Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) (1995) stroke is a rapidly developing


clinical sign of focal or global disturbance of cerebral function with symptoms lasting 24
hours or longer, or leadding to death with no apparent cause other than vascular signs.
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan
akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran darah otak.
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun
sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
Stroke merupakan kelainan otak yang makin banyak dijumpai di masyarakat. Stroke
juga merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang dikategorikan sebagai
penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan, disamping sebagai
penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia. Insidensi stroke mencapai 0,5 per
1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 0,7 per 1000 pada usia 70 tahun. Di
Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang sempurna, suatu penelitian
melaporkan mortalitas stroke 37,3 per 100.000 penduduk.1,2
Stroke perdarahan lebih jarang terjadi dibandingkan stroke iskemik (15% versus 85%
di dalam sebagian besar penelitian Barat), tetapi tidak berhubungan dengan prognosis yang
secara signifikan lebih buruk di dalam populasi Asia. Kemungkinan ini mencerminkan
tingkat penyakit pembuluh darah kecil yang lebih tinggi, hipertensi, dan adanya faktor
genetik. Tingkat mortalitas perdarahan intraserebral (PIS) dalam 30 hari 35-52% dan separuh
dari kematian tersebut terjadi dalam dua hari pertama. Hanya terdapat sedikit terapi yang
efektif hingga saat ini. Hasil dari penelitian berskala besar yang dilakukan baru-baru ini
terhadap lebih dari 1000 pasien PIS menunjukkan bahwa pembedahan untuk PIS
supratentorial tidak jelas manfaatnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
A. DEFINISI
Stroke perdarahan intraserebral adalah suatu sindroma yang ditandai adanya
perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000). PIS adalah bentuk dari stroke yang
paling fatal dan sulit diatasi, yang menyebabkan, sebagai tambahan, ketidakmampuan
berat diantara orang yang bertahan hidup.1
Berdasarkan patologi yang mendasari pembuluh yang robek yang menyebabkan
pendarahan, PIS digolongkan menjadi primer atau sekunder. Mayoritas PIS primer
merupakan hasil dari pembuluh yang robek sebagai konsekuensi perlukaan kronis pada
pembuluh darah kecil otak oleh hipertensi yang terus-menerus (vaskulopati hipertensif)
atau deposisi protein abnormal (angiopati amyloid serebral). Penyebab sekunder dari PIS
meliputi malformasi vaskuler yang mendasari, aneurisma sakuler yang robek, gangguan
koagulasi, penggunakan antikoagulan dan agen trombolitik, perdarahan ke dalam infark
yang telah ada, tumor otak, atau fokal infeksi, dan penyalahgunaan obat. 1
Lebih dari 80% perdarahan intraserebral spontan terjadi di hemisfer serebral
(thalamus dan ganglia basalis) selebihnya terletak infratentorial di dalam pons atau
serebelum. Perdarahan yang berhubungan dengan hipertensi biasanya terletak lebih
dalam, di ganglia basalis terutama di putamen dan thalamus.
B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
PIS umumnya terjadi antara usia 50-75 tahun. Perkiraan dari keseluruhan
insidensi adalah 12-15 kasus tiap 100.000 orang per tahun, sedikit lebih tinggi pada lakilaki. Pertambahan umur dan hipertensi adalah prevalensi faktor risiko PIS paling tinggi
yang menyumbang sampai 50% dari kasus. 1
Vaskulopati hipertensif biasanya merupakan hasil dari arteriolosklerosis yang
mendasari (penebalan dan kerusakan pada dinding arterioler, disebut juga fibrohialinosis
atau lipohialinosis). Vaskulopati hipertensif dapat juga mempengaruhi pembuluh darah
superfisial, menyebabkan perdarahan lobaris. 1

