Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PBL

MODUL KDRT
BLOK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Tutor:
dr. Zulfahmidah

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4:
Resky Asfiani Rahman 110 2016 0051
Nur Ainun Pateda 110 2016 0135
A.Siti Nur Pranana Ummah F. 110 2016 0043
Halisa Rahmasari 110 2016 0133
Muh. Syawal Rahis 110 2016 0079
Anastasia Nugraha Pratiwi 110 2016 0056
Firda Luthfiani Safna 110 2016 0045
Andi Nurul Fadillah 110 2016 0123
Andi Indah Khairunnisa 110 2016 0134
Dewi Putri Pratiwi 110 2016 0068
Syapitri Syamsul 110 2016 0162

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
Skenario 2.2
Seorang anak laki-laki diantar oleh gurunya ke IGD dengan keluhan perdarahan dari
anus. Menurut pasien, kejadian tersebut disebabkan karena pamannya memaksa
memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus pasien. Pasien tinggal serumah dengan
paman dan bibinya karena sudah tidak memiliki orangtua. Sebelum dipaksa melakukan
hubungan seksual, pasien mengaku dijanjikan uang jajan dan diancam agar tidak
memberitahukan kejadian tersebut kepada siapapun.

Luka lecet pada paha kanan sisi belakang Luka bekas gigitan pada punggung sisi kiri

Hasil pemeriksaan anus


A. Kata kunci
1. Seorang anak laki-laki
2. Keluhan perdarahan dari anus.
3. Menurutnya, kejadian tersebut disebabkan karena pamannya memaksa
memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus pasien
4. Pasien tinggal serumah dengan paman dan bibinya karena sudah tidak
memiliki orangtua.
5. Pasien mengaku dijanjikan uang jajan dan diancam agar tidak
memberitahukan kejadian tersebut kepada siapapun.
B. Pertanyaan Penting
1. Bagaimana deskripsi luka/trauma yang dialami oleh pasien?
2. Bagaimana mekanisme luka berdasarkan skenario?
3. Apakah agen penyebab luka/trauma pada kasus berdasarkan Cause of
Damage (COD)?
4. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual!
5. Jelaskan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga!
6. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pada korban?
7. Apa saja Dasar hukum yang mengatur berdasarkan skenario?
8. Bagaimana penanganan yang dilakukan berdasarkan skenario?
9. Jelaskan perspektif Islam berdasarkan skenario!

C. Jawaban Pertanyaan
1. Deskripsi luka/trauma yang dialami oleh pasien
Jawab:

Deskripsi Luka :

a. Luka pada paha


1. Jumlah luka : 1 buah luka
2. Jenis luka : Luka tertutup
3. Lokasi (regio anatomi) : Tungkai atas (paha) kanan sisi belakang
4. Lokasi (absis ordinat) : Tidak dapat diidentifikasi
5. Bentuk : Lonjong
6. Ukuran : Tidak dapat diidentifikasi
7. Karakteristik luka :
 Batas luka : Berbatas tegas
 Permukaan rata
 Warna luka : Berwarna coklat-kemerahan
 Wilayah di sekitar batas luka : Kulit intak, tidak ada tanda-tanda luka
lainnya

Kesimpulan : Terdapat 1 (satu) buah luka tertutup di regio tungkai atas kanan
sisi belakang akibat kekerasan trauma tumpul.

b. Luka bekas gigitan


1. Jumlah luka : 1 buah luka
2. Jenis luka : Luka tertutup
3. Lokasi (regio anatomi) : Punggung sisi kiri
4. Lokasi (absis ordinat) : Tidak dapat diidentifikasi
5. Bentuk : Doughnout shaped (bulat)
6. Ukuran : Panjang : 5 cm
Lebar : 4 cm
Kedalaman : Tidak dapat diidentifikasi
7. Karakteristik luka :
 Batas luka : Berbatas tegas
 Permukaan rata
 Warna luka : Ungu-kebiruan
 Wilayah di sekitar batas luka : Ada memar di sekitar luka (bite mark)
Kesimpulan : Terdapat 1 (satu) buat luka tertutup di punggung sisi kiri disertai
memar di sekitar batas luka akibat kekerasan trauma tumpul.

c. Luka pada anus


1. Jumlah luka : 1 buah luka
2. Jenis luka : Luka terbuka
3. Lokasi (regio anatomi) : Anus
4. Bentuk : Swallow tail
5. Ukuran : Tidak dapat diidentifikasi
6. Karakteristik luka :
 Batas luka : Berbatas tegas
 Permukaan tidak rata
 Tepi tidak rata
 Luas dalam batas luka : Tidak dapat diidentifikasi
 Wilayah di sekitar batas luka : Terdapat luka lecet disekitar luka

Kesimpulan : Terdapat satu buah luka terbuka di anus disertai luka lecet di
wilayah sekitar luka akibat kekerasan trauma tumpul.

