Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

APENDISITIS INFILTRAT

PEMBIMBING:
dr. Santi Andiani, Sp.B

DISUSUN OLEH:
Nadia Fernanda
030.13.133

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 19 FEBRUARI - 28 APRIL 2018
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“APENDISITIS INFILTRAT”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
di RSUD Budhi Asih
Periode 19 Februari - 28 April 2018

Jakarta, April 2018


Pembimbing,

dr. Santi Andiani, Sp.B

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Apendisitis
Infiltrat”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini, terutama
kepada dr. Santi Andiani, Sp.B selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran
dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga
referat ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam bidang kedokteran,
khususnya untuk bidang ilmu bedah.

Jakarta, April 2018

Nadia Fernanda
030.13.133

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………..……….. i


KATA PENGANTAR ……………………………………………...…………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………..………… iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...……….. 2
2.1 Anatomi Apendiks …………………………...………………………… 2
2.2 Fisiologi ……………………………..…………………..………….. 5
2.3 Definisi ………………………………………………...…………… 5
2.4 Epidemiologi ……………………………………….………………. 5
2.5 Etiologi ………………………………………………….………..….. 6
2.6 Patofisiologi ……………………………………………...………… 8
2.7 Manifestasi Klinisi …..………………...…………………………… 10
2.8 Penegakan Diagnosis …..………………...…………………………… 11
2.9 Diagnosis Banding …………………………..…..…………………… 18
2.10 Tatalaksana ……………………..…….……………………..………... 20
2.11 Komplikasi ………………………..……….…………………………. 24
2.12 Prognosis …………………………….…………….…………………. 24

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………...… 29


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………...………………. 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis.


Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan, maka memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya.1,2
Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi lumen yang
berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses. Apendisitis dapat
ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis
selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada rentang usia
20-30 tahun.2
Penelitian yang dilakukan di Manado, mendapatkan hasil jumlah pasien
terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis
kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi
sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi
apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrat.1
Apendisitis infiltrat adalah inflamasi pada apendiks atau mikroperforasi yang
ditutupi atau dbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus atau peritoneum
sehingga terbentuk suatu massa.3 Periapendikular abses, periapendikular infiltrat
dan ruptur pada apendiks dapat terjadi akibat penundaan penanganan
apendektomi.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Apendiks


Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang mempunyai otot
dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi antara 8-13 cm, dengan diameter 0,7 cm.5 Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.3
Dasar apendiks melekat pada permulaan posteromedial caecum, sekitar 2,5
cm di bawah ileocaecalis. Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea
(Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi
seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium
intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks.
Mesoapendiks berisi arteri dan vena appendicularis, dan saraf-saraf. 5

Gambar 1. Anatomi apendiks

Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya


diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik Mc.Burney).5

2
Gambar 2. Titik Mc Burney

Apendiks mulai terlihat pada minggu kedelapan pada perkembangan


embriologi sebagai tonjolan dari bagian terminal sekum. Selama perkembangan
antenatal dan postnatal, laju pertumbuhan sekum melebihi apendiks, sehingga
apendiks berpindah ke arah medial menuju katup ileosecal. Ujung dari apendiks
dapat ditemukan di retrosecal, panggul, subsecal atau posisi perikolik kanan.6
Jaringan limfoid pertama kali muncul dalam apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlah jaringan limfoid meningkat saat pubertas, tidak bertambah
pada dekade berikutnya, kemudian mulai menurun stabil dengan usia. Setelah
usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid dalam apendiks.6
Terdapat beberapa variasi posisi apendiks vermiformis, yaitu diantaranya:7
1. Di belakang sekum (ascending retrocaecal): 64%
2. Inferior sekum (subcaecal), turun ke arah pelvis minor: 32%
3. Di belakang sekum (retrocaecal melintang): 2%
4. Anterior dari ileum (ascending paracaecal preileal): 1%
5. Posterior dari ileum (ascending paracaecal retroileal): 0,5%

3
Gambar 3. Variasi anatomi apendiks

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.3
Arteria appendicularis merupakan cabang arteri ileocaecalis (cabang
a.mesenterica superior). Arteri apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi maka apendiks
akan mengalami gangren.6 Aliran darah balik yaitu melalui vena appendikularis
mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal, kemudian menuju vena mesenteric
superior dan masuk ke sirkulasi portal.5
Cabang-cabang saraf simpatis (nervus thoracalis X) dan parasimpatis
(nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang
menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks vermiformis berjalan bersama
saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoraxica X. 5 Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.3

