Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut hasil penelitian, gejala utama depresi terjadi pada sekitar 10 15% dari
populasi lansia yang berusia lebih dari 65 tahun. Untuk lansia yang tinggal di institusi,
ankanya meningkat hingga ke 50 75% (Black,1990). Depresi cenderung dapat berakkibat
pada menurunnya fungsi kognitif di mana keadaan ini terjadi pada sekitar 10 29% kasusu
depresi. Kenyataan ini menyulitkan pembedahan dari kasus demensia. Kasus depresi pada
lansia pada tes kognitif bereaksi seperti halnya reaksi yang ditunjukkan oleh kasus dimensia.
Secara epidemiologik, di Negara barat depresi dikatakan terdapat pada 15 20%
populasi usia lanjut di masyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di
institusi. Dapatan di Asia angkanya jauh lebih rendah. Keadan ini diduga karena terdapat
factor sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadi-Martono hanya mendapatkan
angka 2,3% dari penderita lansia yang dirawat di bangsal geriatric akut yang menderita
depresi. Angka dimasyarakat juga didapatkan lebih rendah (Hadi Martono, 1997).

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud depresi pada lansia?
2. Apasajakah penyebab depresi pada lansia?
3. Bagaimanakah manifestasi klinik depresi pada lansia?
4. Apasajakah factor pencetus depresi pada lansia?
5. Apasajakah bentuk bentuk depresi pada lansia?
6. Bagaimanakah prognosis depresi pada lansia?
7. Bagaimanakah diagnosis depresi pada lansia?
8. Apasajakah penatalaksanaan depresi pada lansia?
9. Bagaimana pedoman pengajaran depresi paa lansia?
10. Apasajakah efek samping obat Anti depresan ?

C. Manfaat penyusunan makalah


1. Memahami yang dimaksud depresi pada lansia.
2. Memahami penyebab depresi pada lansia.
3. Mengetahui manifestasi klinik depresi pada lansia.
4. Memahami factor pencetus depresi pada lansia.
5. Memahami bentuk bentuk depresi pada lansia.
6. Mengetahui prognosis depresi pada lansia.
7. Mengetahui diagnosis depresi pada lansia.
8. Memahami penatalaksanaan depresi pada lansia.
9. Mengetahui pedoman pengajaran depresi paa lansia.
10. Memahami efek samping obat Anti depresan .

BAB II
PEMBAHASAN
A. Depresi
Depresi merupakan sindrom kompleks yang manifestasinya beragam, yang paling
Sering adalah berupa keluhan vegetative (insomnia), mengurus, konstipasi serta dibarengi
dengan penurunan kondisi kesehatan, bahkan memikirkan ajal. Para lansia itu dapat terlihat
sedih, menangis, cemas, sensitive, atau paranoid.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan
dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik),
kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality),
prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).
Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan
pada alam perasaan (afektif

mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto)

B. Penyebab depresi pada lansia:


1. Factor biologis
Adanya ketidaksiembangan zat zat kimia di otak menyebabkan sel sel otak tidak
berfungsi dengan baik. Ada keluarga dan orang tertentu yang lebih rentan terhadap zat
zat kimia ini sehingga pada kondisi tertentu mereka cenderung mengalami depresi. Pada
saat saat tertentu depresi ini gampang kambuh. Biasanya kekambuhan berikutnya tidak
memerlukan pemicu sebanyak sebelumnya. Kemungkinan factor keturunan atau genetic
dianggap sebagai penyebabnya. Depresi pada lansia sering terjadi bersamaan dengan
masalah gangguan fisik menahun yang dialami, misalnya DM, penyakit jantung, penyakit
darah tinggi, penyakit hati kronis, asma, stroke, reumatik, dll. Gangguan hormonal pada
lansia, terutama wanita menopause dapat mencetuskan timbulnya depesi.

2. Factor psikososial
Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa kanak kanak. Salah
satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa kecil dapat
memepengaruhi perilaku dan kepribadian anak, juga tekanan dan penyiksaan yang
dialaminya. Selain itu, hubungan sosial yang kurang baik dan kurangnya dukungan dari
orang yang dapat dipercaya juga dapat mempengaruhi kualitas hubungan seseorang
sepanjang hidupnya.
Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan
atau kehilangan pada saat lanjut usia akan menjadi pencetus depresi. Perubahan status
ekonomi, struktur keluarga yang cepat berubah, cenderung kehilangan dukungan anak,
menantu, cucu, dan lingkungan teman dapat mempermudah timbulnya depresi. Berbagai
jenis kehilangan sebagai bagian dari proses menua dapat menimbulkan depresi.
Masalah sosial yang dihadapi pada masalah tua biasanya rumit, kompleks, dan saling
berkaitan.

C. Manifestasi klinik
Gejala gejala depresi, yang tetap sama selama rentang kehidupan, dapat dibagi menjadi
tiga kelompok utama yang sering disebut Triad depresi yaitu:
1. Gangguan alam perasaan pervasive
Menangis, Ansietas, serangan panic, Murung, Iribilitas, Paranoia
Pernyataan merasa sedih, blue, tertekan, rendah, atau susah dan perasaan bahwa
tidak ada satupun yang menyenangkan.
2. Gangguan persepsi diri, lingkungan , masa depan
Menarik diri dari aktivitas aktivitas biasa, Penurunan gairah seks, Ketidakmampuan
mengekspresikan kesenangan, Perasaan tidak berharga, Ketakutan yang tidak beralasan,
Pendekatan diri kembali pada kegagalan kecil, Delusi, Halusinasi (durasi singkat), Kritik
ang ditujukan pada diri sendiri dan orang lain, Pasif.
3. Vegetative
Peningkatan atau penurunan gerakan tubuh, Mondar mandir, meremas remas tangan,
menarik atau mengusap rambut, tubuh atau pakaian, Sulit tidur, terus terjaga, terbangun

dini hari, Penurunan atau trekadang peningkatan nafsu makan, Penururnan atau terkadang
peningkatan berat badan, Keletihan, Terpaku pada kesehatan fisik, terutama ketakutan
terhadap kanker, Ketidakmampuan berkonsentrasi, berfikir jernih, atau membuat
keputusan, Bicara lambat, berhenti sejenak sebelum menjawab, penurunan jumlah bicara,
bicara rendah atau monoton, Berfikir tentang kematian, Bunuh diri atau upaya bunuh diri,
Konstipasi, Takikardia
Menurut Maslim (2002) dalam PPDGJ-III, tingkatan depresi ada 3 berdasarkan gejalagejalanya yaitu :
1. Depresi Ringan
Gejala :
a. Kehilangan minat dan kegembiraan.
b. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu.
f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
2. Depresi Sedang
Gejala :
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang
d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum 2 minggu.
h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.

3. Depresi Berat
Gejala :
a. Mood depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan.
c. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri.
h. Tidur terganggu.
i. Disertai waham, halusinasi.
j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

D. Factor pencetus
Ada empat sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan
(Sundeen,stuart 1998:260) :
1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau yang dibayangkan , termasuk kehilangan cinta
seseorang , fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen actual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan
mempunyai dampak terhadap masalah masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaika.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi,
terutama pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibakan oleh obat obatan atau berbagai penyakit fisik seperti
infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolic dapat mencetuskan gangguan
alam perasaan.

E.

Bentuk Depresi
Depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga gejala utama ditambah
sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya
selama dua minggu. Dan tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya ( Idrus, 2007 ).
2. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga gejala utama
ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya empat) gejala tambahan ( Idrus, 2007 ).
3. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya empat
gejala tambahan, beberapa di antaranya harus berintensitas berat ( Idrus, 2007 ).

F.

