Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ANESTESI UMUM
Pembimbing :
dr. Ade Nurkacan, Sp. An
dr. H.Ucu Nurhadiat, Sp. An
dr. Catur Pradono, Sp. An
Penyusun :
Cintantya Prakasita
030.13.046
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga
rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian
Anestesi RSUD Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada, dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An dan dr. Ade Nurkacan,
Sp.An, dr. Catur Pradono, Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik
Anestesi ini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan
dukungan moril.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang
Anestesi khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.
Penulis
Cintantya Prakasita
LEMBAR PERSETUJUAN
2.1 Definisi
Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karema pemberian
obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesiologi
adalah ilmu kedokteran yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan rumatan
pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan.
Anestesi tidak dapat dipisahkan dari pembedahan dan berbagai prosedur medis
lainnya yang menimbulkan rasa sakit. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali
(reversible). Trias Anestesia, yaitu hipnotik, analgesia dan relaksasi.(1)
Obat anestesi juga harus memiliki beberapa sifat yang ideal untuk pasien. Sifat
anestesi umum yang ideal adalah:
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk mengetahui apakah ada penyulit saat dilakukan intubasi. Pemeriksaan
keadaan umum juga juga harus dilakukan.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebaiknya sesuai dengan indikasi penyakit
yang dicurigai seperti pemeriksaan Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan. Usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
EKG dan foto rontgen thoraks.
4. Status fisis
5. Puasa
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi maka untuk meminimalkan resiko
tersebut, Lamanya waktu puasa hendaknya ditentukan berdasarkan umur
pasien, kondisi fisis dan rencana operasi.
Pada umumnya pasien dewasa perlu waktu 6-8 jam, anak kecil perlu 4-6
jam, dan bayi 3-4 jam. Cairan bening boleh diminum sedikit-sedikit hingga 2
jam prabedah. Sangat perlu juga menjelaskan tujuan puasa adalah demi
keselamatan pasien karena dapat mencegah penumonia aspirasi yang berakibat
fatal.
6. Premedikasi
Menciptakan amnesia
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring
menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke
trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan
sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas
mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat
hidung (naso-pharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi
ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor
dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat
berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat
dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui
mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung
supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara
garis besar dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi
menjadi 4 gradasi.
Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.(3)
Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan, apalagi bila sudah terpasang jalur vena
(infus). Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, pelan-pelan dan terkendali.
Obat induksi disuntikan dalam kecepatan antara 30 - 60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen.
Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Jenis - jenis obat induksi intravena :
1. Tiopental (tiopenton, pentotal)
Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml
= 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan
perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien
berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental
menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat
melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena
total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3
tahun dan pada wanita hamil.
3. Ketamin (Katalar)
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur
Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi biasa dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara
induksi ini biasa dikerjakan pada bayi atau anak-anak yang belum terpasang jalur
vena atau pada orang dewasa yang takut dengan suntik.
1. N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya
1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat
anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.
2. Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup
dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%
atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi
miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah,
anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan
kadar gula darah.
5. Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak
digunakan untuk induksi anestesi.
6. Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium,
pipekuronium, doksakurium, galamin
Stadium 3 :
Disebut Stadium Pembedahan; ventilasi teratur ---- apneu, terbagi 4 plana :
Plana 1:- Ventilasi teratur : torako abdominal
- Pupil terfiksasi, miosis
- Refleks cahaya (+)
- Lakrimasi
- Refleks faring dan muntah (-)
- Tonus otot mulai
Faktor jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan
jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat
anestesika, kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar,
ginjal. Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga
tekanan parsial zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam
organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.
b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada
aliran darah : ligament dan tendon.
Faktor zat anestesika
Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-
beda. Untuk menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC
(minimal alveolar concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu
konsentrasi terendah zat anestesika dalam udara alveolus yang mampu
mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit.
Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestesika tersebut.
2.5 Efek Samping Anestesi Umum
Anestesi umum dapat menekan seluruh fungsi tubuh, termasuk
pernapasan, denyut jantung, aliran darah, saluran cerna, serta refleks menelan,
batuk, atau memuntahkan benda asing yang masuk ke dalam paru-paru. Karena
itu, dokter anestesi harus mengawasi kondisi secara seksama selama
pembedahan berlangsung. Beberapa efek samping anestesi umum di antaranya:
Mual dan muntah segera setelah operasi.
Kedinginan dan menggigil hingga 30 menit setelah operasi.
Bingung, sulit berpikir jernih, dan amnesia. Gangguan ini bersifat
sementara dan biasanya terjadi pada lansia.
Pusing berputar.
Gangguan berkemih, baik sulit buang air kecil atau mengompol.
Nyeri tenggorok atau cedera bibir dan gigi akibat intubasi
Selain efek samping di atas, ada beberapa efek samping serius tetapi jarang terjadi,
yaitu;(6)
Serangan jantung, gagal jantung, atau stroke.
Tekanan darah meningkat atau menurun.
Pneumonia alias infeksi paru-paru atau gangguan pernapasan lainnya.
Kegagalan pemasangan selang pernapasan.
Alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat-obatan anestesi.
Kerusakan otot dan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
Kematian
Karena sifatnya yang mempengaruhi seluruh tubuh, kemungkinan timbulnya efek
samping pada anestesi umum akan lebih besar dibanding anestesi lokal ataupun
regional. Meski demikian, efek samping ini umumnya bersifat ringan dan dapat
diatasi dengan mudah. Efek samping yang serius juga sangat jarang terjadi pada orang
yang secara secara umum sehat.(1)
5. Miller DR, Pardo MC. Basic Of Anesthesia. 6th ed. USA: ELSEVIER; 2011
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 5th ed. Mc Graw Hill education. 2013
6. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 5th ed. Mc Graw Hill education. 2013