Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

MIASTENIA GRAVIS

OLEH

Alfioni Parsiska 1740312078

PRESEPTOR
Prof. Dr. dr. Basjiruddin, Sp.S (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2018
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case
dengan judul “Miastenia Gravis”. Pembuatan case ini untuk memenuhi salah satu
syarat mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Andalas, Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Darwin Amir,
Sp.S(K) selaku pembimbing case dan semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan case ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kesalahan yang terdapat
pada case ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan case ini. Semoga case ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 22 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... 2
Daftar Isi..................................................................................................... 3
Daftar Tabel................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 5
1.1 Latar Belakang........................................................................... 5
1.2 Batasan Masalah......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................ 5
1.4 Metode Penulisan....................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
2.1 Definisi....................................................................................... 6
2.2 Epidemiologi.............................................................................. 6
2.4 Etiologi dan Patofisiologi........................................................... 6
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................... 8
2.6 Diagnosis.................................................................................... 10
2.7 Tatalaksana................................................................................. 11
2.8 Prognosis.................................................................................... 12
BAB 3 LAPORAN KASUS....................................................................... 14
BAB 4 DISKUSI......................................................................................... 25
BAB 5 KESIMPULAN.............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 28

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi miastenia gravis...................................................... 9

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miastenia Gravis merupakan Penyakit autoimun pada neuromuscular
junction yang disebabkan oleh antibodi yang menyerang komponen membran post
sinaps, sehingga mengganggu transmisi neuromuskular. 1,2
Prevalensi penyakit miastenia gravis di United States yaitu sebesar 14-20
per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 36.000-60.000 kasus di Amerika
Serikat. Walapun sebenarnya miastenia gravis ini sering terdiagnosa sehingga
prevalensinya seharusnya lebih tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Usia tersering mengenai
penyakit ini adalah decade kedua dan ketiga pada perempuan dan decade ketujuh
dan kedelapan pada laki-laki. Namun sekarang laki-laki lebih sering terkena
penyakit ini daripada perempuan dan biasanya pada onset 50 tahun.3
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan case report ini adalah definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari miastenia gravis.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUP Dr. M.
Djamil Padang dan sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan penulis
mengenai miastenia gravis.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan pada Case report ini adalah tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit autoimun pada neuromuscular junction yang disebabkan oleh
antibodi yang menyerang komponen membran post sinaps, sehingga mengganggu
transmisi neuromuskular adalah miastenia gravis. Penyakit ini ditandai dengan
kelemahan otot yang bersifat fluktuatif. Kelemahan otot akan terus meningkat
sepanjang hari tergantung peningkatan aktivitas fisik, dan kekuatan otot akan
kembali membaik dengan istirahat atau pemberian obat anti kolinesterase.
Kelemahan otot dapat generalisata ataupun terlokalisir pada beberapa kelompok
otot.1,2

2.2 Epidemiologi
Prevalensi penyakit miastenia gravis di United States yaitu sebesar 14-20
per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 36.000-60.000 kasus di Amerika
Serikat. Walapun sebenarnya miastenia gravis ini sering terdiagnosa sehingga
prevalensinya seharusnya lebih tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Usia tersering mengenai
penyakit ini adalah decade kedua dan ketiga pada perempuan dan decade ketujuh
dan kedelapan pada laki-laki. Namun sekarang laki-laki lebih sering terkena
penyakit ini daripada perempuan dan biasanya pada onset 50 tahun. Pada suatu
penelitian pada tahun 2015 mengenai Acetylcholine receptor antibody (AChR-
Abs) pada kaukasia disapatkan bahwa tidak ada etiologi gen yang spesifik untuk
miastenia gravis yang mempengaruhi regulasi system imun.3

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Miastenia gravis disebabkan oleh kegagalan dariu transmisi impuls saraf
ke otot. Hal ini terjadi ketika komunikasi yang normal antara otot dan saraf
diinterupsi pada neuromuscular junction. Neurotransmitter adalah suatu zat kimia
untuk mengkomunikasikan informasi hantar saraf secara normal ketika impuls
melewati saraf motoric, ujung saraf akan melepaskan suatu neurotransmitter yang
disebut asetilkolin. Dalam keadaan normal, di neuromuscular junction, asetilkolin

