Anda di halaman 1dari 10

Definisi

Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Epidemiologi

Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki – laki menjadi
penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.

Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang
disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah
fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki – laki dengan umur di bawah 15 tahun.27
Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih
banyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan.

Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat:

 Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang
terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung,
tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

 Fraktur kelelahan atau tekanan


Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,
terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

 Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
Paget).

Patofisiologi

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-
sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh
darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
 Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
 Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera

Diagnosis

A. Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena
trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

 Syok, anemia atau perdarahan.


 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

 Look (Inspeksi)
 Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
 Bengkak atau kebiruan.
 Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
 Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).

 Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-
hal yang perlu diperhatikan:

 Temperatur setempat yang meningkat


 Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
 Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

 Move (pergerakan)
 Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
 Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.

C. Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan
lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat
radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.


 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:

 Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

 Dua sendi

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga
patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

 Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X
pada pelvis dan tulang belakang.

 Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.

Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah
sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat
menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur
transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur
atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk
lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara
yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi
fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk
mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

Tatalaksana

Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Secara Umum Terdapat 4R prinsip penatalaksanaan fraktur


antara lain :
a. Recognition
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan deskripsi
tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan apakah ada fraktur, dan
apakah perlu pemeriksaan spesifik untuk menentukan adanya fraktur.
b. Reduction
Adalah usaha dan tindakan manipulasi frakmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi normal. Tindakan ini dapat dilakukan
secara elektif di Rumah Sakit.
c. Retention
Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus melewati sendi di atas
fraktur dan sendi di bawah fraktur.

d. Rehabilitation
Mengembalikan fungsi aktifitas semaksimal mungkin. Penatalaksanaan awal fraktur
meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di
bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada
pasien dengan multiple trauma sebaiknya dilakukan stabilisasi awal, fraktur tulang
panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur
adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Non Operatif

1. Reduksi

Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau
traksi.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10
hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.

3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan

Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6


atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi
normal
Operatif

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut

 Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.
 Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah di
tungkai.
 Fraktur dengan sindroma kompartemen.
 Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

 Pemendekan
 Fraktur tibia dengan fibula intak
 Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:

1. Fiksasi eksternal

a. Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka
terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga
menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan
penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators

Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan kawat
yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah
proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah
ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih
stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka
operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing

Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup.
Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan menghindarkan
trauma pada jaringan lunak.

Komplikasi

a. Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa


internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi
karena luka yang tidak steril.

b. Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan


tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak
tercukupinya peredaran darah ke fragmen.

c. Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5


bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan
pergerakan pada tempat fraktur.

d. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya
defisiensi suplay darah.

e. Kompartemen Sindrom

kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi


penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement
osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan
interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti
dengan kematian jaringan.

f. Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar


seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.

g. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.


h. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.

Anda mungkin juga menyukai