Prognosis
Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi
biasanya bersifat mltifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stress lingkungan sering
menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia
lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda (van der cammen, 1991). Prognosis dari
depresi oleh post (1972) di tentukan oleh beberapa hal yaitu:
Prognosis baik

Prognosis buruk

- Usia <70 tahun


- Riwayat

keluarga

- Usia >70 tahun dengan wajah tua


adanya

penderita

- Terdapat penyakit fisik serius dan

depresi atau maniak


- Riwayat pernah depresi berat (sembuh

disabilitas
- Riwayat depresi terus menerus selama

sempurna) sebelum usia 50 tahun


- Kepribadian ekstrovert dan temperamen

2 tahun
- Terbukti ada kerusakan otak, missal

yang datar (tak berubah ubah)

gejala neurologik adanya dementia.

G. Diagnosis
Anamnesis merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan
pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu, dan terdapatnya 5 atau
lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada definisi depresi diatas. Aloanmnesis dengan
keluarga atau informan lain bisa sangat membantu.

Gejala depresi pada usia lanjut sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitas
sosial, gangguan memori, perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori
atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali sukar untuk mengorek adanya
penurunan perhatian dari hal hal yang sebelumnya disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas
atau sukar tidur.
Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal hal berikut:
1. Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah
lelah dan penururnan berat badan.
2. Golongan lanjut usia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa
dia lebih aktif.
3. Kecemasan, obsesionalitas, hysteria, dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi
justru sering menutupi depresinya. Penderita dengan hipokondria, misalnya justru sering
dimasukkan ke bangsal penyakit dalam atau bedah.
4. Maalah soaial yang juga diderita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.
Mengingat hal hal tersebut diatas, maka dalam setiap asessmen geriatric seringkali disertakan
form pemeriksaan untuk depresi, yang seringkali berupa skala depresi geriatric (GDS) atau
skala penilaian (depresi) Hamilton (Hamilton rating scale = HRS).

H. Penatalaksanaan depresi pada lansia:


Penatalaksanaan depresi menurut Agus dalam Setiawan (2011) antara lain yaitu :
1. Terapi Fisik
Pemberian anti-depresan pada usia lanjut, sama seperti pemberian psikotropika pada
umumnya harus hati-hati. Umumnya diperlukan dosis yang leebih kecil daripada orang
dewasakarena dikhawatirkan terjadi akumulasi akibat fungsi ginjal yang sudah kurang
baik.
2. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, diantaranya ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen
pada lanjut usia. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk

meredakan perasaan frustasi dan putus asa, merubah dan memperbaiki sikap atau struktur
dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
3. Terapi kognitif-perilaku
Bertujuan mengubah pola pikirpasien yang selalu negatif (persepsi diri yang buruk, masa
depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak berguna lagi, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola piker yang netral atau positif. Ternyata pasien lanjut usia
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara
singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas, terapi kognitifperilaku bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
4. Terapi Seni
Menurut The American Art Therapy Association dalam Mukhlis (2011), terapi seni
banyak digunakan sebagai sarana menyelesaikan konflik emosional, meningkatkan
kesadaran

diri,

menyelesaikan

mengembangkan
permasalahan,

keterampilan

mengurangi

sosial,

kecemasan,

mengontrol

perilaku,

mengerahkan

realitas,

meningkatkan harga diri dan berbagai gangguan psikologis lainnya. Sedangkan menurut
Case dan Dalley dalam Mukhlis (2011), terapi seni merupakan salah satu jenis dari
berbagai jenis terapi ekspresif melibatkan individu dalam aktivitas kreatif dalam bentuk
penciptaan (karya atau produk) seni.

I. Pedoman Pengajaran Depresi


1. Ajarkan kepada klien lansia tentang tekhnik tekhnik assertive, penyelesaian masalah
dan management stress.
2. Pastikan bahwa klien memahami sifat depresi dan juga bagaiman afakto factor seperti
isolasi sosial dan penyalahgunaan alcohol dapa berperan pada tindakan dan ide bunuh
diri.
3. Ajarkan klien tentang pengobatan mereka (tujuan, kemungkinan efek samping dan
bagaimana mengatasinya)
4. Libatkan anggota keluarga, jika mungkin.
5. Gunakan formst kelompok. Lansia cenderung merasakan manfaat besar dari berbagai
pengalaman stigma mereka, dan kelompok membantu mengatasi rasa isolasi sosial
mereka.

6. Berikan sesi pendidikan yang rutin. Isi dari sesi ini harus mencakup focus proses
penuaan, tanda tanda depresi dan karakteristik keinginan bunuh diri, menekankan fakta
bahwa bunuh diri dapat dicegah dan depresi sangat dapat diobati.

J. Efek Samping Anti Depresan yang Sering Terjadi dan Intervensinya


1. Penglihatan kabur : Berikan jaminan pada klien lansia bahwa hal ini merupakan efek
samping dari obat dan bersifat temporer, berikan dukungan dan bantuan sesuai
kebutuhan, bila perlu periksa adanya bahaya lingkungan.
2. Konstipasi : Tingkatkan asupan air dan cairan klien, anjurkan penggunaan laksatif alami
(missal buah plum kering, serat), mintakan resep pelunak feses, pantau kebiasaan
defekasi untuk menghindari inpaksi.
3. Mulut kering: Anjurkan asupan cairan untuk mengurangi rasa tidak nyaman, periksa pas
atau tidaknya gigi palsu, pantau adanya luka dan lesi yang menyebabkan rasa tidak
nyaman dan mengganggu makan.
4. Retensi urin: Pantau pola berkemih klien, kali adanya distress subjektif ( perasaan penuh
atau pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, nyeri ), pantau warna dan bau
urin.
5. Keringat berlebih: Lakukan tindakan tindakan untuk memberikan rasa nyaman,
beritahu klien bahwa berkeringat merupakan efek samping dari pengobatan.
6. Hipotensi ortostatik: Periksa tekanan darah klien pada saat bebaring dan berdiri selama
dua sampai tiga minggu ketika obat dimulai, pantau adanya pusing dan kunang kunang,
instruksikan klien untuk menjutaikan kaki disamping tempat tidur saat bangkit dari posisi
berbaring,

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat : Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fislk untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.
3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap :
a. Perilaku. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial? Apakah klien sering mengluyur dan mondarmandir? Apakah ia
menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau apatis?
lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?
5. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut. (demensia jenis alzheimer tahap akhir dapat
sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin sudah habis).
b. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga
yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas
(catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan
tentang dirinya sendiri.

B. DIAGNOSA
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat.
2. Gangguan pola tidur b.d ansietas
3. Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan putus asa
C. INTERVENSI
1. Diagnosa

: Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas

berat.
Tujuan

: Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya,

Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.


Intervensi

a. Bicara secara langsung dengan klien,hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
b. Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
c. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan

dirinya

d. Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta


pasien memilih apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
e. Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk
mencapai

tujuan.

untuk

Contoh

Jika

pasien

memilih

mandi,

bantu

pasien

menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun, handuk, pakaian

bersih)
f. Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
g. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
h. Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
i. Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
j. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih
dimiliki pasien.
k. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
l. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

2. Diagnosa

Tujuan

: Gangguan pola tidur b.d ansietas


: Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur, Pasien

mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur


Intervensi

a. Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya
b. Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
c. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur
d. Kurangi tidur pada siang hari
e. Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
f. Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
g. Mandi air hangat sebelum tidur
h. Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
i. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannyad)Berikan
pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidurnya
j. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.
3. Diagnosa
Tujuan

: Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan putus asa
: Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri, Pasien mampu memilih

alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif


Intervensi

a. Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri


b. Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
c. Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
d. Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah
secara konstruktif.
e. Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
f. Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
g. Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
h. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah

DAFTAR PUSTAKA

A.Novitasari . 2000. Diagnosis & Penafsiran Depresi pada Lansia. Semarang : Badan Penerbit
UNDIP.
Hawari Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi . Jakarta: EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Watson, Roger.2003. Perawatan Lansia, Edisi ke-3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai