Anda di halaman 1dari 69

Skenario

Seorang laki-laki usia 50 tahun masuk ke Puskesmas dengan kesadaran


menurun sekitar 2 jam yang lalu. Pasien mengeluarkan kalimat namun tidak jelas,
mampu membuka mata saat ditepuk badannya dan dengan rangsang nyeri pasien
menggerakkan kedua ekstremitas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi radialis 100x/menit, pernapasan 28x/menit,
Suhu 37°C. Tinggi badan pasien 160 cm dan berat badan 120 kg. Menurut
keluarga, pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus namun tidak
teratur berobat.
Kata Sulit : -
Kata Kunci:
1. Laki laki 50 tahun
2. Kesadaran menurun sekitar 2 jam yang lalu
3. Pasien mengeluarkan kalimat namun tidak jelas
4. Mampu membuka mata saat ditepuk badannya
5. Dengan rangsang nyeri pasien menggerakkan kedua tangannya
6. TTV: TD 160/90 mmHg, Nadi 100x/menit, Pernapasan 28x/menit, Suhu 270C
7. Pemeriksaan Fisik: TB 160 cm, BB 120 Kg
8. Riwayat penyakit: DM, Hipertensi tidak berobat teratur
Pertanyaan:
1. Bagaimana tingkat kesadaran menurun terkait scenario?
2. Apa yang menyebabkan kesadaran menurun?
3. Bagaimana mekanisme kesadaran menurun terkait scenario?
4. Bagaimana penanganan awal terkait scenario?
5. Bagaimana cara memberikan tindakan lanjut bila terjadi kegagalan
pada penanganan awal?
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis terkait skenario!
7. Jelaskan diagnosis banding terkait skenario!
8. Perspektif islam!
1. Bagaimana tingkat kesadaran menurun pada skenario?
Kesadaran diatur oleh ascending reticular activating system (ARAS) dan
kedua hemisfer otak. ARAS terdiri dari beberapa saraf yang menghubungkan
batang otak dengan korteks serebri. Batang otak terdiri dari medulla oblongata,
pons, dan mesensefalon. Batang otak berperan penting dalam mengatur kerja
jantung, pernapasan, sistem saraf pusat, tingkat kesadaran, dan siklus tidur.
Tingkat kesadaran adalah pengukuran dari kesadaran dan respon klien terhadap
rangsangan dari lingkungan eksternal. Pengukuran tingkat kesadaran terbagi atas
2 macam, pengukuran tingkat kesadaran kualitatif dan kuantitatif yang
menggunakan Glasgow Coma Scale.

1. Tingkat Kesadaran Kualitatif:


a) Composmentis
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.

b) Apati
Keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.

c) Delirium
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.

d) Somnolen (Letergia, Obtundasi, Hipersomnia)


Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
e) Sopor (Stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, Pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.

f) Semi Koma (koma ringan)


Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks
(kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.

g) Koma
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan
spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri. Berdasarkan skenario,
interpretasi tingkat kesadaran pasien secara kualitatif yaitu masuk dalam
kategori Somnolen (Letergia, Obtundasi, Hipersomnia).

2. Tingkat Kesadaran Kuantitatif (Glasgow Coma Scale)


GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran secara kuantitatif pada pasien dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu
diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan
motorik/gerak. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (skor).

Tabel 1 Glasgow Coma Scale (GCS):


Nilai
Respon Membuka Mata
 Spontan 4
 Terhadap perintah/pembicaraan 3
 Terhadap rangsang nyeri 2
 Tidakmembukamata 1
ResponMotorik
 Sesuai perintah 6
 Mengetahui lokalisasi nyeri 5
 Reaksi menghindar 4
 Reaksi fleksi-dekortikasi 3
 Reaksi ekstensi-deserebrasi 2
 Tidak berespon 1
Respon Verbal
 Dapat berbicara dan memiliki
orientasi baik
5
 Dapat berbicara, namun
4
disorientasi
3
 Berkata-kata tidak tepat dan tidak
2
jelas
1
 Mengeluarkan suara tidak jelas
 Tidak bersuara

Hasil pemeriksaan dalam E…V…M… selanjutnya dijumlahkan. Nilai


GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4M6V5 dan terendah adalah 3 yaitu
E1M1V1.
Keterangan:
a. Skor 14-15 : Compos mentis
b. Skor 12-13 : Apatis
c. Skor 10-11 : Somnolent
d. Skor 8-9 : Stupor
e. Skor 6-7 : Semi koma
f. Skor≤ 5 : Koma
Berdasarkan skenario, interpretasi GCS pasien yaitu E2M5V4 dengan
jumlah nilai 11 jadi secara kuantitatif tingkat kesadaran pasien masuk dalam
kategori Somnolen.

Referensi :
- Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, American Academy of
N.Evidence- based guideline update: Determining brain death in adults:
Reportof the quality standards subcommittee of the American Academy
ofNeurology. Neurology 2010; 74: 1911-8.
- Singhal NS, Josephson SA. A practical approach to neurologic evaluation
inthe intensive care unit. J Crit Care 2014; 29(4): 627-33.
- Huff JS, Stevens RD, Weingart SD, Smith WS. Emergency neurological
lifesupport: Approach to the patient with coma. Neurocritical Care 2012;
17(S1):54-9.
- Yeo SS, Chang PH, Jang SH. The ascending reticular activating system
frompontine reticular formation to the thalamus in the human brain. Frontiers
inHuman Neuroscience [Internet]. 2013 [cited 2015 May 25]

2. Apa yang menyebabkan kesadaran menurun?


Intrakranial:
1. Trauma susunan saraf pusat
2. Gangguan perdarahan darah otak
3. Infeksi susunan saraf pusat
4. Tumor, Kejang, epilepsy
5. Penyakit degenerative susunan saraf pusat

Ekstrakranial:
1. Vaskuler: syok, payah jantung, hipertensi, hipotensi
2. Metabolik: hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik,
ketidakseimbangan elektrolit
3. Toksik: overdosis obat, alcohol abuse, keracunan CO, gas anastesi
4. Infeksi sistemik berat: pneumoni, malaria

Berdasarkan skenario, kemungkinan penyebab penurunan kesadaran adalah


pecahnya pembuluh darah otak secara tiba-tiba (strok hemoragic) hingga
menyebabkan perdarahan epidural kemudian terjadi peningkatan tekanan
intracranial.

Referensi:
Kumar, P. & Clark, M. 2006 Clinical Medicine, 6th ed. Elsevier Saunders,
Edinburgh London.

3. Patofisiologi penurunan kesadaran terkait skenario!


Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika
terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi
maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu
rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis
menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon
menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan
penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara
lain neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan gamma amino butyric acid
(GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri
termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending
reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari
pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral
dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara
difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch,
untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).

Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan


yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan
manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada
susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan
saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri
terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga
sebagai awareness. Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di
thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.

Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan


derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan
metabolic akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Gambar 1. ARAS (Ascending Reticular
Activating System)

Patomekanisme sesuai skenario


Diakibatkan karena pecahnya suatu mikro aneurisma dari Charcot
atauetatcrible diotak.Stroke hemoragik terjadi akibat adanya perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi bilaarteri di otak pecah, darah tumpah ke otak atau
rongga antara permukaan luar otakdan tengkorak.Perdarahan langsung ke
jaringan otak atau disebut perdarahan parenkim otak.

