MIASTENIA GRAVIS
Pembimbing :
dr. Helda Juliani Siahaan, M.Ked (Neu), Sp.S
dr. Wilasari Novantina, Sp.N
Disusun oleh :
Oris Sandhy Rizki H. Simangunsong (102121039)
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan nikmat
dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas refarat ini.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad
shalallahu ‘alaihiwasallam, yang telah membawa manusia dari zaman jahiliah ke
alam yang penuh ilmu pengetahuan ini.
Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah subhanahuwata’ala,
penulis dapat menyelesaikan tugas refarat yang berjudul “MIASTENIA
GRAVIS”. Dalam penyusunan referat ini, penulis mendapatkan beberapa
hambatan serta kesulitan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hal
tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
refarat ini, terutama kepada dr. Helda Juliani Siahaan, M.Ked (Neu), Sp.S dan
dr. Wilasari Novantina, Sp.N selaku pembimbing. Semoga segala bantuan yang
penulis terima akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah
subhanahuwata’ala.
Adapun penulisan tugas refarat ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Penyakit Saraf di
Rumah Sakit Hj Bunda Halimah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang ditujukan untuk membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI.....................................................................................................2
B. EPIDEMIOLOGI.........................................................................................2
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI NEUROMUSCULAR JUNCTION...........3
D. PATOFISIOLOGI........................................................................................5
E. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................7
F. KLASIFIKASI.............................................................................................8
G. DIAGNOSIS................................................................................................8
H. DIAGNOSIS BANDING...........................................................................12
I. PENATALAKSANAAN...........................................................................12
J. KOMPLIKASI...........................................................................................13
K. PROGNOSIS..............................................................................................14
BAB III KESIMPULAN
KESIMPULAN..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang paling umum yang
mempengaruhi sambungan neuromuskular. Miastenia gravis sebagian besar
merupakan penyakit yang dapat diobati tetapi dapat mengakibatkan morbiditas
bahkan mortalitas. Ini biasanya dapat dicegah dengan diagnosis tepat waktu dan
pengobatan penyakit yang tepat. Miastenia gravis adalah penyakit heterogen dari
fenotipik dan sudut pandang patogenesis. Spektrum gejala berkisar dari murni
okular bentuk kelemahan parah anggota badan, bulbar dan otot-otot pernapasan.
Usia onset adalah variabel dari masa kanak-kanak hingga dewasa akhir dengan
puncak penyakit pada wanita dewasa muda dan pria yang lebih tua.1
Miastenia Gravis dianggap sebagai contoh klasik penyakit autoimun yang
dimediasi antibodi, bisa juga dipandang sebagai contoh reaksi hipersensitivitas
kelas II, seperti autoantibodi IgG bereaksi dengan antigen intra atau ekstraseluler,
menyebabkan kerusakan organ akhir. Kebanyakan pasien dengan miastenia gravis
memiliki autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChRs) dan minoritas
seropositif untuk antibodi yang diarahkan ke otot-spesifik kinase (MuSK), low-
density protein terkait reseptor lipoprotein 4 (LRP4) atau agrin.1
Antibodi ini juga memberikan dasar untuk mendefinisikan subkelompok
penyakit dan membantu menggambarkan varian fenotipik. Disubkelompok pasien
miastenia gravis, antibodi striasional juga telah diidentifikasi, yang meliputi:
antibodi terhadap titin, reseptor ryanodine, dan subunit alfa dari K+ berpintu
tegangan saluran (Kv1.4). Antibodi ini sebagian besar berfungsi sebagai
biomarker keparahan penyakit dan sering terdeteksi pada pasien dengan miastenia
gravis onset lambat atau dengan timoma dan beberapa di antaranya memiliki
miositis dan/atau miokarditis bersamaan. Meskipun miastenia gravis dimediasi
oleh autoantibodi, subtipe sel T yang berbeda dan sitokin juga memainkan peran
penting dalam patogenesis.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Miastenia Gravis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan
kelemahan fluktuatif pada otot-otot ekstra okular, bulbar dan otot-otot proksimal.
