Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN IMUNOLOGI

SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS (SLE)

Disusun Oleh :
Dini Dinanti (2018.1235)

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II


Nama Dosen Pembimbing : Ns. Sumitro Adi Putra, S.Kep, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gangguan Imunologi Systemic Lupus Erithematosus
(SLE)” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Medah II.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan “Asuhan Keperawatan Gangguan Imunologi Systemic Lupus
Erithematosus (SLE) “ tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar
mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah II” atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan tugas, juga kepada rekan- rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Saya
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Lahat, Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER HALAMAN DEPAN


KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI ..........................................................................................
A. Definisi ..........................................................................................
B. Etiologi ..........................................................................................
C. Pathway ..........................................................................................
D. Manifestasi Klinis ..........................................................................................
E. Penatalaksanaan Medis ..........................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS ..........................................................................................
A. Pengkajian ..........................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ..........................................................................................
C. Intervensi Keperawatan ..........................................................................................
D. Implementasi & Evaluasi ..........................................................................................
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Systemic Lupus Erithematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan
inflamasi kronik. Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan
tubuh salah menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit
multi sistem dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita,
sehingga setiap penderita akan mengalami gejala yang berbeda dengan
penderita lainnya tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody
tubuhnya sendiri. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah skin
rash, arthritis, dan lemah. Pada kasus yang berat, SLE bisa menyebabkan
nefritis, masalah neurologi, anemia, dan trobositopenia.
SLE dapat menyerang siapa saja tidak memandang ras apapun. Hanya
saja penyakit ini angka kejadiannya didominasi oleh prempuan dimana
perbandingan antara prempuan dan laki-laki adalah 10:1. SLE menyerang
prempuan pada usia produksi ,puncak insidennya usia antara 15-40. Di
Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi
diperkirakan sama dengan jumlah pendirita SLE diamerika yaitu 1.500.000
orang ( yayasan lupus Indonesia )
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan
induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada
perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi
maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-
masing individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis
penderita SLE yaitu NSAID ( Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs),obat-
obat antimalarial, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan)
selain itu terdapat obat-obat yang lain seperti terapi
hormone,immunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi, monoclonal
antibody, dan transplasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian para
ilmuwan.
B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa definisi SLE ?
b) Bagaimana etiologi SLE?
c) Bagaimana pathway dari SLE?
d) Apa manifestasi klinis dari SLE ?
e) Bagaimana penatalaksanaan medis dari SLE?
f) Bagaimana pemeriksaan penunjang dari SLE?
g) Bagaimana Asuhan Keperawatan dari SLE?

C. TUJUAN
a) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu sebagai calon perawat yang professional diharapkan
mengerti dan memahami konsep gangguan imunologi SLE, serta mampu
memberikan asuhan keperwatan yang tepat.
b) Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien SLE.
2. Mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien SLE.
3. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien SLE.
4. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada pasien
SLE.
5. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada pasien
SLE.
6. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien SLE.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi
autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri
sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada
pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen
memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus
menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan (
Elizabeth 2009).
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit vaskuler
kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan
antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut
dan fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk
sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999).