Perdarahan intraparenkim spontan (nontraumatic) paling sering pada


usiapertengahan dan lanjut, dengan insiden puncak pada usia sekitar 60 tahun.
Sebagian besar disebabkan oleh ruptur sebuah pembuluh intraparenkim kecil.
Sebaliknya, perdarahan otak merupakan penyebab sekitar 15% kematian pada
pasien dengan hipertensi kronis. Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi
memvaskularisasi otak rupture atau pecah, sehingga akan menyebabkan
kebocoran darah ke otak, dan radang menyebabkan otak tertekankarena adanya
penambahan volume cairan. Pada orang dengan hipertensikronis terjadi proses
degenerative pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri.Perubahan
degenerative ini dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, dapat
membentuk penggembungan penggembungan kecil setempat yang disebut
aneurisma Charcot-Bourchard. Aneurisma ini merupakan suatu locus
minorusresisten (LMR).
Ancaman utrama pendarahan intraserebral adalah hipertensi intracranial
akibatefek masa hematom. Tidak seperti infark, yang meningkatkan tekanan intra
cranialsecara perlahan ketika edema sitotoksik yang menyertainya bertambah.
Berat perdarahan intracranial meningkatkan tekanan intracranial dengan
sangat cepat. Peningkatan TIK ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran
karena dapat menekan medulla oblongata dan mengganggu RAS

Hipertensi

Disfungsi Endotel

Aneurisma

Pembuluh Darah di Otak


Pecah

Perdarahan di Otak

Stroke Hemoragik &


penurunan kesadaran

Bagan I. Patomekanisme penurunan kesadaran penderita hipertensi

Penurunan kesadaran bergantung pada kualitas perdarahan yang dapat


menyebabkan kerusakan structural maupunpenekanan pada medulla oblongata.
Penurunan kesadaran adalah presentasi klinis penderita DM yang dapat
ditemukan di unit gawat darurat karena komplikasi dari DM, terutama komplikasi
akut. Krisis hiperglikemik yaitu KAD, SHH, dan asidosis laktat maupun
hipoglikemik merupakan kondisi gawat darurat yang mengancam jiwa. Hipoglikemi
lebih umum terjadi dan hipoglikemi berat merupakan 3% penyebab kematian pada
pasien insulin-dependent DM.

Bagan 2. Patomekanisme penurunan kesadaran pada penderita DM

Penyebab dari penurunan kesadaran pada penderita DM, antara lain


hipoglikemi, asidosis (KAD dan asidosis laktat), hiperosmolaritas (SHH), dan uremic
ensefalopati (uremia karena gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetic nefropati).
Hipoglikemia menyebabkan edema selular, sedangkan hiperosmolaritas
menyebabkan sel mengkerut. Kedua kondisi selini menyebabkan penurunan
eksitabilitas sel-sel saraf yang menyebabkan penurunan kesadaran. Selain dua kondisi
tersebut, asidosis juga mempengaruhi eksitabilitas sel yang dapat berlanjut pada
penurunan kesadaran.
Reference:

1. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates


in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
2. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
3. Farzaneh A, Sorond. Does hypertension affect cerebral blood-flow
autoregulation J Neural Sci[internet].
4. Huang I. Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada
Penderita Diabetes Mellitus. Medicinus. 2018;5(2):48–57.

4. Bagaimana penanganan awal pada pasien dengan kesadaran menurun?

Pasien dinilai dan prioritas terapinya didasari olehjenis perlukaan, tanda-


tanda vital, dan mekanisme dari perlukaannya sendiri. Penanganan pasien berupa
primary survey yang cepat kemudianresusitasi, secondary survey, dan akhirnya
terapi definitif.

Primary survey mencakup ABCDE dari penanganan trauma dan


mengidentifikasi kondisi yang mengancam jiwa, sebagai berikut :
a. Airway maintenance
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulation dengan perdarahan terkontrol
d. Disability (penilaian status neurologis)
e. Exposure atau kontrol lingkungan

Airway
Penilaian pertama adalah memastikan jalan napas pasien paten yakni
dengan penilaian cepat untuk tanda- tanda obstruksi jalan napas, antara lain :
memeriksa benda asing, mengidentifikasi fraktur wajah, mandibular, dan/ atau
trakea/ laring, dan cedera lainnya serta pengisapan untuk membersihkan
akumulasi darah atau sekresi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.

Pasien dengan tanda-tanda obyektif kesulitan jalan nafas atau cadangan


fisiologis terbatas harus dikelola ventilasinya dengan sangat hati-hati agar
oksigen pasien tercukupi. Ini berlaku, antara lain, untuk pasien obesitas, pasien
anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan pasien yang mengalami trauma
wajah.

Berikut langkah- langkah untuk mengidentifikasi obstruksi jalan nafas :


a. Amati pasien untuk melihat apakah pasien agitasi ( menunjukkan hypoxia)
atau tidak (menunjukkan hiperkarbia). Sianosis indikasi untuk hypoxemia
karena oksigenasi tidak adekuat dan diidentifikasi dengan memeriksa lapisan
kuku dan kulit di sekitar. Cari retraksi dan penggunaan otot aksesori ventilasi
yang, jika ada, menunjukkan obstruksi jalan napas. Pemeriksaan nadi yang
digunakan pada awal penilaian jalan napas dapat mendeteksi oksigenasi yang
tidak adekuat.
b. Dengarkan suara abnormal. Napas yang bising adalah pernapasan yang
terhambat. Snoring, gurgling, dan stridor dapat dikaitkan dengan oklusi
parsial faring atau laring. Suara serak (disfonia) menyiratkan obstruksi laring
fungsional.

Jika masalah sudah teridentifikasi atau dicurigai, ambil tindakan segera untuk
meningkatkan oksigenasi dan mengurangi risiko penurunan ventilasi lebih lanjut.
Langkah-langkah ini termasuk teknik pemeliharaan jalan nafas, tindakan jalan
nafas definitif (termasuk jalan nafas bedah), dan metode pemberian ventilasi
tambahan.

Pada pasien yang memiliki tingkat kesadaran menurun, lidah dapat jatuh ke
belakang dan menghalangi hipofaring. Untuk segera memperbaiki obstruksi ini,
digunakan manuver chin-lift atau jaw-thrust. Jalan nafas kemudian dapat
dipertahankan dengan jalan nafas nasofaring atau orofaringeal. Manuver yang
digunakan untuk membangun jalan napas dapat menyebabkan atau memperburuk
cedera c-spine, sehingga pembatasan gerakan tulang belakang leher adalah wajib
selama prosedur ini.

Manuver Chin- Lift


Manuver chin- lift dilakukan dengan menempatkan jari- jari salah satu tangan
di bawah mandibula dan kemudian dengan lembut mengangkatnya ke atas untuk
membawa dagu kedepan. Dengan ibu jari tangan yang sama, tekan ringan bibir
bawah untuk membuka mulut. Ibu jari juga dapat ditempatkan di belakang gigi
seri bawah sambil mengangkat dagu secara bersamaan. Jangan melakukan
hiperekstensi leher saat menggunakan maneuver dagu.
Gambar 2. Manuver Chin-Lift

Gambar 2.1 Manuver Jaw- Thrust

Untuk melakukan manuverjaw- thrust, pegang sudut mandibula dengan


tangan di setiap sisi lalu dorong mandibula ke depan.
Gambar 3. Manuver Jaw- Thrust Nasopharyngeal Airway

Nasopharyngeal Airway dilakukan dengan cara memasukkan nasopharyngeal


airway tube dalam satu lubang hidung sampai ke orofaring posterior.
Sebelumnya harus dilumasi dengan baik dan dimasukkan ke dalam lubang
hidung yang tampaknya tidak terhalang.

Gambar 4. Nasopharyngeal airway

Oropharyngeal Airway
Oropharyngeal airway tube dimasukkan ke dalam mulut di belakang lidah.
Tube dimasukkan melalui jalan napas oral secara terbalik, dengan bagian
melengkung diarahkan ke atas, hingga menyentuh langit-langitlunak. Pada titik
itu, putar perangkat 180 derajat, sehingga bagian melengkung menghadap ke
bawah, dan selipkan ketempatnya di atas lidah.

Kedua teknik ini dapat menyebabkan muntah, dan aspirasi; oleh karena itu,
gunakan dengan hati-hati pada pasien yang sadar.
Gambar 5. Oropharyngeal Airway

Extraglottic and Supraglottic Device


Perangkat extraglottic, atau supraglottic berikut memiliki peran dalam
mengelola pasien yang memerlukan tambahan jalan nafas, di mana intubasi telah
gagal atau tidak mungkin berhasil. Diantaranya ada : Laryngeal Mask Airway
(LMA) dan Intubating LMA, Laryngeal Tube Airway (LTA) dan Intubating LTA,
dan Multilumen Esophageal Airway.

(a) (b) (c)

Gambar 6. (a) Laryngeal Mask Airway (LMA), (b) Laryngeal Tube Airway
(LTA), dan (c) Multilumen Esophageal Airway.

Pada skenario, diketahui pasien mengalami obesitas berdasarkan Indeks


Massa Tubuh (IMT) mencapai 46,875 kg/m2 sehingga bisa mengalami kesulitan
saat mengamankan jalan napas serta pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga untuk mengamankan jalan nafas bisa dilakukan maneuver Chin-lift dan
Jaw Thrust sebagai penanganan awal.

Breathing
Patensi jalan nafas saja tidak menjamin ventilasi yang memadai.
Diperlukan pertukaran gas yang memadai untuk memaksimalkan oksigenasi dan
eliminasi karbondioksida. Ventilasi membutuhkan fungsi paru-paru, dinding
dada, dan diafragma.

Untuk menilai distensi vena jugularis, posisi trakea, dan perjalanan


dinding dada, pajankan leher dan dada pasien. Lakukan auskultasi untuk
memastikan aliran udara di paru-paru. Inspeksi visual dan palpasi dapat
mendeteksi cedera pada dinding dada yang dapat mengganggu ventilasi. Perkusi
toraks juga dapat mengidentifikasi kelainan, tetapi selama resusitasi yang bising
evaluasi ini mungkin tidak akurat.
Pada keadaan cedera intracranial dapat menyebabkan pola pernapasan
abnormal dan mempengaruhi ventilasi yang adekuat. Cidera sumsum tulang
belakang cervical dapat menyebabkan paresis atau kelumpuhan otot pernapasan.
Semakin proksimal cedera, semakin besar kemungkinan gangguan pernapasan.
Cedera di bawah level C3 mengakibatkan pasien memperlihatkan suatu pola
pernapasan di mana perut terdorong keluar saat inspirasi, sementara tulang rusuk
bagian bawah ditarik masuk. Presentasi ini disebut sebagai "pernapasan perut"
atau "pernapasan diafragma." Pola pernapasan ini tidak efisien dan menghasilkan
napas yang cepat dan dangkal yang menyebabkan atelektasis dan perfusi ventilasi
yang tidak sesuai dan akhirnya gagal napas.

Langkah-langkah berikut dapat membantu dalam mengidentifikasi tanda-


tanda obyektif dari ventilasi yang tidak adekuat:
1. Lihat naik turunnya dada secara simetris dan pergerakan dinding dada yang
adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan pada tulang rusuk,
pneumotoraks, atau flail chest. Napas yang terengah-engah dapat
mengindikasikan ancaman segera terhadap ventilasi pasien.
2. Dengarkan gerakan udara di kedua sisi dada. Penurunan atau tidak
terdengarnya suara nafas pada satu atau kedua hemitoraks menandakan
adanya cedera toraks. Waspadalah terhadap laju pernapasan yang cepat,
karena takipnea dapat mengindikasikan gangguan pernapasan.
3. Gunakan pulse oxymeter untuk mengukur saturasi oksigen pasien dan
mengukur perfusi perifer, tetapi tidak mengukur kecukupan ventilasi. Selain
itu, saturasi oksigen rendah dapat menjadi indikasi hipoperfusi atau syok.
Sensor kecil ditempatkan di jari, jari kaki, daun telinga, atau tempat lain yang
nyaman.
4. Gunakan kapnografi pada pernapasan spontan dan pasien yang diintubasi
untuk menilai apakah ventilasi memadai dengan menilai tingkat
karbondioksida.

Ketika ventilasi tidak memadai, pasien harus menerima oksigen tambahan.


Jika pasien tidak diintubasi, oksigen harus diberi melalui alat reservoir masker
secara manual (self inflating bag- valve- mask) atau secara mekanis (Ventilator)
untuk mencapai oksigenasi yang optimal. Gunakan pulse oksimeter untuk
memantau kecukupan saturasi oksigen hemoglobin. Berikan oksigen untuk
mencapai saturasi oksigen antara 94-98%.

Circulation
Gangguan peredaran darah pada pasien trauma dapat terjadi akibat berbagai
cedera. Volume darah, curah jantung, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi
utama yang perlu dipertimbangkan.

Volume Darah dan Curah Jantung


Mengidentifikasi, mengendalikan perdarahan dengan cepat, dan memulai
resusitasi merupakan langkah penting dalam menilai dan mengelola pasien
tersebut. Setelah tension pneumothorax dikeluarkan sebagai penyebab syok,
pertimbangkan bahwa hipotensi setelah cedera adalah karena kehilangan darah
sampai terbukti sebaliknya. Penilaian cepat dan akurat terhadap status
hemodinamik pasien yang cedera sangat penting. Unsur-unsur pengamatan klinis
yang menghasilkan informasi penting dalam hitungan detik adalah tingkat
kesadaran, perfusi kulit, dan denyut nadi.
a. Tingkat Kesadaran
Ketika volume darah berkurang, perfusi serebral dapat terganggu
sehingga menghasilkan tingkat kesadaran yang berubah.
b. Perfusi Kulit
Tanda ini dapat membantu mengevaluasi pasien hipovolemik. Seorang
pasien dengan kulit merah muda, terutama di wajah dan ekstremitas, jarang
mengalami hipovolemia kritis setelah cedera. Sebaliknya, seorang pasien
dengan hipovolemia mungkin memiliki kulit wajah abu-abu pucat dan
ekstremitas pucat.
c. Denyut nadi
Denyut yang cepat dan cepat biasanya merupakan tanda hipovolemia.
Nilai denyut nadi sentral (misalnya, Arteri femoralis atau karotis) secara
bilateral untuk kualitas, kecepatan, dan keteraturan.

Perdarahan
Identifikasi sumber perdarahan sebagai eksternal atau internal. Perdarahan
eksternal diidentifikasi dan dikendalikan selama primary survey. Kehilangan
darah yang cepat dan eksternal dikelola dengan tekanan manual langsung pada
luka. Tourniquets efektif dalam memberhentikan perdarahan di ekstremitas tetapi
membawa risiko cedera iskemik pada ekstremitas itu. Gunakan tourniquet hanya
ketika tekanan langsung tida kefektif dan kehidupan pasien terancam.

Area utama pendarahan internal adalah dada, perut, retroperitoneum,


panggul, dan tulang panjang. Sumber perdarahan biasanya diidentifikasi dengan
pemeriksaan fisik dan pencitraan (misalnya, Rontgen dada, rontgenpanggul,
penilaian terfokus dengan sonografi untuk trauma). Manajemen segera dapat
mencakup dekompresi dada, dan aplikasi alat penstabi lpanggul dan/ atau bidai
ekstremitas.

Syok terkait dengan cedera paling sering berasal hipovolemik. Dalam


kasus tersebut, mulai terapi cairan IV dengan kristaloid yang dipanaskan baik
dengan penyimpanan di lingkungan yang hangat (misalnya, 37° C hingga 40° C,
atau 98,6° F hingga 104° F). Berikan bolus cairan awal yang dihangatkan dari
cairan isotonik. Dosis yang biasa adalah 1 liter untuk orang dewasa dan 20 mL /
kg untuk pasien anak dengan berat kurangdari 40 kilogram.
Amati respons pasien selama pemberian cairan awal ini dan dasarkan
keputusan terapi dan diagnostic lebih lanjut pada respons ini. Infus cairan dan
darah dalam volume besar dalam upaya mencapai tekanan darah normal bukanlah
pengganti kontrol definitive perdarahan. Jika jumlah cairan diperlukan untuk
memulihkan atau mempertahankan perfusi organ yang memadai dan oksigenasi
jaringan sangat melebihi perkiraan ini, dengan cermat menilai kembali situasi dan
mencari cedera yang tidak dikenal dan penyebab syok lainnya.