Arteri yang paling umum terpengaruh adalah penetrator dalam (arteriol sedangkecil, dengan diameter 600 m) pada ganglia basalis (putamen, nucleus caudatus, atau
thalamus), pons, atau serebelum. Robekan spontan ini menyebabkan patologi tipikal dan
pola neuroimaging dari PIS profundal. 1
Perdarahan Intraserebral Primer
Hipotesa bahwa perdarahan intraserebral hipertensif (PISH) disebabkan ruptur
dari mikroneurisma arteri intraserebral dikemukakan pertama kali oleh Charcot dan
Bouchart pada tahun 1868. Hampir satu abad mekanisme di anggap sebagai suatu
hipotesa yang paling dapat diterima. Russel, Cole dan Yates juga secara terpisah
menjelaskan adanya mikroaneurisma yang berhubungan hipertensi arterial yang kronik.
Mikroaneurisma ini mempunyai ukuran 0.2 1.0 mm dan mempunyai predileksi tempat
di arteri-arteri basal ganglia. Charcot dan Bouchart menyatakan bahwa mikroaneurisma
ini tampak dengan mata telanjang dan mempunyai distribusi yang simetris pada kedua
belah jaringan otak, yang distribusinya kadang-kadang tidak harus berada ditempatnya
perdarahan (hematoma).
Penelitian dengan mikroskop pada penderita hipertensi menunjukkan adanya
degenerasi pembuluh darah otak. Penelitian dengan mikroskop pada penderita hipertensi
menunjukkan adanya degenerasi pembuluh darah otak. Hipertensi arterial dan
betambahnya usia menunjukkan hubungannya dengan degenerasi pembuluh darah di
daerah striatal. Bila dinding arteri menjadi lebih tipis, ini disebut mikroaneurism, bila
dinding arteri menjadi tebal disebut fibrinohialinosis. Hipertensi arterial yang kronik
dapat menyebabkan kedua perubahan-perubahan seperti diatas. Proses patologis ini dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah kecil (microinfarct) atau terbentuknya
mikroaneurisma yang merupakan penyebab perdarahan intracerebral (PIS). Dinding dari
arteri lenticulostriata dan arteri median memang diketahui lebih tipis daripada arteriarteri kortikal yang letaknya distal. Arteri-arteri kecil ini (small perforating arteries)
didaerah lentikulostriata dan pons masing-masing berasal langsung dari arteri serebri
media dan arteri basilaris., sehingga pada peningkatan tekanan darah ,arteri-arteri ini
akan lebih terancam oleh peningkatan tekanan intravaskular ketimbang arteri-arteri
kortikal distal yang dilindungi oleh cabang-cabang sebelumnya. Anatomi ini dapat
menjelaskan mengapa perubahan struktur pembuluh darah pada penderita hipertensi dan
perdarahan yang diakibatkannya mempunyai predileksi di basal ganglia atau daerah
3

pons. Menurut Cole dan Yates mikroaneurisma lebih sering didapatkan pada daerah
putamen, globus pallidus dan thalamus dan sedikit di daerah nukleus kaudatus, kapsula
interna dan substansia alba. Keadaan ini dapat menjelaskan mengapa PISH terutama
didapatkan diluar kapsula interna yaitu di daerah putamen dan thalamus (65%) , pons
(11%) , serebelum (8%), substansia alba subkortikal (16%). Sebaliknya perdarahan
intraserebral non-hipertensif terutama didapatkan di daerah substansia alba subkortikal
(45%), substansia grisea bagian dalam (36%), pons 16% dan serebelum (3%). Angkaangka ini terdokumentasi jelas dari pemeriksaan autopsi dan di buktikan dengan
pemeriksaan CT-Scan.
Perdarahan Intraserebral Sekunder
Perdarahan intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi,
biasanya berhubungan dengan aneurysma , AVM, glioma, tumor metastasis, infark,
pengobatan dengan antikoagulan, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebral arteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi vascular otak dibagi menjadi 2 bagian : sirkulasi anterior (carotid
system) dan posterior (vertebrobasiler system). Sirkulasi serebri anterior menyuplai
sebagian besar korteks serebri dan substansia alba subkortikal, ganglia basalis, dan
kapsula interna. Sirkulasi serebri posterior menyuplai batang otak, serebelum, dan
thalamus serta bagian dari oksipital dan lobus temporal. Terdiri dari sepasang arteri
vertebralis, arteri basilaris dan cabangnya arteri posterior inferior serebralis, dan arteri
serebralis posterior. Arteri posterior serebri bercabang menjadi arteri thalamoperforantes
dan arteri thalamogenikulatum. Pada stroke sirkulasi posterior terdapat gejala dan tanda
disfungsi batang otak, seperti koma, drop attacks (kolaps tiba-tiba tanpa disertai
gangguan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, kelemahan nervus kranialis, ataksia dan
deficit sensorimotor yang berseberangan yang mempengaruhi gangguan hemisensorik
dan deficit lapang penglihatan juga muncul, tapi tidak spesifik pada stroke sirkulasi
posterior. Sirkulasi anterior dan posterior dan posterior berhubungan satu dengan yang
lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi.

