OLEH :
PEMBIMBING :
dr. Luhu Avianto Tapiheru, Sp.S
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang puji
syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, serta
shalawat dan salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman yang penuh dengan
kejahilan yang berisi berbagai kecanggihan teknologi serta ilmu pengetahuan
dalam proses pembuat makalah ini kami tidak terlepas dari hambatan dan
kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan dari berbagai pihak akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing yaitu dr. Luhu A Tapiheru, Sp.S yang mana telah memberikan
masukan serta bimbingan kami dalam bantuan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu kami mengharapkan kritik saran dan tanggapan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini member manfaat khususnya bagi kami dan
semua pihak. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1. Anatomi Otak........................................................................................3
2.2. Definisi..................................................................................................5
2.3. Epidemiologi.........................................................................................6
2.4. Etiologi..................................................................................................6
2.5. Faktor Resiko........................................................................................6
2.6. Patofisiologi...........................................................................................7
2.7. Manifestasi Klinis..................................................................................9
2.8. Diagnosis.............................................................................................10
2.9. Penatalaksanaan...................................................................................12
2.10. Komplikasi..........................................................................................14
2.11. Prognosis..............................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................16
3.1. Anamnesis...........................................................................................16
3.2. Pemeriksaan Fisik................................................................................17
3.3. Status Neurologi..................................................................................18
3.4. Hasil CT-Scan.....................................................................................27
3.5. Kesimpulan Pemeriksaan....................................................................28
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................30
4.1. Kesimpulan..........................................................................................30
4.2. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
masyarakat, penyakit tersebut merupakan juga penyebab utama cacat
menahun. Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vascular.
Pada laporan kasus ini, akan dibahas sebuah kasus infark serebri yang
dialami oleh seorang pasien di Rumah Sakit umum Haji Medan. Berbagai aspek
seperti, definisi, faktor risiko, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa,
talaksana dan prognosis akan dibahas pada laporan kasus ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung
kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan area atas otak.
Gambar 1.2 Aliran darah arteri yang menuju otak6
Ada dua hemisfer serebri, yaitu hemisfer serebri sinistra dan hemisfer
serebri dextra. Hemisfer serebri sinistra berfungsi dalam mengendalikan gerakan
sisi kanan tubuh, juga berperan dalam berbicara, berhitung dan menulis,
sedangkan hemisfer serebri dextra berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi
kiri tubuh, juga berperan dalam mengendalikan perasaan, kemampuan seni,
keterampilan dan orientasi.6 Selain itu, otak juga memiliki fungsi lain yaitu
sebagai pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai pusat bicara motorik (area broca),
sebagai pusat bicara sensoris (area Wernicke), juga sebagai area visuosensoris,
dan otak kecil yang berfungsisebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.7
2.2 Definisi
Infark serebri adalah kematian neuron, sel glia dan sistem pembuluh darah
yang disebabkan kekurangan oksigen dan makanan. Kondisi ini dapat disebabkan
adanya penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus atau emboli, sehingga
menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak.1
Berdasarkan penyebabnya Infark dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Infark anoksik, disebabkan kekurangan oksigen, walaupun aliran darahnya
normal, misalnya asphyxia
2. Infark hipoglikemik, terjadi bila kadar glukosa darah dibawah batas kritis
untuk waktu yang lama, misalnya koma hipoglikemik
3. Infark iskemik, terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi2
2.3. Epidemiologi
Menurut Warlow, dari penelitian pada populasi masyarakat infark
aterotrombotik merupakan penyebab stroke paling sering terjadi, yaitu ditemukan
pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark
aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrobotik pada arteri ekstra dan
intrakranial.3
2.4. Etiologi
Disamping emboli, infark iskemik disebabkan oleh (a) aterotrombotik
aortokranial, (b) hipotensi berat dalam waktu lama, (c) vasospasme yang dapat
disebabkan oleh migren, ensefalopati hipertensif, atau pecahnya aneurisma
intrakranial. Penyebab yang lebih jarang adalah arteritis, kompresi otak dengan
iskemia sekunder, oklusi vena, atau abnormalitas di dalam darah.1
Dua penyebab utama dari infark serebri ini, yaitu thrombosis dan emboli.
Trombosis serebri
Banyak kasus infark serebri terjadi setelah thrombosis dan oklusi
pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik. Thrombosis serebri terjadi pada
individu yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko yang mempercepat
timbulnya aterosklerosis. Penyakit ini juga terjadi sebagai komplikasi penyakit
lain, contohnya arteritis pada arteri serebri (servikal) atau kelainan koagulasi.
Emboli serebri
Emboli serebri umumnya terjadi pada arteri serebri media. Emboli yang
berasal dari atau melewati jantung mempunyai kemungkinan besar masuk ke
arteri karotis komunis daripada arteri vertebralis. Emboli pada arteri karotis
komunis cenderung masuk ke arteri karotis interna dan terus masuk ke arteri
serebri media yang merupakan cabang paling besar dari arteri karotis interna dan
secara anatomik merupakan kelanjutan dari arteri karotis interna tersebut.4
2.6. Patofisiologi
Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energy yang sangat tinggi yang
hanya dapat dipenuhi oleh suplai subtract metabolic yang terus menerus dan tidak
terputus. Pada keadaan normal, energi tersebut semata-mata berasal dari
metabolisme aerob glukosa. Otak tidak memiliki persediaan energy untuk
digunakan saat terjadi potensi gangguan penghantaran substrat. Jika tidak
mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan
menurun dalam beberapa detik. Sejumlah energy yang berbeda dibutuhkan agar
jaringan otak tetap hidup (intak secara structural) dan untuk membuatnya tetap
berfungsi. Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah
sekitar 5-8 ml per 100 g per menit (pada jam pertama iskemia). Sebaliknya,
kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20 ml per 100 g
per menit. Karena itu, dapat terlihat adanya deficit fungsional tanpa terjadinya
kematian jaringan (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan
cepat, seperti oleh trombolisis spontan atau secara tarapeutik, jaringan otak tidak
rusak dan berfungsi kembali seperti sebelumnya yaitu deficit neurologis pulih
sempurna. Hal ini merupakan rangkaian kejadian pada transient ischemic attack
(TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai deficit neurologis sementara
dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. Delapanpuluh persen dari seluruh TIA
berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasi klinisnya bergantung pada teritori
vascular otak tertentu yang terkena. TIA pada teritori arteri serebri media sering
ditemukan pasien; pasien mengeluhkan parastesia dan deficit sensorik
kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral sementara. Serangan seperti
ini kadang-kadang sulit dibedakan dari kejang epileptic fokal. Iskemia pada
teritori vertebrobasilar, sebaliknya, menyebabkan tanda dan gejala batang otak
sementara, termasuk vertigo. Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang
dapat berkurang meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada
kasus-kasus tersebut,
bukan disebut sebagai TIA, tetapi PRIND (prolonged reversible ischemic
neurological deficit). Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat
ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak
reversible. Kematian sel dengan kolaps sawar darah-otak mengakibatkan influks
cairan kedalam jaringan otak yang infark (edema serebri yang menyertai). Dengan
demikian infarks dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian
iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian
perlahan-lahan kembali mengecil. Pada pasien dengan infark yang luas dengan
edema luas yang menyertainya, tanda klinis hipertensi intracranial yang
mengancam jiwa seperti sakit kepala, muntah, dan gangguan kesadaran harus
diamati dan diterapi. Volume infark kritis yang dibutuhkan untuk menimbulkan
keadaan ini bervariasi sesuai dengan usia pasien dan volume otak. Pasien yang
lebih muda dengan otak berukuran normal berisiko setelah mengalami infark luas
di teritori dapat tidak terancam kecuali infark melibatkan teritori dua atau lebih
pembuluh darah serebri. Pada keadaan ini, umumnya nyawa pasien dapat
diselamatkan hanya dengan terapi medis pada saat yang tepat untuk menurunkan
tekanan intracranial, atau dengan pengangkatan fragmen besar tulang tengkorak
secara operatif (hemikraniektomi) untuk dekompresi otak yang membengkak.
Sebagai kelanjutan infark, jaringan otak yang mati mengalami likuefaksi dan
diresorpsi. Yang tersis adalah ruang kistik yang berisi cairan serebrospinalis,
kemungkinan mengandung beberapa pembuluh darah dan jalinan jaringan ikat,
disertai perubahan glial reaktif (astrogliosis) di parenkim sekitarnya. Tidak ada
jaringan parut yang terbentuk pad keadaan ini(proliferasi jaringan kolagen).
Makna sirkulasi kolateral. Perjalanan dan luasnya edema parenkim otak
pada suatu saat tidak hanya bergantung pada patensi pembuluh darah yang
normalnya menyuplai regio otak yang beresiko, tetapi juga ketersediaan sirkulasi
kolateral melalui jalur lain. Secara umum, arteri-arteri adalah end artery
fungsional: jalur kolateral normalnya tidak dapat menyediakan darah dalam
jumlah yang cukup untuk mempertahankan jaringan otak di distal arteri yang tiba-
tiba teroklusi. Namun, jika suatu arteri menyempit dengan sangat lambat dan
progresif, kapasitas sirkulasi kolateral dapat meningkat. Kolateral sering dapat
dibuat oleh hipoksia jaringan ringan yang kronik hingga dapat mencukupi
kecukupan energy yang
dibutuhkan jaringan bahkan jika suplai arteri utama terhambat untuk periode yang
relatif lama. Akibatnya infark dapat terlihat lebih kecil, dan lebih sedikit neuron
yang hilanh, daripada yang terlihat jika arteri yang sama tiba-tiba teroklusi dari
keadaan patensi normal.
Suplai darah kolateral dapat berasal dari pembuluh darah lingkaran
anastomosis (sirkulus williso) atau dari anastomosis leptomeningeal superfisial
arteri serebri. Pada umumnya, sirkulasi kolateral lebih baik di bagian perifer
infark daripada dibagian tengahnya. Jaringan otak yang iskemik di perifer yang
berisiko mengalami kematian sel (infark) tetapi, Karena adanya sirkulasi kolateral,
belum mengalami kerusakan yang irreversible disebut sebagai penumbra (half-
shadow) infark. Tujuan semua bentuk terapi stroke akut, termasuk terapi
trombolik adalah menyelamatkan area ini.6
2.9. Penatalaksanaan
Penanganan penderita infark serebri bergantung pada tahap
perkembangannya. Dalam hal ini diperlukan klasifikasi yang tepat, apakah itu
suatu TIA, Refersible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) atau stroke komplit.
Sampai saat ini belum ada terapi yang efektif, namun demikian upaya-upaya
dibawah ini dapat dipertimbangkan.9
1. Tahap Akut
a. Hemodilusi
Asupan Darah Otak (ADO) berhubungan erat dengan viskositas
darah, dan berhubungan secara terbalik dengan hematokrit: makin tinggi
hematokrit makin rendah ADO-nya. Stagnansi darah di mikrosirkulasi di
jaringan iskemik memberi sumbangan kejadian-kejadian berurutan yang
mempercepat proses infark karena terkumpulnya berbagai macam
metabolisme yang toksik. Meningkatnya sirkulasi untuk membawa atau
membuang metabolit tadi merupakan tujuan utama terapi. Hemodilusi
merupakan salah satu upaya untuk menurunkan viskositas plasma dengan
mengeluarkan eritrosit, membebaskan aliran darah melalui kapilar yang
terganggu di daerah iskemik. Salah satu cara adalah melakukan vena
seksi dan dalam waktu yang bersamaan diberikan bahan
plasma/expanding untuk mencegah terjadinya hipovolemia. Bahan yang
sering dipake adalah dekstran dengan berat molekul rendah. Terapi ini
bersifat selektif.
b. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan masih bersifat kontroversial, baik dalam
hal manfaat maupun resikonya. Dorongan untuk memberi anti koagulan
terutama untuk “menghentikan” proses patologik pada kasus stroke-in-
evolution atau progressing stroke.
c. Kontrol terhadap edema otak
Edema pada infark otak, terutama jika terjadi oklusi arteri serebri
media, sulit untuk dikontrol. Kortikosteroid bermanfaat untuk edema
interstisial, hal ini terdapat pada neoplasma. Cairan hyperosmolar
misalnya gliserol, manitol, urea, kurang efektif untuk infark iskemik. Hal
ini disebabkan oleh dua alasan yaitu pemberian cairan hiperosmolar ke
daerah infark terganggu oleh tersumbatnya alirah darah di daerah infark,
dan edema pada infark iskemik merupakan kombinasi antara edema
vasogenik dan sitotoksik.
d. Antagonis Kalsium
Nimodipin merupakan salah satu jenis antagonis kalsium yang
diharapkan dapat mencegah membanjirnya kalsium dalam sel. Pada
awalnya, nimodipin diberikan secara co-infus dengan bantuan syringe-
pump, dengan dosis 2-2,5 ml/jam bergantung pada tekanan darah
penderita selama 5 hari. Dosis tinggi dapat menurunkan tekanan darah
yang tentunya akan menyebabkan bertambah beratnya gejala neurologic.
Nimodipine akan memberikan hasi yang baik jika diberikan secara dini,
kurang dari 6 jam pasca awitan. Nimodipine dapat diteruskan secara
peroral dengan dosis 120-180 mg/hari.
e. Pentosifilin
Pentosifilin, suatu obat hemoriologik yang menurunkan viskositas
darah, meningkatnya aliran darah dan meningkatnya oksigenasi jaringan
pada penderita dengan penyakit vascular. Pentosifilin dapat diberikan
dalam tahap akut, 6-12 jam pasca awitan, dalam bentuk infus dan bukan
dalam bentuk bolus intravena. Diberikan dengan dosis 15 mg/kg BB/hari,
selama seminggu.
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infark serebri diantaranya ialah:11
1. Pembengkakan Otak
Kematian pasien dalam waktu 48 jam setelah keadan hipoksia iskemik
akan memperlihatkan gambaran pembengkakan otak yang ditandai dengan
mendatarnya fissura dan sulkus korteks serebri, pembengkakan akan
mencapai puncaknya setelah 2-3 hari, dapat mengakibatkan pergeseran otak
dan herniasi tentorial. Pembengkakan otak terjadi karena peningkatan volume
darah intravaskuler dalam otak.
2. Edema Serebri
Edema serebri adalah bertambahnya cairan didalam jaringan otak.
Macam-macam edema yaitu vasogenik, sitotoksik, hidrostatik, interstitial,
hipoosmotik.
3. Infark Hemoragik
Segera setelah terjadi obstruksi dari arteri, aliran darah melalui arteriol
dan kapiler terhenti, jaringan sekitar kapiler tidak mendapatkan oksigen,
terkumpul hasil katabolisme dan terjadi kerusakan sel saraf, oligodendroglia,
astrosit, mikroglia dan dinding kapiler, terjadi pembukaan pembuluh darah
anastomosis disekitar daerah iskemik, apabila tekanan darah arteri sekitar
daerah iskemik tidak rendah, darah akan mengalir melalui pembuluh darah
anastomosis, sehingga terdapat aliran darah kembali ke jaringan pembuluh
darah kapiler. Pembuluh kapiler ini tidak selalu normal (pada beberapa
pembuluh kapiler dindingnya dapat dilalui plasma dan benda-benda darah),
akibatnya terjadi bendungan, pembengkakan jaringan karena keluarnya
plasma dan juga terjadi perdarahan kecil karena diapedesis sel darah merah,
keadaan
ini disebut Infark merah atau Infark berdarah (hemoragik). Sepuluh hari
kemudian darah Infark di massa kelabu (pada daerah yang diperdarahi arteri
tersumbat) tampak pucat, menandakan darah tak menembus sirkulasi
anastomosis. Infark berdarah pada massa kelabu dapat terjadi secara langsung
karena sejumlah darah masuk ke seluruh/sebagian daerah yang mengalami
Infark, hal ini terjadi karena disintegrasi embolus. Vaskularisasi daerah massa
putih memiliki anastomosis yang lebih sedikit dibandingkan pada daerah
massa kelabu dan pembuluh darahnya merupakan arteri akhir (end artery).
Sehingga hanya sedikit darah yang mengalir kembali ketika sirkulasi
anastomosis terjadi, pada massa kelabu banyak terdapat sirkulasi
anastomosis.2
2.11. Prognosis
Pulihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca-infark dan pada akhir
minggu ke 8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20% dalam
satu bulan pertama. Kemungkinan untuk hidup jelas lebih baik pada kasus infark
serebri daripada perdarahan. Tetapi kecacatan akan lebih berat pada infark serebri
karena perdarahan akan mengalami resolusi dan meninggalkan jaringan otak
dalam keadaan utuh. Sementara itu infark merusak neuron-neuron yang terkena.12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Anamnesis
3.1.1. Identitas Pribadi
Nama : Relis Sinaga
Jenis Kelamin : Pria
Usia : 51 tahun
Suku Bangsa :-
Agama : Islam
Alamat : Pasar IX dusun V desa tembung, deli
serdang peraut sei-tuan sumatera utara
Status : Kawin
Pekerjaan : karyawan swasta
Tanggal masuk : 03-04-2021
Tanggal Keluar :
3.1.2. Anamnes
Keluhan Utama : Mulut sulit dibuka
Telaah :
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan
keluhan mulut terkunci dan sulit dibuka sejak 4 hari yang lalu. Os juga
mengatakan 2 minggu yang lalu mengatakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka robek ditelapak kaki kanan dan tidak diberikan anti
tetanus. Mual (-), Muntah (-), demam (-)
3.2.5. Genitalia
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3.3.2 Kranium
Bentuk : Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Nervus II (Opticus)
Oculi Dextra Okuli Sinistra
Visus : Normal Normal
Lapangan pandang
Normal : Normal Normal
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Skotoma : - -
Refleks : - -
Ancam Fundus : TDP TDP
Okuli
Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman- tromner : - -
Klonus lutut : - -
Klonus kaki : - -
Refleks primitif : TDP TDP
3.3.9. Koordinasi
Lenggang : TDP
Bicara :+
Menulis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Percobaan apraksia : Dex (+), Sin (-)
Mimik : Dex (+), Sin (+)
Tes telunnjuk-telunjuk : Dex (+), Sin (-)
Tes telunjuk- hidung : Dex (+), Sin (-)
Diadokinesia : Dex (+), Sin (-)
Test tumit – lutut : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Test Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3.3.10. Vegetatif
Vasomotorik : Normal (+)
Sudomotorik : Normal (+)
Piloerektor : Normal (+)
Miksi : Normal (+)
Defekasi : Normal (+)
Potensi dan Libido : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3.3.11. Vertebra
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakkan
Leher : Normal (+)
Pinggang : Normal (+)
Orientasi
Diri : Dalam Batas Normal
Tempat : Dalam Batas Normal
Waktu : Dalam Batas Normal
Situasi : Dalam Batas Normal
Intelegensia : Dalam Batas Normal
Daya pertimbangan : Dalam Batas Normal
Reaksi emosi : Dalam Batas Normal
Afasia
Ekspresif :-
Represif :-
Apraksia :-
Agnosa
Agnosia visual :-
Agnosia jari-jari :-
Akalkulia :-
Disorientasi Kanan-kiri :-
3.4. Hasil CT-Scan
3.5. Kesimpulan Pemeriksaan
3.5.1. Anamnese
Keluhan Utama : lemas
Gejala ekstrapiramidal
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Refeleks fisiologis : Dalam Batas Normal
Refleks patologis : Tidak dijumpai
55555 00000
Kekuatan Otot : ESD : ESS :
55555 00000
55555 44444
EID : EIS :
55555 44444
3.5.3. Diagnosa
Diagnosa Fungsional : Gangguan keseimbangan Senyum
asimetris Gangguan gerak
ekstremitas
Diagnosa Etiologik : Trombus
Diagnosa Anatomik : Hematoma hemisfer dextra
Diagnosa Kerja : Infark Cerebri
Penatalaksanaan : - IVFD RL 20gtt/i
- Inj Ranitidine 25 mg/ 2ml / 1 amp /
12 jam
- Inj Citicoline 250 mg / 12 jam
- Antasida syr 3x1
- Amlodipin
- Neurodex 2x1
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem
pembuluh darah yang disebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi. Dan
penyebabnya harus segera ditegakkan dalam beberapa jam pasca awitan agar
terapi yang tepat dapat segera diberikan. Penanganan penderita infark otak
bergantung pada tahap perkembangannya. Dalam hal ini diperlukan klasifikasi
yang tepat, apakah itu suatu TIA, Refersible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
atau complete stroke.
DAFTAR PUSTAKA