Kelemahan otot yang terjadi akan memburuk saat beraktivitas dan membaik
setelah beristirahat. Miastenia gravis disebabkan oleh adanya autoantibodi pada
membran pascasinaps pada taut saraf otot (neuromuscular junction).2
Autoantibodi yang banyak ditemukan pada serum pasien miastenia gravis
adalah antibodi terhadap reseptor asetilkolin. Saat ini diketahui antibodi lain yang
terdapat pada pasien miastenia gravis, yakni muscle-spesific kinase (Musk) dan
low-density lipiprotein receptor-releted protein (LRP4). Walaupun mekanisme
timbulnya autoimun pada mistenia gravis masih belum diketahui secara pasti,
diduga beberapa faktor berperan dalam terjadinya reaksi autoimun tersebut, yakni
jenis kelamin, hormon dan kelenjar timus yang abnolmal pada hampir 80%
penderita miastenia gravis.2
B. EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis termasuk penyakit yang jarang, insidennya hanya sekitar
1,7-21,3 per 1 juta, dapat terjadi disemua usia dan jenis kelamin. Dari beberapa
penelitian diketahui gambaran bimodal berdasarkan jenis kelamin dan usia. Pada
usia dibawah atau sampai usia 50 tahun, lebih banyak terjadi pada perempuan
dengan rasio 7:3, sedangkan pada usia diatas 50 tahun ditemukan laki-laki dengan
rasio 3:2. Prevalensi paling tinggi pada perempuan usia 20-30 tahun sedangkan
laki-laki pada usia 60 tahun.2
Semakin meningkatnya kemampuan diagnosis, terapi dan umur harapan
hidup, prevalensi miastenia gravis semakin meningkat, yaitu 15-179:1 juta dengan
sekitar 10% nya adalah usia anak-anak meningkat sekitar 4,5% bila dalam
keluarga, saudara kandung atau orangtua memiliki riwayat menderita miastenia
gravis atau penyakit autoimum lainnya.2
2
3
Saat potensial aksi yang dihantar oleh saraf motorik mencapai terminal saraf
akan timbul depolarisasi yang membuka kanal kalsium di membran presinaps.
Terbukanya kanal kalsium akan mecetuskan pelepasan asetilkolin
(Acetylchollin/Ach) ke celah sinaps dan selanjutnya berikatan dengan reseptor
asetilkolin (Acetychollin/AchR) di membran pasca sinaps. Ikatan antara Ach dan
AChR akan mengakibatkan terbukanya natrium pada sel otot, terjadi influks Na +.
Influks Na+ ini akan menyebabkan depolarisasi pada membrane pasca sinaps.2
Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka
akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan di
propagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel
eksitabel dan akhirnya megakibatkan kontraksi. Ach yang masih tertempel pada
4
D. PATOFISIOLOGI
autoantibodi dan ACh untuk dapat berikatan dengan AChR akan semakin
menurunkan jumlah Ach yang berikatan dengan AChR.2
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada Miasthenia gravis, kelemahan dan kelelahan terjadi berfluktuasi,
tergantung pada aktivitas pasien, sehingga dapat berbeda-beda setiap waktu.
Kelemahan memberat setelah aktivitas fisik yang berat, kenaikan suhu tubuh dan
lingkungan sekitar serta akan berkurang bahkan menghilang setelah istirahat. Pada
sekitar 70% penderita miastenia gravis memiliki gejala awal yang dikeluhkan
pada mata yang asimetris, yang mengenai otot-otot ekstraokular, berupa turunnya
kelopak atas (Ptosis) dan penglihatan ganda (Diplopia).2
Dari seluruh tipe okular, sekitar 50% berkembang menjadi tipe generalisata,
yaitu kelemahan terjadi pada otot-otot bulbar dan otot-otot proksimal, sedangkan
sekitar 15% teteap sebagai tipe okular. Gejala klinis yang berat sering ditemukan
pada tahun pertama sampai tahun ketiga, jarang sekali ditemui perbaikan klinis
yang sempurna dan permanen.2
Gejala klinis mistenia gravis dapat berupa :2
1. Gejala Okular
Ptosis dan diplopia yang asimetris merupakan gejala okular yang paling
sering ditemukan. Gejala okular akan menetap pada 100-16% pasien
mistania gravis dalam masa 3 tahun pertama dan menjadi sekitar 3-10%
setelah 3 tahun. Bila gejela okular menetap sampai lebih dari 3 tahun,
maka sekitar 84% tidak mengalami perubahan menjadi tipe general
ataupun bulbar.
8
2. Gejala Bulbar
a. Disfoni dan disatria yang muncul setelah berbicara beberapa lama,
sering terjadi pada onset pertama kali.
b. Disfagia (gangguan menelan) muncul setelah penderita memakan
makanan padat. Penderita dapat mengalami kesulitan menggerakkan
rahang bawah saat mengunyah makanan, sehingga harus dibantu oleh
tangan (tripod position).
c. Kelumpuhan otot-otot wajah sering tidak disadari oleh penderita, baru
diketahui setelah orang lain melihat menurunnya ekspresi wajah atau
senyumannya tampak datar(myastenic snarl).