B. Etiologi
Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus
neonates dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai
lesi kulit atau blok jatung congenital.
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE
mempunyai kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan
bahwa banyak gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-
DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal
reaksi peningkatan komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-
gen yang mengode reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003).
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV
yang mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menyadi lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon
sebagai benda asing tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen
(alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi
respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE
(Delafuente 2002). Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan
peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan
memicu terjadinya SLE (Herfindal et al,2000).
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai
sedang dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit
secara terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan
dengan peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada
keadaan yang sangat jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat
diikuti dengan remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun
SLE dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan
gejala pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat
menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan, khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.
1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun
penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien dengan
terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal
penyakit,dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang diterapi
dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada tahap
selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang
paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit.
Penyebab pasti gejala-gejala ini belum jelas. Aktivitas penyakit, efek
samping pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik
terlibat dalam timbulnya gejala konstitusional. Pada kasus ini dijumpai
gejala demam namun gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi
pneumonia. Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien. Sesuai
dengan teori yang mengatakan kelelahan dan malaise merupakan salah satu
gejala yang paling umum yang memperberat penyakit,gejala ini turut
ditemukan kasus ini.
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi
ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang
berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau parastesisi
setelah terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Zfotosensitivitas
sering ditemukan dan dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnis,
walapun belum ada studi mengenai prevalensinya dipopulasi umum. Ruam
berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di area malar pipi
dan persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih dikenal
sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat ditemukan pada 20-
25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang, bertahan
selams berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa
jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis
umumnya terdapat diwajah,leher dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam
bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat dipicu oleh pacaran sinar
ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih sering ditemukan di kulit
yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama (lengan depan, daerah V
dileher ) tanpa pacaran sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya
termasuk livedo riticularis, eritema periungual, eritema palmaris,
nodulpalmaris, vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis,
purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis. Alopesia dapat timbul akibatlesi
pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada puncak SLE. Alopesia
bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid kepala. Ulkus oral dan
nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakab dari infers virus maupun
jamur. Mata dan mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan oleh
inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin
tumpang tindih dengan sindrom sjogren. Umumnya mata dan mulut kering
merupakan efek samping pengobatan. Pada kasus ini ditemukan manifestasi
mukokutan. Sesuai dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas,
yaitu eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini
juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash)
pada bagian pipi dan hidung pasien. Alopesia juga ditemukan pada pasien
ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu menyikat rambut.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan sinovitis dan
nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah
deformitas jaccoud yang menyerupai artritis rheumatoid namun berkurang
dan tidak terbukti secara radiologis menyebabkan desttruksi kartilago dan
tulang. Kelemahan otot biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid
atau antimalaris, namun myositis dengan peningkatan enzim otot jarang
ditemukan dan biasannya merupakan gejala yang tumpah tindih.
Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruput tendon dapat
merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek
pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput
hormonal, lempemg tibia dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan
gejala lain yang sering ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek
samping pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati
dan faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu
nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan
gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal yang
ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non deforming arthritis.
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal posisional dan
terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi
atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis pericardium. Tamponade
atau hemodinamik konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi
oleh karbamazepin. Miokarditis jarang terjadi, namun harus dicurigai pada
pasien dengan SLE aktif dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG
minimal, aritmia atau perubahan hemodinamik. Miokarditis dapat
mengakibatkan kardiomiopati dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri.
Endokarditid trombotik nonifeksi (Libman-sacks) jarang dan seringkali
tidak menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup
mitral atau katup aorta atau embilisasi. Arterisklerosis premature dengan
angina pektrois dan infark miokardium merupakan sumber mortalitas dan
morbilitas jangka panjang yang paling serius. Penyakit sendiri,
hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid kronik,menopause premature, serta
faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan arterosklerosis. Fenomena
Raynaud, vasospasme yang diindikasi dingin pada jari.sering ditemukan
pada SLE. Penyempitan arteri ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang
tindih dengan scleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi
paru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang
namun seringkali fatal. Sebagian besar cedera vascular trombotik pada
pasien SLE dimediasi oleh antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan pada
sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri dan
vena spontan pada semua ukuran pembuluh darah. Keadaan hiperkoagulasi
lain, seperti defisiensi protein C dan protein S, faktor V Leiden dan
antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya trombisis, namun defisiensi
faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan terjadinya thrombosis vena
dibandingkan trpmbosis arteri.