Gambar 1. Arteri pada sirkulasi anterior (putih) dan sirkulasi posterior (biru) yang
Berkaitan dengan sirkulus Willisi.
Empat pembuluh darah yang besar menyuplai otak dengan darah; arteri karotis
interna kanan dan kiri serta arteri vertebralis kanan dan kiri. Semua arteri yang
menyuplai otak saling berhubungan secara anastomosis di dasar otak melalui sirkulus
arteriosus Willisi

Gambar 2. Perjalanan ekstrakranial arteri utama yang menyuplai otak (arteri karotis
komunis, arteri vertebralis).
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan
hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam
mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis,
sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi
kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.

D. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal
pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya
plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri serebri menjadi
tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi
sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat-tempat
yang melengkung. Trombosit yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses
koagulasi dan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang kasar.
Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap
tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana
tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan
tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian darah
sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang tersiram
darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga
menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan hemiparalisis. Dan
darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat
menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang
otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda neurologik yang
sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri
dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis
diatas adalah gambaran hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai
apopleksia serebri atau hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula
interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu
terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard.
Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil
proses degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Karena perubahan
degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, maka timbullah
beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan aneurismata Charcot
6

Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut berkembang


terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata.
Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan
tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga,
orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tandatanda hemiplegia. Oleh karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke
hemorrhagic ini juga dikenal sebagai stress stroke.
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di
bagian depan sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah
pangkal arteria serebri anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat
percabangan arteria serebri media di bagian depan dari sulkus lateralis serebri.
Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler paling sering dijumpai pada
pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan arteria basilaris
terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri
menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat gangguan
perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk
seperti saku) congenital. Aneurisme berkembang dari dinding arteri yang mempunyai
kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya
ketahanan yang lemah (lokus minoris resistensiae), yang karena beban tekanan darah
tinggi dapat menggembung, sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan
intraandominal, aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang
menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat
pecahnya aneurisma Charcor Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas.
Maka perdarahan akibat pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga
bahwa aneurisme itu terletak subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis
spontanea atau hemoragia subdural primer.
E. DIAGNOSIS
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat
akut.pada perdarahan intra serebral Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala
7

karena hipertensi. Serangan seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah.
Pada permulaan serangan sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis.
Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% antara -2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).
Letak Perdarahan Stroke Hemoragik
1. Hemisfer Serebri
Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan
hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri kiri mengendalikan kemampuan
memahami dan mengendalikan bahasa serta berkaitan dengan berpikir matematis
atau logis, sedangkan hemisfer serebri dextra berkaitan dengan ketrampilan,
perasaan dan kemampuan seni.
2. Ganglion Basalis
Fungsional peranan umum ganglion basal adalah untuk bekerja sebagai stasiunstasiun pemrosesan yang menghubungkan korteks serebrum dengan nukleusnukleus
thalamus tertentu dan akhirnya berproyeksi ke korteks serebrum. Kerusakan pada
ganglion basalis akan mengakibatkan penderita mengalami kesukaran untuk memulai
gerak yang diingini.
3. Batang Otak
Batang otak adalah bagian otak yang masih tersisa setelah hemisfer serebri dan
serebelum diangkat. Medula oblongota, pons dan otak tengah merupakan bagian
bawah atau bagian infratentorium batang otak. Kerusakan pada batang otak akan
mengakibatkan gangguan berupa nyeri, suhu, rasa kecap, pendengaran, rasa raba, raba
diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat dan tekstur.
4. Serebelum
Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi untuk
mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan. Kerusakan pada
daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung dan terhuyung-huyung.
Paleoserebelum, mengendalikan otot-otot antigravitas dari tubuh, apabila mengalami
kerusakan akan menyebabkan peningkatan refleks regangan pada otot-otot
penyokong. Neoserebelum, berfungsi sebagai pengerem pada gerakan dibawah
kemauan, terutama yang memerlukan pengawasan dan penghentian, serta gerakan

halus dari tangan. Kerusakan pada neoserebelum akan mengakibatkan dysmetria,


tremor dan ketidakmampuan untuk melakukan gerakan mengubah-ubah yang cepat.
Dalam menentukan diagnosis kita harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang komperhensif.

Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit,
misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor-faktor risiko yang
menyertai stroke. Dari anamnesis kita harus bisa membedakan apakah ini stroke
hemorhagik atau Stroke Non Hemorhagik.

Gambar 3. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu
pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung),
pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler. Serangan stroke akut dapat mengalami
gejala dan tanda seperti hemidefisit Motorik, Hemidefisit Sensorik, penurunan
kesadaran, kelumpuhan nervi craniales, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (dimensia), buta separuh lapangan
padang, deficit batang otak. (De Freitas et al, 2009).

Pemeriksaan Penunjang

Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan


antara stroke hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph
scanning (CT Scan), Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan
lainnya.

F. PENATALAKSANAAN
Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik merupakan
penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus dirawat dalam
ruangan khusus.
Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
1. Konservatif

Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan
hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan koma
yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan gagal
pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan gangguan
kesadaran

Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mudah


ditemui pada pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon simpatis
terhadap adanya injuri neuron akibat iskemik ataupun hemoragik, subsitusi
cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang tidak adekuat, dan
pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan

terapi enteral/ cairan

isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit perlu


dilakukan.

Nutrisi. Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi merupakan


faktor independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke. Hasil penelitian yang
sama oleh Gariballa dan kawan-kawan bahwa status nutrisi mempengaruhi
perburukan pasien secara signifikan selama periode tertentu. Mereka menemukan
bahwa konsentrasi serum albumin mempunyai hubungan signifikan dengan
komplikasi infeksi dan merupakan prediktor independen kematian dalam waktu 3

10

bulan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein adekuat
pada pasien stroke akut.

Follow up ketat

Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial lebih


cepat.

Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam merupakan


prediktor bagi prognosis buruk sehingga harus ditemukan penyebabnya.

Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf ataupun


pemberian tissue plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu
peninggian serum glukosa.

Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi


Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan
ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal.
Beberapa peneliti menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah
rata-rata harus dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan
darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih
dari 84 mmHg.

Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah, antihemofilik,


vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah.

2. Operasi
Drainase hematoma drainase stereotaktik atau evakuasi operasi
Drainase ventrikular atau shunt
Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor
Memperbaiki aneurisma.
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih
kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan
suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah abu-abu diantaranya.
Sebagai contoh pasien usia muda dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer
nondominan yang awalnya sadar dan berbicara kemudian keadaannya memburuk
11

secara progresif dengan perdarahan intraserebral area lobus memerlukan penanganan


operatif.
Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral luas pada
hemisfer dominan disertai perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma
tergambar memiliki prognosis jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu
dipertimbangkan.
Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada stadium
akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus demikian
adalah :
a. Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa hari,
di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk di
aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi.
b. Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan
menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan
operasi pada hari-hari pertama.
c. Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat dan
tidak memperburuk defisit neurologis.
Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral
adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat
biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah
kerusakan otak.4
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma
sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas
menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau
tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi
diperlukan atau tidak.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam,
dan komplikasi yang muncul di kemudian hari.
a. Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan
herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang.
b. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan
intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan.
Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal,
traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar pemasangan intravenous line.
12

c. Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli


pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah
sendi dan malnutrisi.
d. Beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat
diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita.
H. PROGNOSIS
Walaupun anak-anak usia muda menunjukkan kesembuhan yang jauh lebih baik
atau defisit motorik dan artikulasi setelah stroke dibandingkan orang usia lanjut dan
dewasa, banyak anak-anak mengalami gejala sisa defisit neurologis yang jelas. Salah
satu yang menjadi masalah utama adalah epilepsi dan hampir semua anak dengan
hemiplegia disertai dengan kejang-kejang saat onset akan mengalami serangan epilepsi
berikutnya. Banyak anak dengan defisit motorik juga mengalami gangguan intelektual
dan perilaku hiperkinetik. 5
Proses penyembuhan stroke di usia muda lebih cepat dibandingkan jika terkena
stroke pada usia lanjut. Apapun penyebabnya, stroke pada usia muda cenderung lebih
menguntungkan karena menderitanya lebih muda dan jenis lakuner (ringan dan tidak
berdarah) kalau ditangani dengan benar akan sembuh, mandiri, pulihnya lebih cepat dan
lebih baik. Stroke pada orang muda karena faktor hipertensi relatif lebih mudah diatasi,
karena keadaan organnya rata-rata masih bagus. Secara umum daya tahan tubuh mereka
pun lebih baik, yang terpenting adalah bahwa selain faktor genetik kejadian resiko
terkena stroke dapat dicegah dengan mengikuti gaya hidup sehat dan pemeriksaan
laboratorium secara teratur. 8
I. ASPEK PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI STROKE INFARK PADA USIA
MUDA

Tabel 3. Diagnosa banding stroke infark usia muda12

13

Peran faktor genetik pada stroke


Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan risiko
stroke. Peningkatan risiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: (1)
penurunan genetis faktor risiko stroke, (2) penurunan kepekaan terhadap faktor risiko stroke,
(3) pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan, (4) interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan. Penelitian pada anak kembar memperlihatkan peran faktor genetik
pada risiko stroke. Beberapa kelainan genetik yang jarang dihubungkan dengan stroke. Suatu
sindrome kelainan genetik yaitu Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical
Infarct and Leukoencephalopathy (CADASIL) ditandai oleh infark subkortikal, demensia,
dan nyeri kepala migren. Sindroma Marfan, dan neurofibromatosis tipe I dan tipe II juga
dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke. 8,9
Migren dan stroke
Migren merupakan tipe nyeri kepala yang umum pada usia dewasa muda, dengan
prevalensi sebesar 4% sebelum masa pubertas, dan sebesar 25% pada wanita di usia 30 tahun.
Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan risiko stroke pada
14

penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke pada penderita migren adalah
kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura.
Etminan, dkk (2005) melakukan kajian sistematis dan meta analisis terhadap 14 penelitian
(11 penelitian kasus kontrol dan 3 penelitian kohort) terdahulu. Hasil kajian sistematis
menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat pada penderita migren (RR=2,16, 95% CI 1,89
2,48). Peningkatan risiko ini secara konsisten teramati pada pasien migren dengan aura
(RR=2,27, 95% CI=1,613,19), dan migren tanpa aura (RR=1,83, 95% CI 1,063,05), dan
terlebih pada penderita migren dengan konsumsi kontrasepsi oral (RR=8,72, 95% CI=5,05
15,05). 9,10
Kontrasepsi oral dan stroke
Peningkatan risiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama teramati pada
preparat yang mengandung estradiol tinggi ( 50 g). Hasil berbagai penelitian terdahulu
tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan stroke masih sangat kontroversial.
Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan risiko stroke pada pemakai kontrasepsi
oral terutama teramati pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret, hipertensi, diabetes,
menderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit thromboembolik. Kajian sistematis
Schwartz, pada 2 penelitian kasus kontrol yang mengukur risiko stroke pada wanita muda
(1844 tahun) yang menggunakan kontrasepsi hormonal. Data diperoleh dari hasil wawancara
177 pasien stroke iskemik, dan 198 pasien stroke hemoragik. Sebagai kontrol dipilih 1191
subyek non stroke. Kajian sistematis tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuat
bahwa penggunaan kontrasepsi oral hormonal meningkatkan risiko stroke. Penelitian lebih
lanjut masih diperlukan, terutama pengukuran risiko yang lebih spesifik pada kelompok usia
tertentu, merokok, obesitas, hipertensi, atau riwayat migren. 11,12
Malformasi arteriovenosa
Malformasi arteriovenosa adalah kelainan kongenital, dimana arteri dan vena
langsung dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Hubungan langsung ini tanpa perantaraan
sistem kapiler. Lapisan arteri tidak memiliki cukup lapisan muskuler. Vena seringkali
mengalami dilatasi akibat dari tekanan aliran darah yang tinggi melalui fistula. Malformasi
arteriovenosa merupakan sumber stroke perdarahan pada 2% kasus stroke perdarahan, dan
pada umumnya pada usia muda. Kajian sistematis Al Shahi dan Warlow (2001)
memperlihatkan bahwa angka insidensi AVM kurang lebih 1 per 100000 per tahun, dengan
angka prevalensi sebesar 18 per 100000. Malformasi arteriovenosa bertanggungjawab pada
15

1%2% kasus stroke, 3% stroke pada usia muda, dan 9% kasus perdarahan subarachnoid.
Malformasi arteriovenosa menyebabkan gangguan neurologi dengan 3 mekanisme: (1)
perdarahan yang dapat masuk ke ruang subarachnoid, ruang intra ventrikuler, dan parenkim
otak, (2) kejang pada 15%40% pasien dengan AVM, dan (3) defisit neurologi yang progresif
pada 612% pasien, melalui mekanisme semakin membesarnya ukuran AVM atau fenomena
kekurangan aliran darah akibat aliran darah langsung dari arteri ke vena (stealing
phenomenon).10 Tatalaksana medis untuk malformasi arteriovenosa bersifat individual,
tergantung pada demografik, riwayat penyakit, dan hasil angiografi. Terapi invasif untuk
malformasi arteriovenosa dapat meliputi embolisasi endovaskuler, reseksi bedah, dan radiasi
fokal. Terapi invasif dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi.12
Diskrasia darah dan stroke
Abnormalitas

hematologi

merupakan

salah

satu

faktor

risiko

penyakit

serebrovaskuler. Gangguan koagulasi merupakan faktor predisposisi terjadi thrombosis.


Gannguan hemostatik yang sering dihubungkan dengan stroke adalah gangguan faktor V
Leiden, defisiensi protein C dan S dan antithrombin III, anemia sickle cell,
hiperhomosisteinemia, dan sindroma antiphospholipid antibodi. Diskrasia darah atau
hiperkoagulabilitas sebagai penyebab stroke harus dicurigai ada kondisikondisi berikut ini:
(1) usia < 50 tahun, tanpa penyebab stroke yang jelas, (2) riwayat stroke berulang yang tidak
dapat dijelaskan, (3) riwayat thrombosis vena sebelumnya, (4) riwayat thrombosis pada
keluarga, dan (5) abnormalitas hasil tes koagulasi. Sindroma anti phospholipid harus
dicurigai pada pasien dengan riwayat abortus berulang, demensia, neuropati optik dan
sindroma lupus.11,12,13 Tatalaksana diskrasia darah sebagai penyebab stroke masih
kontroversial. Manfaat dan risiko terapi harus dipertimbangkan benar. Anti koagulan
merupakan pilihan terapi utama. Tindakan profilaksis harus diberikan pada saatsaat risiko
tinggi, misalnya: kehamilan, immobilisasi, atau masa post operasi. 12
Penyakit jantung kongenital dan stroke
Atrial fibrilasi merupakan salah satu faktor risiko stroke kardioembolik yang utama.
Berbagai kondisi penyakit jantung lain yang simptomatik maupun asimptomatik dihubungkan
pula dengan peningkatan risiko stroke. Kelainan jantung diperkirakan ikut bertanggungjawab
pada kurang lebih 40% kasus kriptogenik stroke pada usia muda. Kelainan jantung bawaan
yang terkait dengan peningkatan risiko stroke adalah Patent Foramen Ovale, Atrial Septal
Defect, dan Atrial Septal Aneurisma). 13
16

Penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, dan stroke


Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk kokain, amfetamin, dan
heroin berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat
mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis , menyebabkan embolisasi, endokarditis
infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah. Penelitian
epidemiologi terdahulu memperlihatkan hubungan kurva Jshape untuk konsumsi alkohol
dan faktor risiko stroke. Hal ini berarti bahwa konsumsi alkohol ringan sampai sedang
memiliki efek protektif, namun konsumsi berlebih meningkatkan risiko stroke. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam dosis kecil atau sedang akan
meningkatkan kolesterol HDL, mengurangi agregasi platelet, dan menurunkan konsentrasi
fibrinogen plasma. Konsumsi alkohol berlebih akan meningkatkan risiko hipertensi,
hiperkoagulabilitas, mengurangi aliran darah otak, dan meningkatkan risiko atrial fibrilasi.12,13

17

Tabel 4. Pemeriksaan Spesifik pada Stroke Iskemik Usia Muda9

18

DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai