
dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga
referat ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam bidang kedokteran,
khususnya untuk bidang ilmu bedah.
Nadia Fernanda
030.13.133
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 2. Titik Mc Burney
3
Gambar 3. Variasi anatomi apendiks
4
2.2 Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL/hari. Normalnya lendir itu
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperanan pada patogenesis apendisitis.3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhdapat infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini sedikit sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.3
2.3 Definisi
Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis.1
Apendisitis infiltrat adalah inflamasi pada apendiks atau mikroperforasi yang
ditutupi atau dbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus atau peritoneum
sehingga terbentuk suatu massa.3
2.4 Epidemiologi
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini menyebabkan
rendahnya insidens kasus apendisitis pada usia tersebut. Setiap tahun rata-rata
300.000 orang menjalani apendektomi di Amerika Serikat, dengan perkiraan
lifetime incidence berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup
dan ketepatan konfirmasi diagnosis. Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien
lanjut usia, yaitu dengan periode angka kematian paling tinggi. Insidens pada
perempuan dan lak-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi.1
Penelitian yang dilakukan di Manado, mendapatkan hasil jumlah pasien
terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis
kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi
5
sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi
apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrat.1
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada negara
berkembang. Namun, dalam tiga – empat dasawarsa terakhir kejadian menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari – hari.3
2.5 Etiologi
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks.
Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa
apendiks, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone,
cacing usus terutama Oxyuris vermicularis.3,6
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.3,6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut
gangrenosa dengan perforasi.3,6
6
Bakteriologi
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada
Colon normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di apendiks, Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.3,6
7
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang
diikuti oleh infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir terjadi,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Dengan meningkatnya
tekanan dan stasis dari obstruksi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian
terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi nanah yang menyebabkan peningkatan
lebih lanjut dalam tekanan luminal.8 Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan
kemudian merangsang ujung saraf dari serabut aferen viseral, menghasilkan nyeri
yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di midabdomen atau epigastrium.
Peristalsis juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat
menyamarkan nyeri viseral pada awal perjalanan apendisitis. Distensi ini
biasanya menyebabkan refleks mual dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi
lebih parah.6 Tekanan luminal yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi
limfatik terjadi yang kemudian menyebabkan edema pada dinding apendiks.
Tahap ini dikenal sebagai apendisitis akut atau fokal.8 Meningkatnya tekanan
dalam lumen apendiks melebihi tekanan dari vena, sehingga kapiler dan vena
tersumbat. Aliran darah arteriol yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya
obstruksi dan kongesti vaskular6 dan mengakibatkan edema dan iskemia. Invasi
bakteri pada dinding apendiks dikenal sebagai apendisitis supuratif akut.8
Patologi apendisitis dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.3 Proses inflamasi ini segera
melibatkan serosa apendiks kemudian peritoneum parietal, yang menyebabkan
pergeseran karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.6 Akibat tekanan yang
terus meningkat, terjadi trombosis vena dan arteri, menyebabkan gangren
(apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).8
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off)
sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.3
8
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi
akut.3
Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang
tua yang memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk
infiltrat sehingga kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.3
9
2.7 Manifestasi Klinis
Appensisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik
McBurney). Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah disebut juga
dengan Kocher’s sign. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam
yang tidak terlalu tinggi. Biasanya terdapat konstipasi tetapi dapat juga terjadi
diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.3,6,9
Appendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot
psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih
kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas
mayor yang menegang dari dorsal.6,9
Nyeri atipikal biasanya timbul jika appendiks terletak di dekat otot
obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ditemui
ketika ujung appendiks terletak di panggul. Radang pada appendiks yang terletak
di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih
cepat serta berulang. Appendiks yang menempel ke kandung kemih dapat
menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
appendiks terhadap dinding kandung kemih. Apendiks yang terletak di depan
ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas.
Sedangkan jika apendiks terletak di belakang ileum akan menyebabkan nyeri testis,
mungkin disebabkan iritasi arteri spermatika dan ureter.6,9
Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan
temuan fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal
terutama tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika
10
ujung apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif
pinggul (psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi
selama pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian,
pada pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau
tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.8
11
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya
pada Apendisitis pelvika. Pada Apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan,
maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendix.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
- Rovsing’s sign
Jika LLQ (Left Lower Quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ (Right
Lower Quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada
apendisitis namun tidak spesifik.
12
Gambar 6. Psoas Sign
- Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi Apendiks, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
13
- Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
- Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak apendiks.
- Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.
- Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
14
Ultrasonografi (USG)11,12
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
apendiks diidentifikasi atau dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian
usus yang nonperistaltik yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang
maksimal, apendiks diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian
dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior apendiks 6 mm
atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran
USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur
akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis akut. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat
dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
apendisitis akut tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain
dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada
wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan
pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan
penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis
apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya
periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing
(inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas
apendiks mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi apendiks yang akut
melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal, apendiks dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
15
Gambar 8. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis
Pemeriksaan radiologi11,12
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
apendisitis akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal
ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada
foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Pemeriksaan ini
dilakukan terutama pada anak-anak.
Tanda – tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan,
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan caian –
udara di sekum atau ileum).
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat
daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya,
CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess apendiks untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara
50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek appendisitis harus
dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda
atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
16
Gambar 9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Apendiks (panah) dengan
appendicolith
Appendicogram10,11
Apendikografi atau appendicogram merupakan salah satu jenis pemeriksaan
radiografi yang umum digunakan di Indonesia sebagai pemeriksaan penunjang
dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini menggunakan
BaSO4 (barium sulfat) yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan
dimasukkan secara oral. Selain secara oral, barium juga dapat dimasukkan
melalui anus (barium enema).Hasil dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan
anatomi fisiologis dari apendiks dan kelainan pada apendiks berupa sumbatan
pada pangkal apendiks. Hasil pemeriksaan apendikografi dibagi menjadi tiga,
yakni:
- filling atau positive appendicogram: keseluruhan lumen apendiks terisi penuh
oleh barium sulfat. Gambaran ini menandakan bahwa tidak ada obstruksi
pada pangkal apendiks sehingga suspensi barium sulfat yang diminum oleh
pasien dapat mengisi lumen apendiks hingga penuh.
- partial filling: suspensi barium sulfat hanya mengisi sebagian lumen
apendiks dan tidak merata.
- non filling atau negative appendicogram: barium sulfat tidak dapat mengisi
lumen apendiks. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari gambaran
negatif appendicogram yakni adanya obstruksi pada pangkal apendiks (dapat
berupa inflamasi) yang mengindikasikan apendisitis atau suspensi barium
17
sulfat belum mencapai apendiks karena perhitungan waktu yang tidak
tepat (false negative appendicogram).
Pemeriksaan ini pada masa lalu dilaporkan memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sebesar 83 dan 96 persen. Walau demikian, pemeriksaan
ini memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi akurasinya, seperti
kesulitan untuk mendiagnosa apendisitis distal, tingkat nonvisualisasi yang tinggi
(23%) pada orang normal/ Hasil positif pada appendicogram juga bukan
merupakan hasil yang spesifik pada apendisitis dan bisa ditemukan pada kondisi
lain. Hal ini ditambah dengan efek samping dan risiko pemeriksaan yang cukup
tinggi membuat pemeriksaan ini tidak lagi digunakan di negara maju dan
digantikan dengan ultrasonografi untuk diagnosis lini pertama.
Laparoscopy10,11
Laparoscopy adalah Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukan dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka pada saat itu
juga dapat langsung dilakukan pengangkatan apendiks.
Histopatologi10
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai
gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut
secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang
yang tidak dilakukan operasi.
Skor Alvarado8
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
18
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
19
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus.
20
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks
2.10 Tatalaksana10,13,14,15,6
Terapi Appendikular infiltrat, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan
observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT
(Naso Gastric Tube) bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama ± 6 hari di
rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan appendectomy elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi
yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan
penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan
terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses
intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada
appendicular infiltrat yang diikuti dengan appendectomy elektif merupakan
metode yang aman dan efektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi
post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian dilakukan appendectomy.
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
21
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa
perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa
ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan
segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah.
Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna,
dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh,
ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa
periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka
leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.
