Anda di halaman 1dari 19

MODUL 2

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

TUTOR :

dr. Jerni Darse, S.H , M. Kes, Sp. F

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Putri Nur Alzimatul Hartono 4516111011


Muh. Zulfikri Rudianto 4516111012
Citra Handayani 4516111013
Andhini 4515111014
Prily Riwala Marewa 4516111015
Tri Arisa Maharani 4516111016
Tutita Tari Muslim 4516111017
Fabio Febrian M 4516111018
Nurul Sachrani Putri 4516111019
Aulia Nugraha 4516111020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2019
SKENARIO 2

Seorang anak laki-laki diantar oleh gurunya ke IGD dengan keluhan perdarahan dari anus.
Menurut pasien, kejadian tersebut disebabkan karena pamannya memaksa memasukkan
alat kelaminnya kedalam anus pasien. Pasien tinggal serumah dengan paman dan bibinya
karena sudah tidak memiliki orangtua. Sebelum dipaksa melakukan hubungan seksual,
pasien mengaku dijanjikan uang jajan dan diancam agar tidak memberitahukan kejadian
tersebut kepada siapapun.

KATA SULIT

Tidak ditemukan kata sulit

KATA KUNCI

1. Seorang anak laki-laki diantar oleh gurunya ke IGD


2. Keluhan perdarahan dari anus
3. Kekerasan seksual
4. Pasien diancam dan dipaksa
5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

PERTANYAAN

1. Apasaja jenis / bentuk KDRT menurut Undang-Undang?


2. Bagaimana karakteristik luka berdasarkan skenrio ?
3. Jelaskan patomekanisme luka/ trauma yang terjadi pada skenario ?
4. Jelaskan penyebab luka/ trauma dengan pendekatan proximus morbus?
5. Jelaskan derajat/ keparahan luka berdasarkan luka pada skenario?
6. Jelaskan bagaimana dampak yang dialami sang anak?
JAWABAN

1. Apasaja jenis / bentuk KDRT menurut undang-undang?


Menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. Kekerasan Fisik;
b. Kekerasan Psikis;
c. Kekerasan Seksual; atau
d. Penelantaran Rumah Tangga.

Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Pasal 7

Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Pasal 8
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian
ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang
yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut.

2. Bagaimana karakteristik luka berdasarkan skenrio ?

Luka Pertama

Deskripsi :

Terdapat satu luka tertutup pada bagian paha kanan sisi belakang, ukuran luka sulit
diidentifikasi pada foto, bentuk tidak beraturan, berbatas tegas, dan warna luka merah
kekunguan, terdapat pengelupasan kulit ari, daerah sekitar luka tampak kemerahan.

Kesimpulan :

Terdapat luka lecet geser pada paha kanan sisi belakang akibat trauma tumpul.
Luka Kedua

Deskripsi :

Terdapat dua luka tertutup pada bagian paha kiri sisi belakang, kedua luka berada pada
sepertiga paha kiri sisi belakang, berbentuk sejar, dan bagian teratas luka berbatas tidak
tegas dan bagian bawah luka berbatas tegas, warna luka ungu kemerahan, terdapat
pengelupasan kulit ari, dan tidak terdapat kelainan disekitar luka.

Kesimpulan :

Terdapat luka lecet tekan pada paha kiri sisi belakang akibat trauma tumpul.

Deskripsi :

Terdapat satu luka tertutup pada punggung sisi kiri, dengan ukuran luka panjang 5
cm dan lebar 4 cm, berbentuk cetakan gigi dan batas luka tegas, warna luka ungu
kemerahan , terdapat pengelupasan kulit ari, daerah sekitar luka memar.

Kesimpulan :

Terdapat luka gigitan pada punggung sisi kiri akibat bergesekan dengan permukaan
setengah tajam.
Deskripsi :

Terdapat satu luka tertutup pada daerah anus. Bentuk luka tidak beraturan, batas
luka tegas, warna luka merah, terdapat pengelupasan kulit ari, daerah sekitar luka terdapat
feses. Terdapat gangguan fungsi berupa kelemahan otot sfingter ani eksterna dan interna

Kesimpulan :
Terdapat luka lecet pada anus akibat kekerasan trauma tumpul.

3. Jelaskan patomekanisme luka pada skenario!


a. Anatomi Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh
spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan.
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang
merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior
adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum
bagian distal dan daerah anus .
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3
dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf
simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh
n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh
n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).

b. Patofisiologi Trauma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh
darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem
organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh
tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian
seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah :

a. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
b. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.
c. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk
menjaga cardiac output.
d. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon
ini.
e. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
f. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit
pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
g. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

c. Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau
kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang
terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama
dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil
menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi
kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan
energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan
tidak menimbulkan memar.
Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi
tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya.
Klasifikasi luka :
a. Abrasi
b. Kontusi
c. Laserasi
d. Luka Insisi
a) Patomekanisme Luka Lecet (Abrasi)
Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan
epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat
pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya
akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat
jaringan.
Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan seperti
kertas berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna
kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna.Kerusakan yang mengenai lapisan
atas dari epidermis akibat kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan yang
kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang
1) Tangensial atau Abrasi Geser

Abrasi kebanyakan disebabkan gerakan lateral daripada tekanan vertikal. Ketika


tanda abrasi ini ditemui, arah kekuatan dapat ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa
sampai ujung abrasi. Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa, dapat
menunjukkan pergerakan dari tubuh.

2) Abrasi Crushing

Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak ada goresan yang terjadi
namun epidermis hancur dan obyek yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut
kuat dan daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang kecil dan abrasi
hantaman terjadi. Kerusakan yang terjadi berupa penekanan hingga depresi ringan dari
permukaan atau paling tidak memar atau tonjolan oedem lokal. Abrasi ini salah satu dari
abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang membuat luka.

Ciri luka lecet :


(1) Sebagian atau seluruh epitel hilang
(2) Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
(3) Timbul reaksi radang
(4) Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
Ante mortem
Warna coklat kemerahan karena eksudasi
Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena
b) Luka Gigitan/Bite Wound/Vulnus Morsum

Disebabkan oleh gigitan hewan seperti anjing, kucing dan kuda, atau manusia .
Gigitan hewan ataupun manusia bisa menjadi berbahaya karena rahang yang kuat dan
dapat mengoyak fragmen yang cukup besar pada jaringan lunak (avulsive injury) dan akan
meninggalkan pola bekas gigitan dan memar di daerah tempat gigitan serta ditandai
dengan hilangnya segmen jaringan lunak dan dapat menyebabkan fraktur apabila gigitan
terlalu keras. Risiko infeksi luka ini tinggi karena terdapat flora bakteri pada rongga mulut.

c) Patomekanisme Fissura Ani

Apabila feses yang keras melewati anal canal akan terjadi perenggangan dan merobek
mucosa anal. Fissura ani biasanya terjadi pada bagian anterior dan posterior, diduga daerah
ini merupakan daerah lemah.. Ketika feses tersebut melewati anal canal, massa akan
disalurkan ke bagian anterior dan posterior oleh karena adanya otot pada bagian lateral.
Fissura akan meningkatkan kontraksi internal anal sphincter dan meningkatkan tekanan
istirahat pada anal canal. Peningkatan tekanan menyebabkan iskemia pada area disekitar
fissura. Adanya spasme yang berulang pada anal canal dan adanya iskemia yang berlanjut
akan menyebabkan fissura menjadi kronis oleh karena ulkus yang tidak dapat sembuh.

Dasar fissura ani akut merupakan suatu lapisan tipis putih yang melapisi jaringan ikat
submucosa dan otot longitudinal, yang menyebar dari intersphinteric groove kemudian
melapisi otot sirkular sphincter interna. Pada fissura ani akut ulkus tampak berbatas
tegas,tidak terdapat indurasi,odema atau kavitasi.

Struktur dan fungsi sistem reproduksi pria dan wanita pada hakikatnya saling
melengkapi. Secara anatomi vagina dirancang untuk menerima penis. Struktur vagina yang
terdiri atas epitel skuamosa dan dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti tabung yang
berfungsi untuk masuknya penis ke dalam vagina wanita. Sedangkan, rektum, dilapisi
dengan permukaan mukosa yang halus dan satu lapisan epitel kolumnar terutama untuk
reabsorpsi air dan elektrolit. Rektum tidak memiliki kemampuan untuk proteksi mekanis
terhadap abrasi dan kerusakan parah pada mukosa kolon dapat terjadi jika benda yang
besar, tajam, atau runcing dimasukkan ke dalam rektum. Anus dan rektum, tidak seperti
vagina. Anus dan rectum tidak mengandung fungsi pelumas alami. Pemasukan benda yang
tidak dilubrikasi atau pelebaran anus yang tidak adekuat sebelum pemasukan benda besar
dapat menyebabkan jaringan laserasi. Sfingter anal internal dan eksternal adalah cincin
elastis otot yang umumnya tetap tertutup, kecuali saat defekasi. Sfingter anal juga
berfungsi dalam pengeluaran feses yang mengarah keluar dari tubuh. Ketika terjadi suatu
usaha yang dilakukan untuk memasukkan sesuatu ke arah sebaliknya, otot-otot sphincter
akan berkonstriksi.

4. Jelaskan penyebab luka/ trauma dengan pendekatan proximus morbus?

Berdasarkan skenario, ditemukan adanya satu luka lecet geser pada pertengahan paha
kanan sisi belakang, dua luka lecet tekan pada sepertiga atas paha kiri sisi belakang, luka
bekas gigitan pada punggung sisi kiri dan satu luka lecet pada anus disertai dengan
gangguan fungsi berupa kelemahan M. Spichter Ani eksterna et interna. Maka dari itu,
Proximus Morbus Approach (PMA) yang sesuai dengan skenario ialah :
Damage : Satu luka lecet geser pada pertengahan paha kanan sisi belakang dan satu
luka lecet tekan pada sepertiga atas paha kiri sisi belakang