2. Mekanisme luka berdasarkan skenario


Jawab:
MEKANISME LUKA GIGITAN

Tiga mekanisme utama yang terkait dengan produksi bekas gigitan adalah;
tekanan gigi, tekanan lidah dan gesekan gigi.1

Tanda tekanan gigi disebabkan oleh aplikasi tekanan langsung oleh tepi insisal
gigi anterior / tepi oklusal gigi posterior .Tingkat keparahan tanda gigitan
tergantung pada durasi, tingkat kekuatan yang diterapkan dan tingkat pergerakan
antara gigi dan jaringan. Presentasi klinis dari tekanan gigi menunjukkan area pucat
yang mewakili tepi insis dan memar yang mewakili margin insisal. 1
Tekanan lidah disebabkan ketika bahan yang dimasukkan ke dalam mulut
ditekan oleh lidah ke gigi / palatal rugae dan tanda khas hadir karena mengisap /
menyodorkan lidah.1

Mengikis gigi disebabkan oleh gesekan gigi dengan gigi permukaan yang
umumnya melibatkan gigi anterior. Presentasi klinis dapat berupa goresan dan
lecet. Goresan dan lecet yang mengindikasikan ketidakteraturan dan kekhasan tepi
insisal berguna dalam identifikasi. 1

Karena tekanan yang diciptakan oleh gigitan gigi dan tekanan negatif yang
diciptakan oleh lidah dan efek pengisapan, ada perdarahan ekstra-vaskular yang
menyebabkan memar di bagian tengah luka bekas gigitan. Memar ini menunjukkan
perubahan warna selama periode waktu karena cedera mengalami proses
penyembuhan pada kulit individu yang hidup.1

FASE PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh mempunyai pelindung dalam menahan perubahan lingkungan yaitu
kulit. Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka
terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis
penyembuhan luka. Proses penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediatedan
fase lanjut. Masing – masing fase memiliki proses biologis dan peranan sel yang
berbeda. Pada fase awal, terjadi hemostasis dimana pembuluh darah yang terputus pada
luka akan dihentikan dengan terjadinya reaksi vasokonstriksi untuk memulihkan aliran
darah serta inflamasi untuk membuang jaringan rusak dan mencegah infeksi bakteri.
Pada fase intermediate, terjadi proliferasi sel mesenkim, epitelialisasi dan
angiogenesis. Selain itu terjadi pula kontraksi luka dan sintesis kolagen pada fase ini.
Sedangkan untuk fase akhir, terjadi pembentukan luka / remodelling.2
Fase Awal (Hemostasis dan Inflamasi)
Pada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah
menyebabkan pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis. Proses
ini memerlukan peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah normal, terdapat
produk endotel seperti prostacyclin untuk menghambat pembentukan bekuan darah.
Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan collagen
terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh protein
fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit akan
menutup kapiler untuk menghentikan pendarahan. 2
Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan dengan faktor
pembekuan V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X. Aktivitas protrombinase
dimulai, memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin kembali mengaktifkan
platelet lain dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin
berlekatan dengan sel darah merah membentuk bekuan darah dan menutup luka. Fibrin
menjadi rangka untuk sel endotel, sel inflamasi dan fibroblast. 2
Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu komponen rangka
tersebut dihasilkan fibroblast dan sel epitel. Fibronectin berperan dalam membantu
perlekatan sel dan mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka. Rangka fibrin -
fibronectin juga mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat luka dan bertindak sebagai
penyimpan faktor – faktor tersebut untuk proses penyembuhan. 2
Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.
Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat),
dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri
yang mengkontaminasi luka. 2
Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler
untuk membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh epinephrin,
norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera. Setelah 10-15
menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh serotonin,
histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk endotel. Hal ini yang
menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat. Sel mast yang terdapat pada
permukaan endotel mengeluarkan histamin dan serotonin yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal ini mengakibatkan plasma
keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler. 2
Leukosit berpindah ke jaringan yang luka melalui proses aktif yaitu diapedesis.
Proses ini dimulai dengan leukosit menempel pada sel endotel yang melapisi kapiler
dimediasi oleh selectin. Kemudian leukosit semakin melekat akibat integrin yang
terdapat pada permukaan leukosit dengan intercellular adhesion moleculer (ICAM)
pada sel endotel. Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke jaringan
yang luka. Agen kemotaktik seperti produk bakteri, complement factor , histamin,
PGE2, leukotriene dan platelet derived growth factor (PDGF) menstimulasi leukosit
untuk berpindah dari sel endotel. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama
adalah neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis.
Netrofil juga mengeluarkan protease untuk mendegradasi matriks ekstraseluler yang
tersisa. Setelah melaksanakan fungsi fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh
makrofag atau mati. Meskipun neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi,
keberadaan neutrofil yang persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk
mengalami proses penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi
menjadi luka kronis. 2
Pada hari kedua / ketiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka melalui
mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai sel yang
sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri
dan jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk mendegradasi matriks
ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material asing,
merangsang pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag merupakan
penghasil sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi
kolagen, pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan lainnya. 2
Limfosit T muncul secara signifikan pad hari kelima luka sampai hari ketujuh.
Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan menghasilkan sitokin, seperti IL-2
dan fibroblast activating factor . Limfosit T juga menghasilkan interferon-γ (IFN- γ),
yang menstimulasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sel
T memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis. 2
Fase Intermediate (Proliferasi)
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda
radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan
pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi
platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast.
Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih
dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari ketiga
sampai hari kelima. 2
Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks mettaloproteinase
(MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari
fibroblast adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan
III adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia.
Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan
kemudian kolagen tipe III digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan
bertambah banyak dan menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada
luka.2
Pembentukan pembuluh darah baru / angiogenesis adalah proses yang
dirangsang oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk proliferasi sel. Selain itu
angiogenesis juga dierlukan untuk mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan
distimulasi kondisi laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan tekanan
oksigen di jaringan. 2

Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi akan
mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel dapat terjadi
antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast
growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming
growth factor- β (TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen.
Kemudian deposisi dari membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler. 2
Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan
dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang
dihasilkan makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi.
Heparin, yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler, berikatan dengan berbagai
faktor angiogenik lainnya. Vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor
angiogenik yang poten dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan fibroblast
selama proses penyembuhan. 2
Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali
lapisan kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak
dengan ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru
terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga
membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan
dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin.
Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan
membantu pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi
MMP lainnya ketika bermigrasi. Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan
granulasi. Jaringan granulasi akan berperan sebagai perantara sel – sel untuk
melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri dari tiga sel yang berperan penting yaitu
fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel – sel ini akan menghasilkan ECM dan
pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan granulasi. Jaringan ini muncul
pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja menghasilkan ECM untuk
mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara migrasi keratinosit.
Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan menghasilkan growth factor
yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang sel endotel
untuk membentuk pembuluh darah baru. 2
Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah
luka. Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga
bisa berlanjut apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan
rata – rata 0,6 sampai 0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit
sekitar yang longgar. Sel yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah
myofibroblast. Sel ini berasal dari fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen
di sitoplasmanya. 2
Fase Akhir (Remodelling)
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan
Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan
mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan
tahanan luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan
kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe
III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu
ketiga hingga minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan
mencapai 90% dari kekuatan kulit normal. 2
Gambar : Mekanisme penyembuhan luka

Patomekanisme luka/trauma

Anatomi Anorektal

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan
oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian
posterior.3

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.
Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.3

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis


(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina)
yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis
inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna,
mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus.3

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh
n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan
m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf
parasimpatis).3

Patofisiologi Trauma

Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh


darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem
organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi
tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian
seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah :4,5

a. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
b. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.
c. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk
menjaga cardiac output.
d. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon
ini.
e. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
f. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit
pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
g. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

Mekanisme luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau
kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang
terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama
dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.4,5

Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil
menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi
kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan
energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan
tidak menimbulkan memar. 4,5

Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan menyebabkan
penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak
hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya. 4,5

Klasifikasi luka

a. Abrasi
b. Kontusi
c. Laserasi
d. Luka insisi
Patomekanisme Luka Lecet

Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan


epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat
pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya
akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat
jaringan. 4,5

Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti
kertas berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna
kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna.Kerusakan yang mengenai lapisan
atas dari epidermis akibat kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan yang
kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang. 4,5

 Ciri luka lecet :


- Sebagian atau seluruh epitel hilang
- Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang
- Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
 Ante mortem
Warna coklat kemerahan karena eksudasi
Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena

Patomekanisme Fissura Ani

Apabila feses yang keras melewati anal canal akan terjadi perenggangan dan
merobek mucosa anal. Fissura ani biasanya terjadi pada bagian anterior dan posterior,
diduga daerah ini merupakan daerah lemah.. Ketika feses tersebut melewati anal canal,
massa akan disalurkan ke bagian anterior dan posterior oleh karena adanya otot pada
bagian lateral. Fissura akan meningkatkan kontraksi internal anal sphincter dan
meningkatkan tekanan istirahat pada anal canal. Peningkatan tekanan menyebabkan
iskemia pada area disekitar fissura. Adanya spasme yang berulang pada anal canal dan
adanya iskemia yang berlanjut akan menyebabkan fissura menjadi kronis oleh karena
ulkus yang tidak dapat sembuh.5,6

Dasar fissura ani akut merupakan suatu lapisan tipis putih yang melapisi jaringan
ikat submucosa dan otot longitudinal, yang menyebar dari intersphinteric groove
kemudian melapisi otot sirkular sphincter interna. Pada fissura ani akut ulkus tampak
berbatas tegas,tidak terdapat indurasi,odema atau kavitasi. 5,6

Struktur dan fungsi sistem reproduksi pria dan wanita pada hakikatnya saling
melengkapi. Secara anatomi vagina dirancang untuk menerima penis. Struktur vagina
yang terdiri atas epitel skuamosa dan dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti
tabung yang berfungsi untuk masuknya penis ke dalam vagina wanita. Sedangkan,
rektum, dilapisi dengan permukaan mukosa yang halus dan satu lapisan epitel
kolumnar terutama untuk reabsorpsi air dan elektrolit. Rektum tidak memiliki
kemampuan untuk proteksi mekanis terhadap abrasi dan kerusakan parah pada mukosa
kolon dapat terjadi jika benda yang besar, tajam, atau runcing dimasukkan ke dalam
rektum. Anus dan rektum, tidak seperti vagina. Anus dan rectum tidak mengandung
fungsi pelumas alami. Pemasukan benda yang tidak dilubrikasi atau pelebaran anus
yang tidak adekuat sebelum pemasukan benda besar dapat menyebabkan jaringan
laserasi. Sfingter anal internal dan eksternal adalah cincin elastis otot yang umumnya
tetap tertutup, kecuali saat defekasi. Sfingter anal juga berfungsi dalam pengeluaran
feses yang mengarah keluar dari tubuh. Ketika terjadi suatu usaha yang dilakukan
untuk memasukkan sesuatu ke arah sebaliknya, otot-otot sphincter akan berkonstriksi.
5,6
3. Agen penyebab luka/trauma pada kasus berdasarkan Cause of Damage (COD)?
Jawab:

COD1

Current Finding : Satu buah luka lecet pada paha kanan sisi belakang

A1: Kerusakan lapisan epidermis

A2: Hilangnya seluruh atau sebagian lapisan kulit (epidermis)