22
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.
Manajemen bedah pada masa apendikular masih kontroversial. Penanganan
non operatif awal di kenalkan oleh ochsner pada tahun 1901. Hal ini meliputi:
F regimen (Ochsner-Sherren Regimen)
1. Fowler position
2. Fluids by mouth atau intravena
3. Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur suhu
4. Feel, palpasi massa apakah mengecil atau makin membesar
5. Fungi, antibiotik
6. Forbidden analgesik
Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada
hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil,
tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.
Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari
100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap
hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk
mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
- LED
- Jumlah leukosit
23
- Massa
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.
24
Pembedahannya adalah dengan appendectomy, yang dapat dicapai melalui
insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan
penyulit peritonitis berupa appendectomy yang dicapai melalui laparotomi.
Apendiktomi6,17
Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi Menurut
Society of American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010
keadaan yang sesuai untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien dengan
apendisitis tanpa komplikasi, anak-anak, dan wanita hamil. Prosedur apendektomi
laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah,
akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi. Laparoskopi dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien
dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
Sebelum dilakukan operasi, maka perlu dilakukan persiapan seperti hidrasi
yang adekuat harus dipastikan, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi
jantung, paru, dan ginjal harus ditangani terlebih dahulu. Sebuah penelitian
meta-analisis telah menunjukkan efikasi antibiotik pra operasi dalam menurunkan
komplikasi infeksi di apendisitis. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi, tidak
ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik melampaui 24 jam. Pada
apendisitis perforasi atau dengan gangren, antibiotik dilanjutkan sampai pasien
25
tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih normal. Untuk infeksi
intra-abdominal dari saluran pencernaan yang ringan sampai sedang, Surgical
Infection Society telah merekomendasikan terapi tunggal dengan cefoxitin,
cefotetan, atau asam klavulanat tikarsilin. Untuk infeksi yang lebih berat, terapi
tunggal dengan carbapenems atau terapi kombinasi dengan sefalosporin generasi
ketiga, monobactam, atau aminoglikosida ditambah untuk anaerobik dengan
klindamisin atau metronidazole..Rekomendasi serupa untuk anak-anak.
Penggunaan antibiotik terbatas 24 sampai 48 jam dalam kasus apendisitis
nonperforasi. Sedangkan untuk apendisitis perforasi, dianjurkan terapi diberikan
selama 7 sampai 10 hari. Antibiotik IV biasanya diberikan sampai jumlah sel darah
putih normal dan pasien tidak demam selama 24 jam. Selain itu pemberian
analgesik untuk menghilangkan nyeri juga diberikan pada pasien baik sebelum
maupun sesudah operasi untuk mengurangi keluhan.
Interval apendektomi dilakukan minimal 6 minggu setelah kejadian akut
direkomendasikan untuk semua pasien yang diobati baik nonoperatif atau dengan
drainase abses sederhana
26
Lanz transverse incision24
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal. Mempunyai
keuntungan kosmetik yang lebih baik
dari pada insisi grid iron.
2.11 Komplikasi5,6,8
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
27
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
- Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali
- Nadi semakin cepat
- Defance Muskular yang menyeluruh
- Bising usus berkurang
- Perut distended
2.12 Prognosis2,3,8
Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak
disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada
anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70
tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi. Risiko
kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi
dari 16% hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok
usia muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%),
28
dimana sering terjadi misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda. Komplikasi
terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi
menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas terkait.
29
BAB III
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Vriesman AB, Puylaert J. Appendicitis - Mimics Alternative Nosurgical
Diagnoses at Sonography and CT Available at
http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-mimics.ht
ml Acessed March 2018
13. Malik AM, Shaikh NA. Recent Trends in The Treatment of the Appendicular
Mass. Lisquat University of Medical and Health Science, Janshoro (Sindh)
Pakistan. 2010
14. Lugo VH. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol 23 No 3. 2014
15. Kaya B, Sana B, Eric C, Kutanis R. Immediate Appendictomy for
Appendiceal Mass. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2012
16. Garba ES. Ahmed A. Management of Appendiceal Mass. Annals of African
Medicine. 2008. 7(4):200-4
17. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-Hill
Medical. 2006
32