A-1 : Kerusakan lapisan kulit ari

A-2 : Trauma tumpul

Damage : Satu luka gigitan pada punggung sisi kiri

A-1 : Kerusakan lapisan kulit ari

A-2 : Kerusakan pembuluh darah dibawah jaringan kulit

A-3 : Trauma setengah tajam


Damage : Satu luka lecet pada anus dan kelemahan M. Spichter Ani eksterna et
interna

A-1 : Kerusakan lapisan kulit ari dan pemaksaan pemasukan permukaan tumpul

A-2 : Trauma akibat kekerasan permukaan tumpul

5. Jelaskan derajat/ keparahan luka berdasarkan luka pada skenario?


a. Luka Ringan Pasal 352KUHP
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap
orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

b. Luka Sedang. Pasal 351 KUHP


1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Percobaan untuk
melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

c. Luka Berat (pasal 90 KUHP)


1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
3) Kehilangan salah satu pancaindera;
4) Mendapat cacat berat;
5) Menderita sakit lumpuh;
6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

6. Jelaskan bagaimana dampak yang dialami sang anak!

Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun
pada orang dewasa. Namun, kasus kekerasan seksual sering tidak terungkap karena adanya
penyangkalan terhadap peristiwa kekerasan seksual yang terjadi. Lebih sulit lagi adalah
jika kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak, karena anak-anak korban kekerasan
seksual tidak mengerti bahwa dirinya menjadi korban. Korban sulit mempercayai orang
lain sehingga merahasiakan peristiwa kekerasan seksualnya. Selain itu, anak cenderung
takut melaporkan karena mereka merasa terancam akan mengalami konsekuensi yang
lebih buruk bila melapor, anak merasa malu untuk menceritakan peristiwa kekerasan
seksualnya, anak merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi karena kesalahan
dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa bahwa dirinya
mempermalukan nama keluarga. Dampak pelecehan seksual yang terjadi ditandai dengan
adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika
mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.

Tindakan kekerasan seksual pada anak membawa dampak emosional dan fisik kepada
korbannya. Secara emosional, anak sebagai korban kekerasan seksual mengalami stress,
depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa
takut berhubungan dengan orang lain, bayangan kejadian dimana anak menerima
kekerasan seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan dengan hal yang berhubungan
dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga
diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan
kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti pasca-trauma stress disorder,


kecemasan, penyakit jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas
disosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi di masa dewasa, bulimia nervosa, bahkan
adanya cedera fisik kepada anak. Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan,
sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin, berisiko tertular
penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, kehamilan
yang tidak diinginkan dan lainnya. Sedangkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh
anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius
dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua.

Trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan jika tidak
secepatnya ditangani oleh ahlinya. Anak yang mendapat kekerasan seksual, dampak
jangka pendeknya akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada
orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan.
Jangka panjangnya, ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks
atau bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan
hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa
yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

Sementara itu, Weber dan Smith (2010) mengungkapkan dampak jangka panjang
kekerasan seksual terhadap anak yaitu anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada
masa kanak-kanak memiliki potensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian
hari. Ketidakberdayaan korban saat menghadapi tindakan kekerasan seksual di masa
kanak-kanak, tanpa disadari digeneralisasi dalam persepsi mereka bahwa tindakan atau
perilaku seksual bisa dilakukan kepada figur yang lemah atau tidak berdaya.

Selain itu, kebanyakan anak yang mengalami kekerasan seksual merasakan kriteria
psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), dengan
gejala-gejala berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, dan emosi yang
kaku setelah peristiwa traumatis. Menurut Beitch-man et.a Anak yang mengalami
kekerasan seksual membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang
lain.

Finkelhor dan Browne mengkategorikan empat jenis dampak trauma akibat kekerasan
seksual yang dialami oleh anak-anak, yaitu:

1. Pengkhianatan (Betrayal). Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan


seksual. Sebagai seorang anak, mempunyai kepercayaan kepada orangtua dan
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
2. Trauma secara Seksual (Traumatic sexualization). Russel menemukan bahwa
perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual,
dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Finkelhor mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena
menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
3. Merasa Tidak Berdaya (Powerlessness). Rasa takut menembus kehidupan korban.
Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.
Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya
tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit
pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang
berlebihan dalam dirinya.
4. Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa
bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Anak sebagai korban
sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya
akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan
minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha
menghindari memori kejadian tersebut
DAFTAR PUSTAKA
1. Irawan, Budi. Pengamatan Fungsi Anorektal pada penderita penyakit Hirschsprung
pasca Operasi Pull-Through. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera.
2. Ellis, Edward, James R Hupp, and Myron R Tucker. Contemporary Oral
And Maxillofacial Surgery. 5th ed . China: Mosby Elsevier.
3. Miloro M, Peterson L. Peterson's principles of oral and maxilla facial
surgery. Shelton, CT: People's Medical Pub. House-USA; 2012. Lawrente, Gerard.
2004. Anal Fissure. Lange, current surgical diagnosis & treatment. 11th edition. Lange
Medical Book. Page 766 –768.
4. W. Holsinger, James. 1991. Pathophysiology Of Male Homosexuality Committee To
Study Homosexuality.
5. Noviana, Ivo. 2015. Kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penanganannya.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.
6.

Anda mungkin juga menyukai