Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA

CEREBRAL PALSY
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I Yang Dikoordinatori oleh
Lucia E.H, Skp, MN

DISUSUN OLEH :
SEPTIANA ANNISA PUTRI
P. 17420111032

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2011

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul CEREBRAL PALSY dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Lucia E.H, Skp, MN selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengajaran kepada kami.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik secara langsung
maupun tidak langsung juga telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan sampai terselesaikannya makalah ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kemajuan dan perbaikan untuk masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Semarang,

Februari

Penulis

2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ii

DAFTAR ISI .................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................

B. Rumusan Masalah ...............................................................................

C. Tujuan..

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ................................................................................................

B. Ciri-Ciri ...............................................................................................

C. Patologis........................................ ......................................................

D. Etiologi ................................................................................................

E. Patofisiologi.................................................................................. .......

F. Patogenesis ...........................................................................................

G. Faktor Resiko................................................................................... ...

H. Manisfestasi Klinis................................................................................

I. Klasifikasi.......................................................................... ..................

10

J. Diagnosis..............................................................................................

11

K. Penatalaksanaan...................................................................................

11

L. Pemeriksaan Penunjang........................................................................

12

M. Kompikasi............................................................................................

13

N. Prognosis..............................................................................................

14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3

A. Pengkajian...........................................................................................

15

B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................

16

C. Intervensi Keperawatan......................................................................

16

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi
perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843),
yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia
neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral
palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan.
Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat
menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang,
bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di
samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya angka
kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral
palsy akan menurun. Namun dinegara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran
selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak
dengan gangguan perkembangan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang
diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950)
sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan
deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan
10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya
sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus,

25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di


bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki
lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi , ciri-ciri , patologis , etiologi , patofisiologi , patogenesis , faktor resiko ,


manifestasi klinis , klasifikasi , diagnosis , penatalaksanaan , pemeriksaan penunjang ,
komplikasi , prognosis pada cerebral palsy ?
2. Apa dasar teori dari cerebral palsy ?
3. Apa masalah yang bisa diketahui dan diatasi dari cerebral palsy ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada cerebral palsy pada anak ?
C. Tujuan

1. Mengetahui definisi , ciri-ciri , patlogis , etiologi , patofisiologi , pathogenesis , faktor


resiko , manifestasi kilns , klasifikasi , diagnosis , penatalaksanaan , pemeriksaan
penunjang , komplikasi , prognosis pada cerebral palsy pada anak.
2. Mengetahui dasar-dasar dari cerebral palsy pada anak.
3. Mengetahui masalah yang mungkn dapet diketahui dan diatasi dari cerebral palsy.
4. Mengetahui dasar teoritis dari cerebral palsy pada anak.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Serebral palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan cerebelum juga kelainan mental.
Cerebral Palsy adalah suatu situasi dengan suatu tanda tidak baik pada bagian otak
yang berfungsi mengendalikan, menggerakkan, kelumpuhan, dan lain gangguan fungsi
tangan.
Serebral palsi adalah gangguan terhadap pengendalian fungsi motor disebabkan
kerosakan pada otak yang sedang berkembang. Serebral palsi adalah kecacatan yang
memberi kesan terhadap bentuk muka, pergerakan, kemahiran motor.
Serebral Palsi juga boleh berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental,
belajar,penglihatan, pendengaran dan komunikasi.

B. Ciri-Ciri
1.

Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat

2.

Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal

3.

Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret

4.

Ketidaknormalan bentuk otot

5.

Lekukan pada spinal "jawbone" kepala kecil

6.

Penangkapan

7.

Sawan

8.

Percakapan komunikasi

9.

Deria yang lemah

10.

Kerencatan akal

11.

Masalah pembelajaran

12.

Masalah tingkah laku

C. Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:

1) Pranatal :
a) Malformasi kongenital.
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya;
rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c) Radiasi sinar X.
d) Tok gravidarum.
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi
maternal, atau tali pusat yang abnormal).
f) Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
2) Natal :
a) Anoksia/hipoksia.
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan
presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa,
infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan
seksio sesar.
b) Perdarahan otak.
Perdarahan

dan

membedakannya,

anoksia
misalnya

dapat

terjadi

perdarahan

bersama-sama,
yang

sehingga

mengelilingi

batang

sukar
otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.


Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan
CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih
banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,
factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e) Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
f) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b) Infeksi

misalnya

meningitis

bakterial,

abses

serebri,

tromboplebitis,

ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan
daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13)
menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal,
faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan
faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor
perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir
sampai satu bulan kehidupan.
Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun
(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982),
atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).

D. Patofisiologi
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi
laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat
diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal,
atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler,
toksin atau infeksi).

E. Patogenesis
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi
dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada
minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya
kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke
24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35.
Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah
periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan
migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks
serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan
metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal.
Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan
Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai
korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan
serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan
nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan
cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat
mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma

10

lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma
adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa
mengakibatkan bangkitan epilepsi.

11

PATHWAY
Pranatal

Malformasikongenital
Infeksi
Radiasi
Tokgravidarum
Asfiksia

Natal

Postnatal

- Anoksia/hipoksia
- Perdarahanotak
- Trauma lahir
- Prematuritas
- Ikterus

- Trauma Kapitis
- Infeksi
- Kern Ikterus

Cerebral Palsy

Kerusakan

Lesi pd

Kerusakan

Kerusakan

Neuromuskuler

batang otak

Motorik

Nervus
Okulomotorius

Kecacatan

DepresiPusat

Kelumpuhan

Multifase

Pernapasan

Spasmeotot

Gangguan
Tumbuh
Kembang

GangguanRitme
Kerusakan
Mobilitas
Fisik

Pernapasan
Resiko
Aspirasi

Kurangnya
Perawatan
Diri
12

Strabismus

Gangguan
persepsi
Sensori

F. Manifestasi Klinis
a. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun
penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu
gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur,
misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi
serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar
dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada
waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan
spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis.
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang
lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama;
diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan
lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan spastitis ini meliputi / 3 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan
spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
1) Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat
dari yang lainnya.
2) Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3) Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4) Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah

13

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga
tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi
bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot
yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic
neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia
perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa
sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan
kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan
koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
h. Paralisis
Dapat

berbentuk

hemiplegia,

kuadriplegia,

diplegia,

Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.


14

monoplegia,

triplegia.

i. Gerakan involunter

Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat
flaksid, rigiditas, atau campuran.
j. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
k. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai
dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama,
sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila
korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang
dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh
anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
l. Problem emosional terutama pada saat remaja.

G. Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan
diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil.
Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut:
1) Tipe spastis atau piramidal.
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
c) Kecenderungan timbul kontraktur.
d) Refleks patologis.
Secara topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah,
biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2) Tipe ekstrapiramidal
15

Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu
juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe
ini kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang
asimetris dan disantni.
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi
dan hipertoni disertai gerakan khorea.
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
1) Ringan:
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang:
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau
berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri
sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah
masyarakat dengan baik.
3) Berat:
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang
diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam
rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan
retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik
bagi keluarganya maupun lingkungannya.
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan,
perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga
pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan
adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali,
karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan
perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
16

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,


pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan
gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang.
Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari
etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan
menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
I. Penatalaksanaan
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama
yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter
THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah
luar biasa dan orangtua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program
latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu
istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat
latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin
banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya.
Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk
menempung pasien ini.
e. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi
secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau
sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat
dilakukan penanganan semestinya.

17

Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun
selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika
melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
f. Occupational therapy
Ditujukan untuk

meningkatkan

kemampuan

untuk

menolong diri sendiri,

memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian,
makan, minum dan keterampilan lainnya.
g. Speech therapy
Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.

J. Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral

palsi di

tegakkan.
2.

Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu


proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.

3.

Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik
yang disertai kejang maupun yang tidak.

4.

Foto rontgen kepala.

5.

Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

6.

Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.

K. Komplikasi
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan
[menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
5. Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7. Kehilangan sensibilitas
18

Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.


8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9. Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10.Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan
emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
11.Lateralisasi
Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh
gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat
bicara
12.Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
13.Penyimpangan Perilaku
Tidak

suka

bergaul,

dengan

mudah

dipengaruhi

dan

mengacaukan

ketidaksuburan/kemandulan.

L. Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia
20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 3035% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan
khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah
berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan
pendengaran.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh
Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik
dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

19

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Kaji riwayat kehamilan ibu
b. Kaji riwayat persalinan
c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
d. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari
anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang
persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
e. Monitor respon bermain anak
f. Kaji fungsi intelektual
g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
j. Badan gemetar
k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
l. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan,
termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam
bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental,
masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air
besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
m. Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
n. Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebatHipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan nervus okulomotorius.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
d. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas,
perubahan kognitif.
20

C. Intervensi Keperawatan
DP 1
Tujuan

: Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.


: Klien mudah untuk bernafas, Pengeluaran udara paksa tidak terjadi, Penggunaan
otot tambahan tidak terjadi, Tidak terjadi dispnea, Kapasitas vital normal,
Respirasi rate normal, Anak tidak mengalami aspirasi.

Intervensi
1. Kaji pola pernafasan.
2. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan
semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.
3. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien
atau dengan jadwal yang tepat.
6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
8. Lakukan suction segera bila ada sekret
9. Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.
DP 2

: Gangguan

persepsi

sensori

berhubungan

dengan

kerusakan

nervus

okulomotorius
Tujuan

: Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.

Intervensi
1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.
2. Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori,
seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan,
penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.
3. Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.
4. Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
5. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.
DP 3

: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..

Tujuan

: Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak


mengalami kontraktur.

Intervensi
1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2. Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3. Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
21

4. Lakukan terapi fisik.


5. Lakukan reposisi setiap 2 jam.
6. Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan
aktivitas.
7. Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
8. Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9. Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.
10. Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
11. Ajarkan rom yang sesuai.
12. Berikan periode istirahat.
DP 4

: Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan

: Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan

mengembangkan

berat

badan dalam batas normal.


Intervensi
1. Kaji tingkat tumbuh kembang.
2. Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.
3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.
DP 5

: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot,

meningkatnya

aktivitas, perubahan kognitif.


Tujuan

: Orangtua / keluarga

menunjukkan pemahaman terhadap

kebutuhanperawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan

aktif

dalam

perawatan anak.
Intervensi
1. Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Bantu dalam pemenuhan kebutuhan;

makan-minum, eliminasi,

kebersihanperseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.


3. Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam
kebutuhan sehari-hari.

22

pemenuhan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi
pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi perkembangan otak normal dengan
gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia
basalis dan serebelum.
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan group penyakit
dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk
menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan
anak, dan onset penyakit.
Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang
mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum.
Asuhan
Keperawatan
yang
di
berikanberdasarkanpadakondisikliennamunpadadasranyadapatdiambildiagnosa: Resiko terhadap
perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap
gangguan motorik mulut, Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas, Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan
sekunder terhadap spastisitas,Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan
kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial
sekunder adanya rigiditas.

B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan pada makalah ini
yaitusemogamakalahinidapatmenjadiacuanpembacasebagaisaranapembelajaran,
dandapatdigunakansebaikbaiknyapadakasusanakdengan Cerebral Palsy. Serta
dapatbermanfaatsebesar-besarnya.

23

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

24

Anda mungkin juga menyukai