Disusun Oleh:
FUZARISMA
1102014111
Pembimbing :
dr. Dini Adriani Sp.S
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga Referat yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana Stroke
Iskemik” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I
R.S. Sukanto Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber
pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit Saraf,
semoga dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf
pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dini Adriani Sp.S. selaku dokter pembimbing bagian kepaniteraan
Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.S. Sukanto.
2. Para perawat dan Pegawai di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. I R.S. Sukanto.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.S.
Sukanto.
Dalam menyelesaikan penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Jakarta, 14 April 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Pasien yang pernah didiagnosis stroke mempunyai resiko terjadinya stroke
berulang. American Heart Association /American Stroke Association dan Persatuan
Dokter Spesialis Syaraf Indonesia merekomendasikan terapi pencegahan sekunder
untuk meminimalkan angka kejadian stroke berulang. Terapi pencegahan sekunder
yang direkomendasikan adalah antiplatelet/antikoagulan, antihipertensi, dan
antidislipidemia. Penggunaan beberapa obat untuk mengontrol faktor resiko stroke
tersebut telah terbukti menunjukkan efikasi yang baik dan mengurangi angka
kejadian stroke per tahunnya, dengan kumulatif penurunan resiko (risk reduction)
mencapai 75%.4
Tujuan penulisan referat ini untuk menguraikan lebih lanjut mengenai etiologi,
patogenesis, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan
prognosis stroke iskemik untuk menjadi referensi tenaga medis dalam
mendiagnosis dan menatalaksana stroke iskemik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 1. Pembuluh darah pada otak
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika media dipisahkan
dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastic
interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina ini
tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut tersebut dapat
dilewati oleh zat-zat kimia dan sel darah.6
6
Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan
mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang
memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot
polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan
masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan
proteoglikan. Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan
vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun
diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat
menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina
elastica interna yang lebih tebal.6
7
2. Stroke
2.1.Definisi
Stroke adalah penyebab kematian kedua tertinggi dan penyebab utama
kecacatan di dunia. Stroke disebabkan gangguan pada suplai darah otak,
biasanya karena pecahnya pembuluh darah atau sumbatan. Hal ini
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi terutama glukosa menjadi terganggu
yang dapat berakhir pada kematian sel-sel otak.2
WHO mendefiniskan stroke merupakan suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala -
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.7
Stroke yaitu berupa sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GPDO) yang disebabkan baik oleh perdarahan spontan atau suplai
darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai akibat aliran darah
yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan suatu penyakit
pembuluh darah, jantung atau darah (stroke iskemik atau infark serebri) dengan
awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. Stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik. Stroke non
hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal
ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak.8
2.2.Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang.
Berdasarkan Riset kesehatan dasar tahun 2013 didapatkan prevalensi stroke di
Indonesia sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala
8
sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke terdiagnosis oleh
nakes.9
Data International Classification of Disease Vital Statistic Report Amerika
Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah
41,4% dari 100.000 penderita. Selain itu, kejadian stroke memiliki tingkat
morbiditas yang tinggi dalam menyebabkan kecacatan. Insidensi stroke di Asia
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih
banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat.
Prevalensi di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. Angka prevalensi ini
meningkat dengan meningkatnya usia. Data nasional Indonesia menunjukkan
bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4. Didapatkan
sekitar 750.000 insiden stroke per tahun di Indonesia, dan 200.000 diantaranya
merupakan stroke berulang.3 Stroke yaitu berupa sindrom yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) yang disebabkan baik oleh
perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian
otak sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, dan emboli yang
berhubungan dengan suatu penyakit pembuluh darah, jantung atau darah (stroke
iskemik atau infark serebri) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun
infeksi susunan saraf pusat. Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke
non hemoragik.5 Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.9,10
2.3.Etiologi
Stroke iskemik terjadi akibat peristiwa yang membatasi atau menghentikan
aliran darah, seperti emboli trombotik ekstrakranial atau intrakranial, trombosis
in situ, atau hipoperfusi relatif. Saat aliran darah menurun, neuron berhenti
9
berfungsi. Meskipun berbagai ambang batas telah dijelaskan, iskemia neuronal
yang ireversibel dan cedera umumnya dianggap dimulai pada laju aliran darah
kurang dari 18 mL /100gr jaringan /menit, dan kematian sel yang terjadi dengan
kecepatan di bawah 10 mL/100gr dari jaringan/menit.11
2.4.Patofisiologi
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan
untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa
dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik
gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan
otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai,
dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.12
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan
Na+ K + ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K +
berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di
dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negative
sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel
masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran
darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.12
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
10
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena
itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari
tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.12
2.5.Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara prsktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi
otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang
atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medulla spinalis,
yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri
maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dana tau
patologi.13
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya dapat bersifat fokal
maupun global, yaitu:
a. Kelumpuhan sesisi/ kedua sisi, kelupuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, bicara,dan sebagainya.
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi somatic sensoris
g. Gangguan fungsi kognitif, seperti: gangguan atensi, memori, bicara
verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang,
dan sebagainya
h. Gangguan global berupa gangguan kesadaraan.13
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda yang disusun oleh
Cincinati menggunakan singkatan FAST yang mencakup F yaitu facial droop
(mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada
11
tangan), S yaitu speech difficulties (kesulitan bicara), serta T yaitu time to seek
medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas
85% dan spesifisitas 68% untuk menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baik
pada dokter dan paramedik.13
Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cra pemeriksaan fisik
neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala yang didapatkan
berdasarkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan
kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasglow (SKG), kelumpuhan saraf
kranial, kelemahan motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan
fungsi kognitif, dan lain-lain.13
2.6.Diagnosis
a. Anamnesis
12
iii. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
iv. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
b. Pemeriksaan Fisik
13
dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi,
kelainan jantung, dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Neurologi
14
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual dan
sensoris atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer
lengan) hemiestesia non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya perilaku dan personalitas,
ringan) inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara,
berganti dengan pola gerak Gangguan lapang pandang
chorea pada tangan, bagian sentral, prosopagnosia,
hipestesia atau anestesia aleksia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik,
sindrom clumsy hand
15
d. Pemeriksaan Penunjang
16
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.
Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular
ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut.
17
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung
adalah EKG dan foto thoraks
2.7.Diagnosis Banding
a. Stroke Hemoragik
b. Ensefalopati toksik/metabolic
c. Ensefalitis
d. Lesi structural intracranial
e. Trauma Kepala
f. Ensefalopati Hipertensif
g. Migren Hemiplegik
h. Abses otak
i. Skelorosis multiple
2.8.Tatalaksana
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase
akut:
A. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan
obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:
a. Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
18
b. Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
c. Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak
d. Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak
boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki
diabetes mellitus kronis
e. Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma
balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
19
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
20
b. Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti:
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur
2.9.Pencegahan
Selain terapi iskemia serebral akut, beberapa jenis tindakan terapeutik
diarahkan untuk mencegah stroke pertama atau kedua pdaa pasien yang berisiko
mengalaminya.
a. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah stroke pertama dengan
mebgobati factor risiko predisposisi. Komponen yang paling penting adalah
terapi hipertensi arterial secara efektif, yang selain usia merupakan factor
risiko stroke terpenting. Tekanan darah tinggi juga meningkatan risiko
pasien mengalami perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi risiko stroke iskemik hingga
40%. Factor risiko lain yang dapat di control antara lain adalah merokok,
diabetes mellitus, dan fibrilasi atrium. Pemberian aspirin dan penghambat
agregasi trombosit lainnya tidak menjadi komponen pencegahan primer.
Terapi pembedahan pada stenosis arteri karotis interna asimptomatik juga
dilakukan sebagai pencegahan primer, meskipun tidak ada bukti statistic
yang jelas.
b. Pencegahan sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mencegah stroke setelah
setidaknya terjadi satu episode iskemia serebri. Metode medis dan bedah
digunakan sebagai pencegahan sekunder. Pemberian aspirin dosis-rendah
(100mg/ hari) menurunkan risiko stroke berulang hingga 25%. Tidak ada
21
bukti bahwa dosis yang lebih tinggi memberikan hasil yang lebih baik.
Penghambat agregasi thrombosit lainnya seperti ticlopidine dan
clopidrogrel mempunyai efek yang lebih jelas daripada aspirin tetapi
keuntungannya ditutupi oleh harganya yang lebih mahal dan beberapa efek
samping yang serius. Antikoagulasi terapeutik dengan warfarin sangat
efektif untuk menurunkan risiko stroke dengan fibrilasi atrium dan denyut
jantung yang ireguler, penurunan risiko relatif pada keadaan ini adalah 60-
80%.
2.10. Prognosis
Prognosis stroke secara umum tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul. Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami
kemunduran status neurolgik setelah dirawat. Sebagaian disebabkan edema
otak dan iskemik otak. Sekitar 10% pasien stroke dengan iskemik akan
membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif atau penyakit jantung coroner.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Jauch, E.C. et al. 2019. ‘Ischemic Stroke’. Medline Medscape P:1-22.
12. Wijaya, A.K. ‘Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus’. Page
1-15.
13. Aminditha, T., Wiratman, W. 2017. Buku Ajar Neurologi. Penerbit
Kedokteran Indonesia: Tangerang.
24