Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep keperawatan maternitas
2.1.1 Pengertian
Keperawatan maternitas merupakan persiapan persalinan serta kwalitas
pelayanan kesehatan yang dilakukan dan difokuskan kepada kebutuhan bio-fisik dan
psikososial dari klien, keluarga, dan bayi baru lahir.
Keperawatan maternitas merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan dimana
perawat berkolaborasi dengan keluarga dan lainnya untuk membantu beradaptasi
pada masa prenatal, intranatal, postnatal, dan masa interpartal.
Keperawatan maternitas merupakan pelayanan professional berkwalitas yang
difokuskan pada kebutuhan adaptasi fisik dan psikososial ibu selama proses
konsepsi/kehamilan , melahirkan, nifas, keluarga, dan bayi baru lahir dengan
menekankan pada pendekatan keluarga sebagai sentra pelayanan.

2.2 Trend keperawatan maternitas


Pada masyarakat yang menuju ke arah modern, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki
pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesiona. Keadaaan ini
memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi
standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan,
memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap
aspek sosial budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasai perkembangan IPTEK.
Menyadari peran profesi keperawaan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan
berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan,
maka solusi yang hars ditempuh dalam keperawatan maternitas ditahun 2010 adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan
perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi
dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan
pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga keperawatan professional
dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal
SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan sistem pelayanan perawat professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi,
lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model
praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus
segera dilakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan
dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi
kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan
yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi yang mandiri dan
mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan
harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.

2.3 Peran Perawat


Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Reeder (1997) :
1. Pelaksana
Perawat yang bekerja memberi asuhan keperawatan di tempat pelayanan kesehatan.
2. Pendidik
Pendidik disini dapat sebagai dosen bagi pasien maupun perawat memberikan
pendidikan kepada klien.
3. Konselor
Perawat sebagai seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling
kepada klien, konselor bertanggung jawabmemberikan layanan dan konseling.
4. Role model bagi para ibu
Panutan bagi para ibu-ibu yang sedang menjalankan keperawatan maternitas.
5. Role model bagi teman sejawat
Panutan sesama perawat atau saling bekerja sama antar perawat.
6. Perumus masalah
Mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pasien dan merumuskan masalah
tersebut.
7. Ahli keperawatan
Perawat harus ahli dalam melaksanakan tugas keperawatan.

2.4 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif


Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda dari
pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan operasi,
yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Menurut WHO (World Health
Organization) pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang
bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu
digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara.