3. Leher dan Ekstremitas
a. Leher terasa kaku, nyeri dan sulit untuk menegakkan kepala (dropped
head) akibat kelemahan pada otot-otot ekstensor leher.
b. Pada ekstremitas, kelemahan lebih sering pada ekstremitas atas dan
mengenai otot-otot proksimal (deltoid dan trisep). Pada keadaan yang
berat, kelemahan dapat terjadi juga pada otot-otot distal.
4. Gangguan Pernafasan
Ganguan pernafasan sering terjadi pada miastenia gravis tipe general.
Penderita merasakan kesulitan menarik napas akibat kelemahan otot-otot
bulbar dan pernapasan.
F. KLASIFIKASI
9
KELAS DESKRIPSI
I Kelemahan motorik terbatas pada okular, memiliki kesulitan
dalam menutup mata, kekuatan motorik lain normal.
II Kelemahan motorik derajat ringan melibatkan otot lain selain
okular. Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada
okular dengan berbagai derajat.
IIA Kelemahan motorik lebih berat pada otot ekstremitas, batang
tubuh atau keduanya.
IIB Kelemahan motorik lebih berat pada otot orofaring, respiratorik
atau keduanya.
III Kelemahan motorik derajat sedang melibatkan otot lain selain
otot okular. Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada
okular dengan berbagai derajat.
IIIA Kelemahan motorik lebih berat pada otot ekstremitas, batang
tubuh atau keduanya.
IIIB Kelemahan motorik lebih berat pada otot orofaring, respiratorik
atau keduanya.
IV Kelemahan motorik derajat berat melibatkan otot lain selain
otot okular. Dapat ditemukan kelemahan motorik terbatas pada
okular dengan berbagai derajat.
IVA Kelemahan motorik lebih berat pada otot ekstremitas, batang
tubuh atau keduanya.
IVB Kelemahan motorik lebih berat pada otot orofaring, respiratorik
atau keduanya.
V Membutuhkan intubasi dengan atau tanpa ventilasi mekanisk,
terkecuali dilakukan pascaoperasi. Pemberian nutrisi enteral
tanpa intubasi termasuk ke kelompok IVB.
10
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Miastenia Gravis dapat menyerang otot volunter, yaitu otot yang
mengontrol mata dan pergerakannya, ekspresi wajah, dan otot untuk menelan.
Oleh karena itu dapat ditemui gejala, seperti kelemahan otot mata yang dapat
menyebabkan ptosis dan diplopia, kesulitan menelan, dan bicara pelo. Selain itu,
dapat juga menyebabkan kelemahan pada tangan, kaki, dan leher. Bila penyakit ini
sudah mencapai tahap yang parah, dapat mengenai otot-otot pernapasan.
Kelemahan bersifat fluktuatif dan membaik dengan pemberian asetilkolinesterase
inhibitor sebelumnya.2
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik umum dan neurologis secara menyeluruh
untuk menilai kekuatan motoric dan derajat kelemahan otot-otot yang terkena.2
11
7. Elektrodiagnostik
a. Repetitive nerve stimulation (RNS), untuk mendeplesi vesikel Ach sehingga
terjadi penurunan compound motor action potential (CMAP) progresif fan
menilai adanya blok.2
b. Single fiber electromyography (SFEMG), menilai instabilitas sebelum
adanya blok neuromuscular.2
8. Radiologi, pemeriksaan CT-SCAN atau MRI Thorax dilakukan untuk melihat
ada atau tidaknya timoma.2
H. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia
gravis antara lain :2
K. PROGNOSIS
Pada miastenia gravis okular, dalam beberapa tahun >50% kasus
berkembang menjadi miastenia gravis generalisata dan akan sekitar <10% akan
terjadi remisi spontan. Sekitar 15- 17% akan tetap mengalami gejala okular yang
di follow-up dalam periode 17 tahun. Sebuah studi dari 37 pasien dengan
miastenia gravis menunjukkan adanya timoma memberikan outcome yang lebih
buruk.5
Kebanyakan pasien dengan miastenia gravis memiliki rentang hidup yang
mendekati normal dengan modalitas pengobatan saat ini. Lima puluh tahun yang
lalu, angka kematian sekitar 50% hingga 80% pada krisis miastenia, dan sekarang
15
KESIMPULAN
16
17
DAFTAR PUSTAKA