5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub, dan
efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien, namun
sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif. Infeksi
parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan batuk,
hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat membahayakan
hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut
dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitas lupus kronik
dengan perubahan fibrotic dan paru mirip dengan fibrosis paru idiopatik,
dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk. Penyakit paru
restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka panjang,
miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma dan bahkan
neuropati nervus frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan oleh antibody
antifosfilipid harus disingkirkan pada pasien dengan gejala paru yang tidak
dapat dijelaskan.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum
keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama
sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis
membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran
klinis ditandai dengan temuan minimalis, termasuk proteinuria ringan dan
hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik, dengan proteinuria berat,
hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi
atau sindrom nefritik dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal
eritrosit pada sediaan sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus
progresif dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini
ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan
ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00mg/dL dan
leucocyte pada urin 25,00 leu/πL
7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan
terkadang merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus. Pasien
dapat memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau
meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis tramsversa.
Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh temuan abnormal
pada analisis cairan serebrospinal, seperti peningkatan kadar protein,
pleiositosi, dan /atau autoantibodi karakteristik, pada CT scan atau MRI,
dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea atau bahkan
pada biopsy leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis
lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis. Pada kasus ini
cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan diagnosis
banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit
untuk ditentukan. Masalah ini adalah gangguan kognitif dan kepribadian
ringan. Sakit kepala sering ditemukan dengan intesitas yang beragam. Sakit
kepala lupus yang berat dan menyerupai migren yang hanya responsive
terhadap glikokortikoid merupakan kasus yang jarang. Neuropati kranial
dan perifer dapat terjadi dan dapat menggambarkan vaskulitis pembuluh
darah kecil atau infark pada pasien ini disuspek lupus serbri karena
penurunankesadaran.
8. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan mual,
kas untuk pasien SLE. Peritonitis steril dengan asites jarang namun
merupakan komplikasi abdomen yang serius. Banyak gejala gastrointestinal
atas berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau gastropati terkait
glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala. Pada kasus jarang,
vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah akut. Terkadang
pankreatitis dapat merupakam gejala penyakit atau merupakan efek
pengobatan. Peningkatan enzim hati terkafdang dihubungkan dengan
hepatiris noninfeksi pada SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis
autoimun melalui gambar histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat
disebabkan oleh penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan
penggunaan jangka panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan
perlemakan hati dengan peningkatan transaminase ringan.
9. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan yang
sering namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas,
dapat disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes coombs positif, kadar
haptoglobin rendah dan kadar laktat dehydrogenase tinggi atau dengan
mielosupresi. Mekanisme tidak langsung mencakup penurunan sintesis
eritropoietin dan mielosupresi uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini
dapat diperberat dengan perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan
asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia sangat sering terjadi namun
jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk menghungkan limfopenia
dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien SLE. Leukositosis
dapat sdisebabkan oleh glukokortikoid. Trombisitopenia ringan (100000-
150000/πL) dapat disebabkan oleh antibody antifosfolipid.
Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh
antibody antiplatelet dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya
mungkindidiagnosis sebagai purpura trombositopenik idiopatik. Pada kasus
ini ditemukan kelainan atau manifestasi hematologi sesuai dengan
gambaran yang sering ditemukan pada pasien SLE. Pada kasus ini,
ditemukan gejala anemia dengan nilai haemoglobin yang rendah.
10. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan
temuan nonspesifik. Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat
ditemukan pada penyakit aktif. Mata kering dapat menunjukan tumpang
tindih dengan sindrom sjogren. Kebutaan singkat atau permanen dapat
disebabkan oleh neuritis optic atau oklusi arteri atau vena retina.

E. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis
oral tinggil tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-
obat antimalarial.
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus
meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA),
anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan
diagnosis yang dilakukan adalah biopsy.
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA SLE

DI RSUD DR. H.M.RABAIN MUARA ENIM

1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S

Umur : 35 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71

Status : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk RS : 21-01-2020

Tanggal pengkajian : 22-01-2020

DX Medis : SLE

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. D

Umur : 36 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl.TB.Simatupang No.71

Pendidikan : S 1 tehnik mesin

Hubungan dengan pasien : Suami


I. Keluhan utama : 
Pasien menggeluh kaku pada persendian sehingga sulit beraktivitas,
pasien merasa demam. Pipi dan leher memerah dan terasa gatal.

II. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman
dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya
kecil namun setelah satu minggu lebarnya bertambah besar, demam
dan terasa kaku seluruh persendian utamanya.

III. Riwayat Penyakit dahulu :


Tidak ada

IV. Riwayat penyakit keluarga : 


Tidak ada

V. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :


Pasien seorang ibu rumah tangga

VI. Riwayat Alergi :


Tidak ada

VII. Pengkajian Sistem Tubuh :


a. Sistem Pernapasan
 RR 28x/mnt
 Napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
b. Sistem Kardiovaskuler
 TD 110/80 mmHg
 Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpur di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
c. Sistem Persyarafan
Gangguan psikologis

d. Sistem Perkemihan
Tidak ada
e. Sistem Pencernaann
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum

f. Sistem Muskuloskeletal
 Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada persendian
 Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi
g. Sistem Endokrin
Tidak ada

h. Sistim integument
Suhu: 38,5°C, demam (+)

i. Sistim imun dan hematologi


 Tes fluorensi untuk menetukan antinuelear antibody (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
 Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
 Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose
SLE
 Tes sifilis bisa positif palsu pada pemeriksaan SLE
 Pemeriksaan zat antifosfolipid (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk menentukan adanya
thrombosis pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau
pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni
 HB 11gr/dl
 WBC 15.000/mm

j. Sistim Reproduksi
Tidak ada masalah disistem reproduksi
VIII. Pengkajian Fungsional
1. Oksigenasi
RR:20x/mnt
2. Cairan dan Elektrolit
Terpasang IUVD RL 20tpm
3. Nutrisi
Mual (-), muntah (-)
4. Aman dan Nyaman
Kulit memerah pada daerah pipi dan leher
5. Eliminasi
BAK (-), BAB (-)
6. Aktivitas dan Istirahat
Kurang dari 8 jam/ hari
7. Psikososial
Dapat mengalami ketidak percayaan diri akibat dari
penyakitnya

8. Komunikasi
Terganggu karena sariawan pada mukosa mulut
9. Seksual
Tidak ada perubahan
10. Nilai dan Keyakinan
Tidak ada pantangan yang berhubungan dengan nilai dengan
keyakinan pasien

Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi
Normal

21-01- Hb 17,3 gr% 13-16 gr%


2020 WBC 5.000-
15.000/mm
10.000/mm
b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen

Progam Terapi
Terapi medis tgl 21-01-2020 :

 Injeksi Stabixin 2x1gram


 Injeksi medixon 2x 125 mg
 Omeprazol 2x1 ampul
 Vitamin C 2x1 ampul
Analisa Data
Hari/Tgl/Ja Data Fokus Etiologi Problem
m

Kamis/21-01- D.S : Genetic, kuman/ Intoleransi


2020/09.00  Pasien mengatakan virus, hormonal, Aktivitas
kaku pada sinar ultraviolet,
persendian. obat tertentu
 Pasien mengatakan ↓
sulit untuk Produksi
beraktivitas. autoimun
berlebihan
D.O :

 Pasien tampak Autoimun
meringis. menyerang organ
 Pasien terlihat tubuh
kesulitan untuk ↓
beraktivitas. SLE

 Pembengkakan ↓

sendi, nyeri tekan Sendi

dan rasa nyeri ↓

ketika bergerak. Artritis

 TD 110/80mmHg ↓
Intoleransi
 RR 28x/mnt
Aktivitas
 S 38,5°c
 N 90x/mnt
Kamis/21-01- Genetic, kuman/
2020/11.00 virus, hormonal,
sinar ultraviolet,
obat tertentu

D.S :
Produksi
 Pasien mengatakan autoimun Kerusakan
terdapat kemerahan berlebihan Integritas Kulit
pada area pipi dan ↓
leher. Autoimun
 Pasien mengatakan menyerang organ
gatal pada area tubuh
kemerahan. ↓
SLE

D.O : Kulit

 Lesi akut pada kulit
Kerusakan
yang terdiri atas ruam
Integritas Kulit
berbentuk kupu-kupu
yang melintang
pangkal hidung serta
pipi.
 Pasien terlihat lemah.
 TD 110/80mmHg
 RR 28x/mnt
 S 38,5°c
 N 90x/mnt

2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d imobilisasi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis.
3. Intervensi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Tanggal/ Keperawatan Hasil Intervensi Keperawatan
. Jam
1. Kamis/ Intoleransi aktivitas b.d NOC NIC
21-01- imobilisasi  Energy  Kolaborasikan dengan
2020/ conservation tenaga rehabilitasi
09.00  Activity tolerance medic dalam
 Self care :ADLs merencanakan program
Kriteria hasil: terapi yang tepat.

 Berpartisipasi  Bantu klien untuk


dalam aktivitas mengidentifikasi
fisik tanpa disertai aktivitas yang mampu
peningkatan dilakukan.
tekanan darah, nadi  Bantu klien untuk
dan RR. mendapatkan alat
 Mampu melakukan bantuan aktivitas seperti
aktivitas sehari – kursi roda, krek.
hari (ADLs) secara  Bantu klien untuk
mandiri. membuat jadwal latihan
 Energy diwaktu luang.
psikomotor.  Monitor respon fisik,
 Level kelemahan. emosi, social dan

 Mampu berpindah spiritual.

dengan atau tanpa


alat
 Sirkulasi status
baik

2. Kamis/ Kerusakan integritas NOC NIC


21-01- kulit b.d penurunan  Tissue Integrity :  Anjurkan pasien
2020/ imunologis Skin and Mucous menggunakan pakaian
11.00 Membranes. yang longgar.
 Hemodyalis akses.  Hindari kerutan pada
Kriteria Hasil tempat tidur.
 Integritas kulit yang  Jaga kebersihan kulit
baik bias agar kulit tetap bersih
dipertahankan dan kering.
(sensasi, elastisitas,  Monitor kulit akan
tempratur, hidrasi, adanya kemerahan.
pigmentasi).  Membersihkan,
 Tidak ada luka/ lesi memantau dan
pada kulit. meningkatkan proses
 Perfusi jaringan penyembuhan pada
baik. luka.
 Menunjukkan  Monitor tanda dan
pemahaman dalam gejala infeksi.
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera
berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit.

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/ Diagnosa
No Tanggal/ Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
. Jam
1. Kamis/ Intoleransi  Berkolaborasi dengan S :
21-01- aktivitas b.d tenaga rehabilitasi  Pasien mengatakan
2020/ imobilisasi medic, merencanakan masih merasa kaku
12.00 program terapi yang pada bagian sendi.
tepat.  Pasien mengatakan
 Membantu klien sulit untuk
untuk beraktivitas.
mengidentifikasi O:
aktivitas yang mampu  Pasien tampak
dilakukan. meringis.
 Membantu klien  Pasien masih
untuk mendapatkan terlihat kesulitan
alat bantuan aktivitas. untuk beraktivitas.
 Membantu klien  Pembengkakan
untuk membuat sendi, nyeri tekan
jadwal latihan dan rasa nyeri
diwaktu luang. ketika bergerak.
 Memonitor respon  TD 120/80mmHg
fisik, emosi, social  RR 24x/mnt
dan spiritual.  S 38°c
 N 90x/mnt

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
 Membantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang.
 Berkolaborasi
dengan tenaga
rehabilitasi medic,
merencanakan
program terapi
yang tepat.

2. Kamis/ Kerusakan  Menganjurkan pasien S :


21-01- integritas kulit b.d menggunakan pakaian  Pasien mengatakan
2020/ penurunan yang longgar. masih terdapat
14.00 imunologis  Menghindari kerutan kemerahan pada
pada tempat tidur. area pipi dan leher.
 Menjaga kebersihan  Pasien mengatakan
kulit klien agar kulit gatal pada area
tetap bersih dan kemerahan.
kering. O:
 Memonitor kulit akan  Lesi akut pada
adanya kemerahan. kulit yang terdiri
 Membersihkan, atas ruam
memantau dan berbentuk kupu-
meningkatkan proses kupu yang
penyembuhan pada melintang pangkal
luka. hidung serta pipi.
 Memonitor tanda dan  Pasien terlihat
gejala infeksi. lemah.
 TD 120/70mmHg
 RR 24x/mnt
 S 37°c
 N 88x/mnt

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
 Menganjurkan
pasien
menggunakan
pakaian yang
longgar.
 Menjaga kebersihan
kulit klien agar kulit
tetap bersih dan
kering.
 Memonitor kulit
akan adanya
kemerahan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi
autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit,
nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan
dari pada pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan
estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase
luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar
oleh kehamilan ( Elizabeth 2009).

B. Saran
Pemberian asuhan keperawatan harus dissesuaikan dengan respon dan
kondisi pasien, begitu pula dengan pasien SLE. Maka diharapkan bagi
seorang perawat untuk lebih memahami serta menambah pengetahuan lebih
dalam lagi akan perkembanagan penyakit SLE sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap perkembangan pasien serta
kebutuhan pasien yang belum terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing
Interventions Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby
Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook


for Nurse Practitioner. USA : Saunders

Kasjmir, Yoga dkk. (2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi


Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia

Nurarif.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuahan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta.
Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai