OLEH
Alfioni Parsiska
1310311096
PRESEPTOR
dr. Delsi Hidayat, Sp.BO
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
tak melebihi dari suatu retakan, pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya patahan itu
lengkap dan fragmen tulang bergeser. Jika lapisan kulit masih utuh, keadaan ini disebut
fraktur tertutup (simple), jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini
disebut fraktur terbuka (compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi.1
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien
fraktur terbuka biasanya mengalami cedera multipel.2 Tibia dan fibula adalah tulang yang
sering mengalami fraktur dan lebih sering mengalami fraktur terbuka, dibandingkan tulang
panjang lainnya karena letaknya di subkutan.3
Tulang femur adalah tulang yang terpanjang, terkuat, dan tulang terberat di tubuh
yang sangat esensial untuk memungkinkan manusia dapat berjalan di atas kedua kakinya.
Adanya cedera pada tulang femur dapat mengakibatkan seseorang kehilangan kemampuan
untuk bisa berjalan, selain itu karena adanya pembuluh darah besar (arteri femoralis) pada
femur, cedera yang berat dan menyebabkan perdarahan dapat mengancam nyawa seseorang.
Berdasarkan insidensinya, di AS insidensi kasus fraktur pada tulang femur dilaporkan 1-1.33
fraktur per 10.000 populasi per tahun (1 kasus per 10.000 populasi) 4. Pada individu yang
berusia kurang dari 25 tahun dan yang berusia lebih dari 65 tahun meningkat menjadi 3
fraktur per 10.000 populasi. Cedera ini lebih banyak pada laki-laki berusia kurang dari 30
tahun yang cenderung disebabkan karena adanya kecelakaan bermotor, atau karena adanya
luka tembak.4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Anatomi Femur
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting untuk
pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis,
metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight
anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. 1 Ujung atas
femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan
lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk
articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu
tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.1
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan kebawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.5
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.5
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan
bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah
sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea6
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan
oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di
atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis6
Anatomi cruris
Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak anterior yang
yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas tuberositas, dan berakhir di bawah
margin anterior malleolus medialis. Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi
lebih menonjol di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir pada
batas posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan tambahan ke ligamentum
kolateral tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan ke beberapa serat poplitea, dari
pertengahannya beberapa serat soleus dan flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis
dan menonjol terutama bagian tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran
interoseus. Dimulai pada bagian depan artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya, yang
membentuk batas-batas permukaan untuk ikatan dari ligamentum interosseous yang
menghubungkan tibia dan fibula. 6
Tulang dan otot tungkai bawah ini dikelilingi oleh fascia cruris. Membran
interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris memisahkan tungkai bawah menjadi
empat ruang yang berbatas tegas. 2,6
Gambar 2.3 Otot-otot cruris et pedis
b) Otot-otot dorsal
i. M. gastrocnemius
ii. M. soleus
iii. M. plantaris
iv. M. popliteus
v. M. flexor digitorum longus
vi. M. flexor hallucis longus
vii. M. tibialis posterior
c) Otot-otot lateral
i. M. peronaeus longus
ii. M. peronaeus brevis
Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk arteri tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar melalui fossa poplitea. Arteri
tibialis anterior masuk melalui ruang anterior yang berada di bawah level dari caput fibula
dan berjalan menurun sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera pada
kasus fraktur tibial proksimal. 6
Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari kondilus tibia
medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis ini dihubungkan oleh eminensia
interkondilaris, yang berfungsi sebagai penyempurna dari ligamen anterior. Lapisan luar dari
setiap plateau dibungkus oleh meniscus cartilaginous. Meniscus pada kondilus medial lebih
tebal dan kuat dibandingkan dengan kondilus lateral, dan umumnya fraktur terjadi pada
bagian lateral. Pada ujung proksimal bagian atasnya besar dan meluas menjadi dua
eminensia, yaitu kondilus medial dan lateral. Permukaan artikular superior memperlihatkan
dua permukaan artikular halus. Bagian tengah permukaan ini berartikulasi dengan kondilus
dari tulang paha, sedangkan bagian perifer mereka mendukung meniskus dari sendi lutut. 6
Klasifikasi Klinis:
Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari
dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat:
o Derajat I : Terdapat hubungan dengan dunia luar, timbul luka
kecil (<1 cm), biasa diakibatkan tusukan fragmen tulang dari
dalam menembus keluar.
o Derajat II : Lukanya lebih besar (>1 cm), biasa disebabkan
benturan dari luar
o Derajat III: Luka lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak(otot,saraf,pembuluh
darah)
Adapun derajat III dibagi lagi menjadi:
A. Adekuat penutupan kulit dari tulang fraktur. Fraktur berhubungan
dengan ukuran dari luka.
B. Kerusakan soft tissue yang hebat dengan stripping periosteal dan bone
exposed. Biasanya berhubungan dengan kontaminasi yang massif.
C. Fraktur terbuka yang berhubungan dengan kerusakan arteri yang
memerlukan repair.
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
misalnya malunion, union, nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
- Diafisial
- Metafisial
- Intra-artikuler
- Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
- Fraktur transversal
- Fraktur oblik
- Fraktur spiral
- Fraktur Z
- Fraktur segmental
- Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen
- Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
- Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella
- Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
- Fraktur impaksi
- Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya
pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
- Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi
- Fraktur total
- Fraktur tidak total
- Fraktur buckle atau torus
- Fraktur garis rambut
- Fraktur green stick
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena
trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.1,5,7
Pemeriksaan fisik1,5
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
Syok, anemia atau perdarahan
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
Inspeksi (look)5
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
Palpasi (feel)1,5,7
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
Pergerakan (move)1,5,10
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pegobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka diperlukan:
- Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak
yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
- Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu
luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat
dalam lainnya.
- Resusitasi
Ketika di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan
dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
- Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota
gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
- Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi
terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden
period 4 jam)
- penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1) Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2) Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3) Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.
4) Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5) Tutup luka dengan doek steril
6) Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7) Desinfeksi anggota gerak
8) Drapping
9) Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital
termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu
perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10) Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable fracture)
minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada operasi
elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur
terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena
sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan
terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
2.2.5 Prognosis1,3,
Prognosis dari fraktur tibia dan fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi
dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini
sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana
respon tubuh terhadap pengobatan.
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari
fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.
Komplikasi Dini
- Infeksi
Fraktur terbuka selalu menghadapi resiko; perforasi yang kecil sekalipun harus
diterapi dengan seksama dan debridemen harus dilakukan sebelumm luka ditutup. Laserasi
yang besar membutuhkan eksisi yang lebar dan luka harus dibiarkan terbuka sampai resiko
infeksi telah lewat
- Cedera Vaskular
Fraktur pada setengah bagian proksimal tibia dapat merusak arteri popliteus. Keadaan
ini merupakan kedaruratan tingkat pertama, memerlukan eksplorasi dan perbaikan
- Sindroma Kompartemen
Fraktur sepertiga bagian proksimal cenderung menyebabkan pendarahan dan
perluasan jaringan lunak dalam kompartemen fasial kaki, sehingga menyebabkan ischemia
otot. Gips yang ketat pada kaki yang bengkak dapat mempunyai efek yang sama.
Dekompresi lewat operasi pada semua kompartemen perlu dilakukan. Fraktur itu kemudian
diterapi seperti fraktur terbuka tingkat III dan memerlukan fikstator luar dan penundaan
penutupan luka.
Komplikasi Lanjut.
- Malunion
Sedikit pemendekan (sampai 1,5 cm) biasanya tidak banyak membawa akibat, tetapi
rotasi dan deformitas angulasi, selain buruk, mengakibatkan cacat karena lutut dan
pergelangan kaki tidak dapat bergerak dalam bidang yang sama. Dalam jangka panjang
deformitas dapat menyebabkan predisposisi untuk osteoartritis pada lutut atau pergelangan
kaki.
Angulasi harus dicegah di semua stadium, angulasi bila lebih dari 7 derajat pada
bidang manapun tak dapat diterima; penjajaran rotasi harus sempurna. Angulasi kebelakang
(akibat fraktur dibiarkan melengkung kebawah disaat memasang gips) sering terjadi, jika
disertai pergelangan ekuinus yang kaku, akan berbahaya, karena kalau pasien mencoba
memaksa mengangkat kaki saat berjalan tibia cenderung mengalami fraktur ulang. Hal ini
dapat terjadi secara pelan-pelan dan mengakibatkan non union.
Deformitas belakangan, jika tamppak jelas, harus dikoreksi dengan osteotomi tibia.
- Delayed union
Penyatuan akan lambat jika fraktur terbuka (terutama jika disertai infeksi) jika
pergesearan awal banyak, jika tibia mengalami fraktur pada dua tempat, atau jika fraktur
bersifat kominutif. Penyatuan dapat dipercepat dengan pembebanan tetapi kalau kelambatan
tampak terlalu lama, pencangkokan tulang dan fiksasi intramedullary diindikasikan. Kalau
fraktur fibula telah menyambung dan tibia dibebat secara terpisah, maka 2,5 cm fibula dapat
di eksisi dan cangkokan tulang peluncur dipasang pada fraktur tibia.
- Nonunion
Sekali nonunion terjadi, pasien harus memakai bebat permanen atau fraktur harus di
operasi. Non union hipertrofi dapat diterapi dengan pemasangan paku intramedulla atau
pemasangan plate kompresi. Selain itu non union atrofi memerlukan pencangkokan tulang.
Kalau fibula telah menyatu, segmen yang kecil harus di eksisi untuk memungkinkan
kompresi pada fragmen tibia.
- Kekakuan sendi
Sering diakibatkan oleh kelalaian dalam terapi jaringan lunak; tetapi bila pembebatan
yang lama diperlukan, dan terutama bila terdapat sepsis, kekauan mungkin tak dapat
dihindari. Keterbatasam gerakan pada pergelangan kaki dan kaki dapat berlanjut dalam 6-12
bulan setelah gips dilepas, meskipun telah dilakukan latihan aktif.
- Osteoporosis
Osteoporosis pada fragmen distal dan kadang-kadang juga tulang tarsal, demikian
sering menyertai semua bentuk terapi sehingga dianggap sebagai penyerta yang normal
pada fraktur tibia. Pembebanan aksial pada tibia diperlukan dan penahanan berat harus
dilakukan secepat mungkin. Setelah fiksasi luar yang lama, perawatan khusus harus
dilakukan untuk mencegah fraktur tekanan distal.
- Algodistrofi
Pada fraktur sepertiga bagian distal, alfodistrofi sering terjadi. Harus dilakukan latihan
sepanjang masa terapi.
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ridhwan Ivandra H
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Sultan Syahril No. 223 Silaing Bawah
Tanggal MRS : 16 Oktober 2017
RM : 483419
Anamnesis
Seorang pasien laki-laki usia 22 tahun datang ke IGD RSAM dengan keluhan utama nyeri
dan tidak dapat digerakkan pada tungkai kiri bawah sejak 13 jam sebelum masuk Rumah
Sakit
Primary Survey
Airway : Clear, stridor (-), gargling (-)
Breathing : Spontan, grakan dada simetris kiri dan kanan, RR 20x/menit
Circulation : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 84x/menit, reguler, isian cukup, akral
hangat, Capillary Refill Time >2 detik
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+
Exposure : Pakaian dibuka
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Status lokalis
Regio Femur Sinistra
Look :
Deformitas (+) (bengkak, bengkok, pendek)
Feel :
Tenderness (+), sensibilitas baik
Move : Pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri (+)
Diagnosa Kerja
Fraktur tertutup femur sinistra 1/3 proximal
Fraktur terbuka fibula sinistra 1/3 distal
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb : 14,8 gr/dl
Ht : 39,5%
Leukosit : 19.730/µl
Trombosit: 218.000/µl
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen femur proteksi AP
Rontgen tibia fibula proteksi AP dan lateral
Kesan:
Tampak diskontinuitas tulang pada 1/3 medial femur sinistra dengan garis fraktur
transversal displaced dan 1/3 distal fibula sinistra dengan garis fraktur cominutive
displaced
Diagnosa Akhir
Fraktur femur tertutup sinistra 1/3 proximal transversal displaced
Fraktur fibula terbuka sinistra 1/3 distal cominutive displaced grade 3A
Tatalaksana
Cuci luka + jahit situasi
Imobilisasi fraktur
Cefepime 2x1 gr iv
Ketorolac 2x1 amp iv
Ranitidin 2x 50 mg iv
IVFD RL 20 tpm
Rencana
ORIF Closed # femur
Debridement + ORIF Open # fibula
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki usia 22 tahun datang ke IGD RSAM dengan keluhan utama
nyeri dan tidak dapat digerakkan pada tungkai kiri bawah sejak 13 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien mengaku saat itu sedang mengendarai sepeda motor kemudian terjatuh
dan tungkai bawah kanan pasien tertimpa badan motor lalu ditabrak oleh mobil di
belakangnya. Nyeri hanya dirasakan pada tungkai kiri bawah yang dirasakan terus menerus.
Pasien mengaku tungkai kiri bawah membengkak dan terasa sangat nyeri juga semakin nyeri
jika digerakkan. Pasien mengaku tungkai kiri lebih pendek dibanding tungkai kanan. Pasien
dalam kondisi tersadar saat terjatuh. Pasien tidak ada mual muntah setelah kejadian. Keluar
darah dari hidung, telinga, mulut tidak ada. Luka robek di tungkai kiri bawah ukuran 2x1x1
cm. Tidak ada trauma ditempat lain
Pada pemeriksaan fisik, tungkai kiri atas tampak deformitas (+) (bengkak, bengkok,
pendek), tenderness (+), sensibilitas baik, pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri (+).
Tungkai kiri bawah tampak deformitas (+) (bengkak, bengkok, pendek), pada bagian distal
cruris tampak luka terbuka berukuran 2x1x1 cm, dasar tulang, tepi tidak rata, tenderness (+),
sensibilitas baik, pulsasi arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis teraba kuat, CRT <2
detik, akral hangat, pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri, pergerakan sendi jari-jari
(+). True length dextra 83 cm dan sinistra 80 cm, appearance length dextra 85 cm dan sinistra
82 cm. Dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah dengan kesan leukositosis.
Kemudian dilakukan pemeriksaan rontgen dengan hasil ampak diskontinuitas tulang pada 1/3
medial femur sinistra dengan gars fraktur melintang displaced dan 1/3 distal fibula sinistra
dengan garis fraktur cominutive displaced. Menurut klasifikasi luka terbuka oleh Gustilo dan
Anderson, luka terbuka dengan garis fraktur yang tidak simpel (fraktur segmental /fraktur
komunitif) dan periosteal stripping minimal digolongkan pada grade 3A.
Trauma pada tulang terjadi saat tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang
sehingga terjadi kerusakan atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur terbuka disebabkan
oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan langsung, seperti dari jatuh atau
tabrakan kendaraan bermotor, sehingga diskontinuitas tulang terjadi, menyebabkan rusaknya
integritas kulit atau laserasi kulit.
Pada pasien terjadi hematom yang menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga
tekanan kapiler meningkat, terjadi eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Dilatasi
kapiler plasma menyebabkan histamin terstimulasi, protein plasma hilang dan masuk ke
interstisial. Hal ini menyebabkan timbulnya swelling. Infiltrasi sel darah putih menyebabkan
jumlah leukosit meningkat saat dilakukan pemeriksaan laboratorium darah.
Pasien didiagnosa dengan fraktur femur tertutup sinistra 1/3 proximal transversal
displaced dan fraktur fibula sinistra cominutive displaced terbuka grade 3A. Saat pasien tiba
di IGD dilakukan primary survey untuk menilai keadaan pasien, dilakukan pembersihan luka
dan imobilisasi untuk mengurangi nyeri, dan dipasang cairan infus RL. Obat-obatan yang
diberikan adalah, cefepime sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada pada
fraktur terbuka, ketorolac untuk mengurangi nyeri, dan ranitidin. Pasien dilakukan tindakan
debridement + pemasangan ORIF dan dirawat dibangsal bedah.
Debridement dilakukan untuk mengangkat jaringan yang rusak dan mati sehingga
luka menjadi bersih. Tindakan pemasangan ORIF penting untuk menstabilkan patah tulang
sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Metode ini
memerlukan operasi. Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan skrup khusus atau dengan memasang pelat logam ke
permukaan luar tulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, AG & Solomon, L. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur sistem apley Edisi ketujuh.
Widya Medika. 2013
2. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.
3. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May
21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-
overview#aw2aab6b3 diakses pada 18 Oktober 2017
4. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from
http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm diakses pada 18
Oktober 2017
5. Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998.
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
7. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.
8. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., eds. Rockwood and Green.
Fractures in adults. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.
2081-93.
9. Jon C. Thompson. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd edition. Philadelphia:
Saunders; 2010. p. 293-4.
10. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara.
2010. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf diakses pada 18
Oktober 2017
11. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi – Edisi 2. Makassar :
Bintang Lamumpatue, 2003.hal370-1;455-62