Disability
Evaluasi neurologis yang cepat menentukan tingkat kesadaran dan ukuran
serta reaksi pupil pasien; mengidentifikasi keberadaan tanda-tanda lateralisasi;
dan menentukan tingkat cedera sumsum tulang belakang, jika ada.

GCS adalah metode cepat, sederhana, dan obyektif untuk menentukan


tingkat kesadaran. Skormotorik GCS berkorelasi denganhasil. Penurunan tingkat
kesadaran pasien dapat mengindikasikan penurunan oksigenasi otak dan / atau
perfusi, atau mungkin disebabkan oleh cedera otak langsung. Tingkat kesadaran
yang berubah menunjukkan kebutuhan untuk segera mengevaluasi kembali
oksigenasi, ventilasi, dan status perfusipasien. Hipoglikemia, alkohol, narkotika,
dan obat-obatan lain juga dapat mengubah tingkat kesadaran pasien.
Pada skenario didapatkan skor GCS E2M4V3 = 9 yang mana masuk
dalam range Moderate (sedang) dan pasien dalam keadaan Stupor.

Exposure
Selama primary survey lepaskan pakaian pasien sepenuhnya untuk
pemeriksaan dan penilaian menyeluruh. Setelah menyelesaikan penilaian, tutupi
pasien dengan selimut hangat atau alat pemanasan eksternal untuk mencegah
pasien dari mengalami hipotermia.. Hangatkan cairan intravena sebelum
digunakan, dan pertahankan lingkungan yang hangat. Hipotermia dapat terjadi
ketika pasien datang, atau dapat berkembang dengan cepat di UGD jika pasien
ditemukan dan menjalani pemberian cairan suhu kamar atau darah dingin dengan
cepat. Karena hipotermia adalah komplikasi yang berpotensi mematikan pada
pasien yang terluka, ambil tindakan agresif untuk mencegah hilangnya panas
tubuh dan mengembalikan suhu tubuh ke normal. Suhu tubuh pasien adalah
prioritas yang lebih tinggi dari pada kenyamanan penyedia layanan kesehatan,
dan suhu daerah resusitasi harus ditingkatkan untuk meminimalkan hilangnya
panas tubuh. Menggunakan cairan aliran tinggi yang lebih hangat untuk
memanaskan cairan kristaloid hingga 39°C (102,2°F). Ketika penghangat cairan
tidak tersedia, microwave dapat digunakan untuk menghangatkan cairan
kristaloid.

Referensi:
Singhal NS, Josephson SA. A practical approach to neurologic evaluation
inthe intensive care unit. J Crit Care 2014; 29(4): 627-33.

5. Bagaimana cara memberikan tindakan lanjut bila terjadi kegagalan pada


penanganan awal?
Tindakan lanjut yang dilakukan apabila penanganan awal gagal:
Trakeostomi
Lakukan Trakeostomi, merupakan tindakan membuat jalan napas baru dengan
membuat lubang pada trakea. Trakeostomi menurut urgensi dibagi atas:
a. Emergency tracheostomy, dilakukan pada keadaan darurat, biasanya di daerah
glottis
b. Orderly tracheostomy, merupakan tindakan berencana, dilakukan pada cincin
trakea III atau dibawahnya.

Indikasi:
a. Pasien yang tampak pucat atau sianotik
b. Terjadinya obstruksi jalan napas
c. Terdapat benda asing di subglotis
d. Cedera parah pada wajah dan leher

Komplikasi:
a. Perdarahan
b. Infeksi pada tulang rawan tiroid
c. Stenosis trakea

Krikotiroidotomi
Krikotiroidotomi surgical lebih mudah dilakukan, perdarahan lebih sedikit
dan lebih cepat dikerjakan dari pada trakeostomi.
Krikotirodotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan
gawat napas k. Dengan cara membelah membran krikotiroid untuk dipasang
anul. Membrane ini terletak dekat kulit,tidak terlalu kaya darah sehingga lebih
mudah dicapai.Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya
darurat. Krikotiroidotomi di bagi menjadi 2 macam yaitu needle
cricothyroidotomy dan surgical cricothyroidotomy.
1. Needle Cricothyroidotomy
Pada needle cricothyroidotomy,sebuah semprit dengan jarum digunakan untuk
melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trakea. Setelah
jarum menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke
tenggorokan dan dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
2. Surgical Cricothyroidotomy
Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya membuat
insisi melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan memasukkan
pipa untuk ventilasi pasien.

Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adam’sapple) mudah di identifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan
tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membrane
krikotiroid terdapat diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi
dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan
dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago
tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul
bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara.

Secondary Survey
Dimulai setelah primary survey selesai. Pada secondary survey dievaluasi dari
kepala sampai kaki pasien, yaitu riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, termasuk
penilaian kembali tanda-tanda vital.

Riwayat Pasien
a. Alergi
b. Obat-obatan yang saat ini digunakan
c. Riwayat penyakit/ kehamilan
d. Riwayat makan
e. Peristiwa/ Lingkungan yang terkait dengan cedera

Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
b. Tulang belakang
c. Leher
d. Dada
e. Perut
f. Panggul
g. Perineum
h. Rectum
i. Vagina
j. System musculoskeletal
k. System neurologis

a. Kepala
Secondary survey dimulai dengan evaluasi kepala untuk mengidentifikasi ada
tidaknya trauma neurologis dan trauma lainnya yang signifikan. Pada kepala
diperiksa ada tidaknya trauma laserasi, kontusio, dan fraktur.
Jika edema disekitar mata lakukan pemeriksaan lebih dalam, seperti:
1. Ketajaman penglihatan
2. Ukuran pupil
3. Pendarahan konjungtiva atau fundus
4. Luka tusuk
5. Kontak lensa (dilepassebelum edema terjadi)
6. Dislokasi lensa
7. Okular yang terperangkap
Salah satu pemeriksaan ketajaman visual dapat dilakukan dengan
menggunakan Snellen chart.gerakan ocular perlu diperiksa untuk mengeliminasi
gangguan otot ekstra okuler dikarenakan fraktur orbita.

b. Struktur Maxillofacial
Pemeriksaan wajah terdiri dari palpasi struktur yang bertulang, penilaian
oklusi, pemeriksaan intraoral, dan penilaian jaringan lunak.
Trauma maxillofacial tidak berhubungan dengan obstruksi jalan nafas atau
pendarahan massif yang harus diatasi hanya setelah pasien stabil dan trauma
yang mengancam nyawa telah diatasi. Pasien dengan fraktur midface mungkin
juga memiliki fraktur platcribriform. Untuk pasien-pasien ini, intubasi lambung
harus dilakukan melalui rute oral.

c. Tulang belakang dan leher


Pasien dengan trauma maxillofacial atau kepala harus dicurigai memiliki
trauma tulang belakang sehingga gerakan leher harus dibatasi.

Pemeriksaan leher terdiri dari inspeksi, palpasi dan auskultasi. Cervical spine
tenderness, emfisema subcutaneous, deviasi trachea, dan fraktur laring dapat
ditemukan. Artericarotis harus dipalpasi dan auskultasi.

d. Dada
Inspeksi pada dada depan dan belakang dapat mengidentifikasi kondisi seperti
open pneumothorax, flail chest. Pemeriksaan lengkap dari dada membutuhkan
palpasi seluruh dinding dada termasuk clavicula, tulang rusuk dan sternum.
Tekanan pada sternum dapat menyebabkan nyeri jika terdapat fraktur atau
separasi costokondral pada sternum. Kontusio dan hematoma pada dinding dada
dapat menandakan cedera occult.
Reevaluation
Pasien harus dievaluiasi secara berkala, memastikan tidak ada kelainan yang
terlewatkan, ataupun adanya kelainan baru. Pemantauan terus-menerus tanda
vital, saturasi oksigen, dan pengeluaran urin sangat penting. Untuk pasien
dewasa, normalnya urin keluar 0,5 mL/kg/jam.

