Anda di halaman 1dari 20

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis
dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan
oksigen ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.

1
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.

2
3. Etiologi
A. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
B. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-
30 detik
C. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah

4. Tanda Gejala
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan
atas 4 macam :
A. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1. Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2. Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3. Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
B. Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :

3
1. Hipoarasthesia dan Arasthesia.
2. Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
C. Dyspasia ( gangguan berbicara )
D. Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
1. Gangguan neurologis.
2. Gangguan psikologis.
3. Keadaan kebingungan.
4. Reaksi depresif.

5. Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi

4
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:


Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung (Muttaqin, 2008).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif


banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin, 2008).

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71%
pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%,

5
namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach,
1999 dalam Muttaqin, 2008).

6. Pathway
(Terlampir)

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

6
6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin.
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

8. Penatalaksanaan

a. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.


b. Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
d. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
e. EKG dan pemantauan jantung.
f. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
g. Rehabilitasi neurologik.

9. Prognosis / Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,


komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b. Berhubungan dengan paralisis è nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh

7
c. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.
d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

8
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
2. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
3. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan konia.
5. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari

9
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
6. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
7. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
8. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.

10
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh

11
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
9. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
10. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
1. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
2. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan

12
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
3. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
11. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-X11.
1. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.

13
5. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
12. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.

1. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)


karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

13. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(D.0054)
2. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas fisik (D.0139)
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (D.0109)

14
4. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis
(D.0063)
5. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan (D.0032)

15
14. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Gangguan SLKI : SIKI: 1. Untuk mengetahui nyeri
mobilitas fisik Tujuan: Setelah Dukungan mobilisasi atau keluhan yang dirasakan
berhubungan diberikan asuhan 1. Identifikasi oleh pasien
dengan gangguan keperawatan selama adanya nyeri atau 2. Agar mempermudah
neuromuscular 3x24 jam diharapkan keluhan fisik latihan fisik pasien
(D.0054) mobilitas fisik pada lainnya 3. Agar tidak terjadi
pasien dapat kembali 2. Fasilitasi aktivitas kesalahan dalam komunikasi
dengan normal dengan dengan alat bantu dan prosedur
kriteria hasil: (mis. Pagar 4. Agar mempermudah
1. Pergerakan pembatas tempat perawatan
eksterimitas tidur)
kembali dengan 3. Jelaskan tujuan
baik dan prosedur
2. Kekuatan otot mobilisasi
kembali dengan 4. Kolaborasi
baik dengan pihak
3. Rentang gerak keluarga
(ROM) kembali
dengan baik
Resiko gangguan SLKI: SIKI: 1. Untuk mengetahui
integritas Tujuan: Setelah Perawatan integritas penyebab terjadinya
kulit/jaringan diberikan asuhan kulit gangguan integritas kulit
berhubungan keperawatan selama 1. Identifikasi 2. Agar pasien merasa
dengan penurunan 3x24 jam diharapkan penyebab nyaman
mobilitas fisik integritas kulit dan gangguan integritas 3. Agar tidak adanya kulit
(D.0139) jaringan pada pasien kulit (mis. kering yang memperparah
dapat kembali dengan Perubahan keadaan kulit pasien

16
normal dengan kriteria sirkulasi,
hasil: perubahan status
1. Elastisitas kulit nurtisi, penurunan
normal kelembaban, suhu
2. Perfusi jaringan lingkungan
normal ekstrem,
3. Tidak terdapat nyeri penurunan
mobilitas)
2. Ubah posisi tiap 2
jam jika tirah
baring
3. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion, serum)

Defisit perawatan SLKI : SIKI: 1. Agar mengetahui


diri berhubungan Tujuan: Setelah Dukungan perawatan kemandirian pasien
dengan diberikan asuhan diri 2. Melatih pasien agar
kelemahan keperawatan selama 1. Monitor tingkat mandiri
(D.0109) 3x24 jam diharapkan kemandirian 3. Melatih pasien secara
perawatan diri pada 2. Fasilitasi tingkat mandiri melakukan aktivitas
pasien dapat kembali kemandirian, bantu yang mudah
dengan normal dengan jika tidak mampu 4. Agar mempermudah
kriteria hasil: melakukan perawatan
1. Kemampuan mandi perawatan diri
kembali dengan 3. Anjurkan
normal melakukan
2. Kemampuan perawatan diri
menggenakan secara konsisten
sesuai kemampuan

17
pakaian kembali 4. Kolaborasi dengan
normal keluarga
3. Kemampuan makan
kembali dengan
normal
4. Kemampuan ke
toilet kembali
dengan normal
5. Mempertahankan
kebersihan mulut

Gangguan SLKI : SIKI: 1. Agar mengetahui


menelan Tujuan: Setelah Dukungan perawatan kemampuan pasien
berhubungan diberikan asuhan diri : makan/minum 2. Agar pasien merasa
dengan gangguan keperawatan selama 1. Monitor nyaman dan aman
saraf kranialis 3x24 jam diharapkan kemampuan 3. untuk melatih pasien yang
(D.0063) status menelan pada menelan mengalami gangguan
pasien dapat kembali 2. Atur posisi yang penglihatan
dengan normal dengan nyaman untuk 4. Mengurangi nyeri
kriteria hasil: makan/minum
1. Dapat 3. Jelaskan posisi
mempertahankan makanan pada
makanan di mulut pasien yang
2. Terdapat refleks mengalami
menelan gangguan
3. Kemampuan penglihatan dengan
mengosongkan menggunakan arah
mulut normal jarum jam (mis.
4. Kemampuan Sayur di jam 12,
menguyah normal rending di jam 3)

18
4. Kolaborasi
pemberian obat
(mis. Analgesik,
antiemetik) sesuai
indikasi

Resiko defisit SLKI : SIKI: 1. Agar nutrisi pasien selalu


nutrisi Tujuan: Setelah Manajemen nutrisi terpantau
berhubungan diberikan asuhan 1. Identifikasi status 2. Agar menarik minat
dengan keperawatan selama nutrisi pasien
ketidakmampuan 3x24 jam diharapkan 2. Sajikan makanan 3. Mengurangi tersedak saat
menelan makanan status nutrisi pada secara menarik dan makan
(D.0032) pasien dapat kembali suhu yang sesuai 4. Agar gizi yang masuk
dengan normal dengan 3. Anjurkan posisi sesuai dengan kebutuhan
kriteria hasil: duduk jika mampu
1. Porsi makanan yang 4. Kolaborasi dengan
dihabiskan ahli gizi untuk
2. Kekuatan otot menentukan jumlah
menguyah normal kalori yang
3. Kekuatan otot dibutuhkan
menelan normal
4. Nafsu makan baik

15. Impementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya.

16. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit


Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Chang, Ester .2010 .Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J .2009 .Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.
Doengoes, Marilyn dkk .2012 .Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Tarwoto, 2007.Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .
Jakarta: Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Defenisi dan Indikator Dignostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
William, Lippicont .2008 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .
Jakarta: Indeks.

20

Anda mungkin juga menyukai