6
(ACh) disintesis di terminal saraf motorik dan disimpan dalam vesikel-vesikel.
Saat potensial aksi merambat sepanjang saraf motorik dan mencapai terminal
saraf, ACh dilepas dan melekat pada AChR (reseptor asetilkolin) yang banyak
terdapat di postsynaptic folds, yang kemudian membuka berbagai saluran di
AChR sehingga memungkinkan masuknya berbagai kation terutama Na. Hal
tersebut menimbulkan depolarisasi end plate serabut otot dan akhirnya
menimbulkan kontraksi otot. Proses ini cepat berakhir dengan hidrolisis ACh oleh
asetilkolinesterase (AChE) yang banyak terdapat pada synaptic folds. 5
Pada miastenia gravis, antibody menghambat mengubah dan merusak
reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction yang menyebabkan otot tidak
bisa berkontraksi. Pada kebanyakan kasus hal ini disebabkan oleh antibody
terhadap reseptor asetilkolin itu sendiri. 3
Antibody-antibodi dihasilkan oleh sistem imun sendiri. Miastenia gravis
merupakan suatu penyakit autoimun dimana terjadi kesalahan system imun yakni
system imun tersebut menyerang dirinya sendiri. 3
Timus adalah suatu kelenjar yang mengontrol fungsi imun dan biasanya
dihubungkan dengan miastenia gravis. Timus berlokasi dibelakang tulang dada
dan kelenjar ini sangat besar pada masa anak-anak dan menjadi lebih kecil pada
masa pubertas. Pada masa anak-anak timus berperan penting dalam
perkembangan system imun karena bertanggung jawab untuk memproduksi T-
limfosit atau T-cell yang melindungi tubuh dari virus atau infeksi. 3,4
Pada orang dewasa dengan miastenia gravis kelenjar timus masih
berukuran besar. Orang-orang dengan penyakit tipikal memiliki kumpulan sel-sel
imun pada kelenjar timus yang mirip dengan hyperplasia limfoid, suatu kondisi
yang hanya terjadi pada limpa dan nodus limfe selama pengaktifan system imun.
Beberapa individu dengan miastenia gravis berkembang menjadi timoma.
Timoma biasanya jinak namun dapat berubah menjadi ganas. 3,5
Kelenjar timus memiliki peran dalam miastenia gravis tetapi fungsinya
tidak sepenuhnya dimengerti. Ilmuan percaya bahwa kelenjar timus memberika
instruksi yang salah dalam perkembangan sel-sel imun. Sehingga menyebabkan
sel-sel imun tersebut menyerang sel-selnya sendiri. 3,5

7
Miastenia Gravis adalah penyakit multifaktorial, yang melibatkan berbagai
factor predispoisisi dan factor lingkungan sehingga memunculkan berbagai gejala
klinis. 5

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis miastenia gravis berupa kelemahan otot yang bersifat
fluktuatif. Gejala penyakit ini akan bertambah buruk sepanjang hari dan sangat
memburuk pada sore hari. Aktivitas berulang atau terus menerus pada otot akan
mengeluarkan kekuatan kontraktil otot dan menyebabkan kelemahan yang
progresif, namun dengan istirahat maka akan mengembalikan kekuatan otot.6
Sifat dan gambaran klinis miastenia gravis antara lain:6,8,9
● Kelemahan progresif pada otot
● Kelemahan meningkat pada kontraksi cepat dan berulang pada otot yang
terkena
● Kekuatan otot kembali dalam beberapa menit, atau beberapa jam, saat
istirahat
● Kelemahan otot biasanya memburuk menjelang sore hari.
● Otot mata biasanya terkena lebih dahulu (ptosis, diplopia), atau otot
faringeal (disfagia, nasal speech)
● Terdapat gejala sisa berupa kelemahan terlokalisasi yang biasanya terdapat
pada otot okular dan kelopak mata (pada 15% pasien).
● Kelemahan berat yang bervariasi pada unit motorik yang berbeda
● Terkadang, terjadi krisis dengan kelemahan otot yang mendadak
● Tidak terdapat atrofi atau fasikulasi
● Perbaikan gejala setelah pemberian penghambat kolinesterase, seperti uji
Tensilon
● Biasanya terdapat peningkatan titer serum antibodi terhadap reseptor
asetilkolin
Myasthenia Gravis Foundation of America Clinical Classification
membagi penyakit ini dalam 5 kelas utama dan beberapa subkelas. Klasifikasi
tersebut ditampilkan dalam tabel 2.1 berikut.7

Tabel 2.1 Klasifikasi miastenia gravis7

Derajat Gejala

I Terdapat kelemahan otot okular. Kelemahan saat menutup mata.

8
Kekuatan otot lain normal
II Kelemahan ringan yang mengenai selain otot okular. Dapat juga terjadi
kelemahan otot okular yang terjadi pada berbagai tingkat kelemahan.
IIa Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; bisa juga
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
IIb Terutama mempengaruhi otot orofaringeal, respirasi, atau keduanya; bisa
juga ada keterlibatan pada otot ekstremitas, aksial, atau keduanya.
III Kelemahan sedang yang mengenai selain otot okular, bisa juga adanya
kelemahan otot okular pada berbagai tingkat keparahan
IIIa Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; bisa juga
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
IIIb Terutama mengenai otot orofaringeal, pernafasan, atau keduanya; bisa
juga terdapat keterlibatan pada otot ekstremitas, aksial, atau keduanya
IV Kelemahan berat pada selain otot okular; bisa juga terdapat kelemahan
otot okular pada berbagai tingkat kelemahan
Iva Terutama mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya, juga bisa
terdapat sedikit keterlibatan pada otot orofaringeal
Ivb Terutama mengenai otot orofaringeal, respirasi, atau keduanya; bisa juga
mengenai otot ekstremitas, aksial, atau keduanya; pasien terpasang
feeding tube tanpa dilakukan intubasi
V Pasien memerlukan intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik

2.6 Diagnosis
Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan tanda
klinis khas yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, serta dapat dikonfirmasi
secara farmakologi dengan tes endrofonium (Tensilon), pemeriksaan
elektromiografi (EMG), deteksi antibodi AChR atau antibodi MuSK.10
Pada anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala kelemahan otot seperti
ptosis atau diplopia, kesulitan menelan, kelemahan pada tangan, kaki, dan leher.

9
Bila penyakit ini sudah mencapai tahap yang parah maka otot-otot pernafasan
dapat terkena. Keluhan yang terjadi bersifat fluktuatif.6,8
Ptosis pada miastenia gravis akan tampak memburuk dalam beberapa saat
jika pasien menutup dan membuka mata dengan cepat dan dilakukan berulang-
ulang, atau pasien diminta untuk melihat ke atas, terfiksasi pada satu titik, selama
beberapa saat (tes Simpson). Jika kelemahan mengenai otot bahu, pasien diminta
untuk mengangkat lengan dan digerakkan ke atas dan bawah sebanyak 20 kali,
dilakukan bergantian pada kedua lengan. Jika didapatkan kelemahan, maka pada
saat abduksi dan aduksi tangan yang digerakkan akan lebih lemah dibandingkan
tangan yang tidak digerakkan. Pada kelemahan bulbar, pasien dapat diminta untuk
menghitung angka.6
Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dilakukan yaitu uji Tensilon.Pada uji
Tensilon, Acetylcholinesterase inhibitor edrophonium chloride sebanyak 10 mg
diinjeksikan secara intravena selama 10 detik. Obat ini akan menghambat
penghancuran asetilkolin di celah sinaps, sehingga asetilkolin akan tersedia untuk
waktu yang lebih lama. Perbaikan akan terlihat dalam 30 detik dan berakhir dalam
3 menit. Ptosis akan tampak menghilang dengan tes ini.11
Pemeriksaan elektromiogram (EMG) merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitif dalam mendeteksi defek pada transmisi neuromuskular. Pada perekaman
EMG menunjukkan gambaran frekuensi yang rendah (2 – 4 Hz), jika dilakukan
stimulasi berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo yang progresif pada
potensial otot.11
Umumnya 85% pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan
antibodi AchR. Pada pasien dengan kelemahan pada otot mata hanya 50% yang
positif dan hanya 15% pada pasien dengan generalized myasthenia. Pemeriksaan
imaging seperti CT scan atau MRI juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya timoma pada kasus miastenia gravis.11

2.8 Tatalaksana
Terapi miastenia gravis meliputi penggunaan obat antikolinesterase,
imunosupresan, timektomi, serta terapi pengganti plasma dan immunoglobulin
intravena. Terapi yang diberikan antara lain:11,12

10
1. Obat antikolinesterase
Obat ini akan memperlambat pemecahan asetilkolin sehingga akan
memperpanjang efeknya pada reseptor asetilkolin di membrane serabut otot. Dua
obat yang memberikan hasil paling baik untuk memulihkan kelemahan otot pada
miastenia gravis adalah neostigmine (Prostigmin) dan piridostigmin (Mestinon).
Dosis piridostigmin yaitu 10 - 90 mg tiap 6 jam; dosis oral neostigmine berkisar
antara 15 - 45 mg tiap 3 jam. Terdapat bentuk short lasting dari kedua obat
tersebut, yang diberikan pada pasien dengan kegagalan respiratori (krisis
miastenia gravis). Pemberian dosis dan frekuensi obat tersebut bervariasi, berbeda
pada tiap pasien, namun dosis maksimal penggunaan piridostigmin jarang
melebihi 120 mg yang diberikan tiap 3 jam.
2. Kortikosteroid
Pada pasien dengan miastenia gravis dengan kelemahan generalisata
sedang sampai berat yang tidak berespon dengan obat antikolinesterase,
pemberian kortikosteroid jangka panjang merupakan terapi yang efektif. Dosis
kecil kortikosteroid (10 mg prednisone dalam 1 hari) secara adekuat dapat
mengontrol miastenia okular. Namun, efek samping penggunaan jangka panjang
dari kortikosteroid harus diperhatikan. Obat ini juga dapat diberikan sekali dua
hari untuk mengurangi efek samping yang mungkin terjadi.
Kortikosteroid yang biasa digunakan adalah prednisone, dimulai dengan
dosis 10 mg/hari dan dosis ditingkatkan (5-10 mg) per minggu hingga tercapai
respon klinis yang baik, atau hingga dosis harian 50 – 60 mg. Perbaikan setelah
pemberian kortikosteroid muncul perlahan dalam beberapa minggu. Ketika efek
maksimal prednisone telah tercapai, dosis dapat diturunkan bertahap (5 mg/bulan)
hingga ke dosis terendah yang masih efektif. Pada awal terapi kotritosteroid, obat
antikolinesterase diberikan secara simultan; seiring perbaikan penyakit, dosis
kemudian dapat disesuaikan.
3. Imunosupresan
Obat imunosupresif seperti Azatioprin berguna sebagai obat tambahan
untuk kortikosteroid dan dapat efektif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
atau gagal berespon dengan prednisone. Terapi dimulai dengan dosis 50mg (1

11
tablet), 2 kali sehari selama beberapa hari; jika dapat ditoleransi dengan baik maka
dosis dinaikkan menjadi 2 – 3 mg/kg per hari (150 – 250 mg per hari).
4. Plasmaferesis
Pada miastenia gravis berat yang sulit disembuhkan dengan
antikolinesterase dan prednisone, atau selama perburukan akut, harus
dipertimbangkan terapi lain. Remisi sementara (2 sampai 8 minggu) dapat
diperoleh dengan plasmaferesis. Terapi ini dapat menyelamatkan nyawa selama
krisis miastenia. Juga berguna sebelum dan setelah timektomi dan di awal terapi
obat imunosupresif. Jumlah dan volume plasmaferesis yang dibutuhkan sekitar 50
ml/kgBB setiap hari.
5. Timektomi
Timektomi dilakukan tidak pada fase akut miastenia. Angka remisi setelah
timektomi sekitar 35%, dimana prosedur ini dilakukan pada tahun pertama atau
kedua setelah onset penyakit. Hal ini diindikasikan pada wanita muda, dengan
riwayat kurang dari 5 tahun, menderita miastenia gravis atau pada pasien dengan
timoma yang cenderung ganas.

2.9 Prognosis
Pada wanita tanpa timoma, biasanya 80-90% akan membaik atau akan
terjadi remisi sempurna dalam beberapa tahun. Mortalitas pada miastenia gravis
dengan terapi yang optimal adalah kurang dari 1%. Umumnya pasien dapat
beraktivitas seperti biasa namun membutuhkan imunosupresan jangka panjang.
Morbiditas terjadi akibat gangguan kekuatan otot yang intermiten, yang dapat
menyebabkan aspirasi, peningkatan insiden pneumonia, bahkan krisis miastenia.
Krisis miastenia dapat terjadi pada 2,5% pasien miastenia gravis.11,12
Pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, kelemahan otot
maksimal terjadi pada 3 tahun pertama sejak menderita penyakit. Sehingga,
setengah dari kematian terkait penyakit terjadi pada periode ini. Pasien yang dapat
bertahan hidup dalam 3 tahun pertama penyakit biasanya akan mengalami
perbaikan. Perburukan penyakit jarang terjadi setelah 3 tahun.9

12
BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 47Tahun

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Padang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Anamnesis

Seorang pasien perempuan umur 47 tahun datang ke Poli saraf RSUP Dr.
M. Djamil Padang pada tanggal 21 September 2018 dengan:
13
Keluhan Utama

kontrol rutin

Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien dikenal menderita Miastenia Gravis sejak 3 tahun yang lalu.


 Awalnya pasien mengeluhkan kesulitan menelan sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit, dimana pasien sering tersedak saat makan dan minum.
Keluhan muncul hilang timbul. Keluhan ini dirasakan pasien setelah
pasien beraktivitas dirumah dan berkurang dengan istirhat
 Keluhan juga disertai dengan kelopak mata yang sulit dibuka sejak 2 bulan
yang lalu, keluhan terutama dirasakan hilang timbul pada siang dan malam
hari dan membaik setelah pasien istirahat
 Pandangan ganda melihat kiri dan kanan ada dirasakan sejak 2 bulan yang
lalu
 Suara sengau fluktuatif dirasakan sejak 1 bulan yang lalu
 Kelemahan anggota gerak ada. Terutama disaat selesai beraktivitas dimana
pasien tidak kuat mengangkat kertas, dan berkurang seditkit dengan
istirahat

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien telah berobat ke dr Spesialis saraf dan dilakukan uji tensilon dan
hasilnya (+) lalu pasien dirujuk ke RSUP Dr M Djamil untuk tatalaksana
lebih lanjut
 Pasien tidak memiliki riwayat mata jatuh, sulit menelan, suara sengau dan
kelemahan anggota tubuh sebelumnya.
 Riwayat hipertensi, DM dan stroke tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.


 Tidak ada keluarga dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi, stroke, dan
penyakit jantung.

Riwayat Pribadi dan Sosial :

 Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas harian ringan sedang
14
PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan umum : ringan
Kesadaran : CMC. GCS 15 (E4M6V5)
Nadi/ irama : 78x/menit, reguler
Pernafasan : 17x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8oC

II. Status Internus


Kulit : turgor kulit kembali cepat, tidak ditemukan adanya
kelainan
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm, reflek
cahaya +/+, reflek kornea +/+ , ptosis (+)
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorok : reflek muntah (+), uvula ditengah
Gigi dan Mulut : plika nasolabialis simetris kiri dan kanan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Status Neurologis
15
Kesadaran CMC, GCS 15 (E4 M6 V5)

1. Tanda Rangsangan Meningeal


Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)

2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial


Pupil : Isokor, Ø 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+
Muntah proyektil (-)
Sakit kepala progresif (-)

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis


N.I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam Penglihatan Baiik Baik
Lapangan Pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis (+) (+)
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/Endopthalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)

N.IV (Troklearis)

Kanan Kiri

16
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.VI (Abdusens)

Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik

N.VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul (+)
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)

N.VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri
17
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Rinne test Baik Baik
Webber test Tidak ada lateralisasi
Scwabach test = pemeriksa
 Memanjang (-) (-)
 Memendek (-) (-)
Nistagmus
 Pendular (-) (-)
 Vertical (-) (-)
 Siklikal (-) (-)
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N.IX (Glosofaringeus)

Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Baik Baik
Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)
N.X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan Baik Baik
Artikulasi Baik
Suara Baik
Nadi Teratur

N.XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh kekanan Baik
Menoleh kekiri Baik
Mengangkat bahu kanan Baik
Mengangkat bahu kiri Baik

N.XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak ada deviasi
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak ada deviasi
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

18
Pemeriksaan Koordinasi

Cara Berjalan Normal Disatria (-)


Romberg test Sulit dinilai Disgrafia (-)
Ataksia (-) Supinasi-Pronasi Sulit dinilai

Rebound Phenomen (-) Tes Jari Hidung Sulit dinilai

Tes Tumit Lutut Sulit dinilai Tes Hidung Jari Sulit dinilai

Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Badan Respirasi Teratur


Duduk Dapat dilakukan
B.Berdiri dan berjalan Gerakan spontan (-) (-)
Tremor (-) (-)
Atetosis (-) (-)
Mioklonik (-) (-)
Khorea (-) (-)

Superior Inferior
C.Ekstermitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Tropi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas taktil Baik


Sensibilitas nyeri Baik
Sensibilitas termis Baik
Sensibilitas kortikal Baik
Stereognosis Baik
Pengenalan 2 titik Baik
Pengenalan rabaan Baik

Sistem Refleks

A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)

19
Laring KPR (++) (++)
Masseter APR (++) (++)
Dinding Perut Bulbokavernosa
 Atas Creamaster
 Tengah Sfingter
 Bawah
B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Tungkai

Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddoks (-) (-)


Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

Fungsi Otonom
 Miksi : baik
 Defikasi : baik
 Keringat : baik
Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda Demensia


Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)

Reaksi intelek Baik Refleks Snout (-)

Reaksi emosi Baik Refleks Menghisap (-)

Refleks Memegang (-)

Refleks palmomental (-)

PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS

 Tes Warternberg (+/+)

 Counting test (+) sampai 7

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah :
20
Rutin : Hb : 14,6 gr/dl
Leukosit : 6900 /mm3
Hematokrit : 42 %
Trombosit : 239.000/mm3
Kimia darah : Ureum : 13,2 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Gula darah puasa : 106 mg/dl
Na/k/Cl : 135/3,4/104

DIAGNOSIS
DK: Miastenia Gravis
DT: Neuromuscular junction
DE: Autoimun
DS: Gastritis kronis

TATALAKSANA
Umum:
-
Khusus:
Mestinon 4x60mg
Lansopraol 1x30mg
Sukralfat 3xCI
Osteocal 1x1tab
Vit B12 1x1tab

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
Quo Functionam : Dubia ad Bonam

21
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan umur 47 tahun datang ke Poli Neurologi RSUP.


Dr. M. Djamil Padang untuk kontrol rutin. Dari anamnesis didapatkan Pasien
dikenal menderita Miastenia Gravis sejak 3 tahun yang lalu. keluhan utama pasien
yaitu sulit menelan saat makan dan minum, akibatnya pasien sering tersedak dan
batuk. Sulit menelan ini desibabkan oleh kelemahan otot-otot tubuh salah satunya
pada otot faring
Pasien mengeluhkan suara yang semakin lama semakin mengecil, terutama
jika pasien banyak berbicara. Pasien sering merasa sesak jika terlalu banyak
berbicara.
Kelopak mata dirasakan semakin bertambah berat dan tampak jatuh di
siang atau malam hari. Namun keluhan berkurang bahkan hilang dengan istirahat.
Jatuhnya kelopak mata atau ptosis disebabkan oleh terganggunya kerja nervus
okulomotorius yang berfungsi mengangkat kelopak mata.
Lemah anggota gerak apabila beraktivitas lama, membaik dengan
beristirahat. Sesak nafas yang membaik dengan istirahat, jatuhnya kelopak mata,
suara yang mengecil dan juga membaik dengan istirahat, menunjukkan adanya
gangguan kerja motorik.
Gangguan transmisi neuromuscular menyebabkan impuls tidak sampai ke
motorik sehingga fungsi motorik akan terganggu. Hal ini menyebabkan suara
yang sengau, ptosis, serta lemah anggota gerak yang bersifat fluktuatif.
Miastenia gravis dapat mengenai semua umur dan jenis kelamin.
Perempuan lebih banyak terkena dibandingkan dengan laki-laki, dengan rasio 3:2.
Pada perempuan, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia dekade kedua hingga
ketiga, sedangkan pada laki-laki setelah dekade kelima.
Dari pemeriksaan fisik secara umum didapatkan dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik khusus didapatkan Tes Warternberg (+/+), Counting test (+)
sampai 7. Hal ini menunjukkan aktifitas tersebut membuat pasien kelelahan
sehingga kelopak mata akan jatuh jika melihat keatas dalam waktu 30 detik dan
suara semakin menghilang saat pasien diminta berhitung sampai 30.
Pasien diberikan mestinon 4x60 mg. Mestinon merupakan obat yang
mengandung piridostigmin bromide, yang termasuk dalam kolinesterase inhibitor.

22
Cara kerja obat yaitu dengan menghambat destruksi asetilkolin oleh kolinesterase.
Waktu paruh obat ini lebih lama dibandingkan dengan neostigmine.

23
BAB 5
KESIMPULAN

1. Miastenia gravis merupakan salah satu penyakit autoimun pada manusia yang
ditandai dengan kekuatan otot yang sifatnya fluktuatif. Kekuatan pada otot
tersebut bergantung pada aktivitas kelompok otot tersebut.
2. Miastenia gravis dikarakteristikan sebagai penurunan dari potensial aksi motor
end-plate pada AchR. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya antibodi
yang menyerang AchR melalui tiga mekanisme yaitu kerusakan yang dimediasi
komplemen, mengatur antigenik, dan hambatan fungsi AchR
3. Diagnosis dibuat berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
fisik pada penderita MG. Keluhan tersebut dapat berupa kelemahan otot okular,
otot ekstremitas, otot aksial, otot orofaringeal dan otot pernafasan.
4. Terapi yang diberikan adalah terapi simptomatik untuk mengatasi keluhan
berupa pemberian anti AchE dan pemberian imunosupresan.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Mourao AM, Barbosa LSM, Comini-Frota ER, Freitas DS, Gomez RS,
Burns TM, et al. Clinical profile of patients with myasthenia gravis
followed at the University Hospital, Federal University of Minas Gerais.
Rev Assoc Med Bras. 2015:61(2):156-60.
2. Phillips WD, Vincent A. Pathogenesis of myasthenia gravis: update on
disease types, models, and mechanisms. F1000Research. 2016:1513:1-10.
3. Howard JF (2015).Clinical Overview of MG. Myasthenia Gravis
Foundation of America.
4. NINDS (2017). Myasthenia Gravis Fact Sheet. Neurological institute of
neurological disorder and stroke.
5. Aknin SB, Panse RL (2014). Myastenia Gravis : A Comprehensive Review
of immune dysregulation and etiological mechanisms. Journal of
Autoimmunity. Pp: 90-100

6. Ropper AH, Brown RH. Myasthenia Gravis and Related Disorders of the
Neuromuscular Junction. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Ed
8. New York: McGraw-Hill; 2005:1250-64.
7. Aashit KS, Goldenberg WD, Nicholas L (2017). Myasthenia Gravis.
Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview
pada tanggal 26 Juni 2017.
8. Anam F, Mannan M (2015). Case Report : Thymoma in Myasthenia
Gravis. Journal of Rawalpindi Medical College Students Supplement.
19(S-1); pp: 61-63
9. Banerjee A (2008).Anaesthesia and Myasthenia Gravis. Anaesthesia and
myasthenia gravis anaesthesia tutorial of the week 122. United Kingdom
10. Sanders DB, Wolfe GI, Benatar M, Evoli A, Gilhus NE, Illa I, et al (2016).
International consensus guidance for management of myasthenia gravis.
Neurology. 87, pp:1-7.
11. Mumenthaler M, Mattle H, Taub E (2006). Fundamentals of Neurology.
New York: Thieme; pp: 262-278.
12. Harsono (2007). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. Pp: 301-306.

25

Anda mungkin juga menyukai