Referensi:
Stewart RM. Advanced Trauma Life Support. 10th ed. American College of
Surgeons; 2018.
6. Langkah-langkah diagnosis terkait skenario!
Anamnesis:
Melakukan allo anamnesis dikarenakan pasien tidak dapat berbicara dengan jelas
(disorientasi) dan dalam keadaan kesadaran menurun.
- Nama : Tn. X
- Umur : 50 tahun
- Alamat: -
- Pekerjaan: -
- Keluhan utama: Datang dengan penurunan kesadaran
- Onset: Dua jam yang lalu
- Keluhan tambahan: Tidak didapatkan keluhan tambahan pada skenario
Tidak ada keluhan pusing, mual, muntah, rasa baal, dan tidak diketahui
kronologi kejadian pada skenario
- Riwayat penyakit: DM dan Hipertensi
- Riwayat pengobatan: Tidak disebutkan jenis obat yang diberikan namun
diketahui bahwa pengobatan tidak teratur
- Riwayat keluarga: Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik:
- Melakukan penilaian pada keadaan umum pasien dan pasien datang dengan
keadaan umum sedang yaitu dibawa oleh orang lain, keluarga atau kerabat
dikarenakan pasien tidak dapat pergi ke layanan kesehatan dengan sendirinya
akibat penurunan kesadaran yang pasien alami.
- Melakukan penilaian status gizi pasien dan didapatkan status gizi pasien
adalah:
IMT = BB/ TB² = 120/(1,6)² = 46, 875 Kg/m² (Obes II)
- Pemeriksaan TTV:
Tekanan darah: 160/90 mmHg (Hipertensi grade II)
Nadi: 100x/menit (Berada dibatas atas nadi normal)
Pernapasan: 28x/menit (Normal, cenderung meningkat)
Suhu: 37°C (Normal)

Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan status kesadaran (GCS) yang telah dibahas pada nomor 1
2. Pemeriksaan nervus cranialis
3. Pemeriksaan motorik
4. Pemeriksaan sensorik
5. Pemeriksaan susunan saraf otonom
6. Pemeriksaan fungsi koordinasi
7. Pemeriksaan fungsi luhur

Pemeriksaan nervus cranialis terdirir atas:


- Nervus olfaktorius, menilai fungsi pembau dari hidung
- Nervus optikus, menilai ketajaman penglihatan dan lapang pandang
- Nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, dan nervus abducens menilai
fungsi pupil, kelopak mata, dan gerakan bola mata
- Nervus trigeminus, menilai sensorik dan motorik wajah
- Nervus facialis, menilai otot wajah, 2/3 lidah bagian depan dan glandula
sublingual
- Nervus akustikus, menilai pendengaran dan keseimbangan
- Nervus glosofaringeus, menilai 1/3 lidah belakang
- Nervus vagus, menilai fungsi motorik, sensorik hingga parasimpatik
- Nervus asesorius, menilai fungsi normal bahu dan leher
- Nervus hipoglosus, menilai ekstrinsik dan ekstrinsik lidah

Pemeriksaan motorik
- Bentuk otot: hipertrofi atau hipotrofi
- Tonus otot: hipertoni atau hipotoni
- Kekuatan otot:
- Normal
- Mampu melawan gravitasi dengan kekuatan besar/ kecil
- Gerakan sendi tidak mampu melawan gravitasi
- Hanya kontraksi otot
- Tidak ada kontraksi sama sekali
- Cara berdiri dan berjalan
- Gerakan spontan abnormal: tremor, atetosis, balisme

Pemeriksaan Sensorik
- Sensibilitas permukaan (exteroceptif) : rasa raba, halus, nyeri, suhu
- Sensibilitas dalam (proprioceptif) : rasa sikap, getar nyeri dalam struktur
- Fungsi kortikal untuk sensibilitas : pengenalan bentuk rabaan

Pemeriksaan Fungsi Koordinasi


- Observasi, tes hidung – jari – hidung, tes tumit
Pemeriksaan Fungsi Kortikal
- Bahasa: otak sebelah kiri dominan dalam penguasaan bahasa, kemampuan
bicara, sedangkan otak kanan dominan dalam kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi
- Memori
- Visuospasial
- Emosi/ Personality
- Kognisi

Pemeriksaan Fungsi Luhur


Terkait kesadaran, proses berpikir, psikomotorik, psikosensorik, bicara dan
bahasa

Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Dapat diperiksa jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, fungsi hati,
fungsi ginjal, elektrolit, kadar gula darah

2. Cairan serebrospinal
Bila ada indikasi yang kuat, misalnya pada kasus tertentu (meningitis,
ensefalitis, perdarahan subarakhnoidal), diperlukan pemeriksaan cairan
serebrospinal.

Pemeriksaan Radiologi
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). CT Scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/ atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk
pemberian terapi trombolitik. MRI kepala dilakukan jika diperlukan untuk
melihat adanya kelainan struktur otak. EKG (elektrokardiogram) dan foto thoraks
dapat dilakukan jika diperlukan untuk mendeteksi kelainan pada jantung.

7. Diagnosis banding terkait skenario!

Stroke

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian
serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk.

Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang


disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang terganggu.

Epidemiologi
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan
pembunuh no.1di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke
di Indonesia punselalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien
stroke membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 %
membutuhkanbantuan orang lain untuk dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan
pekerjaan.

Etiologi
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda
dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya
thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut; lumen arteri menyempit dan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, melepaskan kepingan
thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma ,
robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema: Darah kental, peningkatan
viskositas/hematokrit dapat melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa.
- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
- Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

b. Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan


darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menimbulkan emboli, yaitu:

- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark


miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium.Sumber di jantung fibrilasi atrium
(tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
- Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis,
arteri vertrebralis distal.
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.

c. Hemoragik merupakan perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi


perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak
yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam
dan degenerasi pembuluh darah.

d. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia

e. Hipoksia lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

Faktor Risiko Stroke


Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented).

1. Non modifiable risk factors :


a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur 55 th,
insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
penuaan (degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang
lanjut usia pembuluh darahnya lebih kaku karena adanya plak (atheroscelorsis).

b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini mungkin terkait
bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok ternyata dapat nerusak lapisan
dari pembuluh darah tubuh.

c. Berat badan lahir rendah


Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg rendah (<
2500 g) ketika lahir.

d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras kulit hitam. Hal ini disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat
penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang
berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. Gen berperan
besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes
dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua
atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko stroke.

2. Modifiable risk factors


a. Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama
Stroke sumbatan.  Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi
daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi,
sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi
diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang
(borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada
peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi
menyebabkan aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh darah mengalami
penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan menimbulkan perdarahan.
Stroke yang terjadi paling banyak oleh karena hipertensi adalah hemoragik.

Paparan asap rokok


Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung dan
kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun perdarahan.Pada meta
analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-studi lainnya, perokok memegang
peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan
usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak
pada khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang
dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita. 

Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria,
femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai
dua kali lipat bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.  Dari
arterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat pembuluh
darah sehingga mengakibatkan iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi otak
menurun dan akhirnya terjadi stroke. Pada DM, akan mengalami penyakit
vaskuler sehingga juga terjadi penurunan makrovaskulerisasi.
Makrovaskulerisasi menyebabkan peningkatan suplai darah ke otak. Dengan
adanya peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga terjadi
edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga terjadi penurunan
penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga terjadi hiperosmolar
sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otak menurun sehingga stroke bisa
terjadi.

Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu


Kelainan jantung  merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan faktor
resiko untuk semua jenis stroke, namun pada tekanan darah berapapun, gangguan
fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan
gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan
usia .Selain itu, total serum kolesterol  , LDL maupun trigliserida yang tinggi
akan meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan
hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis.  

Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kolesterol LDL yang tinggi
(normal : < 100 mg/dl), kolesterol HDL (normal : 35-59 mg/dl) yang rendah,
dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan
risiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang
lain (misalnya:hipertensi, merokok, obesitas). Berbagai penelitian epidemiologi
secara konsisten menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang
dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar kolesterol darah total
akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%. Di lain sisi peningkatan 1 mmol/
L kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) akan menurunkan risiko stroke sebesar.

Stenosis arteri karotis


Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan permukaan
dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya disebabkan oleh aterosklerosis.

Sickle cell disease


Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat suplay darah ke
otak.

Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan  memiliki tekanan darah, kadar glukosa darah dan
serum lipid yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal
ini meningkatkan resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64
tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada kelompok yang
lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan
tekanan darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas  juga
memegang peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada
daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis. Meskipun
riwayat stroke dalam keluarga penting pada peningkatan resiko stroke, namun
pembuktian dengan studi epidemiologi masih kurang. 

b. Less well-documented and modifiable risk factors


Penyalahgunaan alkohol
Pecandu alkohol berat memiliki resiko stroke dan kematian akibat
stroke yang lebih tinggi. Pada penelitian  di Yugoslavia terdapat hubungan 
antara konsumsi alkohol dengan insiden stroke perdarahan.  Namun, tidak ada
hubungan yang signifikan dengan stroke sumbatan. 
Penggunaan kontrasepsi oral
Resiko strok meningkat pada penggunaan kontrasepsi oral, terutama pada
wanita berumur lebih dari 35 tahun, dan yang memiliki faktor resiko penyakit
kardiovaskuler, seperti hipertensi dan merokok. Resiko relatif stroke pada
pemakai ataupun bekas pengguna kontrasepsi oral meningkat 5 kali lipat,
terutama pada kelompok perokok dan diatas usia 35 tahun. 

Nyeri kepala migren


Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up- regulasi dari ikatan
leukosit spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Proses ini
dihasilkan oleh leukosit yang menyebabkan terjadinya hambatan pada
endhotelium. Mekanisme ini dapat diterangkan melalui peristiwa pada stroke dan
akhirnya dihubungkan dengan migrain.

Kondisi medis/ Medical Condition


Tekanan Darah hipertensi dapat sangat meningkatkan risiko stroke. Merokok,
makan diet tinggi garam, dan minum alkohol terlalu banyak semua dapat
meningkatkan tekanan darah Anda. High kolesterol darah yang tinggi dapat
membangun timbunan lemak (plak) pada dinding pembuluh darah. Deposito
dapat memblokir aliran darah ke otak, menyebabkan stroke. Diet, olahraga, dan
sejarah keluarga mempengaruhi kadar kolesterol darah gangguan o disease.
Common Jantung jantung dapat meningkatkan risiko stroke. Misalnya, penyakit
arteri koroner (CAD) meningkatkan risiko Anda karena zat lemak yang disebut
plak blok arteri yang membawa darah ke jantung. Kondisi jantung lainnya,
seperti cacat katup jantung, denyut jantung tidak teratur (termasuk fibrilasi
atrium), dan bilik jantung membesar, bisa menyebabkan penggumpalan darah
yang bisa pecah longgar dan menyebabkan stroke.

Diabetes
Memiliki diabetes dapat meningkatkan risiko stroke dan bisa membuat hasil
stroke parah. Diabetes adalah suatu kondisi yang menyebabkan darah untuk
membangun terlalu banyak gula bukannya memberikan kepada jaringan tubuh.
Gula darah tinggi cenderung terjadi dengan tekanan darah tinggi dan kolesterol
tinggi.

Kegemukan dan obesitas


Kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan kadar kolesterol
total, meningkatkan tekanan darah, dan mempromosikan perkembangan diabetes.
Sebelumnya stroke atau transient ischemic attack (TIA). Jika Anda telah
memiliki stroke atau TIA, juga dikenal sebagai "mini-stroke," ada kemungkinan
besar bahwa Anda bisa mengalami stroke di masa depan.

Penyakit sel sabit


Ini adalah kelainan darah yang berhubungan dengan stroke iskemik, dan
terutama mempengaruhi anak-anak Afrika-Amerika dan Hispanik. Stroke dapat
terjadi jika sel-sel sabit terjebak dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah ke otak. Sekitar 10% dari anak-anak dengan penyakit sel sabit akan
memiliki stroke.
Perilaku/Behaviour
Gunakan Tembakau
Merokok melukai pembuluh darah dan mempercepat pengerasan arteri.
Karbon monoksida dalam asap rokok mengurangi jumlah oksigen yang dapat
membawa darah Anda. Canincrease asap rokok risiko stroke bagi orang yang
tidak merokok.

Alkohol
Minum terlalu banyak alkohol meningkatkan tekanan darah Anda, yang
meningkatkan risiko stroke. Hal ini juga meningkatkan kadar trigliserida, suatu
bentuk kolesterol, yang bisa mengeras arteri Anda.

Ketidakaktifan fisik
Tidak mendapatkan cukup latihan bisa membuat Anda mendapatkan berat
badan, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol.
Ketidakaktifan juga merupakan faktor risiko untuk diabetes.

Riwayat keluarga
Memiliki riwayat keluarga stroke meningkatkan kemungkinan stroke. Cari
tahu lebih lanjut tentang jenis risiko pada genomik CDC dan penyakit situs Web
pencegahan.

Usia dan jenis kelamin


Semakin tua Anda, semakin besar kemungkinan Anda untuk mengalami
stroke. Untuk usia 65 dan lebih tua, laki-laki berada pada risiko yang lebih besar
daripada wanita untuk mengalami stroke.
Ras dan etnis
Kulit hitam, Hispanik, dan Indian / Alaska Amerika Pribumi memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami stroke daripada non-Hispanik kulit
putih atau Asia. Lihat peta interaktif CDC untuk mempelajari lebih lanjut tentang
ras dan risiko stroke.

Patofisiologi Stroke
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung).. Thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Jika sirkulasi
serebral terhambat,
dapat berkembang
cerebral.. Perubahan
irreversible dapat anoksia
lebih dari 10 menit.
Anoksia serebtal dapat
terjadi oleh karena
gangguan yang
bervariasi, salah satunya
cardiac arrest.
Bagan 3. Patofisiologi Stroke

Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke debedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:

1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istorahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena,
dan kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah
putamen, talamus, pons dan serebellum
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal adari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar perenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebri. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme
ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.

Tabel 2. Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid

Gejala PIS PSA


Timbunlnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsngan +/- +++
meninggal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke non hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Tabel 3. Perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik

Gejala (anamnesa) Stroke nonhemoragik Stroke hemoragik


Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Peringatan Bengun pagi/istirahat +
Nyeri kepala +50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran +/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Perdarahan retina - +
Edema pupil - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hipertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, penyakit
koroner, perifer, emboli jantung hemolisis (HDH)
pada kelianan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada - +
LP
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
plandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemister/vasospasme
Ct scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial densitas
hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang silver Perdarahan retina dan
wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi
Tekanan Normal Meningkat
Warna Jernih Merah
Eritrisit <250/mm3 >1000/mm3
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.

Manifestasi Klinis Stroke


a. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
b. Mual dan muntah
c. Kaku kuduk
d. Penurunan kesadaran
e. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian
tubuh, terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
f. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh,
terutama jika hanya salah satu sisi.
g. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
h. Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric
i. Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
(kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia (ketidak
mampuan melakukan tindakan yang dipelajari).
j. Gangguan persepsi
k. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
l. Disfungsi kandung kemih

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:


a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan)
3. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan

c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi

d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
- Hemiparese sebelah kiri tubuh
- Penilaian buruk 
- Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
- Mengalami hemiparese kanan
- Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
- Kelainan bidang pandang sebelah kanan
- Disfagia global
- Afasia
- Mudah frustasi
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
- Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
- Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
- Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
- Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
- Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
- Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
- Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
- Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
- Disartria (bicara pelo atau cade)
- Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
- Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

Tabel 4. Perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut


Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya Sering Tidak, kec lesi di
Sering batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan Ada Ada Tidak ada
kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak Sering dari awal
ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N Tidak ada Bisa ada Tidak ada
III
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya
defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun,
kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.

Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and


Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal
yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali
siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali.
Mual dan muntah sering terjadi ketika pada permulaan serangan.
Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19
hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan
gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering
terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema
pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Gejala Stroke Non Hemoragik :


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)
dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
- Gangguan mental.
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
- Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila
tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.


- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
- Meningkatnya refleks tendon.
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
- Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien
sulit bicara (disatria).
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran.
- Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
- Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontra lateral.
- Ketidakmampuan membaca (aleksia).
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


- Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan
otak.
- Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
- Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan
otak.
- Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka
setelah terjadinya kerusakan otak.
- Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah
tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan
gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan
tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat
dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita
tidak boleh melihat jarinya).
- Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
- Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
- Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa
di otak.
- Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.
Pemeriksaan Diagnostik Stroke
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan
diagnosis klien stroke meliputi:

a. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

b. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT Scan
Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari Computerized Tomography
scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan digunakan untuk
mengetahui adanya lesiinfark di otak dan merupakan baku emas untuk diagnosis
stroke iskemik karena memilikisensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidakdapat memberikan
gambaran yang jelas pada onset kurang dari 6 jam, tidak semua rumahsakit
memiliki, mahal, ketergantungan pada operator dan ahli radiologi, memiliki efek
radiasi dan tidak untuk pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik yaitu
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.

d. Magenetic Imaging Resonance (MRI)


Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.

e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis

f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik dalam jaringan
otak.

g. Pemeriksaan Kimia Darah dan Darah Rutin


Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali

h. Pemeriksaan Darah Lengkap


Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

i. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Berkaitan dengan fungsi dari Jantung untuk pemeriksaan penunjang yang
berhubungan dengan penyebab stroke.

j. Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health)


Sebagai pengkajian status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk
menentukan status defisit neurologis pasien dan penunjang stadium.
Untuk mempermudah mengenal gajal stroke, dapat digunakan Prehospital
Stroke Scale :
a. Mulut Mengok (Facial drop)
Abnormal bisa satu wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau
memperlihatkan gigi.

b. Arm Drift
Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun ke bawah apalagi bila
diseratakan pronasi (Pasien disuruh menutup mata dan mengangkat kedua lengan
selama 10 detik.

c. Bicara Abnormal
Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara pelo.

Penatalaksanaan stroke hemoragik

1. Terapi stroke hemoragik pada seranga akut


a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian bedah saraf
c. Neurologis
- Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
- Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
- Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil ‘
- Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali selama
3-5 hari, kemudian satu kali selama 1-3 hari.
- Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4xperhari IV; Contrical dosis
pertama 30.000 ATU, kemudian 10.00 ATU x 2 perharu selama 5-10
hari
- Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
- Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum

Profilaksis Vasospasme

- Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml (10 mg per hari IV


diberikan 2 mg perjam selama 10-14 hari)
- Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid.
- Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri pulmonal, luka tekan,
cairan purulen pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan
perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan pencegahan komplikasi
- Terapi infus, pemantauan AGD, tromboembolisme arteri pulmonal,
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan
biokimia darah
- Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan
internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua hari sekali
Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

Komplikasi

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,


komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi deformitas,
dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).

Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan akibat


pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat
bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari
penyakit stroke, yaitu:

1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.

Pencegahan

1. Hindari merokok, kopi dan alkohol


2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal ( cegah kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makkanan berkolesterol dan lemak (daging,durian,alpukat,keju dan
lainnya)
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak mkan buah dan sayuran)
6. Olahraga yang teratur.

Referensi:

1. Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang


GPDO dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
2. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
3. Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : salemba medika
4. Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
5. Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
6. Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification
(NIC). United States of America: Mosby Elsevier.
7. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Ketoasidosis Metabolik
Definisi
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I ,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia,
asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut
diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan
dapat sampai menyebabkan syok.

Epidemiologi
Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000 penghidap diabetes dan
masih menjadi problem yang merepotkan di rumah sakit terutama rumah sakit
dengan fasilitas minimal. Angka kematian berkisar 0,5-7% tergantung dari
kualitas pusat pelayanan yang mengelola KAD tersebut. Di negara Barat yang
banyak penghidap diabetes tipe 1, kematian banyak diakibatkan oleh edema
serebri, sedangkan di negara yang sebagian besar penghidap adalah diabetes tipe
2, penyakit penyerta dan pencetus KAD sering menjadi penyebab kematian.

Etiologi
Penyebab tersering terjadinya KAD adalah infeksi, Pencetus lain diantaranya
adalah menghentikan atau mengurangi insulin, infark miokard, stroke akut,
pankreatitis dan obat-obatn. Awitan baru atau penghentian pemakaian insulin
seringkali menjadi sebab DM Tipe 1 jatuh pada keadaan KAD. Pada beberapa
pasien yang dianggap DM tipe 2, kadang-kadang tidak ditemukan pencetus yang
jelas dan setelah diberikan insulin dalam periode pendek keadaannya cepat
membaik.

Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol
dan hormon pertumbuhan dan somatostatin); keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun,
dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan
tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis.Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem
homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah
banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator terutama
epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya
lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam
lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati
dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama ialah asam
asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidoksi butirat.(3HB0 dan aseton. Meskipun sudah
tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus
memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel,
memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas),
menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi
melalui siklus krebs dalam mitokondria sel.
Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis osmotik,
dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan tersebut akan memicu lebih lanjut
hormon stress sehingga akan terjadi perburukan hiperglikemia dan
hiperketonemia. Ketoasidosis akan diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi
jaringan yang buruk.
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormon kontra regulator
yang meningkat sebagai respon terhadap kondisi stress seperti sepsis, trauma,
penyakit gastroentestinal yang berat, infark miokard akut, stroke dan lain-lain,
keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk menekan lipolisis menjadi tidak
cukup secara relatif karena dibutuhkan lebih banyaki insulin untuk metabolisme
dan untuk menekan lipolisis.

Manifestasi Klinis
- Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.
- Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi.
- Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan
syok.
- Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung
sampai koma.
- Pola napas Kussmaul.
Diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis bisa ditemukan riwayat seorang penghidap DM dengan
keluhan poliuri, polidipsi, rasa lelah, kram otot, mual muntah dan nyeri perut.
Pada keadaan yang berat dapat ditemukan keadaan penurunan kesadaran sampai
koma

Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi, nafas kussmaul jika asidosis berat,
takikardi, hipotensi atau syok, flushing, penurunan berat badan, dan tentunya
adalah tanda-tanda dari masing-masing penyakit penyerta.

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan kadar glukosa darah, dimana gula darah lebih dari 250 mg/dl
dianggap sebagai kriterian diagnosis utama KAD
- Elektrolit
- Analisa gas darah
- Keton darah dan urin
- Osmolaritas serum
- Darah perifer lengkap dengan hitung jenis
- Anion gap
- EKG
- Foto polos dada

Tabel 5. Kriteria Diagnosis KAD

Kriteria Diagnosis KAD


1. Kadar glukosa >250 mg%
2. pH <7,35
3. HCO3 rendah
4. Anion gap yang tinggi
5. Keton serum positif

Tatalaksana
Prinsip pengobatan
Begitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai.
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin
3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

a. Terapi Cairan
Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal penatalaksanaan KAD
setelah resusitasi kardiorespirasi. Terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan
intraselular, intravaskular, interstisial dan restorasi perfusi ginjal. Jika tidak ada
masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan isotonik (NaCL 0,9%)
diberikan dengan dosis 15-20 cc/kgBB/jam pertama atau satu jam sampai satu
setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut cairan pada jam-jam berikutnya
tergantung pada keadaan hemodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan produksi
urin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan 24 jam, dan penggantian
cairan sangat mempengaruhi pencapaian target gula darah, hilangnya benda
keton, dan perbaikan asidosis.
b. Insulin
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. Pemberian insulin
intravena kontinyu lebih disukai karena waktu paruhnya pendek dan mudah
dititrasi. Dari beberapa studi prospektif dengan randomisasi didapatkan bahwa
pemberian insulin reguler dosis rendah intravena merupakan cara yang efektif
dan terpilih. Jika dosis insulin intravena yang diberikan sekitar 0,1-1,15 unit/jam,
maka sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) diawal. Dengan
pemberian insulin intravena dosis rendah diharapkan terjadi penurunan glukosa
plasma dengan kecepatan 50-100 mg/dl setiap jam sampai glukosa turun ke
sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin diturunkan menjadi 0,02-0,05
unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah berada di sekitar 150-200 mg/dl maka
pemberian infus dextrose dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia.

c. Kalium
Pasien KAD akan mengalami hiperkalemia melalui mekanisme asidemia,
defisiensi insulin, dan hipertonisitas. Jika pada saat masuk kalium pasien normal
atau rendah, maka sesungguhnya terdapat defisiensi kalium yang berat di tubuh
pasien sehingga butuh pemberian kalium yang adekuat karena terapi insulin akan
menurunkan kalium lebih lanjut. Monitor jantung perlu dilakukan pada keadaan
tersebut agar jangan terjadi aritmia. Untuk mencegah hipokalemia maka
pemberian kalium sudah dimulai manakala kadar kalium di sekitar batas atas
nilai normal.

d. Bikarbonat
Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi bikarbonat tidak
direkomendasikan diberikan rutin, kecuali jika PH darah kurang dari 6,9. Hanya
saja pada keadaan dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan, seringkali sulit
membedakan apakah asidosisnya karena KAD atau karena gagal ginjalnya. Efek
buruk dari koreksi bikarbonat yang tidak pada tempatnya adalah meningkatnya
risiko hipokalimia, menurunnya asupan oksigen jaringan, edema serebri dan
asidosis susunan saraf pusat paradoksal.

e. Fosfat
Serum fosfat sering ditemukan dalam keadaan normal atau meningkat saat
awl. Kadar fosfat akan turun dengan pemberian insulin. Dari beberapa studi tidak
ditemukan manfaat nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan pemberian fosfat
yang berlebihan akan mencetuskan hipokalsemia berat. Pada keadaan konsentrasi
serum fosfat kurang dari 1 mg /dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, anemia
atau depresi nafas akibat kelemahan otot maka koreksi fosfat menjadi
pertimbangan penting. Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar
glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan
terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa
mencapai <200 mg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa.

Komplikasi
Komplikasi tersering adalah hipoglikemia, hipokalemia, dan hiperglikemia
berulang. Hiperkloremia juga sering didapatkan hanya saja biasanya sementara
dan tidak membutuhkan terapi khusus. Komplikasi lain yaitu kelebihan cairan,
termasuk edema paru sehingga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
gagal jantung.

Pencegahan

1. Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan keluarga


2. Monitoring gula darah secara terstruktur
3. Manajemen hari-hari sakit
4. Memantau keton dan beta-hidroksibutirat
5. Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan
6. Diet makanan cair mudah cerna saat sakit
7. Pemauntauan ketat pada saat pasien resiko tinggi
8. Edukasi khusu untuk pasien pengguna pompa insulin

Prognosis
Umumnya pasien membaik setelah diberikan insulin dan terapi standar
lainnya jika komorbid tidak terlalu berat, biasanya kematian pada pasien KAD
adalah karena penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian
meningkat sering dengan meningkatnya usia dan beratnya penyakit penyerta.

Referensi :
1. Setiati S,Alwi, Sudoyo AW,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2017
2. Sudoyo W.Aru dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta.
2006
3. Nurul Hidayati. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Di Ruang ICU RSUD A. Wahab
Sjahranie Samarinda. Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Samarinda.2015

8. Perspektif Islam
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yunus: 57).

Makna ayat:
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian nasihat
dari tuhan kalian yang memperingatkan kalian dari siksaan Allah dan menakuti
kalian dengan ancamanNYa (penyakit), yaitu al-qur’an dan apa yang
dikandungnya berupa ayat-ayat dan nasihat-nasihat untuk memperbaiki akhlak-
akhlak kalian dan amal perbuatan kalian. Dan di dalamnya juga terdapat obat
bagi hati (dada) dari kebodohan, kesyirikan dan seluruh penyakit,serta
merupakan petunjuk lurus bagi orang yang mengikutinya dari seluruh makhluk,
sehingga menyelamatkannya dari kebinasaan. Allah menjadikannya sebagai
kenikmatan dan rahmat bagi kaum mukminin dan mengistimewakan mereka
dengan itu secara khusus; karena merekalah yang dapat mengambil manfaat
dengan iman, sedangkan orang-orang kafir, maka ia adalah kegelapan bagi
mereka.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap orang dengan penyakit di dalam


dadanya (sakit secara organ maupun perasaan) yang terkait dengan skenario ini
(hipertensi) merupakan sebuah peringatan apabila kita menerimanya dengan
sabar maka ini akan menjadi petunjuk untuk selalu mengingat Allah dengan Al-
Qur’an sedangkan bagi orang kafir merupakan kegelapan/ musibah bagi mereka.
”Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Asy Syuara: 80)

Makna ayat:
Dan sifat keempat adalah pemberi kesembuhan. Jika aku sakit, Allah adalah
Dzat yang menyembuhkanku dari penyakit setelah aku menerima beberapa sebab
(kesembuhan) seperti obat.

Dengan demikian maka kita tidak pernah berputus asa atas penyakit yang kita
alami meski penyakit berat (stroke) sekalipun karena kita senantiasa mengingat
Allah sebagai penyembuh.

Daftar Pustaka
1. Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, American Academy of
N.Evidence- based guideline update: Determining brain death in adults:
Reportof the quality standards subcommittee of the American Academy
ofNeurology. Neurology 2010; 74: 1911-8.
2. Singhal NS, Josephson SA. A practical approach to neurologic evaluation
inthe intensive care unit. J Crit Care 2014; 29(4): 627-33.
3. Huff JS, Stevens RD, Weingart SD, Smith WS. Emergency neurological
lifesupport: Approach to the patient with coma. Neurocritical Care 2012;
17(S1):54-9.
4. Yeo SS, Chang PH, Jang SH. The ascending reticular activating system
frompontine reticular formation to the thalamus in the human brain. Frontiers
inHuman Neuroscience [Internet]. 2013 [cited 2015 May 25]
5. Kumar, P. & Clark, M. 2006 Clinical Medicine, 6th ed. Elsevier Saunders,
Edinburgh London.
6. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
7. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
8. Farzaneh A, Sorond. Does hypertension affect cerebral blood-flow
autoregulation J Neural Sci[internet].
9. Huang I. Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada Penderita
Diabetes Mellitus. Medicinus. 2018;5(2):48–57.
10. Singhal NS, Josephson SA. A practical approach to neurologic evaluation
inthe intensive care unit. J Crit Care 2014; 29(4): 627-33.
11. Stewart RM. Advanced Trauma Life Support. 10th ed. American College of
Surgeons; 2018.
12. Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang
GPDO dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
13. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
14. Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : salemba medika
15. Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
16. Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
17. Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification
(NIC). United States of America: Mosby Elsevier.
18. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
19. Setiati S,Alwi, Sudoyo AW,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2017
20. Sudoyo W.Aru dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta. 2006
21. Nurul Hidayati. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Di Ruang ICU RSUD A. Wahab Sjahranie
Samarinda. Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Samarinda.2015

Anda mungkin juga menyukai