4
2.2 Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL/hari. Normalnya lendir itu
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperanan pada patogenesis apendisitis.3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhdapat infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini sedikit sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.3

2.3 Definisi
Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis.1
Apendisitis infiltrat adalah inflamasi pada apendiks atau mikroperforasi yang
ditutupi atau dbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus atau peritoneum
sehingga terbentuk suatu massa.3

2.4 Epidemiologi
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini menyebabkan
rendahnya insidens kasus apendisitis pada usia tersebut. Setiap tahun rata-rata
300.000 orang menjalani apendektomi di Amerika Serikat, dengan perkiraan
lifetime incidence berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup
dan ketepatan konfirmasi diagnosis. Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien
lanjut usia, yaitu dengan periode angka kematian paling tinggi. Insidens pada
perempuan dan lak-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi.1
Penelitian yang dilakukan di Manado, mendapatkan hasil jumlah pasien
terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis
kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi

5
sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi
apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrat.1
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada negara
berkembang. Namun, dalam tiga – empat dasawarsa terakhir kejadian menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari – hari.3

2.5 Etiologi
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks.
Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa
apendiks, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone,
cacing usus terutama Oxyuris vermicularis.3,6
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya
jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum
seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.3,6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut
gangrenosa dengan perforasi.3,6

Gambar 4. Apendisitis (dengan fecalith)

6
Bakteriologi
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada
Colon normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di apendiks, Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.3,6

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Batang Gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (+)
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus Gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Peranan lingkungan: diet dan higiene


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat
dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan
berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit
Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di
atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan
serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai
kecenderungan untuk timbul fecalith.6

7
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang
diikuti oleh infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir terjadi,
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Dengan meningkatnya
tekanan dan stasis dari obstruksi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian
terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi nanah yang menyebabkan peningkatan
lebih lanjut dalam tekanan luminal.8 Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan
kemudian merangsang ujung saraf dari serabut aferen viseral, menghasilkan nyeri
yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di midabdomen atau epigastrium.
Peristalsis juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat
menyamarkan nyeri viseral pada awal perjalanan apendisitis. Distensi ini
biasanya menyebabkan refleks mual dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi
lebih parah.6 Tekanan luminal yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi
limfatik terjadi yang kemudian menyebabkan edema pada dinding apendiks.
Tahap ini dikenal sebagai apendisitis akut atau fokal.8 Meningkatnya tekanan
dalam lumen apendiks melebihi tekanan dari vena, sehingga kapiler dan vena
tersumbat. Aliran darah arteriol yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya
obstruksi dan kongesti vaskular6 dan mengakibatkan edema dan iskemia. Invasi
bakteri pada dinding apendiks dikenal sebagai apendisitis supuratif akut.8
Patologi apendisitis dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.3 Proses inflamasi ini segera
melibatkan serosa apendiks kemudian peritoneum parietal, yang menyebabkan
pergeseran karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.6 Akibat tekanan yang
terus meningkat, terjadi trombosis vena dan arteri, menyebabkan gangren
(apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).8
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off)
sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.3

8
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi
akut.3
Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang
tua yang memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk
infiltrat sehingga kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.3

9
2.7 Manifestasi Klinis
Appensisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik
McBurney). Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah disebut juga
dengan Kocher’s sign. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam
yang tidak terlalu tinggi. Biasanya terdapat konstipasi tetapi dapat juga terjadi
diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.3,6,9
Appendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot
psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih
kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas
mayor yang menegang dari dorsal.6,9
Nyeri atipikal biasanya timbul jika appendiks terletak di dekat otot
obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ditemui
ketika ujung appendiks terletak di panggul. Radang pada appendiks yang terletak
di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih
cepat serta berulang. Appendiks yang menempel ke kandung kemih dapat
menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
appendiks terhadap dinding kandung kemih. Apendiks yang terletak di depan
ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas.
Sedangkan jika apendiks terletak di belakang ileum akan menyebabkan nyeri testis,
mungkin disebabkan iritasi arteri spermatika dan ureter.6,9
Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan
temuan fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal
terutama tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika

10
ujung apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif
pinggul (psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi
selama pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian,
pada pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau
tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.8

2.8 Penegakan Diagnosis


2.8.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama apendisitis biasanya mula-mula dirasakan di
epigastrium atau region umbilical yang kemudian dapat menyebar dan dirasakan
di seluruh perut. Nyeri kemudian dirasakan berpindah ke perut kanan bawah,
tepatnya di titik Mc Burney. Selain itu terdapat pula keluhan anoreksia, mual,
muntah, obstipasi, dan febris. Namun, keluhan yang dirasakan pasien apendisitis
dapat berbeda oleh karena gejala ditentukan dari posisi ujung apendiks.8

2.8.2 Pemeriksaan Fisik3,6,9,10


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam biasanya ringan, dengan
suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C.
Apendisitis infiltrat terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas (Blumberg’s sign). Defence muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan
kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut Rovsing’s sign. Pada Appendicitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT
(Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.

11
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya
pada Apendisitis pelvika. Pada Apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan,
maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendix.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
- Rovsing’s sign
Jika LLQ (Left Lower Quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ (Right
Lower Quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada
apendisitis namun tidak spesifik.

Gambar 5. Rovsing Sign


- Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver inimenggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.

12
Gambar 6. Psoas Sign
- Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi Apendiks, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 7. Obturator Sign

- Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ (Left Lower Quadrant) kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien
merasakan nyeri di RLQ (Right Lower Quadrant).
- Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat
dilakukan perkusi di RLQ (Right Lower Quadrant), dan terdapat penurunan
peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

13
- Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
- Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak apendiks.
- Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.
- Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium3,9
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya
didapatkan pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai
predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal
tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis apendisitis akut
harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/
mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas
jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan
atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit
≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan
spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada Apendisitis akut dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.

14
Ultrasonografi (USG)11,12
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
apendiks diidentifikasi atau dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian
usus yang nonperistaltik yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang
maksimal, apendiks diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian
dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior apendiks 6 mm
atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran
USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur
akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis akut. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat
dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
apendisitis akut tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain
dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada
wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan
pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan
penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis
apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya
periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing
(inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas
apendiks mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi apendiks yang akut
melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal, apendiks dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

15
Gambar 8. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis

Pemeriksaan radiologi11,12
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
apendisitis akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal
ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada
foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Pemeriksaan ini
dilakukan terutama pada anak-anak.
Tanda – tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan,
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan caian –
udara di sekum atau ileum).
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat
daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya,
CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess apendiks untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara
50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek appendisitis harus
dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda
atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

16
Gambar 9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Apendiks (panah) dengan
appendicolith

Appendicogram10,11
Apendikografi atau appendicogram merupakan salah satu jenis pemeriksaan
radiografi yang umum digunakan di Indonesia sebagai pemeriksaan penunjang
dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini menggunakan
BaSO4 (barium sulfat) yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan
dimasukkan secara oral. Selain secara oral, barium juga dapat dimasukkan
melalui anus (barium enema).Hasil dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan
anatomi fisiologis dari apendiks dan kelainan pada apendiks berupa sumbatan
pada pangkal apendiks. Hasil pemeriksaan apendikografi dibagi menjadi tiga,
yakni:
- filling atau positive appendicogram: keseluruhan lumen apendiks terisi penuh
oleh barium sulfat. Gambaran ini menandakan bahwa tidak ada obstruksi
pada pangkal apendiks sehingga suspensi barium sulfat yang diminum oleh
pasien dapat mengisi lumen apendiks hingga penuh.
- partial filling: suspensi barium sulfat hanya mengisi sebagian lumen
apendiks dan tidak merata.
- non filling atau negative appendicogram: barium sulfat tidak dapat mengisi
lumen apendiks. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari gambaran
negatif appendicogram yakni adanya obstruksi pada pangkal apendiks (dapat
berupa inflamasi) yang mengindikasikan apendisitis atau suspensi barium

17
sulfat belum mencapai apendiks karena perhitungan waktu yang tidak
tepat (false negative appendicogram).
Pemeriksaan ini pada masa lalu dilaporkan memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sebesar 83 dan 96 persen. Walau demikian, pemeriksaan
ini memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi akurasinya, seperti
kesulitan untuk mendiagnosa apendisitis distal, tingkat nonvisualisasi yang tinggi
(23%) pada orang normal/ Hasil positif pada appendicogram juga bukan
merupakan hasil yang spesifik pada apendisitis dan bisa ditemukan pada kondisi
lain. Hal ini ditambah dengan efek samping dan risiko pemeriksaan yang cukup
tinggi membuat pemeriksaan ini tidak lagi digunakan di negara maju dan
digantikan dengan ultrasonografi untuk diagnosis lini pertama.

Laparoscopy10,11
Laparoscopy adalah Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukan dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka pada saat itu
juga dapat langsung dilakukan pengangkatan apendiks.

Histopatologi10
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai
gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut
secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang
yang tidak dilakukan operasi.

Skor Alvarado8
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,

18
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

2.9 Diagnosis Banding3,5,6


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:

19
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus.

Kehamilan di luar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik.

Kista ovarium terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.

Endometriosis ovarium eksterna


Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak
ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum/ ureter kanan


Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.

20
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks

2.10 Tatalaksana10,13,14,15,6
Terapi Appendikular infiltrat, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan
observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT
(Naso Gastric Tube) bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama ± 6 hari di
rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan appendectomy elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi
yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan
penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan
terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses
intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada
appendicular infiltrat yang diikuti dengan appendectomy elektif merupakan
metode yang aman dan efektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi
post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian dilakukan appendectomy.
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan

21
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa
perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa
ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan
segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah.
Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna,
dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh,
ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa
periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk
abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka
leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.

22
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.
Manajemen bedah pada masa apendikular masih kontroversial. Penanganan
non operatif awal di kenalkan oleh ochsner pada tahun 1901. Hal ini meliputi:
F regimen (Ochsner-Sherren Regimen)
1. Fowler position
2. Fluids by mouth atau intravena
3. Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur suhu
4. Feel, palpasi massa apakah mengecil atau makin membesar
5. Fungi, antibiotik
6. Forbidden analgesik
Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada
hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil,
tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.
Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari
100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap
hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk
mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
- LED
- Jumlah leukosit

23
- Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :


1. Anamnesis:
Penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik:
- Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur rectal dan aksiler)
- Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
- Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
3. Laboratorium :
- LED kurang dari 20/jam
- Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :


1. Bila LED telah menurun kurang dari 40/jam
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:


- Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

24
Pembedahannya adalah dengan appendectomy, yang dapat dicapai melalui
insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan
penyulit peritonitis berupa appendectomy yang dicapai melalui laparotomi.

Apendiktomi6,17
Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi Menurut
Society of American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010
keadaan yang sesuai untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien dengan
apendisitis tanpa komplikasi, anak-anak, dan wanita hamil. Prosedur apendektomi
laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah,
akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi. Laparoskopi dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien
dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
Sebelum dilakukan operasi, maka perlu dilakukan persiapan seperti hidrasi
yang adekuat harus dipastikan, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi
jantung, paru, dan ginjal harus ditangani terlebih dahulu. Sebuah penelitian
meta-analisis telah menunjukkan efikasi antibiotik pra operasi dalam menurunkan
komplikasi infeksi di apendisitis. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi, tidak
ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik melampaui 24 jam. Pada
apendisitis perforasi atau dengan gangren, antibiotik dilanjutkan sampai pasien

25
tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih normal. Untuk infeksi
intra-abdominal dari saluran pencernaan yang ringan sampai sedang, Surgical
Infection Society telah merekomendasikan terapi tunggal dengan cefoxitin,
cefotetan, atau asam klavulanat tikarsilin. Untuk infeksi yang lebih berat, terapi
tunggal dengan carbapenems atau terapi kombinasi dengan sefalosporin generasi
ketiga, monobactam, atau aminoglikosida ditambah untuk anaerobik dengan
klindamisin atau metronidazole..Rekomendasi serupa untuk anak-anak.
Penggunaan antibiotik terbatas 24 sampai 48 jam dalam kasus apendisitis
nonperforasi. Sedangkan untuk apendisitis perforasi, dianjurkan terapi diberikan
selama 7 sampai 10 hari. Antibiotik IV biasanya diberikan sampai jumlah sel darah
putih normal dan pasien tidak demam selama 24 jam. Selain itu pemberian
analgesik untuk menghilangkan nyeri juga diberikan pada pasien baik sebelum
maupun sesudah operasi untuk mengurangi keluhan.
Interval apendektomi dilakukan minimal 6 minggu setelah kejadian akut
direkomendasikan untuk semua pasien yang diobati baik nonoperatif atau dengan
drainase abses sederhana

Adapun beberapa macam insisi untuk apendektomi:

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)


23

Insisi Gridiron pada titik McBurney.


Garis insisi parallel dengan otot oblikus
eksternal, melewati titik McBurney yaitu
1/3 lateral garis yang menghubungkan
spina liaka anterior superior kanan dan
umbilikus.

26
Lanz transverse incision24
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal. Mempunyai
keuntungan kosmetik yang lebih baik
dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi


suprainguinal)25
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau retrosekal dan
terfiksir.

Low Midline Incision25


Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan terjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah25


Insisi vertikal paralel dengan midline,
2,5 cm di bawah umbilikus sampai di
atas pubis.

2.11 Komplikasi5,6,8
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

27
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
- Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali
- Nadi semakin cepat
- Defance Muskular yang menyeluruh
- Bising usus berkurang
- Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :


- Pelvic Abscess
- Subphrenic absess
- Intra peritoneal abses lokal

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga


abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

2.12 Prognosis2,3,8
Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak
disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada
anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70
tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi. Risiko
kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi
dari 16% hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok
usia muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%),

28
dimana sering terjadi misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda. Komplikasi
terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi
menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas terkait.

29
BAB III
KESIMPULAN

Apendisitis infiltrat adalah inflamasi di apendiks atau mikroperforasi yang


ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lenkuk usu halus atau peritoneum
sehingga terbentuk suatu massa. Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan
apendisitis akut yang kemudian disertai adanya masa periapendikular.
Tatalaksana bedah pada massa apendikular masih kontroversial. Penanganan
non operatif awal di kenalkan oleh Ochsner pada tahun 1901. Hal ini meliputi F
regimen (Ochsner-Sherren Regimen), Fowler position, Fluids by mouth atau
intravena, Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur suhu,
Feel, palpasi massa apakah mengecil atau semakin membesar, Fungi antibiotic,
Forbidden analgesik.
Massa apendikular yang berdinding sempurna di anjurkan untuk dirawat
dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang,
dan leukosit normal, pasien boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dilakukan
2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas GA, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka Kejadian Apendisitis di


RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012 - September
2015. Jurnal e-Clinic (eCl). 2016. 4(1): 231-6
2. Windy CS, Sabir M. Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit dan
Platelet Distribution Width (PDW) pada Apendisitis Akut dan Apendisitis
Perforasi di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014. 2016. 2(2):
1-72
3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah (4th ed). Jakarta: EGC.
2017: 776-83
4. Putra HA, Wahid TOR, Fidiawati WA. Hubungan Mulai Nyeri Perut dengan
Tingkat Keparahan Apendisitis Akut Anak Berdasarkan Klasifikasi Cloud di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM FK. 2015. 1(2): 1-12
5. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006: 230-1.
6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s
Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
7. Fritsch H, Kühnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs 5th ed.
Thieme Medical Publishers. 2008
8. Lee SL. Inflammation of Vermiform Appendix. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/195652-overview#a9 Acessed March
2018
9. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery
Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.
10. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook
of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice 19th Ed.
Philadelphia: Elseviers Saunders. 2012
11. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS et-al. Disproportionate fat stranding: a helpful
CT sign in patients with acute abdominal pain. Radiographics. 2014. 24 (3):
703-15.

31
12. Vriesman AB, Puylaert J. Appendicitis - Mimics Alternative Nosurgical
Diagnoses at Sonography and CT Available at
http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-mimics.ht
ml Acessed March 2018
13. Malik AM, Shaikh NA. Recent Trends in The Treatment of the Appendicular
Mass. Lisquat University of Medical and Health Science, Janshoro (Sindh)
Pakistan. 2010
14. Lugo VH. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol 23 No 3. 2014
15. Kaya B, Sana B, Eric C, Kutanis R. Immediate Appendictomy for
Appendiceal Mass. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2012
16. Garba ES. Ahmed A. Management of Appendiceal Mass. Annals of African
Medicine. 2008. 7(4):200-4
17. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-Hill
Medical. 2006

32

Anda mungkin juga menyukai