A3: Trauma benda tumpul

B: -

COD2

Current Finding : Satu buah luka bekas gigitan pada punggung sisi kiri

A1: Perdarahan di bawah jaringan kulit

A2: Kerusakan pembuluh darah di bawah kulit

A3: Trauma tumpul

B: -

COD3

Current Finding : Luka Robek

A1: Perdarahan pada mukosa anus

A2: Kerusakan pembuluh darah pada mukosa anus

A3: Robeknya mukosa anus


A4: Trauma tumpul

B: -

4. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual


Jawab:
 Faktor pada pelaku

1) Faktor Ekonomi
Baik disadari maupun tidak di sadari lingkungan ekonomi sangatlah
mempengaruhi timbulnya kejahatan.Orang yang berasal dari lingkungan ekonomi
mengah kebawah cenderung kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan
kejahatan di banding orang yang memiliki ekonomi mapan. Kejahatan yang
dilakukan oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah cenderung menjurus
kepada kejahatan warungan yaitu kejahatan yang marak di masyarakat dan
mengandalkan pada kekuatan fisik mereka, seperti pencurian, perampokan,
pemerkosaan, pencabulan. Penganiayaan, dan sebagainya.Pelaku yang belum
memiliki pasangan hidup (istri) dan ingin menyalurkan hasarat seksualnya namun
terbentur oleh masalah biaya, sehingga mereka tidak dapat membayar para PSK (
pekerja sekskomersial) maka akan menyalurkannya kepada siapa saja yang di
temuinya. Mereka cenderung memilih anak- anak karena menganggap bahwa
anak- anak tidak akan melakukan perlawanan, artinya anak di anggap piah yang
lemah yang dapat di perdaya pelaku. Karena hidup di dalam kemiskinan
menyebabkan pelaku tidak mengenyam pendidikan sehingga akan mempengaruhi
pola fikir mereka, mereka cenderung mencari cara yang paling mudah untuk
menyalurkan hasrat biologisnya yaitu menjadikan anak sebagai korbannya, tanpa
memikirkan apa yang akan mereka terima akibat dari perbuatan tersebut.7
2) Faktor Pendidikan
Faktor ini mempengaruhi pola berpikir (intelegensi) dalam diri si pelaku.
Dimana pendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali dapat
mempengaruhi cara berfikir manusia serta mempengaruhi pelaku dalam
kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini si pelaku tidak mempunyai rasa malu
dalam melakukan tindakan kejahatan, dengan minimnya pendidikan dan
keterampilan yang dimiliki mengakibatkan sulitnya mendapatkan lapangan
pekerjaan, disamping itu memang lapangan pekerjaan yang tersedia juga sangat
terbatas.7
Disisi lain karena rendahnya tingkat intelegensi si pelaku sehingga kurangnya
kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta
prilakunya sering dikuasai oleh emosional dari pada rasio.7
3) Faktor Agama/moral

Dalam faktor agama ini ditanamkan secara mapan keimanan dalam diri
si pelaku (pria dewasa) dan pelaku kurang dapat mengendalikan dirinya sendiri,
dalam arti kata faktor keimanan yang kurang kuat dalam menahan nafsu
sexnya, sehingga ia terjerumus melakukan kejahatan sodomi yang sudah tentu
diharamkan dan dilarang oleh agama. Oleh karena itu, pendidikan agama sangat
perlu ditanamkan sejak dini sehingga dapat mempertebal keimanan sebagai
pengendali tingkah laku dan hawa nafsunya sendiri. 7

4) Faktor Kejiwaan

Dimana dalam faktor ini seseorang yang mengalami gangguan


kejiwaannya akan merasa terangsang bila melihat wanita maupun laki-laki,
meskipun wanita maupun laki-laki tersebut masih dibawah umur (belum
dewasa), sehingga timbul keinginan untuk memperkosa atau mensodomi si
anak yang tanpa disadari bahwa yang diperkosa atau disosomi tersebut adalah
anaknya atau anak tetangganya atau bahkan orang yang belum di kenal sama
sekali oleh pelaku akibat dari gangguan kejiwaan tersebut. Seseorang akan
berbuat sesuatu yang tanpa disadarinya bahwa perbuatan yang dilakukannya itu
adalah perbuatan yang dilarang baik norma-norma masyarakat, hukum, agama
dan hal tersebut dapat menghancurkan masa depan anak. 7

5) Faktor lingkungan Yang Memberi Kesempatan


 Faktor Korban
1. Pelaku memaksa dan juga mengancam korban untuk menuruti keinginan
pelaku.
2. Korban takut melaporkan tindakan pelaku kepada orang lain.
3. Kurangnya pengetahuan korban tentang pendidikan seksual dan tidak
mengetahui jika hal tersebut dapat berdampak buruk pada dirinya.

5. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga


Jawab:

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 5 Undang-Undang PKDRT


dibagi menjadi 4 (empat) bentuk, yaitu; kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
seksual, dan penelantaran rumah tangga. Adapun bentuk-bentuk kekerasan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:8
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan rasa sakit kepada korban. Kekerasan fisik ini dapat berupa dorongan,
cubitan, tendangan, pemukulan dengan alat pemukul, siraman dengan zat kimia atau
air panas, menenggelamkan dan tembakan.Kekerasan fisik ini kadang diikuti oleh
kekerasan seksual, baik itu berupa serangan terhadap alat seksual maupun berupa
persetubuhan paksa. Moerti Hadiati Soeroso merangkum bentuk kekerasan fisik ini ke
dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu; kekerasan pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan.
Akibat dari kekerasan fisik dapat berupa luka ringan, luka sedang, luka berat, maupun
kematian.
Adapun definisi kekerasan fisik dalam Pasal 6 UndangUndang PKDRT adalah
sebagai berikut; “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah bentuk kekerasan yang menyerang atau ditujukan
kepada psikis (mental atau kejiwaan) seseorang, baik itu berupa penghinaan, komentar
yang ditujukan untuk merendahkan martabat seseorang, larangan, maupun ancaman.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang PKDRT memberikan pengertian kekerasan
psikis, sebagai berikut: “Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.”
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual, baik itu
telah terjadi persetubuhan atau tidak, dan tanpa memperdulikan hubungan antara
korban dan pelaku. Kekerasan seksual perlu dibedakan dengan kekerasan fisik karena
kekerasan seksual tidak sekadar melalui perilaku fisik.
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga dalam Pasal 9 Undang-Undang PKDRT adalah;
a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut.
b. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah
sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Penelantaran rumah tangga ini erat kaitannya dengan ekonomi, baik itu
berupa tidak diberikan biaya yang seharusnya ditanggung oleh pelaku demi
kelangsungan hidup korban atau berupa pembatasan atau larangan yang
menyebabkan ketergantungan ekonomi. Misal, suami melarang istri bekerja
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, serta tidak memberikan uang
belanja.

6. Pemeriksaan yang dilakukan pada korban


Anamnesis
Pada korban kekerasan seksual, anamnesis harus dilakukan dengan bahasa
awam yang mudah dimengerti oleh korban. Gunakan bahasa dan istilah-istilah yang
sesuai tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi korban, sekalipun mungkin terdengar
vulgar. Anamnesis dapat dibagi menjadi anamnesis umum dan khusus.
Hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis umum mencakup, antara lain:
- Umur atau tanggal lahir,
- Status pernikahan,
- Riwayat paritas dan/atau abortus,
- Riwayat haid (menarche, hari pertama haid terakhir, siklus haid),
- Riwayat koitus (sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau
setelah kejadian kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom atau
alat kontrasepsi lainnya),
- Penggunaan obat-obatan (termasuk NAPZA),
- Riwayat penyakit (sekarang dan dahulu), serta Keluhan atau gejala yang
dirasakan pada saat pemeriksaan.

Sedangkan anamnesis khusus mencakup keterangan yang terkait kejadian


kekerasan seksual yang dilaporkan dan dapat menuntun pemeriksaan fisik, seperti:

 What & How:


- jenis tindakan (pemerkosaan, persetubuhan, pencabulan, dan
sebagainya),
- adanya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan, serta jenisnya,
- adanya upaya perlawanan,
- apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian,
- adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum
atau setelah kejadian,
- adanya penetrasi dan sampai mana (parsial atau komplit),
- apakah ada nyeri di daerah kemaluan,
- apakah ada nyeri saat buang air kecil/besar,
- adanya perdarahan dari daerah kemaluan,
- adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar atau di dalam vagina,
- penggunaan kondom, dan - tindakan yang dilakukan korban setelah
kejadian, misalnya apakah korban sudah buang air, tindakan
membasuh/douching, mandi, ganti baju, dan sebagainya.
 When:
- tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor,
dan
- apakah tindakan tersebut baru satu kali terjadi atau sudah berulang.
 Where:
- tempat kejadian, dan
- jenis tempat kejadian (untuk mencari kemungkinan trace evidence dari
tempat kejadian yang melekat pada tubuh dan/atau pakaian korban).
 Who:
- apakah pelaku dikenal oleh korban atau tidak,
- jumlah pelaku,
- usia pelaku, dan
- hubungan antara pelaku dengan korban.
Pemeriksaan fisik
Saat melakukan pemeriksaan fisik, gunakan prinsip “head to toe”. Artinya,
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke
ujung kaki. Pelaksanaan pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan
umum korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan dokter fokus untuk ”life
saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik, perhatikan
kesesuaian dengan keterangan korban yang didapat saat anamnesis. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan dapat dibagi menjadi pemeriksaan umum dan khusus.
Pemeriksaan fisik umum mencakup:
- tingkat kesadaran,
- keadaan umum,
- tanda vital,
- penampilan (rapih atau tidak, dandan, dan lain-lain),
- afek (keadaan emosi, apakah tampak sedih, takut, dan sebagainya),
- pakaian (apakah ada kotoran, robekan, atau kancing yang terlepas),
- status generalis,
- tinggi badan dan berat badan,
- rambut (tercabut/rontok)
- gigi dan mulut (terutama pertumbuhan gigi molar kedua dan ketiga),
- kuku (apakah ada kotoran atau darah di bawahnya, apakah ada kuku yang
tercabut atau patah),
- anda-tanda perkembangan seksual sekunder,
- tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta
- status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah
kemaluan.

Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, dapat digunakan diagram tubuh seperti


pada gambar berikut :

Gambar 1. Diagram tubuh manusia untuk pencatatan luka

Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari bukti-bukti fisik yang terkait


dengan tindakan kekerasan seksual yang diakui korban dan mencakup
pemeriksaan:

- daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan
lunak atau bercak cairan mani;
- penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu apakah adanya rambut
pubis yang terlepas yang mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau
perlengketan rambut pubis akibat cairan mani;
- daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian dalam (adanya perlukaan
pada jaringan lunak, bercak cairan mani);
- labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada
perlukaan pada jaringan lunak atau bercak cairan mani;
- vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian
bawah), apakah ada perlukaan;
- hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau ketebalan,
adanya perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi). Apabila
ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah robekan
(sesuai arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi litotomi), apakah
robekan mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya perdarahan atau
tanda penyembuhan pada tepi robekan;
- vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;
- serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan
dan adanya cairan atau lendir;
- uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan;
- anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis;
- mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis,
- daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari
bercak mani atau air liur dari pelaku; serta
- tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut.

Pemeriksaan penunjang
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai
indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Sampel untuk
pemeriksaan penunjang dapat diperoleh dari, antara lain:
 pakaian yang dipakai korban saat kejadian; diperiksa lapis demi lapis untuk
mencari adanya trace evidence yang mungkin berasal dari pelaku, seperti
darah dan bercak mani, atau dari tempat kejadian, misalnya bercak tanah
atau daun-daun kering;
 rambut pubis; yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal
atau mengambil rambut pubis yang terlepas pada penyisiran
 kerokan kuku; apabila korban melakukan perlawanan dengan mencakar
pelaku maka mungkin terdapat sel epitel atau darah pelaku di bawah kuku
korban;
 swab; dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur dari
kulit sekitar vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit bekas
gigitan atau ciuman, rongga mulut (pada seks oral), atau lipatan-lipatan
anus (pada sodomi), atau untuk pemeriksaan penyakit menular seksual;
 darah; sebagai sampel pembanding untuk identifi kasi dan untuk mencari
tanda-tanda intoksikasi NAPZA; dan
 urin; untuk mencari tanda kehamilan dan intoksikasi NAPZA.

7. Dasar hukum yang mengatur berdasarkan skenario


Jawab:

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 2
1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orangsebagaimana
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalamrumah tangga
tersebut.8
2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tanggayang
bersangkutan. 8

BAB III LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orangdalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara : 8
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.

BAB V KEWAJIBAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT


Pasal 15
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya
untuk : 8
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

BAB VI PERLINDUNGAN

Pasal 17

Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan


tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani
untuk mendampingi korban. 8
Pasal 21
1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus:
a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;
b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korbandan visum et
repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau suratketerangan medis
yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. 8
2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan disarana
kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. 8

BAB VII PEMULIHAN KORBAN


Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari : 8
a. tenaga kesehatan;
b. pekerja sosial;
c. relawan pendamping; dan/atau
d. pembimbing rohani.

Pasal 40
1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya.
2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajibmemulihkan
dan merehabilitasi kesehatan korban. 8

8. Penanganan yang dilakukan berdasarkan skenario


Jawab :
1. Trauma Fisik
 Tangani luka (bersihkan, perban atau jahit)
Bersihkan segala Lukas obek, luka, tinja, dan jaringan yang mati atau
rusak. Pastikan apakah ada luka yang perlu dijahit. Jahit luka bersih
dalam waktu 24 jam. Setelah waktu ini, mereka harus sembuh dengan
tindakan selanjutnya atau jahitan primer tertunda. Jangan menjahit luka
yang sangat kotor. Jika ada luka besar yang terkontaminasi,
pertimbangkan pemberian antibiotik yang tepat dan analgesik.
 Analgesik (Paracetamol)
 Antibiotik jika diperlukan (lukadalam yang terkontaminasi / luka lama
> 24 jam / luka septic). 9,10
2. Pencegahan penyakit menula rseksual
 Ceftriaxone 125 mg inj IM
 Metronidazole 15 mg/Kg/hariselama 7 hari. 9,10
3. Jika ada kerusakan pada kulit atau mukosa, tetanus profilaksis harus diberikan
kecuali jika korban telah sepenuhnya divaksinasi. 9,10
4. Pencegahan Penularan HIV
2 atau 3 obat antiretroviral (ARV) diberikan selama 28 hari. 9,10
5. Perawatan Kesehatan Mental
 Dukungan social dan psikologis, termasuk konseling adalah komponen
penting dari perawatan medis untuk korban kekerasan seksual.
Sebagian besar korban akan mendapatkan kembali kesehatan psikologis
mereka melalui dukungan emosional dan pemahaman orang-orang yang
mereka percayai, penasihat komunitas, dan kelompok-kelompok
pendukung.
 Jika korban memiliki gejala panik atau cemas, seperti pusing, sesak
napas, jantung berdebar, dan sensasi tersedak, yang tidak dapat
dijelaskan secara medis (yaitu tanpa sebab organik), jelaskan kepadanya
bahwa sensasi ini biasa terjadi pada orang yang sangat takut setelah
melalui pengalaman yang menakutkan, dan bahwa itu bukan karena
penyakit atau cedera. Gejala-gejala tersebut mencerminkan emosi yang
kuat yang dialaminya, dan akan hilang seiring waktu seiring dengan
menurunnya emosi.
 Berikan obat hanya dalam kasus luar biasa, ketika tekanan akut sangat
parah sehingga membatasi fungsi dasar, seperti mampu berbicara
dengan orang, setidaknya selama 24 jam. Dalam kasus ini dan hanya
ketika keadaan fisik korban stabil, berikan diazepam tablet 5 mg atau
10 mg, untuk diminum sebelum tidur, tidak lebih dari 3 hari. Rujuk
orang tersebut keprofesional yang terlatih dalam kesehatan mental
untuk menilai kembali gejala-gejalanya pada hari berikutnya. 9,10

9. Perspektif islam
Jawab:

Surah al ma’idah ayat 33

Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan


Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang
dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan
untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaur, Sandeep, et al. 2013. Analysis and Identification of Bite Marks in


Forensic Casework. Kasturba Medical College. India: Oral Health and Dental
Management
2. Lawrence WT, 2009. Wound Healing Biology and Its Application to Wound
Management. Dalam: O’Leary P, penyunting. The Physiologic Basis of
Surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; h. 107-32.
3. Irawan, Budi. Pengamatan Fungsi Anorektal pada penderita penyakit
Hirschsprung pasca Operasi Pull-Through. Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera.
4. Ellis, Edward, James R Hupp, and Myron R Tucker. Contemporary Oral
And Maxillofacial Surgery. 5th ed . China: Mosby Elsevier.
5. Miloro M, Peterson L. Peterson's principles of oral and maxilla facial
surgery. Shelton, CT: People's Medical Pub. House-USA; 2012. Lawrente,
Gerard. 2004. Anal Fissure. Lange, current surgical diagnosis & treatment. 11th
edition. Lange Medical Book. Page 766 –768.
6. W. Holsinger, James. 1991. Pathophysiology Of Male Homosexuality
Committee To Study Homosexuality.
7. Emel. 2015. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Sodomi Terhadap
Anak Di Kota Pontianak Ditinjau Dari Sudut Kriminologi. Universitas
Tanjungpura.
8. Undang-undang RI No.23 th 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
9. Province of Kwazulu-Natal Health Services. Guidelines for The
Medical
Examination and Management of the Sexually Abused Child. p12.
10. Medical Protocol/Guidelines for Management of Victims of GBV (including
sexual violence). 2014. p73-77
11. Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga. Op.Cit, Hlm 80-81
12. Budijanto A, Sudiono S, Purwadianto A. Kejahatan seks dan aspek medikolegal
gangguan psikoseksual. Jakarta: Kalman Media Pusaka; 1982. p. 5-34.

Anda mungkin juga menyukai