2.5 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional


Banyak aspek etik yang di pertanyakan dalam terapi komplementer. Tidak semua
pengobatan komplementer alternative dan tradisional yang memiliki kode etik yang
ditetapkan oleh organisasi profesi mereka. Terapi komplementer alternative yang
dilaksanakan di sarana kesehatan tentu saja menyesuaikan dengan kaidah etik kedokteran
atau keperawatan. Beberapa aspek etik yang terjadi diantaranya adalah (Kerry, 2003; Silva
& Ludwick, 2001) :
1. Aspek kejujuran dan integritas
Dalam aspek ini praktisi terapi komplementer di tuntut untuk dapat
membuktikan khasiat dari tindakan yang mereka berikan kepada klien. Perlu adanya
pembuktian karena ini bersangkutan dengan nyawa seseorang. misalkan saja
pemberian obat multivitamin tidak memiliki efek samping akan tetapi tidak
menyembuhkan suatu penyakit dan itu telah di buktikan secara klinis. Pada terapi
komplementer yang biasanya memberikannjaminan kesehatan pada kliennya juga
harus dapat membuktikan khasiat terapi yang diberikan.
2. Beneficience, non-maleficiance dan konsen
Ketika memberikan pengobatan berupa obat kepada klien seorang pemberi
kesehatan harus mengetahui kandungan dalam obat itu sendiri dan apakah obat itu
benar-benar efektif dalam mengobati penyakit yang diderita klien atau tidak.
Biasanya obat yang ada dipasaran telah di uji terlebih dahulu sebelum dipasarkan
untuk mengobati sakit pada manusia. Obat-obat ini melewati pengujian pada hewan
dan dalam pengujian ini dilihat apakah obat benar-benar efektif atau tidak, dan
adakah efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini atau tidak. Sedangkan pada
pengobatan terapi komplementer obat-obat yang diberikan banyak yang belum
melewati proses pengujian ini oleh karena itu memungkinkan terjadinya reaksi yang
tidak diinginkan terjadi dan ini dapat merugikan klien sebagai pasien. Ketika
mendapatkan pengobatan praktisi terapi komplementer harus menginformasikan segi
keberhasilan terapi ini dan klien berhak mendapatkan informasi yang sesuai
mengenai pengobatan yang diterimanya apakah benar terapi yang didapat klien ini
efektif dan menerima rasa aman bahwa pengobatan yang diterimanya bukanlah
placebo karena biasanya klien yang datang ke terapi alternatif memiliki penyakit
kronis, dimana mereka mereka telah mencoba pengobatan konvensional dan belum
menemukan kesembuhan sehingga apabila terapi komplementer yang biasanya
memberikan jaminan untuk kesehatan pada klien ini tidak dapat membuktikan
keefektifannya maka nukan tidak mungkin menyebabkan klien menjadi depresi.
3. Conflict of interest
Adanya motif lain yang mungkin melatarbelakangi pemberian terapi selain
Beneficient pada klien juga harus dilihat, karena ini mungkin teradi pada terapi
komplementer, misalkan saja terapi bebas biaya yang diberikan pada beberapa tempat
terapi alternatif apakah terapi yang diberikan benar-benar tidak memiliki motif lain
selain memberikan kesehatan pada klien atau mungkin ada motif lain seperti membeli
produk-produk dari terapi komplementer ini.
4. Justice
Pemberi pelayanan kesehatan dituntut memberikan keadilan dalam pelanan
kesehatannya maksudnya adala klien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik dan
pemberi pelayanan harus menggunakan suber-sumber yang tersedia denagn baik.
Misalkan saa pada pemberian obat, apabila masih ada obat generik yang memiliki
efek pengobatan yang sama baiknya dengan obat yang bukan generik maka pemberi
pelayanan harus menggunakan obat generik lebih dahulu karena efeknya sama dan
harganya lebih murah. Sedangkan pada terpi komplementer pengobatan yang
diberikan memungkinkan hanya placebo dan klien tetap harus membayar tanpa
mengetahui apakah pengobatan ini benar-benar efektif atau tidak
2.6 Trend dan Issue Keperawatan Maternitas
2.6.1 Masalah
1. Penyebab angka kematian bayi masih tinggi
Kematian pada bayi disebabkan oleh penyakit menular seperti radang paru-
paru, diare dan malaria. Penyakit yang merenggut paling banyak korban jiwa
adalah radang paru-paru (18%, atau sebanyak 1,58 juta) , anak diare (15%, 1,34
juta) dan malaria (8%, 0,73 juta anak).
2. Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi
Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi adalah pelayanan kesehatan
yang semakin meningkat, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program
KB.
3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal oleh
sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes RI.Dirjen
Binkesmas, 2004).
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor-
faktor reproduksi, komplikasi obstetric, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi.
Penyebab komplikasi obstetric langsung telah banyak diketahui dan dapat ditangani,
meskipun pencegahannya terbukti sulit. Pendarahan sebagai penyebab kematian ibu
terdiri atas pendarahan antepartum dan pendarahan postpartum. Pendarahan
antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya masih banyak dari
semua persalinan , penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan
pendarahan yang belum jelas sumbernya (Chalik TMA, 1997). Secara sempit resiko
obstetric diartikan sebagai probabilitas kematian dari seseorang perempuan atau ibu
apabila ia hamil. Indicator yang lebih kompleks adalah resiko seumur hidup (lifetime
risk) yang mengukur probabilitas kematian perempuan atau ibu sebagai akibat
kehamilan dan persalinan yang dialaminya selama hidup. Bila istilah pertama hanya
mencantumkan kehamilan maka yang kedua mempunyai dimensi yang lebih lebar
yaitu kemampuan dan jumlah fertilitas. Tingginya kematian ibu sebagian besar
disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujukke
fasilitas kesehatan yang lebih mampu. Keterlambatan merujuk disebabkan berbagai
faktor seperti masalah keuangan, transportasi dsb. (Depkes RI.DirjenYanmedik,
2005).
4. Penyakit menular seks
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak seksual. PMS yang mudah
diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotic generasi
lama. PMS lain, herpes, AIDS, kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang
disebabkan oleh virus, yang tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi
tersebut sangat tidak mengenakkan, sementarayang lainnya dapat mematikan.
Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya
sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut
pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks,
dan berbagai komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini
dan upaya-upaya pencegahan penting untuk dilakukan
2.7 Terapi Komplementer Dalam Bidang Maternitas
2.7.1 Terapi komplementer akupresur pada titik perikardium 6 dalam mengatasi
Mual dan muntah pada kehamilan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Juwita, 2015) bahwa, Intervensi
keperawatan komplementer akupresur pada titik P6 dapat dikategorikan sebagai
intervensi yang aman dan cukup efektif dalam mengurangi mual dan muntah pada
ibu hamil yang tidak mendapatkan terapi lain selain akupresur pada titik P6.
Akupresur dan akupuntur menstimulasi system regulasi serta mengaktifkan
mekanisme endokrin dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam
mempertahankan keseimbangan ( Homeostasis ) ( Runiari, 2010). Terapi akupressur,
dimana terapi ini dilakukan dengan cara menekan secara manual pada P6 pada daerah
pergelangan tangan yaitu 3 jari dari daerah distal pergelangan tangan antara dua
tendon. Terapi ini menstimulasi sistem regulasi serta mengaktifkan mekanisme
endokrin dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam
mempertahankan keseimbangan (Runiari, 2010).
2.7.2 Pengaruh Pemberian Aromaterapi Peppermint Inhalasi Terhadap Mual Muntah
Pada Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Rihiantoro, Oktavia, & Udani, 2018)
bahwa pemberian terapi aromatik peppermint secara inhalasi pada pasien post operasi
dengan anastesi umum dapat menurunkan intensitas mual muntah yang ditunjukan
dengan penurunan rata-rata skor PONV. Pemberian terapi aromatik peppermint
memberikan efek penurunan intensitas mual dan muntah yang lebih cepat pada pasien
post operasi dengan anastesi umum dibandingkan hanya mengandalkan efek
farmakologis dari premedikasi antiemetik.
2.7.3 Efektivitas Teknik Effleurage Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Rahma, Sofiyanti, & Nirmasari, 2017)
bahwa terapi effleurage adalah terapi komplementer yang menerapkan gate control
teori oleh Mander dan Tamsuri (2007) yaitu bahwa serabut nyeri membawa stimulus
nyeri ke otak lebih kecil dan perjalanan sensasinya lebih lambat dari pada serabut
sentuhan yang luas dan sensasinya berjalan lebih cepat. Ketika sentuhan dan nyeri
dirangsang bersama sensasi sentuhan berjalan ke otak dan menutup pintu gerbang
dalam otak dan terjadi pembatasan intensitas nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007 Tentang


Peneyelenggaraan Pengobatan Komplementer alternative di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai